Monday, March 26, 2018

Laporan Pendahuluan ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas)


LAPORAN PENDAHULUAN
INFEKSI SALURAN NAPAS AKUT (ISPA)


I.          KONSEP PENYAKIT
1.1         DEFINISI
ISPA atau infeksi saluran pernafasan akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas laring,tetapi kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara simultan atau berurutan (Yuliani, 2001)).
ISPA adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk jaringan seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza, bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia (WHO dalam Depkes 2002).
ISPA merupakan singkatan dari infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Sebagian besar dari infeksi saluran pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan jarang memiliki ciri area anatomik tersendiri. Infeksi sering menyebar dari satu struktur ke struktur lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran. Akibatnya,infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area tidak hanya satu struktur, meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.

1.2         KLASIFIKASI
Berdasarkan lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1.      Infeksi saluran pernafasan bagian atas : merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring
2.      Infeksi saluran pernafasan bagian bawah : merupakan infeksi akut yang menyerang daerah bawah faring sampai dengan alveolus paru-paru

1.3         ETIOLOGI
1.      Virus Utama :
·         ISPA atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
·         ISPA bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2.      Bakteri Utama : Streptococus, pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
3.   Pada neonatus dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.

1.4     FAKTOR RESIKO
Faktor-faktor resiko yang berperan dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1.      Faktor host (diri)
a.       Usia
Kebanyakan infeksi saluran pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b.    Jenis kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c.    Status gizi
Interaksi antara infeksi dan Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya (Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi, sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan tersebut adalah status gizi anak.
d.    Status imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e.    Pemberian suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f.    Pemberian air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2.      Faktor lingkungan
a.       Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik, dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan individu (WHO, 1989).
b.      Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c.       Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi (Darmawan,1995).
d.      Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok (Koch et al, 2003)
e.       Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.

1.5     TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala menurut tingkat keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :
1.         ISPA Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a.       Batuk.
b.      Serak, yaitu bersuara parau pada waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c.       Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau ingus dari hidung.
d.      Panas atau demam, suhu badan lebih dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2.      Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai berikut :
a.       Pernapasan lebih dari 50 kali /menit pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak satu tahun atau lebih.
b.      Suhu lebih dari 39 ºC.
c.       Tenggorokan berwarna merah
d.      Timbul bercak-bercak pada kulit menyerupai bercak campak
e.       Telinga sakit atau mengeluarkan nanah dari lubang telinga
f.        Pernafasan berbunyi seperti mendengkur.
g.      Pernafasan berbunyi seperti mencuit-cuit.
3.      Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih gejala sebagai berikut :
a.       Bibir atau kulit membiru
b.      Lubang hidung kembang kempis (dengan cukup lebar) pada waktu bernapas
c.       Anak tidak sadar atau kesadarannya menurun
d.      Pernafasan berbunyi mengorok dan anak tampak gelisah
e.       Pernafasan menciut dan anak tampak gelisah
f.        Sela iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g.      Nadi cepat lebih dari 60 x/menit atau tidak teraba
h.      Tenggorokan berwarna merah

1.6     PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983). Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut pada bayi dan anak .
Virus yang menyerang saluran nafas atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah (Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru sehingga menyebabkan pneumonia bakteri .
Penanganan penyakit saluran pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar, merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan integritas mukosa saluran nafas .
Dari uraian di atas, perjalanan klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1.    Tahap prepatogenesis, penyebab telah ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2.    Tahap inkubasi, virus merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3.    Tahap dini penyakit, dimulai dari munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4.    Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis dan dapat meninggal akibat pneumonia.

1.7     PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Pemeriksaan kultur/ biakan kuman (swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis kuman.
2.    Pemeriksaan hitung darah (deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3.    Pemeriksaan foto thoraks jika diperlukan (Benny, 2010).

1.8     PENATALAKSANAAN
1.    Obat-obatan
Pengobatan meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab ISPA atas yang terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika pada infeksi ini tidaklah rasional kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis eksudatif dan radang telinga tengah.
Pengobatan penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA ringan menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka kematian ISPA berat. Adapun jenis pengobatannya :
a.       Pneumonia berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan sebagainya.
b.      Pneumonia: diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin, amoksisilin atau penisilin prokain.
c.       Bukan pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin. Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Pengobatan penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah satunya dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak dengan penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk diberikan terapi antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang tidak mengalami penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit yang sangat berat.
2.      Perawatan
Beberapa hal yang perlu dikerjakan seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. :
a.       Mengatasi panas (demam) Untuk anak usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk. Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya, tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan. Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu air es).
b.      Mengatasi batuk Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c.       Pemberian makanan Berikan makanan yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari biasanya, lebih-lebih jika muntah.
d.      Pemberian ASI pada bayi yang menyusu tetap diteruskan. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
e.       Tidak dianjurkan mengenakan pakaian atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
f.        Jika pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan menghindari komplikasi yang lebih parah.
g.      Usahakan lingkungan tempat tinggal yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
h.      Apabila selama perawatan dirumah keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas kesehatan.
i.        Untuk penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (4,5) . 
3.      Pencegahan dan Pemberantasan Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a.       Menjaga keadaan gizi agar tetap baik.
b.       Immunisasi.
c.        Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
d.       Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA.
  

1.9     PATHWAY














II.       RENCANA KEPERAWATAN
2.1         PENGKAJIAN
a.       Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM, Diagnosa Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
b.      Riwayat Kesehatan : Riwayat penyakit sekarang biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit tenggorokan.
c.       Riwayat penyakit dahulu biasanya klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
d.      Riwayat penyakit keluarga. Menurut anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien tersebut.
e.       Riwayat social. Klien mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
f.        Pemeriksaan Fisik
·         Keadaan Umum. Bagaimana keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
·         Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi, pernafasan dan tekanan darah klien
·         Kepala : Bagaimana kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau lesi pada kepala
·         Wajah : Bagaimana bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
·         Mata : Bagaimana bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
·         Hidung : Bentuk hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
·         Mulut : Bentuk mulut, membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada kesulitan dalam berbicara.
·         Leher : Apakah terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
·         Thoraks : Bagaimana bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah ada gangguan dalam pernafasan. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan bising usus/tidak.
·         Genitalia : Bagaimana bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
·         Integumen : Kaji warna kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas
·         Ekstremitas atas : Adakah terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
g.      Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada Pengkajian Sistem Pernafasan
1)      Inspeksi
-       Membran mukosa- faring tamppak kemerahan
-       Tonsil tampak kemerahan dan edema
-       Tampak batuk tidak produktif
-       Tidak ada jaringan parut dan leher
-       Tidak tampak penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
2)      Palpasi
-       Adanya demam
-       Teraba adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe servikalis
-       Tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tyroid
3)      Perkusi : Suara paru normal (resonance)
4)      Auskultasi : Suara nafas vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.

2.2         DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Ketidakefektifan bersihan jalan napas ((00031)
a.       Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
b.      Batasan karakteristik
-       Batuk yang tidak efektif
-       Dispneea
-       Gelisah
-       Kesulitan verbalisasi
-       Mata terbuka lebar
-       Ortopnea
-       Penurunan bunyi nafas
-       Perubahan frekuensi napas
-       Perubahan pola napas
-       Sianosis
-       Sputum dalam jumlah yang berlebihan
-       Suara napas tambahan
-       Tidak ada batuk
c.       Faktor yang berhubungan
Lingkungan
-          Perokok
-          Perokok pasif
-          Terpajan asap
Obstruksi jalan napas
-       Adanya jalan napas buatan
-       Benda asing dalam jalan napas
-       Eksudat dalam alveoli
-       Hiperplasia pada dinding bronkus
-       Mukus berlebihan
-       Penyakit paru obstruksi kronis
-       Sekresi yang tertahan
-       Spasme jalan napas
Fisiologis
-       Asma
-       Disfungsi neuromuskular
-       Infeksi
-       Jalan napas alergik

2.      Hipertermi (00007)
a.       Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal diurnal karena kegagalan termoregulasi

b.      Batasan Karakteristik
-       Apnoe
-       Bayi tidak dapat mempertahankan menyusu
-       Gelisah
-       Hipotensi
-       Kejang
-       Koma
-       Kulit kemerahan
-       Kulit teraba hangat
-       Letargi
-       Postur abnormal
-       Stupor
-       Takikardia
-       Takipneu
-       Vasodilatasi
c.       Faktor yang berhubungan
-       Agen farmaseutikal
-       Aktivitas berlebihan
-       Dehidrasi
-       Iskemia
-       Pakaian yang tidak sesuai
-       Peningkatan laju metabolisme
-       Penurunan perspirasi
-       Penyakit
-       Sepsis
-       Suhu lingkungan tinggi
-       Trauma

3.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh (00002)
a.       Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
b.      Batasan karakteristik
-       Berat badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
-       Bisisng usus hiperaktif
-       Cepat kenyang setelah makan
-       Diare
-       Gangguan sensasi rasa
-       Kehilangan rambut berlebihan
-       Kelemahan otot pengunyah
-       Kelemahan otot untuk menelan
-       Kerapuhan kapiler
-       Kesalahan informasi/ persepsi
-       Ketidakmampuan memakan makanan
-       Kram/nyeri abdomen
-       Kurang minat pada makanan
-       Membran mukosa pucat
-       Penurunan berat badan dengan asupan makanan adekuat
-       Sariawan rongga mulut
-       Tonus otot menurun
c.       Faktor yang berhubungan
-       Faktor biologis
-       Faktor ekonomi
-       Gangguan psikososial
-       Ketidakmampuan makan
-       Ketidakmampuan mencerna makanan
-       Ketidakmampuan mengabsorpsi nutrien
-       Kurang asupan makan
















2.3         RENCANA TINDAKAN
1.      Diagnosa Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif dengan hasil kriteria:
-     Pola nafas kembali efektif, pasien tidak mengeluh sesak dalam
-     Status pernafasan kembali paten.
-     SpO2 (95 – 100% tanpa oksigen)
-     TTV dalam batas normal
-     Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas bersih
1.      Kaji bunyi pernapasan seperti bunyi, kecepatan, dan irama.
2.      Kaji kemampuan refleks batuk pasien
3.      Kaji keadaan secret, warna dan produktivitasnya

4.      Observasi TTV

5.      Atur posisi semi fowler setiap kali merasa sesak napas
6.      Beri minum air hangat

7.      Ajarkan teknik napas dalam dan batuk efektif
8.      Anjurkan klien menggunakan teknik batuk efektif setiap ingin batuk
9.      Kolaborasi pemberian obat sesuai instruksi dokter (antibiotic, Nebulizer)
1.     Untuk mengetahui apakah ada yang tidak normal dari fungsi paru-paru
2.       Kemampuan batuk dapat mengeluarkan secret
3.       Menentukan rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan
4.       Mengetahui keadaan umum pasien
5.       Memberikan rasa nyaman


6.       Membantu mengencerkan dahak
7.       Lebih mudah dalam mengeluarkan secret
8.       Mempermudah pengeluaran lender pada saat batuk

9.       Memberikan obat sesuai indikasi

2.      Diagnosa Keperawatan : Hipertermi
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan selama 1 x 2 jam diharapkan suhu tubuh normal dengan kriteria hasil :
·      termoregulasi efektif ; keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas dan kehilangan panas
·      tanda-tanda vital dalam rentang normal
TD : 120/80 mmhg,
N : 60-100 x/mnt,
R : 12-20 x/mnt,
T : 36,5oC - 37,5 oC
·      pasien akan menunjukkan termoregulasi efektif

1)   pantau hidrasi (turgor kulit, kelembaban membrane mukosa)
2)   pantau TD,suhu, Nadi dan pernapasan


3)   kaji ketepatan jenis pakaian yang digunakan sesuai dengan suhu lingkungan
4)   gunakan  waslap dingin di aksila, kening, tengkuk dan lipat paha
5)   anjurkan asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan cairan selama aktivitas berlebihan atau aktivitas dalam cuaca panas
6)   gunakan kipas yang berputar diruangan pasien

7)   kolaborasi pemberian antipirektik dan pemeriksaan darah rutin ( WBC, Hb, Hematokrit)
1)     indikator kemungkinan dehidrasi

2)     Memberikan gambaran keadaan umum klien sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat.
3)     Pakaian yang sesuai membantu penuerapan keringat
4)     Kompres dingin membantu menurunkan suhu tubuh

5)     Asupan oral yang memadai mempertahankan rehidrasi maksimal



6)     Sirkulasi udara yang baik membantu respon tubuh klien
7)     Antipirektik membantu menurunkan suhu tubuh
Pemeriksaan darah membantu menentukan peyebab demam pada pasien.

3.      Diagnosa Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC
NIC
Rasional
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 jam, diharapkan menunjukkan peningkatan nutrisi dengan hasil kriteria:
-     Peningkatan BB
-     Bebas tanda malnutrisi

1.    Catat nutrisi klien pada penerimaan, BB, turgor kulit, adanya riwayat mual muntah atau tidak.
2.    Awasi masukan makanan dan cairan, Awasi pengeluaran urin, keringat, timbang BB setiap hari.
3.    Anjurkan makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
4.    Ajarkan menjaga kebersihan mulut dengan kumur-kumur antiseptik atau sikat gigi
5.    Pertahankan intake nutrisi parenteral/melalui infus

6.    Kolaborasi ahli gizi komposisi diit
1.    Untuk mengetahui adanya gejala kekurangan nutrisi
2.     Untuk mengetahui sebarapa banyak pasien mengalami kekurangan nutrisi



3.     Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan iritasi gaster.

4.      Oral hygiene yang baik membantu  menjaga keberdihn mulut

5.      Membantu mempertahankan status nutrisi klien
6.     Memberikan diet yang sesuai dengan kebutuhan pasien




III.          DAFTAR PUSTAKA
NANDA, 2015. Aplikasi Asuhan Berdasarkan Diagnosa Medis. Edisi Revisi. Jogjakarta
NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions & Classifications 2015-2017, 10th Edition. Jakarta : EGC
Suriadi,Yuliani R. 2001. Asuhan Keperawatan pada Anak, Jakarta : CV sagung Seto 
Soegijanto, S (2002), ilmu Penyakit Anak : diagnosa dan penatalaksanaan, Jakarta : Salemba
Departemen Kesehatan RI. 2002. Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita,  Jakarta : Depkes RI



No comments:

Post a Comment