Monday, March 26, 2018

Laporan Pendahuluan Pnemonia 2


LAPORAN PENDAHULUAN
PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA

I.     Konsep Penyakit
1.1      Definisi/deskripsi penyakit
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing (Ngastiyah.1997)

Pneumonia sebagai akibat infeksi mungkin didapatkan secara transplasenta, perinatal, atau pasca lahir. (Nelson,2000) Pneumonia adalah suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang terjadi pada anak ( suriani, 2006).

Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing yang mengenai jaringan paru (alveoli), (DEPKES, 2006)

Pneumonia pada anak dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1.      Pneumonia lobaris
Bronkopneumonia disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
2.      Pneumonia interstisial (bronkiolitis)
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas yang menyebabkan terjadinya radang dan penyumbatan di dalam bronkiolus atau saluran pernapasan kecil di dalam paru-paru. 
3.      Bronkopneumonia
Bronkopneumonia adalah peradangan dinding bronkiolus (saluran napas kecil pada paru-paru). Peradangan ini umumnya disebabkan infeksi dan terjadi pada kedua paru – paru secara tersebar.
1.2     Etiologi
a.       Bakteri
Streptococcus pneumoniae, streptokokus grup A, Haemophilus Influenza dan staphilococcus aureus yang lajim terjadi pada anak-anak normal

b.      Jamur
Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis, Aspergillus, Blastomcyes dermatitis, Cryptococcus, dan Candida sp.
c.       Virus
Respiratorik Sensitisial Virus (RSV), Virus Parainfluenza, Adenovirus, Rhinovirus, Virus Influenza, Virus Varisela dan rubella, Chlamydia trachomatis, Mycoplasma Pneumoniae yang terjadi pada usia beberapa  tahun pertama dan anak sekolah dan ank yang lebih tua.
d.      Haemophilus influenza tipe b menyebabkan pneumonia bakteri pada anak muda, dan kondisi jauh lebih berkurang dengan penggunaan vaksin efek rutin.
e.       Aspirasi makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion dan benda asing.

1.3      Tanda gejala
a.    Demam, berkeringat dan menggigil
b.    Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada orang di atas usia 65 tahun dan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
c.    Batuk berdahak tebal dan kental (lengket)
d.    Nyeri dada saat bernapas dalam ketika batuk
e.    Sesak napas
f.     Kelelahan dan nyeri otot
g.    Mual muntah atau diare
h.    Sakit kepala

1.4       Patofisiologi
Sebagian besar pneumonia didapatkan melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius difiltrasi dihidung atau terperangkap dan dibersihkan oleh mucus dan efitel bersilia di saluran pernapasan. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru, partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveolar, dan juga dengan mekanisme imun sistemik dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama juga memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.


Kemungkinan lain kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahanan yang normal dapat menyebabkan bakteri pathogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi disaluran napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang bakterialis dan virus (varisella, campak, rubella, virus herves) dapat terjadi melalui penyebaran hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakterimia/ viremiageneralisasi.

Setelah mencapai parenkim paru, bakteri menyebabkan respon inflamasi akut yang meliputi eksudasi cairan, defosit fibrin dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang diikuti infiltrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan konsolidasi lobaris yang khas pada thoraks. Virus, mikoplasma dan klamidia menyebabkan inflamasi dengan dominasi infiltrate mononuclear pada struktursubmukosa dan interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel kedalam saluran napas seperti yang terjadi pada bronkiolitis. 

Secara patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1.    Stadium I (4-12 jam pertama atau stadium kongesti
Disebut hiperemia, mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.

Komplemen bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.

2.    Stadium II (48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat singkat, yaitu selama 48 jam.

3.    Stadium III (3-8 hari berikutnya)
      Disebut hepatisasi kelabu, yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi mengalami kongesti.

4.    Stadium IV (7-11 hari berikutnya)
      Disebut juga stadium resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda, sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga jaringan kembali ke strukturnya semula.




1.5  Pemeriksaan Penunjang
.      a. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak – bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorokan dan mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit toraks hialin. Analisis gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
c. Pemeriksaan rontgen pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak-bercak infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus, foto rontgen juga dapat menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau beberapa lobus, dan beberapa komplikasi seperti pleuritis, abses paru, pericarditis.

1.5       Komplikasi
a.       Infeksi darah
Kondisi ini terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan infeksi ke organ-organ lain. Infeksi darah berpotensi menyebabkan terjadinya gagal organ
b.      Abses paru atau lubang bernanah
Yang tumbuh dijaringan paru-paru. Abses umumnya dapat ditangani dengan antibiotic, namun terkadang juga membutuhkan prosedur operasi untuk membuang nanah
c.       Efusi pleura yaitu kondisi dimana cairan memenuhi  ruang disekitar paru-paru .

1.6       Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi dan uji resistensi, tetapi berhubung hal ini tidak selalu didapat dikerjakan dan memakan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi.

Penisilin diberikan 50.000 U/kg bb/ hari dan ditambah dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg bb/hari atau diberikan antibiotik yang mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak bebas panas selama 4 – 5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah campuran glukose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl 10mEq/500ml botol infus. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung dengan menggunakan rumus Darrow.

Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh ke dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak – 5 mEq. Pneumonia yang tidak berat, tidak perlu dirawat di rumah sakit.

II.    Rencana asuhan klien dengan gangguan pneumonia
2.1     Pengkajian
2.1.1 Riwayat keperawatan
-          Riwayat keperawatan sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama beberapa hari, kemudian mendadak timbul panas, tinggi, sakit kepala, kadang-kadang anak-anak atau bayi dapat timbul kejang, distensi abdomen, dan kaku kuduk, timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
-          Riwayat keperawatan sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan, Influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelumdiketahui adanya penyakit pneumonia, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan dapat memperberat klinis klien
-          Riwayat kesehatan keluarga
Tempat tinggal lingkungan dengan sanitasi buruk beresiko lebih besar
2.1.2 Pemeriksaan fisik: data fokus
Inspeksi :
Adanya PCH, adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi abdomen, batuk non produktif sampai produktif dan nyeri dada
Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkinan membesar.
Perkusi :
Suara redup pada paru yang sakit
Auskultasi :
Ronchi halus. Ronchi basah, takikardi 
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
 a. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak – bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
b. Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat mencapai 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat dibiak dari usapan tenggorokan dan mungkin terdapat albuminuria ringan karena suhu yang naik dan sedikit toraks hialin. Analisis gas darah arteri dapat menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
c.       Pemeriksaan rontgen pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak-bercak infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus, foto rontgen juga dapat menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau beberapa lobus, dan beberapa komplikasi seperti pleuritis, abses paru, pericarditis.

2.2  Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
2.2.1        Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas (00031)
Ø  Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan sekret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang bersih.
Ø  Batasan karakteristik
Subjektif
Dispnea
Objektif
Suara napas tambahan
Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
Sianosis
Penurunan suara napas
Ø  Faktor yang berhubungan
Lingkungan
Obstruksi jalan napas
Fisiologis

2.2.2    Diagnosa 2: Gangguan pertukaran gas (00030)
Ø  Definisi
Kelebihan atau kekurangan oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida di membran kapiler alveolar.
Ø  Batasan karakteristik
Subjektif
Dispnea
Sakit kepala pada saat bangun tidur
Gangguan penglihatan

Objektif
Gas darah arteri yang tidak normal
pH arteri tidak normal
Ketidaknormalan frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
Warna kulit tidak normal
Konfusi
Hiperkapnia
Hipoksia
Hipoksemia
Nafas cuping hidung
Gelisah
Takikardia
Ø  Faktor yang berhubungan
Perubahan membran kapiler alveolar
Ketidakseimbangan perfusi ventilasi

2.2.3    Diagnosa 3 : Intoleransi Aktifitas 
Ø  Definisi
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan
Ø  Batasan Karakteristik
Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas
Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
Ketidaknyamanan setelah beraktifitas
Dispnea setelah beraktifitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah
Ø  Faktor Yang berhubungan
Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton

2.3      Perencanaan
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
NOC
(Nursing Outcome)
NIC
(Nursing Income)
Rasional
Setelah diberikan askep selama 1 x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien kembali efektif dengan kriteria hasil:
NOC Label >> Respiratory status: airway patency
·       Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt)
·       Irama pernapasn normal
·       Kedalaman pernapasan normal
·       Klien mampu mengeluarkan sputum secara efektif
·       Tidak ada akumulasi sputum

NIC Label >> Respiratory monitoring
1.        Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
2.        Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori, retraksi otot supraclavicular dan interkostal
3.        Monitor suara napas tambahan
4.        Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic



NIC Label >> Airway Management
5.         Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing.
5.         Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
5.         Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai keperluan.
5.         Anjurkan asupan cairan adekuat.
5.         Ajarkan batuk efektif

5.         Kolaborasi pemberian oksigen
5.         Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi

















NIC Label >> Airway suctioning
12.   Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau trakea suction
12.   Auskultasi sura nafas sebelum dan sesudah suction
12.   Informasikan kepada keluarga mengenai tindakan suction
12.   Gunakan universal precaution, sarung tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
12.   Gunakan aliran rendah untuk menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
12.   Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, saat, dan setelah suction

Respiratory monitoring

1.        Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan intervensi yang akan diberikan.
2.        menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan intervensi yang akan diberikan
3.        suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4.        mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.


5.        Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret berlebih di jalan nafas.
6.        posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan. Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
7.        Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
8.        Mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan sekret sehingga mudah dikeluarkan
9.        Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu menjatuhkan secret yang ada dijalan nafas.
10.     Meringankan kerja paru untuk memenuhi kebutuhan oksigen serta memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
11.     Broncodilator meningkatkan ukuran lumen percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.


12.     waktu tindakan suction yang tepat membantu melapangan jalan nafas pasien
13.     Mengetahui adanya suara nafas tambahan dan kefektifan jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien
14.     memberikan pemahaman kepada keluarga mengenai indikasi kenapa dilakukan tindakan suction
15.     untuk melindungai tenaga kesehatan dan pasien dari penyebaran infeksi dan memberikan pasien safety

16.     aliran tinggi bisa mencederai jalan nafas
17.     Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2 dan satus hemodinamik, jika terjadi perburukan suction bisa dihentikan.


Diagnosa 2 : Gangguan Pertukaran Gas
NOC
(Nursing Outcome)
NIC
(Nursing Income)
Rasional
Setelah diberikan asuhan keperawatan 1×12 jam, diharapkan kerusakan pertukaran gas teratasi, dengan kriteria hasil:
NOC : Respiratory status: Airway patency
·      Klien mampu mengeluarkan secret
·      RR klien normal 16-20 x/menit
·      Irama pernapasan teratur
·      Kedalaman inspirasi normal
·      Oksigenasi pasien adekuat
 Respiratory Status : Gas Exchange
·      AGD dalam batas normal skala 5 (no deviation from normal range).
·      Tanda-tanda sianosis mencapai skala 5 (none)
·      Klien tidak mengalami somnolen mencapai skala 5 (none).
Tissue Perfusion : Peripheral
·      Capitary refill pada jari-jari dalam rentang normal mencapai skala 5 (no deviation from normal range)

NIC : Airway Management
1.    Posisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi udara
2.    Lakukan terapi fisik dada, sesuai kebutuhan
3.    Keluarkan secret dengan melakukan batuk efektif atau dengan melakukan suctioning
4.    Catat dan monitor pelan, dalamnya pernapasan dan batuk
5.    Berikan treatment aerosol, sesuai kebutuhan
6.    Berikan terapi oksigen, sesuai keebutuhan
7.    Regulasi intake cairan untuk mencapai keseimbangan cairan
8.    Monitor status respiratory dan oksigenasi







Respiratory Monitoring
1.    Monitor frekuensi, ritme, kedalaman pernapasan.
2.    Monitor adanya suara abnormal/noisy pada pernapasan seperti snoring atau crowing.
3.    Kaji keperluan suctioning dengan melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya crackles dan rhonchi di sepanjang jalan napas.
4.    Catat onset, karakteristik dan durasi batuk.

Vital Signs Monitoring
1.    Monitor tekanan darah, nadi, temperature, dan status respirasi, sesuai kebutuhan.
2.    Monitor respiration rate dan ritme (kedalaman dan simetris)
3.    Monitor suara paru
4.    Monitor adanya abnormal status respirasi (cheyne stokes, apnea, kussmaul)
5.    Monitor warna kulit, temperature dan kelembapan.
6.    Monitor adanya sianosis pada central dan perifer

Managemen Asam-Basa
1.   Pertahankan kepatenan jalan napas.
2.    Pantau gas darah arteri (AGD), serum dan tingkat elektrolit urine.
3.    Monitor hilangnya asam (misalnya muntah, output nasogastrik, diare dan diuresis).
4.   Berikan posisi untuk memfasilitasi ventilasi yang memadai (misalnya membuka jalan napas dan mengangkat kepala tempat tidur)
5.   Pantau gejala gagal pernafasan (misalnya PaO2 rendah, PaCO2tinggi dan kelelahan otot pernafasan).
6.   Pantau pola pernapasan.
7.   Berikan terapi oksigen, jika perlu.

Airway Management
1.    Melancarkan pernapasan klien
2.    Merilekskan dada untuk memperlancar pernapasan klien
3.    Mengeluarkan secret yang menghambat jalan pernapasan
4.    Mengetahui factor penyebab batuk dan gangguan pernapasan
5.    Memperlancar saluran pernapasan
6.    Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
7.    Menyeimbangkan cairan dalam tubuh
8.    Mengetahui status respirasi klien lancar ataukah ada gangguan

 Respiratory Monitoring
1.       Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
2.       Untuk mendeteksi adanya gangguan pernapasan
3.       Memperlancar saluran pernapasan
4.       Mengetahui karakteristik batuk untuk dapat memberikan intervensi yang tepat





 Vital Signs Monitoring
1.    Mendeteksi adanya gangguan respirasi dan kardiovaskuler
2.    Mengecek adanya gangguan pernapasan
3.    Mendeteksi adanya keabnormalan suara paru
4.    Mendeteksi adanya gangguan system tubuh
5.    Monitor adanya gangguan respirasi dan kardiovaskular.















Managemen Asam-Basa
1.    Untuk membuat klien agar bernafas dengan baik tanpa adanya gangguan.
2.    Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2 dan CO2) sehingga kondisi pasien tetap dapat dipantau.
3.    Agar klien tidak mengalami alkalosis akibat kekurangan asam yang berlebihan dari tubuh.
4.    Posisi yang tepat menyebabkan berkurangnya tekanan diafragma ke atas sehingga ekspresi paru maksimal sehingga klien dapat bernafas dengan leluasa.
5.    Agar perawat cepat mengetahui jika terjadinya gagal nafas sehingga tidak membuat kondisi klien menjadi semakin buruk.
6.    Sebagai indikator adanya gangguannafas dan indikator dalam tindakanselanjutnya.
7.    Untuk mempelancar pernafasan klien dan memenuhi kebutuhan oksigen klien.


Diagnosa 3 : Intoleransi Aktifitas
Nursing Outcome (NOC)
Nursing Income (NIC)
Rasional
Setelah dilakukan intervensi selama  3 x24 jam diharapkan kondisi klien stabil saat aktivitas dengan KH:
Activity Tolerance
·         Saturasi O2 saat aktivitas dalam batas normal (95-100%)
·         Nadi saat aktivitas dalam batas normal (60-100x/mnt)
·         RR saat aktivitas dalam batas normal (12-20x/mnt)
·         Tekanan darah systole saat aktivitas dalam batas normal (100-120mmHg)
·         Tekanan darah diastole saat aktivitas dalam batas normal (60-80mmHg)
·         Hasil EKG dalam batas normal
Fatigue Level
·            Tidak nampak kelelahan
·            Tidak nampak lesu
·            Tidak ada penurunan nafsu makan
·            Tidak ada sakit kepala
·            Kualitas tidur dan istirahat dalam batas normal

Activity Therapy
1.    Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan , monitoring program aktivitasi klien.
2.    Bantu klien memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
3.    Bantu klien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur.
3.    Monitor status emosional, fisik dan social serta spiritual klien terhadap latihan/aktivitas.
3.    Monitor hasil pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas (bila memungkinkan dengan tes toleransi latihan).

Energy Management
1.   Tentukan pembatasan aktivitas fisik pada klien
2.   Tentukan persepsi klien dan perawat mengenai kelelahan.
3.   Tentukan penyebab kelelahan (perawatan, nyeri, pengobatan)
4.   Monitor efek dari pengobatan klien.
5.   Monitor intake nutrisi yang adekuat sebagai sumber energy.
6.   Anjurkan klien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan saat aktivitas.
7.   Anjurkan klien untuk membatasi aktivitas yang cukup berat seperti berjalan jauh, berlari, mengangkat beban berat, dll.
8.   Monitor respon terapi oksigen klien.
9.   Batasi stimuli lingkungan untuk relaksasi klien.
10.    Batasi jumlah pengunjung.

Activity Therapy
1.    Mengkaji setiap aspek klien terhadap terapi latihan yang dierencanakan.
2.    Aktivitas yang teralau berat dan tidak sesuai dengan kondisi klian dapat memperburuk toleransi terhadap latihan
3.    Melatih kekuatan dan irama jantung selama aktivitas.
4.    Mengetahui setiap perkembangan yang muncul segera setelah terapi aktivitas.
5.    EKG memberikan gambaran yang akurat mengenai konduksi jantung selama istirahat maupun aktivitas.



Energy Management
1.    Mencegah penggunaan energy yang berlebihan karena dapat menimbulkan kelelahan
2.    Memudahkan klien untuk mengenali kelelahan dan waktu untuk istirahat.
3.    Mengetahui sumber asupan energy klien.
4.    Mengetahui etiologi kelelahan, apakah mungkin efek samping obat atau tidak.
5.    Mengidentifikasi pencetus kelelahan.
6.    Menyamakan persepsi perawat-klien mengenai tanda-tanda kelelahan dan menentukan kapan aktivitas klien dihentikan.
7.    Mencegah timbulnya sesak akibat aktivitas fisik yang terlalu berat.
8.    Mengetahui efektifitas terapi O2 terhadap keluhan sesak selama aktivitas.
9.    Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien beristirahat.
10.       Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk klien beristirahat.


   


III.  Daftar Pustaka

Iskandar Mah-iditat. ( 1985 ) Ilmu Kesehatan Anak UI, Jakarta : EGC
Ngastiyah , ( 1997 ). Perawatan an Anak Sakit. Jakarta : EGC
Rita & Suriadi ( 2001 ) Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi. I Jakarta : EGC
Roudelph, ( 2007 ) Buku Peditria Rubolph Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC
Suriadi, Skp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011 .Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi 9, Jakarta : EGC
                     

No comments:

Post a Comment