LAPORAN PENDAHULUAN
PERITONITIS
I.
Konsep
Penyakit Peritonitis
1.1
Definisi/deskripsi
penyakit Peritonitis
Peritonitis adalah
peradangan peritoneum yang merupakan komplikasi berbahaya akibat penyebaran
infeksi dari organ-organ abdomen (apendiksitis, pankreatitis, dan lain-lain)
rupture saluran cerna dan luka tembus abdomen. (Padila, 2012).
Peritonitis adalah
inflamasi peritoneum dan mungkin disebabkan oleh bakteri (misalnya dari
perforasi usus) atau akibat pelepasan iritan kimiawi, misalnya empedu, asam
lambung, atau enzim pancreas. (brooker, 2009).
Peritonitis adalah
suatu keadaan yang mengancam jiwa yang sering bersamaan dengan kondisi
bacteremia dan sindroma sepsis. (Dahlan.M, 2010).
Klasifikasi
a. Peritonitis
Primer
Peritonitis
terjadi tanpa adanya sumber infeksi dirongga peritoneum, kuman masuk kedalam
rongga peritoneum melalui aliran darah / pada pasien perempuan melalui genital
b. Peritonitis
Sekunder
Terjadi bila kuman
kedalam rongga peritoneum dalam jumlah yang cukup banyak
c. Peritonitis
karena pemasangan benda asing kerongga peritoneum misalnya pemasangan kateter.
-
Kateter ventrikula –
peritoneal
-
Kateter peritoneal –
jugular
-
Continuos ambulatory peritoneal
dyalisis. (Padila, 2012).
1.2
Etiologi Peritonitis
Penyebab
peritonitis menurut Hughes, 2012 adalah :
a. Infeksi
bakteri
1. Mikroorganisme
berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendicitis
yang meradang dan perforasi
3. Tukak
peptic (lambung/duodenum)
4. Tukak
thypoid
5. Tukak
disentri amuba / colitis
6. Tukak
pada tumor
7. Salpingitis
8. Diverticulitis
(radang usus)
Kuman yang paling
sering ialah bakteri coli, streptokokus U dan B hemolitik, stapilokokus aurens,
enterokokus dan yang paling berbahaya adalah clostrdiumwechii.
b. Secara
langsung dari luar
1. Operasi
yang tidak steril
2. Tercontaminasi
talcum venetum, lycopodium, sulfonamide, terjadi peritonitis yang disertai
pembentukan jaringan granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis local.
3. Trauma
pada kecelakaan seperti rupture limpa dan rupture hati
4. Melalui
tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis, terbentuk pula
peritonitis granulomatous.
c. Secara
hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti radang saluran
pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis, glomerulonephritis, penyebab
utama adalah streptokokus atau pnemokukus.
1.3
Tanda gejala Peritonitis
Menurut Kowalak
dan Hughes (2010), tanda gejala yang sering muncul pada pasien peritonitis
adalah :
a. Distensi
abdomen
b. Rigiditas
abdomen
c. Nyeri
tekan pada abdomen
d. Bising
usus menurun bahkan hilang
e. Demam
f.
Mual bahkan muntah
g. Takikaridia
h. Takipnea
1.4
Patofisiologi Peritonitis
Peritonitis
disebabkan oleh kebocoran isi rongga abdomen kedalam rongga abdomen, biasanya
diakibatkan dari inflamasi, infeksi, iskemia, trauma atau perforasi tumor.
(Dahlan, 2004).
Awalnya
mikroorganisme masuk kedalam rongga abdomen adalah steril tetapi dalam beberapa
jam terjadi kontaminasi bakteri. Akibatnya timbul edema jaringan dan pertahanan
eksudat. Cairan dalam rongga abdomen menjadi keruh dengan bertambahnya sejumlah
protein, sel-sel darah putih, sel-sel yang rusak dan darah. Respon yang segera
dari saluran intestinal adalah hipermotilitas, di ikuti oleh ileus paralitik
dengan penimbunan udara dan cairan didalam usus besar.
Timbulnya
peritonitis peradangan menimbulkan akumulasi cairan karena kapiler dan membrane
mengalami kebocoran. Jika deficit cairan tidak dikoreksi secara cepat dan
agresif, maka dapat menimbulkan kematian sel. Pelepasan berbagai mediator,
seperti misalnya interleukin, dapat memulai respon hiperinflamatorius, sehingga
membawa ke perkembangan selanjutnya dari kegagalan banyak organ. Karena tubuh
mencoba untuk mengkompensasi dengan cara retensi cairan dan elektrolit oleh
ginjal, produk Bungan juga ikut menumpuk. Takikardi awalnya meningkatkan curah
jantung, tapi ini segera gagal begitu terjadi hipovolemia.
Organ-organ
didalam cavum peritoneum termasuk dinding abdomen mengalami oedem. Oedem
disebabkan oleh permeabilitas pembuluh darah kapiler organ-organ tersebut
meninggi. Pengumpulan cairan didalam rongga peritoneum dan lumen-lumen usus
serta oedem seluruh organ intraperitoneal dan oedem dinding abdomen termasuk
jaringan retroperitoneal menyebabkan hipovolemia bertambah dengan adanya
kenaikan suhu, masukan yang tidak ada, serta muntah. Terjebaknya cairan di
cavum peritoneum dan lumen usus, lebih lanjut meningkatkan tekanan intra
abdomen, membuat usaha pernapasan penuh menjadi sulit dan menimbulkan penurunan
perfusi. Bila bahan yang menginfeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum
atau bila infeksi menyebar, dapat timbul peritonitis umum. Dengan perkembangan
peritonitis umum, aktifitas peristaltic berkurang sampai timbul ileus paralitik;
usus kemudian menjadi atoni dan meregang. Cairang dan elektrolit hilang kedalam
lumen usus, mengakibatkan dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi dan oliguria.
Perlekatan dapat terbentuk antara lengkung-lengkung usus yang meregang dan
dapat mengganggu pulihnya pergerakan usus dan mengakibatkan obstruksi usus.
Peritonitis adalah
komplikasi berbahaya yang sering terjadi akibat penyebaran infeksi. Reaksi awal
peritoneum terhadap invasi oleh bakteri adalah keluarnya eksudat fibrinosa.
Kantong-kantong nanah (abses) terbentuk diantara perlekatan fibrinosa yang
menempel menjadi satu dengan permukaan sekitarnya sehingga membatasi infeksi.
(Padila, 2012).
1.5
Pemeriksaan penunjang
Peritonitis
1. Pemeriksaan
Laboratorium
-
Complete Blood Count
(CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya
leukosittosis
-
Cairan peritoneal
-
Urinalisis untuk
mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2. Pemeriksaan
Radiologi
-
Foto polos abdomen
memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus
-
USG
-
Foto rontgen abdomen
memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus halus dan
usus besar atau pada kasus perforasi organ visceral. Foto tersebut menunjukan
udara bebas dibawah diafragma
-
Foto rontgen toraks dapat
memperlihatkan diafragma.
1.6
Komplikasi Peritonitis
Komplikasi yang
dapat terjadi dari peritonitis adalah : gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, sesak napas akibat desakan distensi abdomen ke paru, pembentukan
luka dan pembentukan abses. (Haryono, 2012).
1.7
Penatalaksanaan
Peritonitis
Pada
penatalaksanaan pasien peritonitis penggantian cairan, koloid dan elektrolit
adalah focus utama.
Analgetik
diberikan untuk mengatasi nyeri antiemetic dapat diberikan sebagai terapi untuk
mual dan muntah. Terapi oksigen dengan kanul nasal atau masker akan
meningkatkan oksigenasi secara adekuat, tetapi kadang-kadang intubasi jalan
napas dan bentuk ventilasi diperlukan.
Terapi medikamentosa
nonoperatif dengan terapi antibiotic, terapi hemodinamik untuk paru dan ginjal,
terapi nutrisi dan metabolic dan terapi modulasi respon peradangan.
Penatalaksanaan
pasien trauma tembus dengan hemodinamik stabil di dada bagian bawah atau
abdomen berbeda-beda namun semua ahli bedah sepakat pasien dengan tanda
peritonitis atau hipovolemia harus menjalani eksplorasi bedah, tetapi hal ini
tidak pasti bagi pasien tanpa tanda-tanda sepsis dengan hemodinamik stabil.
Semua luka tusuk di dada bawah dan abdomen harus di eksplorasi terlebih dahulu.
Bila luka menembus peritoneum maka tindakan laparatomi diperlukan. Prolapse
visera, tanda-tanda peritonitis, syok, hilangnya bising usus, terdapat darah
dalam lambung, buli-buli dan rectum, adanya udara bebas intraperitoneal dan
lavase peritoneal yang positif juga merupakan indikasi melakukan laparatomi.
Bila tidak ada, pasien harus di observasi selama 24 – 48 jam. Sedangkan pada
pasien luka tembak dianjurkan agar dilakukan laparatomi. (Haryono, 2012).
I.
Rencana
asuhan klien peritonitis
2.1
Pengkajian
2.1.1
Riwayat keperawatan
Seseorang dengan
peritonitis kebanyakan mempunyai riwayat seperti rupture saluran cerna,
komplikasi post operasi, operasi yang tidak steril dan akibat pembedahan,
trauma pada kecelakaan seperti limpa dan rupture hati.
2.1.2
Pemeriksaan fisik : data
fokus
1. Pemeriksaan
fisik
Kesadaran fisik
yang dilakukan pada klien peritonitis
-
Kesadaran dan keadaan
umum klien
Keadaan umum ini
dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien,
kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitas seperti kompas mentis,
apatis, somnolen. Spoor, koma dan delirium, dan status gizinya, GCS (Glasow
Coma Skala).
2. Pola
persepsi kesehatan atau manajemen kesehatan
Mengambarkan persepsi
klien terhadap keluhan yang dialami klien, dan tindakan yang dilakukan sebelum
masuk rumah sakit.
Pada klien dengan
peritonitis mengeluh nyeri berat dibagian perut sebelah kanan dan menjalar ke
pinggang dan umumnya telah dilakukan tindakan dengan obat anti nyeri.
3. Pola
nutrisi-metabolik
Mengambarkan
asupan nutrisi, cairan dan elektrolit, kondisi kulit dan rambut, nafsu makan,
diet khusus/suplemen yang dikonsumsi, instruksi diet sebelumnya, jumlah makan
atau minum serta cairan yang masuk, ada tidaknya mual, muntah, kekeringan,
kebutuhan jumlah zat gizinya, dan lain-lain.
Pada pasien
peritonitis klien akan mengalami mual. Vomit dapat muncul akibat proses
patologis organ visceral (seperti obstruksi) atau secara sekunder akibat
iritasi peritoneal, selain itu terjadi distensi abdomen, bising usus menurun,
dan gerakan peristaltic usus turun (<12x/menit). Diet yang diberikan berupa
makanan cair seperti bubur saring dan di berikan melalui NGT.
4. Pola
Eliminasi
Pada pola
eliminasi menggambarkan eliminasi pengeluaran system pencernaan, perkemihan,
integument dan pernapasan.
Pada klien dengan
peritonitis terjadi penurunan produksi urin, ketidakmampuan defekasi, turgor
kulit menurun akibat kekurangan volume cairan, takipnea.
5. Pola
Kognitif Perseptual
Menggambarkan
kemampuan proses berpikir klien, memori, tingkat kesadaran, dan kemampuan
mendengar, melihat, merasakan, meraba dan mencium, serta sensori nyeri
Pada klien dengan
peritonitis tidak mengalami gangguan pada otak namun hanya mengalami penurunan
kesadaran, adanya nyeri tekan pada abdomen.
6. Pola
Aktifitas / Latihan
Menggambarkan tingkat
kemampuan aktivitas dan latihan, selain itu, fungsi respirasi dan fungsi
sirkulasi
Pada klien dengan
peritonitis mengalami letih, sulit berjalan. Kemampuan pergerakan sendi
terbatas, kekuatan otot mengalami kelelahan. Pola nafas ireguler (RR >20x/menit),
klien mengalami takikardi, akral : dingin, basah dan pucat.
7. Pola
Istirahat dan Tidur
Pola istirahat
tidur menggambarkan kemampuan pasien mempertahankan waktu istirahat tidur serta
kesulitan yang dialami saat istirahat tidur.
Pada klien dengan
peritonitis didapati mengalami kesulitan tidur karena nyeri.
8. Pola
Nilai dan Kepercayaan
Pola nilai dan
kepercayaan menggambarkan pantangan dalam agama selama sakit serta kebutuhan
adanya kerohanian dan lain-lain.
Pengaruh latar
belakang social, factor budaya, larangan agama mempengaruhi sikap tentang
penyakit yang sedang dialaminya. Adakah gangguan dalam pelaksanaan ibadah
sehari-hari
9. Pola
peran dan hubungan interpersonal
Pola peran dan
hubungan menggambarkan status pekerjaan, kemampuan bekerja, hubungan dengan klien
atau keluarga, dan gangguan terhadap peran yang dilakukan.
Adanya kondisi
kesehatan mempengaruhi terhadap hubungan interpersonal dan mengalami hambatan
dalam menjalankan perannya selama sakit.
10. Pola
persepsi atau konsep diri
Pola persepsi menggambarkan
tentang dirinya dari masalah-masalah yang ada seperti perasaan kecemasan,
kekuatan atau penilaian terhadap diri mulai dari peran, ideal diri, konsep
diri, gambaran diri, dan indentitas tentang dirinya.
Pada klien dengan
peritonitis terjadi perubahan emosional
11. Pola
koping / toleransi stress
Pola koping /
toleransi stress menggambarkan kemampuan untuk menangani stress dan penggunaan
system pendukung
Pada klien dengan
peritonitis di dapati tingkat kecemasan pada tingkat berat
12. Pola
reproduksi dan seksual
Pola reproduksi
dan seksual menggambarkan periode menstruasi terakhir, masalah menstruasi,
masalah pap smear, pemeriksaan payudara/testis sendiri tiap bulan, dan masalah
seksual yang berhubungan dengan penaykit.
Pada pola ini,
pada wanita berhubungan dengan kehamilan, jumlah anak, menstruasi, pernah
terjangkit penyakit menular sehingga menghindari aktifitas seksual. Pada pasien
yang telah atau sudah menikah terjadi perubahan
2.1.3
Pemeriksaan penunjang
1. Pemeriksaan
Laboratorium
-
Complete Blood Count
(CBC), umumnya pasien dengan infeksi intra abdomen menunjukan adanya
leukosittosis
-
Cairan peritoneal
-
Urinalisis untuk
mengetahui adanya penyakit pada saluran kemih
2. Pemeriksaan
Radiologi
-
Foto polos abdomen
memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus
-
USG
-
Foto rontgen abdomen
memperlihatkan distensi disertai edema dan pembentukan gas dalam usus halus dan
usus besar atau pada kasus perforasi organ visceral. Foto tersebut menunjukan
udara bebas dibawah diafragma
-
Foto rontgen toraks dapat
memperlihatkan diafragma.
2.2
Diagnosa keperawatan yang
mungkin muncul
Diagnosa 1 :
Nyeri akut (00132)
2.2.1
Definisi
Pengalaman
sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan jaringan yang
actual atau potensial, atau digambarkan dengan istilah seperti (International
Association For the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dengan
intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau dapat
diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan
2.2.2
Batasan karakteristik
Subjektif
Mengungkapkan
secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
Posisi
untuk menghindari nyeri
Perubahan
tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
Respons
autonomic (misalnya, diaphoresis; perubahan tekanan darah, pernapasan atau
nadi; dilatasi pupil).
Perubahan
selera makan
Perilaku
distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan / atau aktifitas lain,
aktifitas berulang
Perilaku
ekpresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan, peka
terhadap rangsang, dan menghela napas panjang.
Wajah
topeng (nyeri)
Perilaku
menjaga atau sikap melindungi
Focus
menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir, interaksi
dengan orang lain atau lingkungan menurun)
Bukti
nyeri yang dapat diamati
Berfokus
pada diri sendiri
Gangguan
tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan
menyeringai)
BATASAN
KARAKTERISTIK LAIN (non-NANDA international)
Mengomunikasikan
descriptor nyeri (misalnya, rasa tidaknyaman, mual, berkeringat malam hari,
kram otot, gatal kulit, mati rasa dan kesemutan pada ekstrimitas)
Menyeringai
Rentang
perhatian terbatas
Pucat
Menarik
diri
2.2.3
Faktor yang berhubungan
Agens-agens
penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)
Diagnosa 2
: Hipertemi (00007)
2.2.4
Definisi
Peningkaan
suhu tubuh di atas rentang normal.
2.2.5
Batasan karakteristik
Kulit
merah
Suhu
tubuh meningkat di atas rentang normal
(frekuensi
napas meningkat)
Kejang
atau konvulsi
(kulit)
teraba hangat
Takikardi
Takipnea
2.2.6
Faktor yang berhubungan
Dehidrasi
Penyakit
atau trauma
Ketidakmampuan
atau penurunan kemampuan untuk berkeringat
Pakaian
yang tidak tepat
Peningkatan
laju metabolism
Obat
atau anestesi
Terpajan
pada lingkungan yang panas (jangka panjang)
Aktifitas
yang berlebihan
Diagnose
3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan (actual/risiko) (00002)
2.2.7
Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk
memenuhi kebutuhan metabolic
2.2.8
Batasan karakteristik
Subjektif
:
Kram abdomen
Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
Menolak makanan
Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna
makanan
Melaporkan perubahan sensasi rasa
(melaporkan) kurangnya makanan
Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi
makanan
Objektif
:
Pembuluh kapiler rapuh
Diare atau steatore
(adanya bukti) kekurangan makanan
Kehilangan rambut yang berlebihan
Bising usus hiperaktif
Kurang informasi, informasi yang salah
Kurangnya minat terhadap makanan
Salah paham
Membrane mukosa pucat
Tonus otot buruk
Rongga mulut terluka
Kelemahan otot yang berfungsi untuk
menelan atau mengunyah
2.2.9
Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan menelan atau mencerna
makanan atau menyerap nutrient akibat faktor biologis, psikologis, atau
ekonomi, termasuk beberapa contoh non-NANDA berikut ini :
-
Ketergantungan zat kimia
(sebutkan)
-
Penyakit kronis
(sebutkan)
-
Kesulitan mengunyah atau
menelan
-
Factor ekonomi
-
Intoleransi makanan
-
Kebutuhan metabolic
tinggi
-
Reflex mengisap pada bayi
tidak adekuat
-
Kurang pengetahuan dasar
tentang nutrisi
-
Akses terhadap makanan
terbatas
-
Hilang nafsu makan
-
Mual dan muntah
-
Pengabaian oleh orang tua
-
Gangguan psikologis
(sebutkan)
Diagnose
4 : Kekurangan volume cairan (00027)
2.2.10 Definisi
Penurunan cairan intravascular,
interstisial, atau intrasel. Diagnosis ini merujuk pada dehidrasi yang
merupakan kehilangan cairan saja tanpa perubahan kadar natrium
2.2.11 Batasan
karakteristik
Subjektif
Haus
Objektif
Perubahan status mental
Perubahan turgor kulit dan lidah
Penurunan haluaran urine
Penurunan pengisian vena
Kulit dan membrane mukosa kering
Hemotokrit meningkat
Suhu tubuh meningkat
Peningkatan prekuensi nadi, penurunan
tekanan darah, penurunan volume dan tekanan nadi
Konsentrasi urine meningkat
Penurunan berat badan yang tiba-tiba (
kecuali pada ruang ketiga )
Kelemahan
2.2.12 Faktor
yang berhubungan
Kehilangan volume cairan aktif
{konsumsi alcohol yang berlebihan secara
terus menerus}
Kegagalan mekanisme pengaturan {seperti,
dalam biabetes insipidus, hiperaldosteronisme}
{asupan cairan yang tidak adekuat sekunder
Diagnosa 5
: Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.2.13 Definisi
Inspirasi
atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi yang adekuat
2.2.14 Batasan
karakteristik
Subjektif
-
Dispnea
-
Napas pendek
Objektif
-
Perubahan Ekskursi dada
-
Mengambil posisi tidak titik tumpu ( tripod )
-
Bradipnea
-
Penurunan tekanan inspirasi-ekspirasi
-
Penurunan ventilasi semenit
-
Penurunan kapasistas vital
-
Napas dalam (dewasa VT 500 ml pada saat
istirahat, bayi 6-8 ml/kg)
-
Peningkatan diameter anterior-posterior
-
Napas cuping hidung
-
Ortopnea
-
Fase ekspirasi memanjang
-
Pernapasan bibir mencucu
-
Keceptasan respirasi
Usia dewasa 14 tahun atau lebih : ≤
11 atau > 24 x/menit
Usia 5 – 14 : <15 atau >25
Usia 1 – 4 : <20 atau >30
Bayi : <25 atau >60
-
Takipnea
-
Rasio waktu
-
Penggunaan otot bantu asesorius untuk bernapas
2.2.15 Faktor
yang berhubungan
-
Ansietas
-
Posisi tubuh
-
Deformitas tulang
-
Deformitas dinding dada
-
Penurunan energy dan kelelahan
-
Hiperventilasi
-
Sindrom hipoventilasi
-
Kerusakan musculoskeletal
-
Imaturitas neurologis
-
Disfungsi neuromuscular
-
Obesitas
-
Nyeri
-
Kerusakan persepsu atau kognitif
-
Kelelahan otot-otot pernapasan
-
Cedera medulla spinalis
Diagnosa
6 : Gangguan
pola tidur (00198)
2.2.16 Definisi
Keadaan
dimana individu mengalami atau beresiko mengalami suatu perubahan dalam
kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang menyebabkan rasa tidak nyaman
atau mengaanggu gaya hidup yang diinginkan.
2.2.17 Batasan
karakteristik
-
2.2.18 Faktor
yang berhubungan
-
Psikologis : usia tua, kecemasan, agen biokimia, suhu tubuh, pola
aktivitas, depresi, kelelahan, takut, kesendirian.
-
Lingkungan : kelembaban, kurangnya privacy/control tidur, pencahayaan,
medikasi (depresan, stimulant), kebisingan.
-
Fisiologis : demam, mual, posisi, urgensi urin.
Diagnosa 7
: Kerusakan integritas kulit (00046)
2.2.19 Definisi
Perubahan epidermis dan dermis
2.2.20 Batasan
karakteristik
Objektif
-
Kerusakan pada lapisan
kulit (dermis)
-
Kerusakan pada permukaan
kulit (epidermis)
-
Invasi struktur tubuh
2.2.21 Faktor
yang berhubungan
Ekternal
(Lingkungan)
-
Zat kimia
-
Kelembapan
-
Hipertermia
-
Hipotermia
-
Faktor mekanik (misalnya
terpotong, terkena tekanan, dan akibat restrain).
-
Obat
-
Kelembapan kulit
-
Imobilisasi fisik
-
Radiasi
Internal
(Somatik)
-
Perubahan status cairan
-
Perubahan pigmentasi
-
Perubahan turgor
(perubahan elastisitas)
-
Faktor perkembangan
-
Ketidakseimbangan nutrisi
(misal obesitas, kakeksia)
-
Defisit imunologis
-
Gangguan sirkulasi
-
Gangguan status metabolic
-
Gangguan sensasi
-
Penonjolan tulang
Faktor
perkembangan
-
Usia ekstrem muda atau
tua
Diagnosa
8 : Hambatan mobilitas fisik (00085)
2.2.22 Definisi
Keterbatasan
dalam, pergerakan fisik mandiri dan terarah pada tubuh atau satu ekstremitas
atau lebih.
Tingkatan :
0 : Mandiri total
1 : Memerlukan
penggunaan peralatan atau alat bantu
2 : Memerlukan bantuan dari orang lain untuk
pertolongan, pengawasan, atau pengajaran
3 :
Membutuhkan bantuan dari orang lain dan peralatan atau alat bantu
4 :
ketergantungan, tidak berpartisipasi dalam aktifitas
2.2.23 Batasan
karaktersitik
Objektif
-
Penurunan waktu
reaksi
-
Kesulitan
membolak-balik posisi tubuh
-
Asyik dengan
aktifitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya, peningkatan perhatian
terhadap aktifitas orang lain, perilaku mengendalikan, berfokus pada kondisi
sebelum sakit atau ketunadayaan aktifitas)
-
Dyspnea saat
beraktifitas
-
Perubahan cara
berjalan (misalnya, penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan, kesulitan untuk
memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada saat
berjalan badan mengayun ke samping).
-
Pergerakan
menyentak
-
Keterbatasan
kemampuan untuk melakukan keterampilan motoric halus
-
Keterbatasan
kemampuan melakukan keterampilan motoric kasar
-
Keterbatasan
rentang pergerakan sendi
-
Tremor yang
diinduksi oleh pergerakan
-
Ketidakstabilan
postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktifitas kehidupan sehari-hari)
-
Melambatkan
pergerakan
-
Gerakan tidak
teratur atau tidak terkoordinasi
2.2.24 Faktor
yang berhubungan
-
Perubahan
metabolism sel
-
Indeks massa
tubuh di atas persentil ke 75 sesuai usia
-
Gangguan
kognitif
-
Kepercayaan
budaya terkait aktifitas sesuai dengan usia
-
Penurunan
kekuatan, kendali, atau massa otot
-
Keadaan alam
perasaan depresi atau ansietas
-
Keterlambatan
perkembangan
-
Ketidaknyamanan
-
Intoleran
aktifitas dan penurunan kekuatan dan ketahanan
-
Kaku sendi
atau kontraktur
-
Defisiensi dukungan
lingkungan fisik atau social
-
Keterbatasan
ketahanan kardiovaskular
-
Hilangnya
integritas struktur tulang
-
Medikasi
-
Gangguan
muskuloskeletal
-
Gangguan
neuromuscular
-
Nyeri
-
Program
pembatasan pergerakan
-
Keengganan
untuk memulai pergerakan
-
Gaya hidup
yang kurang gerak atau disuse atau
melemah
-
Malnutrisi
(umum atau selektif)
-
Gangguan
sensori persepsi
2.3
Perencanaan
Diagnose 1
: Nyeri akut (00132)
2.3.1
Tujuan dan kriteria hasil
(outcomes criteria) :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 15 menit Maka klien mampu toleransi terhadap nyeri
dan mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
Data subjektif :
klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
Data objektif :
ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).
2.3.2
Intervensi keperawatan
dan rasional :
-
Observasi kualitas nyeri
pasien (skala, frekuensi, durasi) : mengidentifikasi kebutuhan untuk intervensi
dan tanda-tanda komplikasi
-
Gunakan komunikasi
terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien : pengalaman nyeri akan
menaikan resistensi terhadap nyeri
-
Pertahankan posisi semi
fowler sesuai indikasi : memudahkan drainase cairan / luka karena gravutasi dan
membantu meminimalkan nyeri karena gerakan
-
Berikan tindakan
kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan relaksasi atau
visualisasi : meingkatkan relaksasi dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
pasien dengan memfokuskan kembali perhatian.
-
Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian analgetik : nyeri biasanya berat dan memerlukan pengontrol
nyeri narkotik, analgetik, dihidrasi dari proses diagnosis karena dapat
menutupi gejala.
Diagnose
2 : Hipertermi (00007)
2.3.3
Tujuan dan kriteria hasil
(outcomes criteria) :
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 jam Maka suhu tubuh klien mulai normal dengan
kriteria hasil :
-
Warna kulit normal
-
Suhu tubuh normal seperti
semula
Data subjektif :
klien mengatakan tidak demam
Data objektif :
suhu tubuh normal (36-37oC)
2.3.4
Intervensi keperawatan
dan rasional :
-
Monitor warna dan suhu
kulit : tindakan ini sebagai dasar untuk menentukan intervensi
-
Berikan kompres hangat
pada dahi, ketiak, dan lipatan paha : kompres hangat memberikan efek
vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan tubuh.
-
Anjurkan klien untuk
menggunakan pakaian tipis : untuk mengontrol panas
-
Berikan cairan parental sesuai
program medis : penggantian cairan akibat penguapan panas tubuh
-
Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antipiretik : untuk menurunkan panas.
Diagnose
3 : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan (actual/risiko) (00002)
2.3.5
Tujuan dan kriteria hasil
(outcomes criteria) :
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1x24 jam di harapkan kebutuhan nutrisi teratasi dengan
kriteria hasil :
-
Intake makanan dan cairan
-
Energy
-
Berat badan
Data
subjekti : klien mengatakan nafsu makan
meingkat
Data
objektif : tidak terjadi mual dan muntah,
turgor kulit baik
1.3.6 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Kaji kebutuhan nutrisi
pasien : sebagai informasi dasar untuk perencanaan awal dan palidasi data
-
Atur posisi semi fowler
selama pemberian nutrisi : menghindari terjadinya muntah
-
Tingkatkan intake
pemberian nutrisi dan sajikan dalam kondisi hangat : untuk meningkatkan intake
dan menghindari mual
-
Tingkatkan intake
nutrisi, sedikit tapi sering : meningkatkan intake makanan
-
Kolaborasi dengan dokter
untuk pemberian antiemetic : menurunkan mual/muntah yang dapat meningkatkan
tekanan / nyeri intra abdomen
-
Kalaborasi dengan ahli
gizi dalam diet : agar dapat memberikan nutrisi yang tepat pada klien.
Diagnose
4 : Kekurangan volume cairan (00027)
1.3.7 Tujuan
dan kriteria hasil (outcomes criteria)
:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1 jam di harapkan klien dapat mempertahankan cairan
tubuh secara adekuat dengan kriteria hasil :
Data subjektif :
asupan dan keluaran cairan seimbang, produksi urin normal
Data objektif :
membrane mukosa lembab, tanda-tanda dehidrasi menurun
1.3.8 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Monitor TTV : membantu
dalam mengabservasi dan mengevaluasi deficit / keefektifan penggantian terapi
cairan dan respon terhadap pengobatan
-
Monitor status dehidrasi
kelembaban membrane mukosa, turgor kulit dan balance cairan : tanda-tanda
tersebut menunjukan kehilangan cairan berlebih
-
Peratahankan intake dan
output yang adekuat : untuk mempertahankan keseimbangan elektrolit
-
Kolaborasi untuk
pemberian cairan IV : untuk memperbaiki cairan yang hilang
Diagnose 5
: Ketidakefektifan pola napas (00032)
1.3.9 Tujuan
dan kriteria hasil (outcomes criteria)
:
Setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 1x24 jam di harapkan pola napas klien efektif dengan
kriteria hasil :
a.
Menunjukan Pola Pernapasan Efektif, yang dibuktikan oleh
status Pernapasan: Status Ventilasi dan Pernapasan yang tidak terganggu:
Kepatenan Jalan Napas dan tidak ada penyimpangan tanda vital dari rentang
normal.
b.
Menunjukan Status Pernapasan : Ventilasi tidak terganggu,
yang dibuktikan oleh indikator gangguan sebagai berikut ( gangguan ekstrem,
berat, sedang, ringan, dan tidak ada gangguan ) :
1)
Kedalaman inspirasi dan kemudahan bernapas
2)
Ekspansi dada simetris
c.
Menunjukan tidak adanya gangguan Status Pernapasan:
Ventilasi, yang dibuktikan oleh indikator berikut ( gangguan ekstrem, berat,
sedang, ringan, dan tidak ada gangguan ) :
1)
Penggunaan otot aksesorius
2)
Suara napas tambahan
3)
Pendek napas
1.3.10 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Manejemen Jalan Napas : Memfasilitasi kepatenan jalan napas
-
Pengisapan Jalan Napas : Mengeluaran sektret jalan napas
dengan cara memasukan kateter penghisap keladam jalan napas oral atau trakea
pasien
-
Manajemen Anafilaksis : Meningkatkan ventilasi dan perfusi
jaringan yang adekuat untuk individu yang mengalami reaksi alergi berat
(antigen-antibodi)
-
Manajemen Jalan Napas Buatan : Memeliahara slang endotrakea
dan slang trakeostomi serta mencegah komplikasi yang berhubungan dengan
penggunaannya
-
Manajemen Asma: Mengidentifikasi, mengobati, dan mencegah
reaksi inflamasi/konstriksi di jalan napas
-
Ventilasi Mekanis : Menggunakan alat buatan untuk membantu
pasien bernapas
-
Penyapihan Ventilator mekanis : Membantu pasien untuk
bernapas tanpa bantuan ventilator mekanis
-
Pemantauan Pernapasan : Mengumpulan dan menganalisis data
pasien untuk memastikan kepatenan jalan napas dan pertukaran gas yang adekuat
-
Bantuan Ventilasi : Meningkatkan pola pernapasan stpontan
yang optimal sehingga memaksimalkan pertukaran oksigen dan karbon dioksida di
dalam paru
-
Pemantauan Tanda Vital : Mengumpulkan dan menganalisis data
kardiovaskular, pernapasan, dan suhu tubuh pasien untuk menentukan dan
menecegah komplikasi.
Diagnose
6 : Gangguan pola tidur (00198)
1.3.11 Tujuan
dan kriteria hasil (outcomes criteria)
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam maka
gangguan pola tidur teratasi dengan kriteria hasil :
-
Jumlah jam tidur dalam batas normal
-
Perasaan fresh sesudah tidur/istirahat
-
Mampu mengidentifikasi hal-hal yang meningkatkan tidur
1.3.12 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Determinasi efek-efek medikasi terhadap pola tidur
-
Jelaskan pentingnya tidur
yang adekuat
-
Fasilitasi untuk
mempertahankan aktifitas sebelum tidur (membaca)
-
Ciptakan lingkungan yang
nyaman
-
Kolaborasi pemberian obat
tidur (mis., golongan barbiturat, benzodiazepine, obat antipsikotik,
antidepresan golongan trisiklik, dan golongan antihistamin).
-
Terapi komplementer :
baca al-qur’an, zikir, membaca buku dan lain-lain
Diagnose 7
: Kerusakan integritas kulit (00046)
1.3.13 Tujuan
dan kriteria hasil (outcomes criteria)
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2x24 jam Integritas kulit
pasien menunjukan kulit dan membran mukosa yang
dibuktikan oleh indikator berikut (1-5 : gangguan ekstrem, berat, sedang,
ringan, atau tidak ada gangguan).
Kriteria Hasil :
0
Pasien menunjukkan
rutinitas atau bau luka minimal
1
Drainase purulen (atau
bau minimal)
2
Nekrisis, selumu, lobang
perluasan luka ke jaringan berkurang atau tidak ada
3
Tidak ada lepuhan atau
maserasi pada kulit
4
Eritema kulit dan eritema
di sekitar luka minimal
1.3.14 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Pemeliharaan akses
dialysis : memelihara area akses pembuluh darah (arteri vena)
-
Kewaspadaan lateks :
Menurunkan risiko reaksi sistematik terhadap lateks
-
Pemberian obat :
Mempersiapkan, memberikan dan mengevaluasi keefektifan obat resep dan obat
nonresep Perawatan area insisi Membersihkan, memantau, dan meningkatkan proses
penyembuhan pada luka yang ditutup dengan jahitan, klip, staples.
-
Manajemen area penekanan :
Meminimalkan penekanan pada bagian tubuh
-
Perawatan ulkus dekubitus
: Memfasilitasi Penyebuhan ulkus decubitus
-
Manajemen pruritus :
Mencegah dan mengobati gatal
-
Surveilans kulit : Mengumpulkan dan menganalisis data pasien
untuk mempertahankan integritas kulit dan membran mukosa
-
Perawatan luka : Mencegah
komplikasi luka dan meningkatkan penyembuhan luka.
Diagnose
8 : Hambatan mobilitas fisik (00085)
1.3.15 Tujuan
dan kriteria hasil (outcomes criteria)
:
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam Hambatan
mobilitas fisik klien dapat teratasi dengan kriteria
hasil :
-
Pasien akan
mencapai mobilitas ditempat tidur yang dibuktikan oleh pengaturan posisi tubuh:
kemauan sendiri, performa mekanika tubuh, gerakan terkoordinasi, pergerakan
sendi aktif, dan mobilitas yang memuaskan.
-
Pasien akan
melakukan rentang pergerkan penuh seluruh sendi
-
Pasien akan
berbalik sendiri di tempat tidur atau memerlukan bantuan pada tingkat yang
realistis.
1.3.16 Intervensi
keperawatan dan rasional
-
Terapi latihan
fisik : ambulasi, keseimbangan, sendi,
pengendalian otot.
Rasional :
Membantu untuk memperthankan atau mengembalikan fungsi tubuh outonom dan
gerakan tubuh yang terkendali.
-
Ajarkan pasien
bagaimana menggunakan postur dan mekanika tubuh yang benar saat melakukan
aktivitas.
Rasional :
mencegah terjadinya cedera saat pasien melakukan aktivitas.
-
Ajarkan dan
dukung pasien dalam latihan ROM aktif atau pasif untuk mempertahankan atau
meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
Rasional :
mempertahankan atau meningkatkan kekuatan dan ketahanan otot.
II.
Daftar
pustaka
Brooker, C.
(2009). Ensiclopedia Keperawatan.
Jakarta:EGC
Chandra, B.
(2009). Ilmu Kedokteran Pencegahan dan
Komunitas. Jakarta:EGC
Haryono,
R. (2012). Keperawatan Medikal Bedah
Sistem Pencernaan. Yogyakarta:Gosyen Publishing
Dahlan.
M., Jusi. D., Sjamsuhidajat, R. (2010).
Gawat Abdomen dalam Buku Ajar Ilmu Bedah,
Edisi Revisi. Jakarta:EGC
Kowalak,
J. P., & Hughes, A.S. (2010). Buku
Saku Tanda dan Gejala : Pemeriksaan Fisik dan Anamnesis, Penyebab, Tip Klinis,
Ed 2. Jakarta:EGC
Padila.
(2012). Keperawatan Medikal Bedah.
Yogyakarta:Nuha Medika
Wilkonson,
Judith, M. (2012). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan : Diagnosa NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC.
Jakarta:ECG
No comments:
Post a Comment