Monday, March 26, 2018

Laporan Pendahuluan Thalasemia


LAPORAN PENDAHULUAN
THALASEMIA


I.         Konsep Penyakit Thalasemia
1.1     Definisi Penyakit Thalasemia
Thalasemia merupakan kelompok kelainan genetik heterogen yang timbul akibat berkurangnya kecepatan sintesis rantai alpha atau beta (Hoffbrand, 2005).

Menurut Supardiman (2002) thalasemia adalah kelainan kongenital, anomali pada eritropoeisis yang diturunkan dimana hemoglobin dalam eritrosit sangat berkurang, oleh karenanya akan terbentuk eritrosit yang relatif mempunyai fungsi yang sedikit berkurang.

Sedangkan menurut Ganie (2004) thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari). Akibatnya penderita thalasemia mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang. Thalasemia terjadi akibat ketidakmampuan sumsum tulang membentuk protein yang dibutuhkan untuk memproduksi hemoglobin sebagaimana mestinya.

Ada beberapa jenis thalasemia, yaitu:
1.1.1   Thalasemia alpha (α)
Terjadi jika adanya kelainan sintesis rantai globin, dikenal ada empatmacam thalasemia α berdasarkan banyaknya gen yang terganggu:
a.       Delesi 1 gen (silent carriers)
Kelainan hemoglobin sangat minimal dan tidak memberikan gejala. Keadaan ini hanya dapat dilihat dari pemeriksaan laboratorium secara molekuler.
b.      Delesi 2 gen (thalasemia a trait)
Pada penyakit ini ditemukan adanya gejala anemia ringan atau tanpa anemia.
c.       Delesi 3 gen (penyakit Hb H)
Bisa dideteksi setelah kelahiran, disertai anemia berat dan pembesaran limpa.
d.      Delesi 4 gen (hydrops fetalis)
Biasanya bayi akan meninggal dalam kandungan atau setelah dilahirkan karena kadar hemoglobin normal tidak mungkin terbentuk.

1.1.2   Thalasemia beta (β)
Paling banyak dijumpai di Indonesia berdasarkan banyaknya gen yang bermutasi dikenal thalasemia homozigot bila terdapat mutasi pada kedua gen β dan thalasemia heterozigot bila terdapat mutasi pada 1 gen β, berdasarkan gambaran klinik dikenal tiga macam thalasemia β.
a.       Thalasemia β mayor
Pada thalasemia β mayor terjadi mutasi pada kedua gen β dimana pasien memerlukan tranfusi darah secara berkala, terdapat pembesaran limpa yang makin lama makin besar sehingga memerlukan tindakan pengangkatan limpa yang disebuts splenektomi. Selain itu pasien mengalami penumpukan zat besi di dalam tubuh akibat tranfusi berkurang dan penyerapan besi yang berlebihan, sehingga diperlukan pengobatan pengeluaran besi dari tubuh yang disebut kelasi.
b.      Thalasemia β minor
Pada thalasemia β minor didapatkam mutasi pada salah satu dari 2 gen β, kelainan ini disebut juga thalasemia β trait. Pada keadaan ini didapatkan kadar hemoglobin normal atau anemia ringan dan pasien tidak menunjukan gejala klinik.
c.       Thalasemia intermedia
Menunjukan kelainan antara thalasemia mayor dan minor. Pasien biasanya hidup normal tetapi dalam keadaan tertentu seperti infeksi berat atau kehamilan memerlukan tindakan tranfusi darah (http://thalasemia.org/)



1.2     Etiologi Thalasemia
Adapun etiologi dari thalasemia adalah faktor genetik (herediter). Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Penyebab kerusakan tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia) dan kelainan hemoglobin ini karena adanya gangguan pembentukan yang disebabkan oleh Gangguan struktural pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) (Hasan & Alatas, 2007).

Penyakit thalasemia adalah penyakit keturunan yang tidak dapat ditularkan. Banyak diturunkan oleh pasangan suami istri yang mengidap thalasemia dalam sel-selnya (faktor genetik).

Jika kedua orang tua tidak menderita thalasemia trait/pembawa sifat thalasemia, maka tidak mungkin mereka menurunkan thalasemia trait ataupun thalasemia mayor kepada anak-anak mereka. Semua anak-anak mereka akan mempunyai darah yang normal.

Apabila salah seorang dari orang tua menderita thalasemia trait sedangkan yang lain tidak, maka satu dibanding 2 (50%) kemungkinan bahwa setiap anak-anak mereka akan menderita thalasemia trait, tidak seorang diantara anak-anak mereka akan menderita thalasemia mayor. Orang dengan thalasemia trait terlihat sehat, mereka dapat menurunkan sifat-sifat bawaan tersebut kepada anak-anaknya tanpa ada yang mengetahui bahwa sifat-sifat tersebut ada dikalangan keluarga.

Apabila kedua orang tua menderita thalasemia trait, maka anak-anak mereka mungkin akan menderita thalasemia trait (50%) atau mungkin juga memiliki darah yang normal (25%), atau mungkin juga mereka menderita thalasemia mayor (25%) (Suriadi, 2001).

1.3    Tanda Gejala Talasemia
Pada penderita thalasemia ada beberapa kelainan diantaranya:
1.3.1        Anemia dengan gejala seperti pucat, demam tanpa penyebab yang jelas, tidak nafsu makan, infeksi berulang dan pembesaran limfa/hati.
1.3.2        Anemia progresif yang ditandai dengan hipoksia kronis seperti nyeri kepala, nyeri precordial, tulang, penurunan toleransi terhadap latihan, lesu dan enorexia.
1.3.3        Perubahan pada tulang, tulang akan mengalami penipisan dan kerapuhan akibat sumsum tulang yang bekerja keras untuk memenuhi kebutuhan akan kekurangan hemoglobin dalam sel darah. Hal ini terjadi pada tulang kepala, frontal, parietal, molar yang menjadi lebih menonjol, batang hidung menjadi lebih datar atau masuk ke dalam dengan tulang pipi yang menonjol. Keadaan ini disebut facies cooley (Indriati, 2011).

1.4     Patofisiologi Talasemia
Darah manusia terdiri dari 2 komponen utama yaitu plasma darah dan sel darah. Plasma darah sebagian besar terdiri dari air, sedangkan sel darah terdiri dari sel darah merah (SDM), sel drah putih (leukosit), dan trombosit (platelet). Setiap komponen darah mempunyai fungsi spesifik dan secara bersamaan akan mendukung darah menjalankan fungsinya dalam membawa substansi yang dibutuhkan dalam metabolisme sel di jaringan, mengatur keseimbangan asam basa tubuh, dan melindungi tubuh terhadap infeksi dan luka (McCance dalam Indriati, 2011).

Sel darah merah mempunyai fungsi utama untuk menyediakan oksigen bagi jaringan tubuh dan dal ini dimungkinkan karena bentuk, ukuran dan strukturnya. Kemampuan sel darah merah untuk menyuplai oksigen didukung oleh adanya hemoglobin (Hb) yang berlimpah dalam darah, dimana dalam sebuah sel darah merah terdapat 300 molekul hemoglobin. Dalam satu hemoglobin mempunyai empat rantai polipeptida (2 rantai alpha dan 2 rantai beta), yang didalamnya terdapat empat kompleks heme dengan ikatan besi (Fe), dan empat sisi pengikat oksigen (Plot & Mandleco dalam Indriati, 2011).
Pada thalasemia terjadi gangguan jumlah sintesis rantai hemoglobin, yaitu pada rantai alpha atau rantai beta (berdasarkan rantai globin yang terkena) dan mayor atau minor tergantung pada banyaknya jumlah gen yang mengalami gangguan (Kline dalam Indriati, 2011).

Pernikahan penderita thalasemia trait menyebabkan penurunan penyakit thalasemia secara resesif, berupa gangguan sintesis rantai globin α dan β (kromosom 11 dan 16) yang dapat mengakibatkan pembentukan rantai α dan β di eritrosit tidak seimbang, rantai β yang kurang dibanding rantai α, rantai β, tidak terbentuk sama sekali, dan rantai β yang terbentuk tidak cukup. Keempat akibat tersebut dapat menyebabkan terjadinya thalasemia β.

Gangguan pada sintesis rantai globin α dan β juga dapat mengakibatkan rantai α yang terbentuk sedikit dibanding rantai β sehingga terjadilah thalasemia α. Thalasemia α dan β dapat mengakibatkan pembentukan rantai α dan β, pembentukan rantai α dan β kurang, penimbunan dan pengendapan rantai α dan β yang berlebihan. Ketiga akibat tersebut dapat menyebabkan tidak terbentuknya HbA (2α dan 2β) sehingga terjadi akumulasi endapan rantai globin yang berlebihan yang dapat mengakibatkan rantai globin menempel pada dinding eritrosit sehingga dinding eritrosit mudah rusak.

Dinding eritrosit yang rusak tersebut mengakibatkan terjadinya hemolisis, sehingga eritrosit  tidak efektif dan terjadi penghancuran prekurson eritrosit di intramedular (sumsum tulang). Selain itu juga terjadi kurangnya sintesis Hb sehingga eritrosit hipokrom dan mikro siher, maka terjadilah hemolisis eritrosit yang imatur dan terjadilah thalasemia.

1.5    Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik pada pasien thalasemia dapat dilakukan diantaranya.
1.5.1        Pemeriksaan Laboratorium meliputi hematologi rutin (mengetahui kadar Hb dan ukuran sel-sel darah), gambaran darah tepi (melihat bentuk, warna, dan kematangan sel-sel darah), feritin/ serum iron (melihat status/kadar besi), dan analisis hemoglobin (menegakkan diagnosis dan menentukan jenis thalasemia). Anemia dengan kadar Hb berkisar 2-9g/dL, kadar MCV dan MCH berkurang, retiku;osit biasanya meningkat dan fragilitas osmotic menurun (Indriati, 2011)
1.5.2        Pemeriksaan DNA, untuk mendiagnosis kelainan genetik prenatal pada janin. Atau analisis DNA untuk menentukan jenis mutasi penyebab thalasemia.
1.5.3        Bone Marrow Punctional (BMP), akan memperlihatkan perubahan sel-sel darah berdasarkan jumlah, ukuran dan bentuk yang akan membantu membedakan jenis thalasemia yang diderita pasien.

1.6     Komplikasi
Beberapa komplikasi penderita penyakit thalasemia (Hasan & Alatas, 2007).
1.6.1   Akibat anemia yang berat dan lama menyebabkan hemolis serta sering terjadi gagal jantung. Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
1.6.2   Transfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis menyebabkan kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditibun dalam berbagai jaringan tubuh seperti hepar, limpa, kulit, jantung, dll. Hal ini dapat mengakibatkan gangguan fungsi alat tersebut (hemokromatosis).
1.6.3   Limpa yng besar mudah ruptur akibat trauma yang ringan.
1.6.4   Kadang-kadang talasemia disertai oleh tanda hipersplenisme seperti leukopenia dan trombopenia.
1.6.5   Kematian terutama disebabkan oleh infeksi dan gagal jantung.

1.7    Penatalaksanaan
Menurut Rudolph (2006) penatalaksanaan thalasemia antara lain:
1.7.1   Medikamentosa
a.       Pemberian iron chelating agent (Desferoxamine), diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali tranfusi darah.
Desferoxamine, dengan dosis 25-50 mg/kg/BB/hari, atau subkutan melalui infus pump dalam waktu 8-12 jam dengan minimal selama 5 hari berturut-turut setiap selesai tranfusi darah.
b.      Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, utuk meningkatkan efek kelasi besi.
c.       Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
d.      Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang umur sel darah merah.

1.7.2   Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
a.       Limfa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur.
b.      Hipersplenisme yang ditandai dengan peningkatan kebutuhan tranfusi darah atau kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg/BB/tahun.
Transplantasi sumsung tulang telah memberi harapan baru bagi penderita thalasemia dengan lebih dari seribu penderita thalasemia mayor berhasil tersembuhkan dengan tanpa ditemukannya akumulasi besi dan hepatosplenomegali. Keberhasilannya lebih berarti pada anak usia dibawah 15 tahun. Seluruh anak-anak yang memiliki HLA- spesifik dan cocok dengan saudara kandungnya dianjurkan untuk melakukan transplantasi ini.

1.7.3   Suportif
Tranfusi darah, dimana Hb penderita dipertahankan antara 8-9,5 mg/dL. Dengan keadaan ini akan memberikan supresi sumsum tulang yang adekuat, menurunkan tingkat akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg/BB untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dL.


II.      Rencana Asuhan Keperawatan
2.1  Pengkajian
2.1.1        Riwayat Keperawatan
a.       Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas, gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun. Sedangkan pada thalasemia minor biasanya anak akan di bawa ke rumah sakit setelah usia 4 tahun.
b.      Riwayat Kesehatan Anak
Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi sebagai alat transport.
c.       Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya maka anak beresiko terkena thalasemia mayor.
d.      Riwayat Ibu Saat Hamil (ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara mendalam adanya faktor resiko thalasemia. Apabila diduga ada faktor resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami oleh anak setelah lahir.
e.       Pertumbuhan dan Perkembangan
Sering didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor, pertumbuhan fisik anak adalah kecil untuk umurnya dan adanya keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak adanya pertumbuhan bulu pubis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan. Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan perkembangan anak normal.
f.        Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB rendah dan tidak sesudai usia.
g.      Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
2.1.2        Pemeriksaan Fisik
a.       Keadaan Umum
Lemah dan kurang bergairah, tidak selincaha anak seusianya. BB dibawah normal.
b.      Kepala dan Bentuk Muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung pesek tanpa pangkal hiung), jarak mata lebar, tulah dahi terlihat lebar.
c.       Mata
Konjungtiva pucat/anemis, sklera nampak kekuningan.
d.      Mulut
Bibir nampak berwarna kehitaman.
e.       Dada
Terlihat dada kiri menonjol karena adanya pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f.        Perut
Saat dipalpasi teraba pembesaran pada limfa dan hati (hepatospeknomegali).
g.      Kulit
Kulit terlihat pucat kekuningan, jika anak telah sering mendapat tranfusi darah warna kulit akan menjadi kelabu seperti besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam jaringan kulit (hemosiderosis).

2.1.3        Pemeriksaan Penunjang
a.       Darah tepi :
1)      Hb rendah dapat sampai 2-3 g%.
2)      Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi.
3)      Retikulosit meningkat.
b.      Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
1)      Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
2)      Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.

c.       Pemeriksaan khusus :
1)      Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
2)      Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
3)      Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).

2.2  Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
Diagnosa I : Ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
2.2.1   Definisi
Penurunan oksigen yang mengakibatkan kegagalan pengiriman nutrisis ke jarinagn pada tingkat perifer yang dapat menganggu kesehatan
2.2.2   Batasan Karkteristik
Subjektif
-          Perubahan Sensasi
Objektif
-          Perubahan karakteristik kulit
-          Bruit
-          Perubahan tekanan darah pada ekstremitas
-          Klaudikasi
-          Kelambatan penyembuhan
-          Nadi arteri lemah
-          Edema
-          Tanda homan positif
-          Kulit pucat saat elevasi, dan tidak kembali saat diturunkan
-          Perubahan suhu kulit
-          Penurunan kadah Hb dalam pemeriksaan laboratorium
2.2.3   Faktor yang Berhubungan
a.       Perubahan afinitas hemoglobin terhadap oksigen
b.      Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
c.       Keracunan enzim
d.      Gangguan pertukaran
e.       Hipervolemia/Hipvolemia
f.        Gangguan transport oksigen melalui alveoli dan membran kapilerketidaksesuaian antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa II : intoleransi aktivitas
2.2.4   Definisi
Ketidakcukupan energi fisiologi atau psikologis untuk melanjutkan atau menyelesaikan aktivitas sehari-hari yang ingin atau harus dilakukan.
2.2.5   Batasan Karkteristik
Subjektif
a.  Ketidaknyamanan atau dipsnea saat beraktifitas.
b. Melaporkan keletihan atau kelemahan secara verbal.
Objektif
a.  Frekuensi jantung atau tekanan darah tidak normal sebagai respon terhadap aktivitas.
b. Perubahan EKG yang menunjukan aritmia atau iskemia.
2.2.6   Faktor yang Berhubungan
g.      Tirah baring dan imobilitas.
h.      Kelemahan umum.
i. Ketidakseimbangan antara suolai dan kebutuhan oksigen.
j. Gaya hidup kurang sehat

Diagnosa II: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
2.2.7   Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik.
2.2.8   Batasan Karkteristik
a.       Nyeri abdomen
b.      Menghindari makanan
c.       BB 20% atau lebih di bawah BB ideal.
d.      Bising usus hiperaktif
e.       Kurang informasi
f.        Penurunan BB dengan asupan makanan adekuat.
g.      Kurang minat pada makanan.
h.      Ketidakmampuan memakan makanan
i.        Kelemahan otot untuk menelan.
j.        Tonus otot menurun.
k.      Kelemahan otot pengunyahan.
2.2.9   Faktor yang Berhubungan
a.       Faktor biologis
b.      Faktor ekonomi
c.       Ketidakmampuan untuk mengabsorbsi nutrien.
d.      Ketidakmampuan untuk mencerna makanan.
e.       Ketidakmampuan untuk menelan makanan.
f.        Faktor psikologis

2.3  Perencanaan
Diagnosa I : Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan intervensi ...x2 jam diharapkan perfusi jaringan efektif dengan kriteria hasil:
1. Tanda-tanda vital dalam batas normal
2. Turgor kulit baik
3. CRT <2 detik
4. Warna kulit tidak sianosis
5. Hasil Laboratorium Hb 10-12 mg/dl

Perawatan sirkulasi
1.   Observasi tanda-tanda vital.




2.   Monitor status hidrasi (misal : kelembapan membran mukosa, kecukupan denyut nadi, tekanan darah
3.   Pertahankan suhu lingkungan dan suhu tubuh klien
4.   Kolaborasi : pemberian transfusi darah
5.   Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi


Perawatn sirkulasi
1.     Adanya perubahan pada pemeriksaan tanda-tanda vital merupaka indikator kondisi klien dan membantu menentukan intervensi selanjutnya
2.     Mengetahui ada/tidaknya tanda-tanda dehidrasi dari klien


3.     Meningkatkan rasa nyaman klien
4.     Membantu meningkatkan kadar hemoglobin dalm darah
5.     Menghindari kondisi sesak nafas pada klien








Diagnosa II : Intoleransi aktivitas
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan intervensi ...x2 jam diharapkan kondisi pasien stabil saat beraktivitas dengan kriteria hasil:
6. Mentoleransi aktivitas yang biasa dilakukan, yang dibuktikan oleh toleransi aktivitas, ketahanan, penghematan energi, kebugaran fisik, energi psikomotorik, dan perawatan diri, ADL.
7. Menunjukan toleransi aktivitas yang dibuktikan oleh indikator.
8. Mendemontrasikan penghematan energi yang dibuktikan oleh indikator.

Energy Managemen
1.      Tentukan pembatasan aktivitas fisik pada pasien.
2.      Tentukan persepsi pasien dan perawat mengenai kelelahan.

3.      Tentukan penyebab kelelahan (perawatan, nyeri, pengobatan).
4.      Monitor efek dari pengobatan pasien.


5.      Monitor intake nutrisi yang adekuat sebagai sumber energi.
6.      Anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenali tanda dan gejala kelelahan saat aktivitas.
7.      Anjurkan pasien membatasi aktivitas yang berat.
8.      Monitor respon terapi oksigen pasien.
9.      Batasi stumuli lingkungan untuk relaksasi pasien.

Activity Therapy
1.   Bantu pasien untuk memilih aktivitas yang sesuai dengan kondisi.
2.   Bantu pasien untuk melakukan aktivitas/latihan fisik secara teratur.
3.   Kolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk merencanakan monitoring program aktivitas pasien.
Energy Management
1.      Mencegah penggunaan energi yang berlebihan.

2.      Memudahkan pasien untuk mengenali kelelahan dan waktu istirahat.
3.      Mengidentifikasi pencetus kelelahan.

4.      Mengetahui apakah pengobatan memiliki efek samping membuat kelelahan.
5.      Mengetahui sumber asupan energi pasien.

6.      Menyamakan persepsi antara pasien dan perawat mengetai tanda kelelahan.


7.      Menghindari timbulnya sesak karena kelelahan.

8.      Mengetahui efektifitas terapi O2.
9.      Menciptakan lingkungan yang kondusif untuk pasien beristirahat.

Activity Therapy
1.    Aktivitas yang terlalu berat dapat memperburuk toleransi terhadap latihan.
2.    Melatih kekuatan selama aktivitas.

3.    Mengkaji setiap aspek pasien terhadap terapi latihan yang direncanakan.

Diagnosa II: Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh.
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan intervensi ...x24 jam diharapkan pemenuhan kebutuhan intake pasien tercukupi dengan kriteria hasil:
Nutrition status
1.      Intake nutrisi tercukupi
2.      Asupan makanan dan cairan tercukupi

Nausea dan vomiting severity
1.      Penurunan intensitas terjadinya mual muntah
2.      Penurunan frekuensi mual muntah

Weight: body mass
1.      Pasien tidak mengalami penurunan BB atau mengalami peningkatan BB.
Nutrition Management
1.    Kaji status nutrisi pasien.




2.    Jaga kebersihan mulut, anjurkan untuk selalu melakukan oral hygien.
3.    Berikan informasi yang tepat terhadap pasien tentang kebutuhan nutrisi yang tepat dan sesuai

Nausea Management
1.      Kaji frekuensi mual muntah, durasi, tingkat keparahan, penyebab .
2.      Anjurkan pasien makan sedikit demi sedikit tapi sering.

3.      Anjurkan pasien makan selagi makanan masih hangat.


4.      Delegatif pemberian terapi antiemetik.




Weight Management
1.      Timbang BB pasien jika memungkinkan dengan teratur.
2.      Diskusikan dengan keluarga dan pasien pentingnya intake nutrisi dan hal-hal yang menyebabkan penurunan BB.
Nutrition Management
1.     Pengkajian dilakukan untuk mengetahui status nutrisi pasien sehingga dapat menentukan intervensi yang diberikan.
2.     Mulut yang bersih dapat meningkatkan nafsu makan.
3.     Untuk membantu memenuhi kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan pasien.

Nausea Management
1.     Untuk menentukan intervensi yang akan diberikan.
2.     Makan sedikit demi sedikit tapi sering dapat meningkatkan intake nutrisi.
3.     Makan makanan dalam kondisi hangat dapat menurunkan rasa mual sehingga intake nutrisi dapat ditingkatkan.
4.     Antiemetik dapat digunakan sebagai terapi farmakologis dalam manajemen mual dengan menghambat sekresi asam lambung.

Weight Management
1.     Dengan menimbang BB dapat memantau peningkatan dan penurunan status gizi.
2.     Membantu memilih alternatif pemenuhan nutrisi yang adekuat.

III.   Daftar Pustaka
Ganie, A. (2004). Kajian DNA Thalasemia Alpha di Medan. Skripsi, USU Press, Medan.

Hasan, Rusepno & Alatas, Husein (editor). (2007). Buku Kuliah Umum Ilmu Kesehatan Anak jilid III. Jakarta: FKUI.

Rudolph, Abraham M, et al. (2007). Buku Ajar Pediatric Rudolph Ed.20. Jakarta: EGC.

Sumiarsih, Dwi. (2016). Kualitas Hidup Penderita Thalasemia Beta Mayor Di Ruang Cempaka RSUD Dr. Soediran Mangun Soemarso Wonogiri. Skripsi, Stikes Kusuma Husada Surakarta.

Supardiman, I. (2002). Hematologi Klinik. Bandung : Alumni Bandung.

Suriadi, & Rita, Y. (2001). Asuhan Keperawatan Pada Anak. Jakarta: Agung Seto.

Hoffband, A., dkk. (2005). Kapita Selekta Hematologi. Jakarta: EGC.

Willkinson, Judith M. (2011). Buku Saku Diagnosisi Keperawatan, diagnosis NANDA, intervensi NIC, kriteria hasil NOC. Jakarta: EGC.

http://thalasemia.org/ (diakses tanggal 28 Ontober 2017)





No comments:

Post a Comment