Monday, March 26, 2018

Laporan Pendahuluan Peritonitis

LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS


I.       Konsep Penyakit Peritonitis
1.1        Definisi/deskripsi penyakit Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dan lain-lain) rupture saluran cerna dan luka tembus abdomen. (Padila, 2012).

Peritonitis adalah inflamasi peritoneum dan mungkin disebabkan oleh bakteri (misalnya dari perforasi usus) atau akibat pelepasan iritan kimiawi, misalnya empedu, asam lambung, atau enzim pancreas. (brooker, 2009).

Peritonitis adalah suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan kondisi bacteremia dan sindroma sepsis. (Dahlan.M, 2010).

Klasifikasi
a.       Peritonitis Primer
Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum, kuman masuk kedalam rongga peritoneum melalui aliran darah / pada pasien perempuan melalui genital
b.      Peritonitis Sekunder
Terjadi bila kuman kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak
c.       Peritonitis karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum misalnya pemasangan kateter.
-          Kateter ventrikula – peritoneal
-          Kateter peritoneal – jugular
-          Continuos ambulatory peritoneal dyalisis. (Padila, 2012).

1.2        Etiologi Peritonitis
Penyebab peritonitis menurut Hughes, 2012 adalah :
a.       Infeksi bakteri
1.      Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2.      Appendicitis yang meradang dan perforasi
3.      Tukak peptic (lambung/duodenum)
4.      Tukak thypoid
5.      Tukak disentri amuba / colitis
6.      Tukak pada tumor
7.      Salpingitis
8.      Diverticulitis (radang usus)
Kuman yang paling sering ialah bakteri coli, streptokokus U dan B hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostrdiumwechii.
b.      Secara langsung dari luar
1.      Operasi yang tidak steril
2.      Tercontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis local.
3.      Trauma pada kecelakaan seperti rupture limpa dan rupture hati
4.      Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis, terbentuk pula peritonitis granulomatous.
c.       Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonephritis, penyebab utama adalah streptokokus atau pnemokukus.

1.3        Tanda gejala Peritonitis
Menurut Kowalak dan Hughes (2010), tanda gejala yang sering muncul pada pasien peritonitis adalah :
a.       Distensi abdomen
b.      Rigiditas abdomen
c.       Nyeri tekan pada abdomen
d.      Bising usus menurun bahkan hilang
e.       Demam
f.        Mual bahkan muntah
g.      Takikaridia
h.      Takipnea

1.4        Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga abdomen, biasanya diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor. (Dahlan, 2004).

Awalnya mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam beberapa jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertahanan eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus besar.
Timbulnya peritonitis peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membrane mengalami kebocoran. Jika deficit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator, seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh ginjal, produk Bungan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.

Organ-organ didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus serta oedem seluruh organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia bertambah dengan adanya kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan peritonitis umum, aktifitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik; usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairang dan elektrolit hilang kedalam lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria. Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.

Peritonitis adalah komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa. Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi. (Padila, 2012).

1.5        Pemeriksaan penunjang Peritonitis
1.      Pemeriksaan Laboratorium
-          Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya leukosittosis
-          Cairan peritoneal
-          Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2.      Pemeriksaan Radiologi
-          Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus
-          USG
-          Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus perforasi organ visceral. Foto tersebut menunjukan udara bebas dibawah diafragma
-          Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.

1.6        Komplikasi Peritonitis
Komplikasi yang dapat terjadi dari peritonitis adalah : gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan luka dan pembentukan abses. (Haryono, 2012).

1.7        Penatalaksanaan Peritonitis
Pada penatalaksanaan pasien peritonitis penggantian cairan, koloid dan elektrolit adalah focus utama.
Analgetik diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetic dapat diberikan sebagai terapi untuk mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Terapi medikamentosa nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal, terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.

Penatalaksanaan pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil. Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus di eksplorasi terlebih dahulu. Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan. Prolapse visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparatomi. Bila tidak ada, pasien harus di observasi selama 24 – 48 jam. Sedangkan pada pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparatomi. (Haryono, 2012).


I.       Rencana asuhan klien peritonitis
                          2.1      Pengkajian
                                         2.1.1      Riwayat keperawatan
Seseorang dengan peritonitis kebanyakan mempunyai riwayat seperti rupture saluran cerna, komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan, trauma pada kecelakaan seperti limpa dan rupture hati.
                                         2.1.2      Pemeriksaan fisik : data fokus
1.      Pemeriksaan fisik
Kesadaran fisik yang dilakukan pada klien peritonitis
-          Kesadaran dan keadaan umum klien
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti kompas mentis, apatis, somnolen. Spoor, koma dan delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow Coma Skala).
2.      Pola persepsi kesehatan atau manajemen kesehatan
Mengambarkan persepsi klien terhadap keluhan yang dialami klien, dan tindakan yang dilakukan sebelum masuk rumah sakit.
Pada klien dengan peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan dan menjalar ke pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat anti nyeri.
3.      Pola nutrisi-metabolik
Mengambarkan asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit dan rambut, nafsu makan, diet khusus/suplemen yang dikonsumsi, instruksi diet sebelumnya, jumlah makan atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan, kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-lain.
Pada pasien peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat proses patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat iritasi peritoneal, selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun, dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa makanan cair seperti bubur saring dan di berikan melalui NGT.
4.      Pola Eliminasi
Pada pola eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran system pencernaan, perkemihan, integument dan pernapasan.
Pada klien dengan peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan defekasi, turgor kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea.
5.      Pola Kognitif Perseptual
Menggambarkan kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat kesadaran, dan kemampuan mendengar, melihat, merasakan, meraba dan mencium, serta sensori nyeri
Pada klien dengan peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.
6.      Pola Aktifitas / Latihan
Menggambarkan tingkat kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi respirasi dan fungsi sirkulasi
Pada klien dengan peritonitis mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas ireguler (RR >20x/menit), klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah dan pucat.
7.      Pola Istirahat dan Tidur
Pola istirahat tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan waktu istirahat tidur serta kesulitan yang dialami saat istirahat tidur.
Pada klien dengan peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
8.      Pola Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar belakang social, factor budaya, larangan agama mempengaruhi sikap tentang penyakit yang sedang dialaminya. Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah sehari-hari
9.      Pola peran dan hubungan interpersonal
Pola peran dan hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan klien atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.
Adanya kondisi kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami hambatan dalam menjalankan perannya selama sakit.
10.  Pola persepsi atau konsep diri
Pola persepsi menggambarkan tentang dirinya dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan, kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep diri, gambaran diri, dan indentitas tentang dirinya.
Pada klien dengan peritonitis terjadi perubahan emosional
11.  Pola koping / toleransi stress
Pola koping / toleransi stress menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan system pendukung
Pada klien dengan peritonitis di dapati tingkat kecemasan pada tingkat berat
12.  Pola reproduksi dan seksual
Pola reproduksi dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir, masalah menstruasi, masalah pap smear, pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah seksual yang berhubungan dengan penaykit.
Pada pola ini, pada wanita berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah terjangkit penyakit menular sehingga menghindari aktifitas seksual. Pada pasien yang telah atau sudah menikah terjadi perubahan
                                         2.1.3      Pemeriksaan penunjang
1.      Pemeriksaan Laboratorium
-          Complete Blood Count (CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya leukosittosis
-          Cairan peritoneal
-          Urinalisis untuk mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2.      Pemeriksaan Radiologi
-          Foto polos abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus
-          USG
-          Foto rontgen abdomen memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus halus dan usus besar atau pada kasus perforasi organ visceral. Foto tersebut menunjukan udara bebas dibawah diafragma
-          Foto rontgen toraks dapat memperlihatkan diafragma.

                             2.2      Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa 1 : Nyeri akut (00132)
                                               2.2.1      Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang actual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti (International Association For the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan
                                               2.2.2      Batasan karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
Posisi untuk menghindari nyeri
Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
Respons autonomic (misalnya, diaphoresis; perubahan tekanan darah, pernapasan atau nadi; dilatasi pupil).
Perubahan selera makan
Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan / atau aktifitas lain, aktifitas berulang
Perilaku ekpresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang.
Wajah topeng (nyeri)
Perilaku menjaga atau sikap melindungi
Focus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)
Bukti nyeri yang dapat diamati
Berfokus pada diri sendiri
Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan menyeringai)
BATASAN KARAKTERISTIK LAIN (non-NANDA international)
Mengomunikasikan descriptor nyeri (misalnya, rasa tidaknyaman, mual, berkeringat malam hari, kram otot, gatal kulit, mati rasa dan kesemutan pada ekstrimitas)
Menyeringai
Rentang perhatian terbatas
Pucat
Menarik diri
                                               2.2.3      Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

Diagnosa 2 : Hipertemi (00007)
                                               2.2.4      Definisi
Peningkaan suhu tubuh di atas rentang normal.
                                               2.2.5      Batasan karakteristik
Kulit merah
Suhu tubuh meningkat di atas rentang normal
(frekuensi napas meningkat)
Kejang atau konvulsi
(kulit) teraba hangat
Takikardi
Takipnea
                                               2.2.6      Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit atau trauma
Ketidakmampuan atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
Pakaian yang tidak tepat
Peningkatan laju metabolism
Obat atau anestesi
Terpajan pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktifitas yang berlebihan

Diagnose 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (actual/risiko) (00002)
                                               2.2.7      Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolic
                                               2.2.8      Batasan karakteristik
Subjektif :
Kram abdomen
Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
Menolak makanan
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
(melaporkan) kurangnya makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan
Objektif :
Pembuluh kapiler rapuh
Diare atau steatore
(adanya bukti) kekurangan makanan
Kehilangan rambut yang berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi, informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Salah paham
Membrane mukosa pucat
Tonus otot buruk
Rongga mulut terluka
Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
                                               2.2.9      Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat faktor biologis, psikologis, atau ekonomi, termasuk beberapa contoh non-NANDA berikut ini :
-          Ketergantungan zat kimia (sebutkan)
-          Penyakit kronis (sebutkan)
-          Kesulitan mengunyah atau menelan
-          Factor ekonomi
-          Intoleransi makanan
-          Kebutuhan metabolic tinggi
-          Reflex mengisap pada bayi tidak adekuat
-          Kurang pengetahuan dasar tentang nutrisi
-          Akses terhadap makanan terbatas
-          Hilang nafsu makan
-          Mual dan muntah
-          Pengabaian oleh orang tua
-          Gangguan psikologis (sebutkan)

Diagnose 4 : Kekurangan volume cairan (00027)
2.2.10    Definisi
Penurunan cairan intravascular, interstisial, atau intrasel. Diagnosis ini merujuk pada dehidrasi yang merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium
2.2.11    Batasan karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Perubahan status mental
Perubahan turgor kulit dan lidah
Penurunan haluaran urine
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membrane mukosa kering
Hemotokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan prekuensi nadi, penurunan tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi
Konsentrasi urine meningkat
Penurunan berat badan yang tiba-tiba ( kecuali pada ruang ketiga )
Kelemahan
2.2.12    Faktor yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
{konsumsi alcohol yang berlebihan secara terus menerus}
Kegagalan mekanisme pengaturan {seperti, dalam biabetes insipidus, hiperaldosteronisme}
{asupan cairan yang tidak adekuat sekunder

Diagnosa 5 : Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.2.13    Definisi
Inspirasi atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.14    Batasan karakteristik
Subjektif
-          Dispnea
-          Napas pendek
Objektif
-          Perubahan Ekskursi dada
-          Mengambil posisi tidak titik tumpu ( tripod )
-          Bradipnea
-          Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
-          Penurunan ventilasi semenit
-          Penurunan kapasistas vital
-          Napas dalam (dewasa VT 500 ml pada saat istirahat, bayi 6-8 ml/kg)
-          Peningkatan diameter anterior-posterior
-          Napas cuping hidung
-          Ortopnea
-          Fase ekspirasi memanjang
-          Pernapasan bibir mencucu
-          Keceptasan respirasi
Usia dewasa 14 tahun atau lebih : ≤ 11 atau > 24 x/menit
Usia 5 – 14 : <15 atau >25
Usia 1 – 4 : <20 atau >30
Bayi : <25 atau >60
-          Takipnea
-          Rasio waktu
-          Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
2.2.15    Faktor yang berhubungan
-          Ansietas
-          Posisi tubuh
-          Deformitas tulang
-          Deformitas dinding dada
-          Penurunan energy dan kelelahan
-          Hiperventilasi
-          Sindrom hipoventilasi
-          Kerusakan musculoskeletal
-          Imaturitas neurologis
-          Disfungsi neuromuscular
-          Obesitas
-          Nyeri
-          Kerusakan persepsu atau kognitif
-          Kelelahan otot-otot pernapasan
-          Cedera medulla spinalis
Diagnosa 6 : Gangguan pola tidur (00198)
2.2.16    Definisi
Keadaan dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengaanggu gaya hidup yang diinginkan.
2.2.17    Batasan karakteristik
-
2.2.18    Faktor yang berhubungan
-          Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.
-          Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/control tidur, pencahayaan, medikasi (depresan, stimulant), kebisingan.
-          Fisiologis : demam, mual, posisi, urgensi urin.

Diagnosa 7 : Kerusakan integritas kulit (00046)
2.2.19    Definisi
Perubahan epidermis dan dermis
2.2.20    Batasan karakteristik
Objektif
-          Kerusakan pada lapisan kulit (dermis)
-          Kerusakan pada permukaan kulit (epidermis)
-          Invasi struktur tubuh
2.2.21    Faktor yang berhubungan
Ekternal (Lingkungan)
-          Zat kimia
-          Kelembapan
-          Hipertermia
-          Hipotermia
-          Faktor mekanik (misalnya terpotong, terkena tekanan, dan akibat restrain).
-          Obat
-          Kelembapan kulit
-          Imobilisasi fisik
-          Radiasi
Internal (Somatik)
-          Perubahan status cairan
-          Perubahan pigmentasi
-          Perubahan turgor (perubahan elastisitas)
-          Faktor perkembangan
-          Ketidakseimbangan nutrisi (misal obesitas, kakeksia)
-          Defisit imunologis
-          Gangguan sirkulasi
-          Gangguan status metabolic
-          Gangguan sensasi
-          Penonjolan tulang
Faktor perkembangan
-          Usia ekstrem muda atau tua

Diagnosa 8 : Hambatan mobilitas fisik (00085)
2.2.22    Definisi
Keterbatasan dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas atau lebih.
Tingkatan :
0 : Mandiri total
1 : Memerlukan penggunaan peralatan atau alat bantu
2  : Memerlukan bantuan dari orang lain untuk pertolongan, pengawasan, atau pengajaran
3 : Membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu
4 : ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktifitas
2.2.23    Batasan karaktersitik
Objektif
-          Penurunan waktu reaksi
-          Kesulitan membolak-balik posisi tubuh
-          Asyik dengan aktifitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya, peningkatan perhatian terhadap aktifitas orang lain, perilaku mengendalikan, berfokus pada kondisi sebelum sakit atau ketunadayaan aktifitas)
-          Dyspnea saat beraktifitas
-          Perubahan cara berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat berjalan badan mengayun ke samping).
-          Pergerakan menyentak
-          Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motoric halus
-          Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
-          Keterbatasan rentang pergerakan sendi
-          Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
-          Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktifitas kehidupan sehari-hari)
-          Melambatkan pergerakan
-          Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
2.2.24    Faktor yang berhubungan
-          Perubahan metabolism sel
-          Indeks massa tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
-          Gangguan kognitif
-          Kepercayaan budaya terkait aktifitas sesuai dengan usia
-          Penurunan kekuatan, kendali, atau massa otot
-          Keadaan alam perasaan depresi atau ansietas
-          Keterlambatan perkembangan
-          Ketidaknyamanan
-          Intoleran aktifitas dan penurunan kekuatan dan ketahanan
-          Kaku sendi atau kontraktur
-          Defisiensi dukungan lingkungan fisik atau social
-          Keterbatasan ketahanan kardiovaskular
-          Hilangnya integritas struktur tulang
-          Medikasi
-          Gangguan muskuloskeletal
-          Gangguan neuromuscular
-          Nyeri
-          Program pembatasan pergerakan
-          Keengganan untuk memulai pergerakan
-          Gaya hidup yang kurang gerak atau disuse atau melemah
-          Malnutrisi (umum atau selektif)
-          Gangguan sensori persepsi

                          2.3      Perencanaan
Diagnose 1 : Nyeri akut (00132)
                                         2.3.1      Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 15 menit Maka klien mampu toleransi terhadap nyeri dan mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
Data subjektif : klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
Data objektif : ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).
                                         2.3.2      Intervensi keperawatan dan rasional :
-          Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi) : mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi dan tanda-tanda komplikasi
-          Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien : pengalaman nyeri akan menaikan resistensi terhadap nyeri
-          Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi : memudahkan drainase cairan / luka karena gravutasi dan membantu meminimalkan nyeri karena gerakan
-          Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau visualisasi : meingkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
-          Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik : nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol nyeri narkotik, analgetik, dihidrasi dari proses diagnosis karena dapat menutupi gejala.

Diagnose 2 : Hipertermi (00007)
                                         2.3.3      Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam Maka suhu tubuh klien mulai normal dengan kriteria hasil :
-          Warna kulit normal
-          Suhu tubuh normal seperti semula
Data subjektif : klien mengatakan tidak demam
Data objektif : suhu tubuh normal (36-37oC)
                                         2.3.4      Intervensi keperawatan dan rasional :
-          Monitor warna dan suhu kulit : tindakan ini sebagai dasar untuk menentukan intervensi
-          Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak, dan lipatan paha : kompres hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan tubuh.
-          Anjurkan klien untuk menggunakan pakaian tipis : untuk mengontrol panas
-          Berikan cairan parental sesuai program medis : penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh
-          Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antipiretik : untuk menurunkan panas.

Diagnose 3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (actual/risiko) (00002)
                                         2.3.5      Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan kebutuhan nutrisi teratasi dengan kriteria hasil :
-          Intake makanan dan cairan
-          Energy
-          Berat badan
Data subjekti  : klien mengatakan nafsu makan meingkat
Data objektif  : tidak terjadi mual dan muntah, turgor kulit baik
1.3.6     Intervensi keperawatan dan rasional
-          Kaji kebutuhan nutrisi pasien : sebagai informasi dasar untuk perencanaan awal dan palidasi data
-          Atur posisi semi fowler selama pemberian nutrisi : menghindari terjadinya muntah
-          Tingkatkan intake pemberian nutrisi dan sajikan dalam kondisi hangat : untuk meningkatkan intake dan menghindari mual
-          Tingkatkan intake nutrisi, sedikit tapi sering : meningkatkan intake makanan
-          Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian antiemetic : menurunkan mual/muntah yang dapat meningkatkan tekanan / nyeri intra abdomen
-          Kalaborasi dengan ahli gizi dalam diet : agar dapat memberikan nutrisi yang tepat pada klien.



Diagnose 4 : Kekurangan volume cairan (00027)
1.3.7     Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 jam di harapkan klien dapat mempertahankan cairan tubuh secara adekuat dengan kriteria hasil :
Data subjektif : asupan dan keluaran cairan seimbang, produksi urin normal
Data objektif : membrane mukosa lembab, tanda-tanda dehidrasi menurun
1.3.8     Intervensi keperawatan dan rasional
-          Monitor TTV : membantu dalam mengabservasi dan mengevaluasi deficit / keefektifan penggantian terapi cairan dan respon terhadap pengobatan
-          Monitor status dehidrasi kelembaban membrane mukosa, turgor kulit dan balance cairan : tanda-tanda tersebut menunjukan kehilangan cairan berlebih
-          Peratahankan intake dan output yang adekuat : untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit
-          Kolaborasi untuk pemberian cairan IV : untuk memperbaiki cairan yang hilang
Diagnose 5 : Ketidakefektifan pola napas (00032)
1.3.9     Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan pola napas klien efektif dengan kriteria hasil :
a.       Menunjukan Pola Pernapasan Efektif, yang dibuktikan oleh status Pernapasan: Status Ventilasi dan Pernapasan yang tidak terganggu: Kepatenan Jalan Napas dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang normal.
b.      Menunjukan Status Pernapasan : Ventilasi tidak terganggu, yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut ( gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan ) :
1)      Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
2)      Ekspansi dada simetris
c.       Menunjukan tidak adanya gangguan Status Pernapasan: Ventilasi, yang dibuktikan oleh indikator berikut ( gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan ) :
1)         Penggunaan otot aksesorius
2)         Suara napas tambahan
3)         Pendek napas
1.3.10    Intervensi keperawatan dan rasional
-          Manejemen Jalan Napas : Memfasilitasi kepatenan jalan napas
-          Pengisapan Jalan Napas : Mengeluaran sektret jalan napas dengan cara memasukan kateter penghisap keladam jalan napas oral atau trakea pasien
-          Manajemen Anafilaksis : Meningkatkan ventilasi dan perfusi jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat (antigen-antibodi)
-          Manajemen Jalan Napas Buatan : Memeliahara slang endotrakea dan slang trakeostomi serta mencegah komplikasi yang berhubungan dengan penggunaannya
-          Manajemen Asma: Mengidentifikasi, mengobati, dan mencegah reaksi inflamasi/konstriksi di jalan napas
-          Ventilasi Mekanis : Menggunakan alat buatan untuk membantu pasien bernapas
-          Penyapihan Ventilator mekanis : Membantu pasien untuk bernapas tanpa bantuan ventilator mekanis
-          Pemantauan Pernapasan : Mengumpulan dan menganalisis data pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat
-          Bantuan Ventilasi : Meningkatkan pola pernapasan stpontan yang optimal sehingga memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di dalam paru
-          Pemantauan Tanda Vital : Mengumpulkan dan menganalisis data kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan menecegah komplikasi.

Diagnose 6 : Gangguan pola tidur (00198)
1.3.11    Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil :
-          Jumlah jam tidur dalam batas normal
-          Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
-          Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
1.3.12    Intervensi keperawatan dan rasional
-          Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
-          Jelaskan pentingnya tidur yang adekuat
-          Fasilitasi untuk mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca)
-          Ciptakan lingkungan yang nyaman
-          Kolaborasi pemberian obat tidur (mis., golongan barbiturat, benzodiazepine, obat antipsikotik, antidepresan golongan trisiklik, dan golongan antihistamin).
-          Terapi komplementer : baca al-qur’an, zikir, membaca buku dan lain-lain

Diagnose 7 : Kerusakan integritas kulit (00046)
1.3.13    Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Integritas kulit pasien menunjukan kulit dan membran mukosa yang dibuktikan oleh indikator berikut (1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang, ringan, atau tidak ada gangguan).
Kriteria Hasil :
0        Pasien menunjukkan rutinitas atau bau luka minimal
1        Drainase purulen (atau bau minimal)
2        Nekrisis, selumu, lobang perluasan luka ke jaringan berkurang atau tidak ada
3        Tidak ada lepuhan atau maserasi pada kulit
4        Eritema kulit dan eritema di sekitar luka minimal
1.3.14    Intervensi keperawatan dan rasional
-          Pemeliharaan akses dialysis : memelihara area akses pembuluh darah (arteri vena)
-          Kewaspadaan lateks : Menurunkan risiko reaksi sistematik terhadap lateks
-          Pemberian obat : Mempersiapkan, memberikan dan mengevaluasi keefektifan obat resep dan obat nonresep Perawatan area insisi Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip, staples.
-          Manajemen area penekanan : Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh
-          Perawatan ulkus dekubitus  : Memfasilitasi Penyebuhan ulkus decubitus
-          Manajemen pruritus : Mencegah dan mengobati gatal
-          Surveilans kulit  : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien untuk mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
-          Perawatan luka : Mencegah komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka.

Diagnose 8 : Hambatan mobilitas fisik (00085)
1.3.15    Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Hambatan mobilitas fisik klien dapat teratasi dengan kriteria hasil :
-          Pasien akan mencapai mobilitas ditempat tidur yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh: kemauan sendiri, performa mekanika tubuh, gerakan terkoordinasi, pergerakan sendi aktif, dan mobilitas yang memuaskan.
-          Pasien akan melakukan rentang pergerkan penuh seluruh sendi
-          Pasien akan berbalik sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan pada tingkat yang realistis.
1.3.16    Intervensi keperawatan dan rasional
-          Terapi latihan fisik   : ambulasi, keseimbangan, sendi, pengendalian otot.
Rasional : Membantu untuk memperthankan atau mengembalikan fungsi tubuh outonom dan gerakan tubuh yang terkendali.
-          Ajarkan pasien bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan aktivitas.
Rasional : mencegah terjadinya cedera saat pasien melakukan aktivitas.
-          Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Rasional : mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.



II.       Daftar pustaka
Brooker, C. (2009). Ensiclopedia Keperawatan. Jakarta:EGC
Chandra, B. (2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan dan Komunitas. Jakarta:EGC
Haryono, R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta:Gosyen Publishing
Dahlan. M., Jusi. D., Sjamsuhidajat, R. (2010). Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta:EGC
Kowalak, J. P., & Hughes, A.S. (2010). Buku Saku Tanda dan Gejala : Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis, Ed 2. Jakarta:EGC
Padila. (2012). Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta:Nuha Medika
Wilkonson, Judith, M. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta:ECG

No comments:

Post a Comment