BAB 1
I.
Konsep
Penyakit
1.1
Definisi/deskripsi
penyakit
Ileus obstruktif adalah blok saluran usus
yang menghambat pasase cairan, flatus dan makanan, dapat secara mekanis atau
funsional (Iin Inayah,2004:202).
Ileus obstruktif adalah Suatu Penyumbatan
Mekanis Pada Usus merupakan penyumbatan yang sama sekali menutup atau
mengganggu jalannya isi usus. (medicastore.com).
Ileus obstruktif adalah kerusakan atau
hilangnya pasase isi usus yang disebabkan oleh sumbatan mekanik.
(medlinux.com).
Ileus obstruktif adalah kerusakan komplet
atau parsial aliran ke depan dari usus. Kebanyakan terjadi pada usus halus
khususnya di ileum, segmen paling sempit. (wordpress.com).
1.2
Etiologi
1.2.1
Adhesi (perlengketan usus
halus) merupakan penyebab tersering ileus obstruktif, sekitar 50-70 % dari
semua kasus. Adhesi bisa disebabkan oleh riwayat operasi intraabdominal.
Obstruksi yang disebabkan oleh adhesi berkembang sekitar 5% dari pasien yang
mengalami operasi abdomen dalam hidupnya. Perlengketan kongenital juga dapat
menimbulkan ileus obstruktif didalam masa anak-anak.
1.2.2
Hernia inkarserata
eksternal (inguinal, femoral,umbilical,insisional atau parastomal) merupakan
yang terbanyak kedua sebagai penyebab ileus obstruktif dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. Hernia
interna (paraduodenal,kecacatan mesentericus, dan hernia foramen winslow) juga
bisa menyebabkan hernia.
1.2.3
Neoplasma. Tumor primer
usus halus dapat menyebabkan obstruksi intralumen, sedangkan tumor metastase
atau tumor intra abdominal dapat menyebabkan obstruksi melalui kompresi
eksternal.
1.2.4
Intususepsi usus halus
menimbulkan obstruksi dan ischemia terhadap bagian usus yang mengalami
intususepsi. Tumor, polip atau pembesaran limphanodus mesentericus dapat
sebagai petunjuk awal adanya intususepsi
1.2.5
Penyakit Crohn dapat
menyebabkan obstruksi sekunder sampai inflamasi akut selama masa infeksi atau
karena striktur yang kronik.
1.2.6
Volvulus sering
disebabkan oleh adhesi atau kelainan kongenital, seperti malrotasi usus.
Volvulus lebih sering sebagai penyebab obstruksi usus besar.
1.2.7
Batu empedu yang masuk ke
ileus. Inflamasi yang berat dari kantong empedu ke duodenum atau usus
halus yang menyebabkan batu empedu masuk
ketraktus gastrointestinal. Batu empedu
yang besar dapat terjepit di usus halus, umumnya pada bagian ileum terminal
atau katup ileocaecal yang menyebabkan obstruksi.
1.2.8
Striktur yang sekunder
berhubungan dengan ischemia, inflamasi, terapi radiasi atau trauma operasi.
1.2.9
Penekanan eksternal oleh
tumor, abses, hematoma,intususepsi atau penumpukan cairan
1.2.10 Benda
asing, seperti bezoar.
1.2.11 Divertikulum
meckel yang bisa menyebabkan volvulus, intususepsi atau hernia littre
1.2.12 Fibrosis
kistik dapat menyebabkan obstruksi parsial kronil pada ileum distalis dan kolon
kanan sebagai akibat adanya benda seperti meconium.
1.3
Tanda
gejala
1.3.1
Nyeri tekan pada abdomen
1.3.2
Muntah
1.3.3
Konstipasi (sulit BAB)
1.3.4
Distensi abdomen
1.3.5
Bab darah dan lendir tapi
tidak ada feses dan flatus (Kapita Selekta,2000,hal 318)
1.4
Patofisiologi
Semua peristiwa
patofisiologik yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa memandang
apakah obstruksi tersebut diakibatkan oleh penyebab mekanik atau nonmekanik.
Perbedaan utama adalah pada obstruksi paralitik peristaltic dihambat dari
permulaan, sedangkan pada obstruksi mekanik peristaltic mula-mula diperkuat,
kemudian intermiten dan akhirnya
hilang.sekitar 6-8 liter cairan diekskresikan kedalam saluran cerna setiap
hari. Sebagian besar cairan diasorbsi sebelum mendekati kolon. Perubahan
patofisiologi utama pada obstruksi usus adalah adanya lumen usus yang
tersumbat, ini menjadi tempat perkembangan bakteri sehingga terjadi akumulasi gas dan cairan (70% dari gas
yang tertelan). Akumulasi gas dan cairan dapat terjadi dibagian proksimal atau
distal usus. Apabila akumulasi terjadi didaeah distal mengakibatkan terjadinya
peningkatan tekanan intra abdomen dan intra lumen. Hal ini dapat meningkatkan
terjadinya peningkatan permeabilitas kapiler dan ekstravasasi air dan
elektrolit di peritoneal.dengan peningkatan permeabilitas dan ekstravasasi
menimbulkan retensi cairan di usus dirongga peritoneum menakibatkan terjadi
penurunan sirkulasi dan volume darah. Akumulasi gas dan cairan di bagian
proksimal mengakibatkan kolapsnya usus sehingga terjadi distensi abdomen.
Terjadi penekanan pada vena mesenterika yang mengakibatkan kegagalan oksigenasi
dinding usus sehingga aliran darah keusus menurun, terjadilah iskemi dan
kemudian nekrotik usus. Pada usus yang mengalami nekrotik terjadi peningkatan
permeabilitas kapiler dan pelepasan bakteri dan
toksin sehingga terjadi perforasi. Dengan adanya perforasi akan
menyebabkan bakteri masuk kedalam sirkulasi sehingga terjai sepsis dan peritonitis.
Masalah lain yang
timbul dari distensi abdomen adalah penurunan fungsi usus dan peningkatan
sekresi sehingga terjadi penimbunan di intra lumen secara progresif yang akan
menyebabkan terjadinya retrograde peristaltic sehingga terjadi kehilangan
cairan dan elektrolit. Bila hal ini tidak ditangani dapat meyebababkan syok
hipovolemik. Kehilangan cairan dan eletrolit yang berlebih berdampak pada
penurunan curah jantung sehingga darah yang dipompakan tidak dapat memenuhi
kebutuhan seluruh tubuh sehingga terjadi
gangguan perfusi jaringan pada otak, sel dan ginjal. Penurunan perfusi
dalam sel menyebabkan terjadinya metabolisme anaerob yang akan meningkatkan asam lactat dan menyebabkan asidosis
metabolic. Bila terjadi pada otak akan meyebabkan hipoksia jaringan otak, iskemik dan infark. Bila terjadi
pada ginjal akan merangsang pertukaran natrium dan hydrogen di tubulus proksimal dan pelepasan aldosterone, merangsang sekresi
hydrogen di nefron bagian distal sehingga terjadi peningkatan reabsorbsi
HCO3- dan penurunan kemampuan ginjal untuk membuang HCO3. Hal ini akan
menyebabkan terjadinya alkalosis metabolic (Price & Wilson, 2007)
1.5
Pemeriksaan
Penunjang
Adapun pemeriksaan
diagnostik yang bisa dilakukan antara lain:
1.5.1
Pemeriksaan sinar x:
untuk menunjukan kuantitas abnormal dari gas
atau cairan dalam usus.
1.5.2
Pemeriksaan laboratorium
(misalnya pemeriksaan elektrolit dan jumlah darah lengkapa) akan menunjukan
gambaran dehidrasi dan kehilangan volume plasma dan kemungkinan infeksi.
1.5.3
Pemeriksaan radiogram
abdomen sangat penting untuk menegakkan diagnosa obstruksi usus. Obstruksi
mekanis usus halus ditandai oleh udara didalam usus halus, tetapi tidak ada gas
dalam usus. Bila foto fokus tidak memberi kesimpulan, dilakukan radiogram
barium untuk mengetahui tempat obstruksi
(Brunner and Suddarth,2001,hal 1121).
1.6
Komplikasi
1.6.1
Peritonitis karena
absorbsi toksin dalam rongga peritoneum sehingga terjadi peradangan atau
infeksi yang hebat pada intra
abdomen.
1.6.2
Perforasi dikarenakan
obstruksi yang sudah terjadi selalu lama pada organ intra abdomen
1.6.3
Sepsis, infeksi akibat
dari peritonitis, yang tidak tertangani dengan baik dan cepat.
1.6.4
Syok hipovolemik terjadi
akibat dehidrasi dan kehilangan volume
plasma.
(Brunner and
Suddarth, 2002, hal 1122)
1.7
Penatalaksanaan
Penata laksanaan
medis
Dengan
laparoskopi,sayatan kecil (pemotongan ) akan dilakukan pada perut.
Kolostomi: adalah
prosedur untuk membuat stoma (pembukaan) antara usus dan dinding perut. Ini
mungkin dilakukan sebelum memiliki operasi untuk menghapus usus yang tersumbat.
Kolostomi juga dapat untuk menghilangkan udara atau cairan dari usus. Hal ini
juga dapat membantu memeriksa kondisi perawatan sebelum operasi. Dengan
kolostomi, tinja keluar dari stoma kedalam kantong tertutup. Tinja mungkin
berair, tergantung pada bagian mana usus besar digunakan untuk kolostomi
tersebut.stoma mungkin ditutup beberapa hari setelah operasi usus setelah
sembuh.
Stent: adalah
suatu tabung logam kecil yang memperluas daerah usus yang tersumbat. Dengan
menyisipkan stent kedalam usus menggunakan ruang lingkup (tabung, panjang
ditekuk tipis) stent dapat membuka usus untuk membiarkan udara dan makanan
lewat. Menggunakan stent juga untuk membantu mengurangi gejala sebelum operasi.
Dasar pengobatan
obstruksi usus adalah koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit, menghilangkan
peregangan dan muntah dengan intubasi dan kompresi, memperbaiki peritonitis dan
syok bila ada, serta menghilangkan obstruksi untuk memperbaiki kelangsungan dan
fungsi usus kembali normal.
1.7.1
Obstruksi usus halus
Dekompresi
usus melalui selang usus halus atau
nasogatrik bermanfaat dalam mayoritas kasus. Apabila usus tersumbat secara
lengkap, maka strangulasi yang terjadi memerlukan intervensi bedah. Sebelum
pembedahan terapi IV diperlukan untuk mengganti penipisan air, natrium,klorida
dan kalium.
Tindakan pembedahan
terhadap obstruksi usus sangat tergantung pada penyebab obstruksi. Penyebab
paling umum dari obstruksi, seperti hernia dan perlekatan, prosedur bedah
mencakup perbaikan hernia atau pemisahan perlekatan pada usus tersebut. Pada
beberapa situasi, bagian dari usus yang terkena dapat diangkat dan dibentuk
anastomosis. Kompleksitas prosedur bedah untuk obstruksi usus tergantung pada
durasi obstruksi dan kondisi usus yang ditemukan selama pembedahan.
1.7.2
Obstruksi usus besar
Apabila obstruksi
relative tinggi dalam kolon, kolonoskopi dapat dilakukan untuk membuka lilitan
dan dekompresi usus. Sekostomi, pembukaan secara bedah yang dibuat pasa sekum
dapat dilakukan pada pasien yang beresiko buruk terhadap pembedahan dan sangat
memerlukan pengangkatan obstruksi. Tindakan lain yang biasa dilakukan adalah
reseksi bedah untuk mengangkat lesi penyebab obstruksi. Kolostomi sementara dan
permanen mungkin diperlukan
I.
Rencana
Asuhan Klien Dengan Gangguan Ileus Obstruksi
1.1
Pengkajian
Biodata klien yang
penting meliputi nama, umur, jenis kelamin,
agama, suku.
1.1.1
Riwayat keperawatan
1.1.1.1 Keluhan
utama
Keluhan utama
adalah keluhan yang dirasakan klien pada saat dikaji. Pada umumnya akan
ditemukan klien merasakan nyeri pada abdomennya biasanya terus menerus, demam,
nyeri tekan lepas, abdomen tegang dan kaku.
1.1.1.2 Riwayat
kesehatan sekarang
Mengungkapkan
hal-hal yang menyebabkan klien mencari pertolongan, dikaji dengan menggunakan
pendekatan PQRST:
P: apa yang
menyebabkan timbulnya keluhan
Q: bagaimana
keluhan dirasakan oleh klien, apakah hilang, timbul atau terus menerus
R: didaerah mana
gejala dirasakan
S: seberapa
keparahan yang dirasakan klien dengan memakai skala numeric 1-10
T: Kapan keluhan
timbul, sekaligus factor yang memberatkan dan memperingan keluhan.
1.1.1.3 Riwayat
kesehatan masa lalu
Perlu dikaji
apakah klien pernah menderita penyakit yang sama, riwayat ketergantungan
terhadap makanan/ minuman, zat dan obat-obatan.
1.1.1.4 Riwayat
kesehatan keluarga
Apakah ada anggota
keluarga yang mempunyai penyakit yang sama dengan klien.
1.1.2
Pemeriksaan fisik
Keadaan umum
lemah; lemah, kesadaran menurun sampai syok hipoolemia, suhu meningkat (39oC), pernafasan
meningkat, nadi meningkat, tekanan darah meningkat.
1.1.2.1 aktiitas/istrahat
gejala: kelelahan
dan ngantuk
tanda: kesulitan ambulasi
1.1.2.2 sirkulasi
gejala:
takikardia, pucat, hipotensi (tanda syok)
1.1.2.3 Eliminasi
Gejala : distensi
abdomen, ketidakmampuan defekasi dan flatus
Tanda : perubahan
warna urine dan feces
1.1.2.4 Makanan/cairan
Gejala : anoreksia,mual/muntah dan haus terus menerus.
Tanda : muntah berwarna hitam dan fekal. Membran mukosa
pecah-pecah. Kulit buruk.
1.1.2.5 Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Nyeri abdomen terasa seperti gelombang dan bersifat
kolik.
Tanda : Distensi abdomen dan nyeri tekan
1.1.2.6 Pernapasan
Gejala : Peningkatan frekuensi pernafasan
Tanda : Napas pendek dan dangkal
1.1.3
Pemeriksaaan Penunjang
1.1.3.1 Pemeriksaan sinar X : akan menunjukkan
kuantitas abnormal dari gas dan cairan dalam usus.
1.1.3.2 Pemeriksaan simtologi
1.1.3.3 Hb dan PCV: meningkat akibat
dehidrasi
1.1.3.4 Leukosit: normal atau sedikit
meningkat
1.1.3.5 Ureum dan eletrolit: ureum
meningkat, Na+ dan Cl- rendah
1.1.3.6 Rontgen toraks : diafragma meninggi
akibat distensi abdomen
1.1.3.7 Rontgen abdomen dalam posisi
telentang: mencari penyebab (batu empedu, volvulus, hernia)
1.1.3.8 Sigmoidoskopi: menunjukkan tempat
obstruktif.
1.2
Dignosa Keperawatan yang
mungkin muncul
Diagnosa 1 : Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik
1.2.1
Definisi : Pengalaman
sensori dan emosional yang tidak menyenangkan yang muncul akibat kerusakan
jaringan yang actual atau potensial atau digambarkan dalam hal kerusakan
sedemikian rupa (internasional association for the study of plain) : awitan
yang tiba-tiba atau lambat dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir
yang dapat diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
1.2.2
Batasan karakteristik
·
Perubahan selera makan
·
Perubahan tekanan darah
·
Perubahan frekwensi
jantung
·
Perubahan frekwensi
pernapasan
·
Laporan isyarat
·
Diaphoresis
·
Perilaku distraksi
(misal :berjalan mondar-mandir mencari
orang lain dan atau aktivitas lain, aktivitas yang berulang)
·
Mengekspresikan perilaku
(misal : gelisah, merengek, menangis)
·
Masker wajah (misal :
mata kurang bercahaya, tampak kacau, gerakan mata berpencar atau tetap pada
satu focus meringis)
·
Sikap melindungi area
nyeri
·
Focus menyempit (misal :
gangguan persepsi nyeri, hambatan proses berpikir, penurunan interaksi dengan
orang dan lingkungan)
·
Indikasi nyeri yang dapat
diamati
·
Perubahan posisi untuk
menghindari nyeri
·
Sikap tubuh melindungi
·
Dilatasi pupil
·
Melaporkan nyeri secara
verbal
·
Gangguan tidur
1.2.3
Faktor yang berhubungan :
Agen cidera (misal
: biologis, zat kimia, fisik, psikologis)
Diagnosa 2 :
Resiko kekurangan volume cairan
1.2.4
Definisi : berisiko
mengalami dehidrasi vascular, selular atau intraselular.
1.2.5
Faktor resiko :
·
Kehilangan volume cairan
aktif
·
Kurang pengetahuan
·
Penyimpangan yang
mempengaruhi absorbs cairan
·
Penyimpangan yang
mempengaruhi akses cairan
·
Penyimpangan yang
mempengaruhi asupan cairan
·
Kehilangan berlebihan
melalui rute normal (misal : diare)
·
Usia lanjut
·
Berat badan ekstrem
·
Factor yang mempengaruhi
kebutuhan cairan (misal : status hipermetabolik)
·
Kegagalan fungsi
regulator
·
Kehilangan cairan melalui
rute abnormal (misal : siang menetap)
·
Agens fermasutikal (misal
: diuretic)
1.3
Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri
akut berhubungan dengan agen cidera fisik
1.3.1
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan ….X….jam, nyeri berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
·
Mampu mengontrol nyeri
(tahu penyebab nyeri, mampu menggunakan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi
nyeri, mencari bantuan)
·
Melaporkan bahwa nyeri
berkurang dengan menggunakan manjemen nyeri
·
Mampu mengenali nyeri
(skala intensitas, frekwensi dan tanda nyeri)
·
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
1.3.2
Intervensi keperawatan
·
Lakukan pengkajian nyeri
secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekwensi,
kualitas, dan factor presipitasi
·
Observasi reaksi
nonverbal dari ketidaknyamanan
·
Gunakan teknik komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
·
Kaji kultur yang
mempengaruhi respon nyeri
·
Evaluasi pengalaman nyeri
masa lampau
·
Evaluasi bersama pasien
dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan control nyeri masa lampau
·
Bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan dukungan
·
Control lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan
·
Kurangi factor
presipitasi nyeri
·
Pilih dan lakukan
penanganan nyeri (farmakologi, nonvfarmakologi dan inter personal)
·
Kaji tipe dan sumber
nyeri untuk menentukan intervensi
·
Ajarkan tentang teknik
non farmakologi
·
Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri
·
Evaluasi ktidakefektifan
control nyeri
·
Tingkatkan istirahat
·
Kolaborasi dengan dokter
jika ada keluhan dan tindakan nyeri tidak berhasil
·
Monitor penerimaan pasien
tentang manajemen nyeri
Diagnosa 2 :
Resiko kekurangan volume cairan
1.3.3
Tujuan dan kriteria hasil
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan ….X….jam, volume cairan dapat terpenuhi
Kriteria hasil :
·
Mempertahankan urine
output sesuai dengan usia dan BB, BJ urine normal, HT normal
·
Tekanan darah, nadi, suhu
tubuh dalam batas normal
·
Tidak ada tanda-tanda
dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik, membran mukosa lembab, tidak ada rasa
haus yang berlebihan
1.3.4
Intervensi keperawatan
·
Pertahankan catatan
intake dan output yang akurat
·
Monitor status hidrasi
(kelembaban membrane mukosa, nadi adekuat, tekanan darah ortostatik jika
diperlukan
·
Monitor vital sign
·
Monitor masukan makanan /
cairan dan hitung intake kalori harian
·
Kolaborasi pemberian
cairan IV
·
Monitor status nutrisi
·
Berikan cairan IV pada
suhu ruangan
·
Dorong masukan oral
·
Berikan penggantian
nesogastrik sesuai output
·
Dorong keluarga untuk
membantu pasien makan
·
Tawarkan snack (jus buah,
buah segar)
·
Kolaborasi dengan dokter
·
Atur kemungkinan
transfuse
·
Persiapan untuk transfuse
Hypovolemia
Management
·
Monitor status cairan
termasuk intake dan output cairan
·
Pelihara IV line
·
Monitor tingkat HB dan
hematokrit
·
Monitor tabda vital
·
Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
·
Monitor berat badan
·
Dorong pasien untuk
menambah intake oral
·
Pemberian cairan IV
monitor adanya tanda dan gejala kelebihan volume cairan
·
Monitor adanya tanda
gagal ginjal
DAFTAR
PUSTAKA
Arief,
Fatratul Wahyi. (2012). Askep Ileus
Obstruktif. http://erghy-asuhankeperawatan.blogspot.com.Diakses tanggal mei 2017
Arief.M, dkk,.(2000). Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: FKUI
Brunner & Suddarth,.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Alih bahasa Agung Waluyo, dkk, Edotor Monica Ester, dkk
Ed.8. Jakarta: EGC
Price &
Wilson,. (2007). Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, Edisi 6, Volume 1. Jakarta:EGC.
Amin Huda Nurarif, Hardhi Kusuma.
(2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Edisi
Revisi Jilid 1 Jogjakarta : MediAction
Inayah, iin, (2004). Buku
Ajar Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. 202
Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment