LAPORAN PENDAHULUAN
PADA ANAK DENGAN PNEUMONIA
I.
Konsep Penyakit
1.1 Definisi/deskripsi penyakit
Pneumonia adalah suatu
radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam etiologi seperti bakteri,
virus, jamur, dan benda asing (Ngastiyah.1997)
Pneumonia sebagai akibat
infeksi mungkin didapatkan secara transplasenta, perinatal, atau pasca lahir.
(Nelson,2000) Pneumonia adalah
suatu peradangan alveoli atau pada parenkim paru yang terjadi pada anak (
suriani, 2006).
Pneumonia adalah suatu radang paru yang disebabkan oleh bermacam-macam
etiologi seperti bakteri, virus, jamur, dan benda asing yang mengenai jaringan
paru (alveoli), (DEPKES, 2006)
Pneumonia pada anak
dibedakan menjadi (Bennete, 2013) :
1. Pneumonia
lobaris
Bronkopneumonia
disebut juga pneumonia lobularis yaitu suatu peradangan pada parenkim paru yang
terlokalisir yang biasanya mengenai bronkiolus dan juga mengenai alveolus
disekitarnya, yang sering menimpa anak-anak dan balita, yang disebabkan oleh
bermacam-macam etiologi seperti bakteri, virus, jamur dan benda asing.
2. Pneumonia
interstisial (bronkiolitis)
Bronkiolitis adalah infeksi saluran napas yang menyebabkan terjadinya
radang dan penyumbatan di dalam bronkiolus atau saluran pernapasan kecil di
dalam paru-paru.
3. Bronkopneumonia
Bronkopneumonia
adalah peradangan dinding bronkiolus (saluran napas kecil pada paru-paru).
Peradangan ini umumnya disebabkan infeksi dan
terjadi pada kedua paru – paru secara tersebar.
1.2 Etiologi
a. Bakteri
Streptococcus pneumoniae, streptokokus grup A, Haemophilus
Influenza dan staphilococcus aureus yang lajim terjadi pada anak-anak normal
b. Jamur
Histoplasma capsulatum, Coccidioides immitis,
Aspergillus, Blastomcyes dermatitis, Cryptococcus, dan Candida sp.
c. Virus
Respiratorik Sensitisial Virus (RSV), Virus
Parainfluenza, Adenovirus, Rhinovirus, Virus Influenza, Virus Varisela dan
rubella, Chlamydia trachomatis, Mycoplasma Pneumoniae yang terjadi pada usia beberapa tahun pertama dan anak sekolah dan ank yang
lebih tua.
d. Haemophilus influenza tipe b menyebabkan pneumonia
bakteri pada anak muda, dan kondisi jauh lebih berkurang dengan penggunaan
vaksin efek rutin.
e.
Aspirasi
makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion dan benda asing.
1.3 Tanda gejala
a. Demam, berkeringat dan menggigil
b. Suhu tubuh lebih rendah dari normal pada orang di atas
usia 65 tahun dan pada orang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.
c. Batuk berdahak tebal dan kental (lengket)
d. Nyeri dada saat bernapas dalam ketika batuk
e. Sesak napas
f. Kelelahan dan nyeri otot
g. Mual muntah atau diare
h.
Sakit
kepala
1.4 Patofisiologi
Sebagian besar
pneumonia didapatkan melalui aspirasi partikel infektif. Ada beberapa mekanisme
yang pada keadaan normal melindungi paru dari infeksi. Partikel infeksius
difiltrasi dihidung atau terperangkap dan dibersihkan oleh mucus dan efitel
bersilia di saluran pernapasan. Bila suatu partikel dapat mencapai paru-paru,
partikel tersebut akan berhadapan dengan makrofag alveolar, dan juga dengan
mekanisme imun sistemik dan humoral. Bayi pada bulan-bulan pertama juga
memiliki antibodi maternal yang didapat secara pasif yang dapat melindunginya
dari pneumokokus dan organisme-organisme infeksius lainnya.
Kemungkinan lain
kerusakan yang disebabkan virus terhadap mekanisme pertahanan yang normal dapat
menyebabkan bakteri pathogen menginfeksi saluran napas bagian bawah. Bakteri
ini dapat merupakan organisme yang pada keadaan normal berkolonisasi disaluran
napas atas atau bakteri yang ditransmisikan dari satu orang ke orang lain
melalui penyebaran droplet di udara. Kadang-kadang bakterialis dan virus
(varisella, campak, rubella, virus herves) dapat terjadi melalui penyebaran
hematogen baik dari sumber terlokalisir atau bakterimia/ viremiageneralisasi.
Setelah mencapai
parenkim paru, bakteri menyebabkan respon inflamasi akut yang meliputi eksudasi
cairan, defosit fibrin dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear di alveoli yang
diikuti infiltrasi makrofag. Cairan eksudatif di alveoli menyebabkan
konsolidasi lobaris yang khas pada thoraks. Virus, mikoplasma dan klamidia menyebabkan
inflamasi dengan dominasi infiltrate mononuclear pada struktursubmukosa dan
interstisial. Hal ini menyebabkan lepasnya sel-sel epitel kedalam saluran napas
seperti yang terjadi pada bronkiolitis.
Secara
patologis, terdapat 4 stadium pneumonia, yaitu (Bradley et.al., 2011):
1. Stadium I
(4-12 jam pertama atau stadium kongesti
Disebut hiperemia,
mengacu pada respon peradangan permulaan yang berlangsung pada daerah baru yang
terinfeksi. Hal ini ditandai dengan peningkatan aliran darah dan permeabilitas
kapiler di tempat infeksi. Hiperemia ini terjadi akibat pelepasan
mediator-mediator peradangan dari sel-sel mast setelah pengaktifan sel imun dan
cedera jaringan. Mediator-mediator tersebut mencakup histamin dan
prostaglandin. Degranulasi sel mast juga mengaktifkan jalur komplemen.
Komplemen
bekerja sama dengan histamin dan prostaglandin untuk melemaskan otot polos
vaskuler paru dan peningkatan permeabilitas kapiler paru. Hal ini mengakibatkan
perpindahan eksudat plasma ke dalam ruang interstisium sehingga terjadi
pembengkakan dan edema antar kapiler dan alveolus. Penimbunan cairan di antara
kapiler dan alveolus meningkatkan jarak yang harus ditempuh oleh oksigen dan
karbondioksida maka perpindahan gas ini dalam darah paling berpengaruh dan
sering mengakibatkan penurunan saturasi oksigen hemoglobin.
2. Stadium II
(48 jam berikutnya)
Disebut hepatisasi
merah, terjadi sewaktu alveolus terisi oleh sel darah merah, eksudat dan
fibrin yang dihasilkan oleh penjamu ( host ) sebagai bagian dari reaksi
peradangan. Lobus yang terkena menjadi padat oleh karena adanya penumpukan
leukosit, eritrosit dan cairan, sehingga warna paru menjadi merah dan pada
perabaan seperti hepar, pada stadium ini udara alveoli tidak ada atau sangat
minimal sehingga anak akan bertambah sesak, stadium ini berlangsung sangat
singkat, yaitu selama 48 jam.
3. Stadium III
(3-8 hari berikutnya)
Disebut hepatisasi kelabu,
yang terjadi sewaktu sel-sel darah putih mengkolonisasi daerah paru yang
terinfeksi. Pada saat ini endapan fibrin terakumulasi di seluruh daerah yang
cedera dan terjadi fagositosis sisa-sisa sel. Pada stadium ini eritrosit di
alveoli mulai diresorbsi, lobus masih tetap padat karena berisi fibrin dan
leukosit, warna merah menjadi pucat kelabu dan kapiler darah tidak lagi
mengalami kongesti.
4. Stadium IV
(7-11 hari berikutnya)
Disebut juga stadium
resolusi, yang terjadi sewaktu respon imun dan peradangan mereda,
sisa-sisa sel fibrin dan eksudat lisis dan diabsorsi oleh makrofag sehingga
jaringan kembali ke strukturnya semula.
1.5 Pemeriksaan Penunjang
. a. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat bercak –
bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
b.
Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat
mencapai 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat
dibiak dari usapan tenggorokan dan mungkin terdapat albuminuria ringan karena
suhu yang naik dan sedikit toraks hialin. Analisis gas darah arteri dapat
menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
c.
Pemeriksaan rontgen pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini
dapat ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak-bercak
infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus, foto rontgen juga
dapat menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau beberapa lobus, dan beberapa
komplikasi seperti pleuritis, abses paru, pericarditis.
1.5 Komplikasi
a. Infeksi darah
Kondisi ini
terjadi akibat adanya bakteri yang masuk ke dalam aliran darah dan menyebarkan
infeksi ke organ-organ lain. Infeksi darah berpotensi menyebabkan terjadinya
gagal organ
b.
Abses
paru atau lubang bernanah
Yang tumbuh dijaringan paru-paru. Abses umumnya dapat
ditangani dengan antibiotic, namun terkadang juga membutuhkan prosedur operasi
untuk membuang nanah
c. Efusi pleura yaitu kondisi dimana cairan memenuhi ruang disekitar paru-paru .
1.6 Penatalaksanaan
Sebaiknya pengobatan diberikan berdasarkan etiologi
dan uji resistensi, tetapi berhubung hal ini tidak selalu didapat dikerjakan
dan memakan waktu maka dalam praktek diberikan pengobatan polifragmasi.
Penisilin diberikan 50.000 U/kg bb/ hari dan ditambah
dengan kloramfenikol 50-70 mg/kg bb/hari atau diberikan antibiotik yang
mempunyai spektrum luas seperti ampisilin. Pengobatan diteruskan sampai anak
bebas panas selama 4 – 5 hari. Anak yang sangat sesak nafasnya memerlukan
pemberian cairan intravena dan oksigen. Jenis cairan yang digunakan ialah
campuran glukose 5% dan NaCl 0,9% dalam perbandingan 3:1 ditambah larutan KCl
10mEq/500ml botol infus. Banyaknya cairan yang diperlukan sebaiknya dihitung
dengan menggunakan rumus Darrow.
Karena ternyata sebagian besar penderita jatuh ke
dalam asidosis metabolik akibat kurang makan dan hipoksia, dapat diberikan
koreksi dengan perhitungan kekurangan basa sebanyak – 5 mEq. Pneumonia yang
tidak berat, tidak perlu dirawat di rumah sakit.
II.
Rencana asuhan klien dengan gangguan pneumonia
2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat
keperawatan
-
Riwayat
keperawatan sekarang
Didahului oleh infeksi saluran pernapasan atas selama
beberapa hari, kemudian mendadak timbul panas, tinggi, sakit kepala,
kadang-kadang anak-anak atau bayi dapat timbul kejang, distensi abdomen, dan
kaku kuduk, timbul batuk, sesak, nafsu makan menurun.
-
Riwayat
keperawatan sebelumnya
Anak sering menderita penyakit saluran pernapasan,
Influenza sering terjadi dalam rentang waktu 3-14 hari sebelumdiketahui adanya
penyakit pneumonia, penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan
dapat memperberat klinis klien
-
Riwayat
kesehatan keluarga
Tempat tinggal lingkungan dengan sanitasi buruk
beresiko lebih besar
2.1.2 Pemeriksaan
fisik: data fokus
Inspeksi :
Adanya PCH, adanya sesak napas, dyspnea, sianosis sirkumoral, distensi
abdomen, batuk non produktif sampai produktif dan nyeri dada
Palpasi :
Fremitus raba meningkat disisi yang sakit, hati kemungkinan membesar.
Perkusi :
Suara redup pada paru yang sakit
Auskultasi :
Ronchi halus. Ronchi basah, takikardi
2.1.3 Pemeriksaan
penunjang
a. Foto toraks
Pada foto toraks bronkopneumonia terdapat
bercak – bercak infiltrat pada satu atau beberapa lobus, jika pada pneumonia
lobaris terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus.
b.
Laboratorium
Gambaran darah tepi menunjukkan leukositosis, dapat
mencapai 15.000 – 40.000/mm3 dengan pergeseran ke kiri. Kuman penyebab dapat
dibiak dari usapan tenggorokan dan mungkin terdapat albuminuria ringan karena
suhu yang naik dan sedikit toraks hialin. Analisis gas darah arteri dapat
menunjukan asidosis metabolik dengan atau tanpa retensi CO2.
c.
Pemeriksaan
rontgen pemeriksaan ini dapat menunjukkan kelainan sebelum hal ini dapat
ditemukan secara pemeriksaan fisik. Pada bronchopneumonia bercak-bercak
infiltrate didapatkan pada satu atau beberapa lobus. Pada pneumonia lobaris
terlihat adanya konsolidasi pada satu atau beberapa lobus, foto rontgen juga
dapat menunjukkan adanya komplikasi pada satu atau beberapa lobus, dan beberapa
komplikasi seperti pleuritis, abses paru, pericarditis.
2.2 Diagnosa
Keperawatan yang mungkin muncul
2.2.1
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1: Ketidakefektifan bersihan jalan napas
(00031)
Ø Definisi
Ketidakmampuan untuk membersihkan
sekret atau obstruksi saluran napas guna mempertahankan jalan napas yang
bersih.
Ø Batasan
karakteristik
Subjektif
Dispnea
Objektif
Suara napas tambahan
Perubahan pada irama dan frekuensi
pernapasan
Sianosis
Penurunan suara napas
Ø Faktor yang
berhubungan
Lingkungan
Obstruksi jalan napas
Fisiologis
2.2.2 Diagnosa 2: Gangguan
pertukaran gas (00030)
Ø Definisi
Kelebihan atau kekurangan
oksigenasi atau eliminasi karbon dioksida di membran kapiler alveolar.
Ø Batasan
karakteristik
Subjektif
Dispnea
Sakit kepala pada saat
bangun tidur
Gangguan penglihatan
Objektif
Gas darah arteri yang
tidak normal
pH arteri tidak normal
Ketidaknormalan
frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan
Warna kulit tidak normal
Konfusi
Hiperkapnia
Hipoksia
Hipoksemia
Nafas cuping hidung
Gelisah
Takikardia
Ø Faktor yang
berhubungan
Perubahan membran kapiler
alveolar
Ketidakseimbangan perfusi
ventilasi
2.2.3 Diagnosa 3 : Intoleransi Aktifitas
Ø Definisi
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk melanjutkan atau
menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin
dilakukan
Ø Batasan Karakteristik
Respons tekanan darah abnormal terhadap
aktivitas
Respon frekuensi jantung abnormal terhadap
aktivitas
Perubahan EKG yang mencerminkan aritmia
Perubahan EKG yang mencerminkan iskemia
Ketidaknyamanan setelah beraktifitas
Dispnea setelah beraktifitas
Menyatakan merasa letih
Menyatakan merasa lemah
Ø Faktor Yang berhubungan
Tirah baring
Kelemahan umum
Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
Imobilitas
Gaya hidup monoton
2.3
Perencanaan
Diagnosa 1 :
Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas
NOC
(Nursing Outcome)
|
NIC
(Nursing Income)
|
Rasional
|
Setelah
diberikan askep selama 1 x 24 jam, diharapkan bersihan jalan nafas klien
kembali efektif dengan kriteria hasil:
NOC Label >>
Respiratory status: airway patency
· Frekuensi pernapasan dalam batas normal
(16-20x/mnt)
· Irama pernapasn normal
· Kedalaman pernapasan normal
· Klien mampu mengeluarkan sputum secara
efektif
· Tidak ada akumulasi sputum
|
NIC Label >>
Respiratory monitoring
1.
Pantau rate, irama, kedalaman, dan usaha respirasi
2.
Perhatikan gerakan dada, amati simetris, penggunaan otot aksesori,
retraksi otot supraclavicular dan interkostal
3.
Monitor suara napas tambahan
4.
Monitor pola napas : bradypnea, tachypnea, hyperventilasi, napas
kussmaul, napas cheyne-stokes, apnea, napas biot’s dan pola ataxic
NIC Label >>
Airway Management
5.
Auskultasi bunyi nafas tambahan; ronchi, wheezing.
5.
Berikan posisi yang nyaman untuk mengurangi dispnea.
5.
Bersihkan sekret dari mulut dan trakea; lakukan penghisapan sesuai
keperluan.
5.
Anjurkan asupan cairan adekuat.
5.
Ajarkan batuk efektif
5.
Kolaborasi pemberian oksigen
5.
Kolaborasi pemberian broncodilator sesuai indikasi
NIC Label >>
Airway suctioning
12. Putuskan kapan dibutuhkan oral dan/atau
trakea suction
12. Auskultasi sura nafas sebelum dan
sesudah suction
12. Informasikan kepada keluarga mengenai
tindakan suction
12. Gunakan universal precaution, sarung
tangan, goggle, masker sesuai kebutuhan
12. Gunakan aliran rendah untuk
menghilangkan sekret (80-100 mmHg pada dewasa)
12. Monitor status oksigen pasien (SaO2 dan
SvO2) dan status hemodinamik (MAP dan irama jantung) sebelum, saat, dan
setelah suction
|
Respiratory monitoring
1.
Mengetahui tingkat gangguan yang terjadi dan membantu dalam menetukan
intervensi yang akan diberikan.
2.
menunjukkan keparahan dari gangguan respirasi yang terjadi dan menetukan
intervensi yang akan diberikan
3.
suara napas tambahan dapat menjadi indikator gangguan kepatenan jalan
napas yang tentunya akan berpengaruh terhadap kecukupan pertukaran udara.
4.
mengetahui permasalahan jalan napas yang dialami dan keefektifan pola
napas klien untuk memenuhi kebutuhan oksigen tubuh.
5.
Adanya bunyi ronchi menandakan terdapat penumpukan sekret atau sekret
berlebih di jalan nafas.
6.
posisi memaksimalkan ekspansi paru dan menurunkan upaya pernapasan.
Ventilasi maksimal membuka area atelektasis dan meningkatkan gerakan sekret
ke jalan nafas besar untuk dikeluarkan.
7.
Mencegah obstruksi atau aspirasi. Penghisapan dapat diperlukan bia klien
tak mampu mengeluarkan sekret sendiri.
8.
Mengoptimalkan keseimbangan cairan dan membantu mengencerkan sekret
sehingga mudah dikeluarkan
9.
Fisioterapi dada/ back massage dapat membantu menjatuhkan secret yang ada
dijalan nafas.
10. Meringankan kerja paru untuk memenuhi
kebutuhan oksigen serta memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh.
11. Broncodilator meningkatkan ukuran lumen
percabangan trakeobronkial sehingga menurunkan tahanan terhadap aliran udara.
12. waktu tindakan suction yang tepat
membantu melapangan jalan nafas pasien
13. Mengetahui adanya suara nafas tambahan
dan kefektifan jalan nafas untuk memenuhi O2 pasien
14. memberikan pemahaman kepada keluarga
mengenai indikasi kenapa dilakukan tindakan suction
15. untuk melindungai tenaga kesehatan dan
pasien dari penyebaran infeksi dan memberikan pasien safety
16. aliran tinggi bisa mencederai jalan
nafas
17. Mengetahui adanya perubahan nilai SaO2
dan satus hemodinamik, jika terjadi perburukan suction bisa dihentikan.
|
Diagnosa 2 :
Gangguan Pertukaran Gas
NOC
(Nursing Outcome)
|
NIC
(Nursing Income)
|
Rasional
|
Setelah diberikan asuhan
keperawatan 1×12 jam, diharapkan kerusakan pertukaran gas teratasi, dengan
kriteria hasil:
NOC : Respiratory
status: Airway patency
· Klien mampu mengeluarkan secret
· RR klien normal 16-20 x/menit
· Irama pernapasan teratur
· Kedalaman inspirasi normal
· Oksigenasi pasien adekuat
Respiratory
Status : Gas Exchange
· AGD dalam batas normal skala 5 (no
deviation from normal range).
· Tanda-tanda sianosis mencapai skala 5
(none)
· Klien tidak mengalami somnolen mencapai
skala 5 (none).
Tissue Perfusion :
Peripheral
· Capitary refill pada jari-jari dalam
rentang normal mencapai skala 5 (no deviation from normal range)
|
NIC : Airway
Management
1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
ventilasi udara
2. Lakukan terapi fisik dada, sesuai
kebutuhan
3. Keluarkan secret dengan melakukan batuk
efektif atau dengan melakukan suctioning
4. Catat dan monitor pelan, dalamnya
pernapasan dan batuk
5. Berikan treatment aerosol, sesuai
kebutuhan
6. Berikan terapi oksigen, sesuai
keebutuhan
7. Regulasi intake cairan untuk mencapai
keseimbangan cairan
8. Monitor status respiratory dan
oksigenasi
Respiratory Monitoring
1. Monitor frekuensi, ritme, kedalaman
pernapasan.
2. Monitor adanya suara abnormal/noisy pada
pernapasan seperti snoring atau crowing.
3. Kaji keperluan suctioning dengan
melakukan auskultasi untuk mendeteksi adanya crackles dan rhonchi di
sepanjang jalan napas.
4. Catat onset, karakteristik dan durasi
batuk.
Vital Signs Monitoring
1. Monitor tekanan darah, nadi,
temperature, dan status respirasi, sesuai kebutuhan.
2. Monitor respiration rate dan ritme
(kedalaman dan simetris)
3. Monitor suara paru
4. Monitor adanya abnormal status respirasi
(cheyne stokes, apnea, kussmaul)
5. Monitor warna kulit, temperature dan
kelembapan.
6. Monitor adanya sianosis pada central dan
perifer
Managemen
Asam-Basa
1. Pertahankan kepatenan jalan napas.
2. Pantau gas darah arteri (AGD),
serum dan tingkat elektrolit urine.
3. Monitor hilangnya asam (misalnya
muntah, output nasogastrik, diare dan diuresis).
4. Berikan posisi untuk memfasilitasi
ventilasi yang memadai (misalnya membuka jalan napas dan mengangkat kepala
tempat tidur)
5. Pantau gejala gagal pernafasan (misalnya
PaO2 rendah, PaCO2tinggi dan kelelahan otot
pernafasan).
6. Pantau pola pernapasan.
7. Berikan terapi oksigen, jika perlu.
|
Airway Management
1. Melancarkan pernapasan klien
2. Merilekskan dada untuk memperlancar
pernapasan klien
3. Mengeluarkan secret yang menghambat
jalan pernapasan
4. Mengetahui factor penyebab batuk dan
gangguan pernapasan
5. Memperlancar saluran pernapasan
6. Memenuhi kebutuhan oksigen dalam tubuh
7. Menyeimbangkan cairan dalam tubuh
8. Mengetahui status respirasi klien lancar
ataukah ada gangguan
Respiratory
Monitoring
1. Untuk mendeteksi adanya gangguan
pernapasan
2. Untuk mendeteksi adanya gangguan
pernapasan
3. Memperlancar saluran pernapasan
4. Mengetahui karakteristik batuk untuk
dapat memberikan intervensi yang tepat
Vital Signs
Monitoring
1. Mendeteksi adanya gangguan respirasi dan
kardiovaskuler
2. Mengecek adanya gangguan pernapasan
3. Mendeteksi adanya keabnormalan suara
paru
4. Mendeteksi adanya gangguan system tubuh
5. Monitor adanya gangguan respirasi dan
kardiovaskular.
Managemen Asam-Basa
1. Untuk membuat klien agar bernafas dengan
baik tanpa adanya gangguan.
2. Untuk mengetahui tekanan gas darah (O2 dan
CO2) sehingga kondisi pasien tetap dapat dipantau.
3. Agar klien tidak mengalami alkalosis
akibat kekurangan asam yang berlebihan dari tubuh.
4. Posisi yang tepat menyebabkan
berkurangnya tekanan diafragma ke atas sehingga ekspresi paru maksimal
sehingga klien dapat bernafas dengan leluasa.
5. Agar perawat cepat mengetahui jika
terjadinya gagal nafas sehingga tidak membuat kondisi klien menjadi semakin
buruk.
6. Sebagai indikator adanya gangguannafas
dan indikator dalam tindakanselanjutnya.
7. Untuk mempelancar pernafasan klien dan
memenuhi kebutuhan oksigen klien.
|
Diagnosa 3 :
Intoleransi Aktifitas
Nursing
Outcome (NOC)
|
Nursing
Income (NIC)
|
Rasional
|
Setelah dilakukan intervensi selama 3
x24 jam diharapkan kondisi klien stabil saat aktivitas dengan KH:
Activity Tolerance
·
Saturasi O2 saat aktivitas
dalam batas normal (95-100%)
·
Nadi saat aktivitas
dalam batas normal (60-100x/mnt)
·
RR saat aktivitas
dalam batas normal (12-20x/mnt)
·
Tekanan darah systole
saat aktivitas dalam batas normal (100-120mmHg)
·
Tekanan darah diastole
saat aktivitas dalam batas normal (60-80mmHg)
·
Hasil EKG dalam batas
normal
Fatigue Level
·
Tidak nampak kelelahan
·
Tidak nampak lesu
·
Tidak ada penurunan
nafsu makan
·
Tidak ada sakit kepala
·
Kualitas tidur dan
istirahat dalam batas normal
|
Activity Therapy
1.
Kolaborasi dengan tim kesehatan
lain untuk merencanakan , monitoring program aktivitasi klien.
2.
Bantu klien memilih
aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
3.
Bantu klien untuk
melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur.
3.
Monitor status
emosional, fisik dan social serta spiritual klien terhadap latihan/aktivitas.
3.
Monitor hasil
pemeriksaan EKG klien saat istirahat dan aktivitas (bila memungkinkan dengan
tes toleransi latihan).
Energy Management
1.
Tentukan pembatasan
aktivitas fisik pada klien
2.
Tentukan persepsi
klien dan perawat mengenai kelelahan.
3.
Tentukan penyebab
kelelahan (perawatan, nyeri, pengobatan)
4.
Monitor efek dari
pengobatan klien.
5.
Monitor intake nutrisi
yang adekuat sebagai sumber energy.
6.
Anjurkan klien dan
keluarga untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan saat aktivitas.
7.
Anjurkan klien untuk
membatasi aktivitas yang cukup berat seperti berjalan jauh, berlari,
mengangkat beban berat, dll.
8.
Monitor respon terapi
oksigen klien.
9.
Batasi stimuli
lingkungan untuk relaksasi klien.
10.
Batasi jumlah
pengunjung.
|
Activity Therapy
1.
Mengkaji setiap aspek
klien terhadap terapi latihan yang dierencanakan.
2.
Aktivitas yang teralau
berat dan tidak sesuai dengan kondisi klian dapat memperburuk toleransi
terhadap latihan
3.
Melatih kekuatan dan
irama jantung selama aktivitas.
4.
Mengetahui setiap perkembangan
yang muncul segera setelah terapi aktivitas.
5.
EKG memberikan
gambaran yang akurat mengenai konduksi jantung selama istirahat maupun
aktivitas.
Energy Management
1.
Mencegah penggunaan
energy yang berlebihan karena dapat menimbulkan kelelahan
2.
Memudahkan klien untuk
mengenali kelelahan dan waktu untuk istirahat.
3.
Mengetahui sumber
asupan energy klien.
4.
Mengetahui etiologi
kelelahan, apakah mungkin efek samping obat atau tidak.
5.
Mengidentifikasi
pencetus kelelahan.
6.
Menyamakan persepsi
perawat-klien mengenai tanda-tanda kelelahan dan menentukan kapan aktivitas
klien dihentikan.
7.
Mencegah timbulnya
sesak akibat aktivitas fisik yang terlalu berat.
8.
Mengetahui efektifitas
terapi O2 terhadap keluhan sesak selama aktivitas.
9.
Menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk klien beristirahat.
10.
Menciptakan lingkungan
yang kondusif untuk klien beristirahat.
|
III. Daftar Pustaka
Iskandar
Mah-iditat. ( 1985 ) Ilmu Kesehatan Anak UI, Jakarta : EGC
Ngastiyah
, ( 1997 ). Perawatan an Anak Sakit. Jakarta : EGC
Rita
& Suriadi ( 2001 ) Asuhan Keperawatan Pada Anak Edisi. I Jakarta : EGC
Roudelph,
( 2007 ) Buku Peditria Rubolph Edisi , 20. Volume Jakarta : EGC
Suriadi, Skp, MSN. 2006. Asuhan Keperawatan Pada Anak.
Jakarta : EGC
Wilkinson, Judith M. 2011 .Buku Saku Diagnosis Keperawatan : diagnosis
NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Edisi 9, Jakarta : EGC
No comments:
Post a Comment