LAPORAN
PENDAHULUAN
INFEKSI
SALURAN NAPAS AKUT (ISPA)
I.
KONSEP PENYAKIT
1.1
DEFINISI
ISPA atau infeksi saluran pernafasan
akut adalah infeksi yang terutama mengenai struktur saluran pernafasan di atas
laring,tetapi kebanyakan,penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah
secara simultan atau berurutan (Yuliani, 2001)).
ISPA
adalah penyakit yang menyerang salah satu bagian dan atau lebih dari saluran
nafas mulai dari hidung (saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah) termasuk
jaringan seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura. ISPA umumnya
berlangsung selama 14 hari. Yang termasuk dalam infeksi saluran nafas bagian
atas adalah batuk pilek biasa, sakit telinga, radang tenggorokan, influenza,
bronchitis, dan juga sinusitis. Sedangkan infeksi yang menyerang bagian bawah
saluran nafas seperti paru itu salah satunya adalah Pneumonia (WHO dalam Depkes
2002).
ISPA merupakan singkatan dari
infeksi saluran pernafasan akut, istilah ini diadaptasi dari istilah dalam
bahasa Inggris Acute Respiratory Infections (ARI). Istilah ISPA meliputi tiga
unsur yakni infeksi, saluran pernafasan dan akut, dengan pengertian sebagai
berikut (Indah, 2005)
Infeksi adalah masuknya kuman atau
mikroorganisme ke dalam tubuh manusia dan berkembang biak sehingga menimbulkan
gejala penyakit.
Saluran pernafasan adalah organ
mulai dari hidung hingga alveoli beserta organ adneksanya seperti sinus-sinus,
rongga telinga tengah dan pleura. ISPA secara anatomis mencakup saluran
pernafasan bagian atas, saluran pernafasan bagian bawah (termasuk jaringan
paru-paru) dan organ adneksa saluran pernafasan. Dengan batasan ini, jaringan
paru termasuk dalam saluran pernafasan (respiratory tract)
Sebagian besar dari infeksi saluran
pernapasan hanya bersifat ringan seperti batuk pilek dan tidak memerlukan
pengobatan dengan antibiotik. Infeksi pernapasan jarang memiliki ciri area
anatomik tersendiri. Infeksi sering menyebar dari satu struktur ke struktur
lainya karena sifat menular dari membran mukosa yang melapisi seluruh saluran.
Akibatnya,infeksi saluran pernapasan akan melibatkan beberapa area
tidak hanya satu struktur,
meskipun efek pada satu individu dapat mendominasi penyakit lain.
1.2
KLASIFIKASI
Berdasarkan
lokasi anatomis ISPA dibagi menjadi 2 yaitu:
1. Infeksi saluran pernafasan bagian
atas : merupakan infeksi akut yang menyerang hidung hingga faring
2. Infeksi saluran pernafasan bagian
bawah : merupakan infeksi akut yang menyerang daerah bawah faring sampai dengan
alveolus paru-paru
1.3
ETIOLOGI
1. Virus Utama :
·
ISPA
atas : Rino virus ,Corona Virus,Adeno virus,Entero Virus
·
ISPA
bawah : RSV,Parainfluensa,1,2,3 corona virus,adeno virus
2. Bakteri Utama : Streptococus,
pneumonia, haemophilus influenza, Staphylococcus aureus
3. Pada neonatus
dan bayi muda : Chlamidia trachomatis, pada anak usia sekolah : Mycoplasma pneumonia.
1.4 FAKTOR
RESIKO
Faktor-faktor resiko yang berperan
dalam kejadian ISPA pada anak adalah sebagai berikut:
1. Faktor host (diri)
a. Usia
Kebanyakan infeksi saluran
pernafasan yang sering mengenai anak usia dibawah 3 tahun, terutama bayi kurang
dari 1 tahun. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak pada usia muda akan
lebih sering menderita ISPA daripada usia yang lebih lanjut (Koch et al, 2003).
b. Jenis
kelamin
Meskipun secara keseluruhan di negara
yang sedang berkembang seperti Indonesia masalah ini tidak terlalu
diperhatikan, namun banyak penelitian yang menunjukkan adanya perbedaan
prevelensi penyakit ISPA terhadap jenis kelamin tertentu.
Angka kesakitan ISPA sering terjadi
pada usia kurang dari 2 tahun, dimana angka kesakitan ISPA anak perempuan lebih
tinggi daripada laki-laki di negara Denmark (Koch et al, 2003)
c. Status
gizi
Interaksi antara infeksi dan
Kekurangan Kalori Protein (KKP) telah lama dikenal, kedua keadaan ini
sinergistik, saling mempengaruhi, yang satu merupakan predisposisi yang lainnya
(Tupasi, 1985). Pada KKP, ketahanan tubuh menurun dan virulensi pathogen lebih
kuat sehingga menyebabkan keseimbangan yang terganggu dan akan terjadi infeksi,
sedangkan salah satu determinan utama dalam mempertahankan keseimbangan
tersebut adalah status gizi anak.
d. Status
imunisasi
Tupasi (1985) mendapatkan bahwa
ketidakpatuhan imunisasi berhubungan dengan peningkatan penderita ISPA walaupun
tidak bermakna. Hal ini sesuai dengan penelitian lain yang mendapatkan bahwa
imunisasi yang lengkap dapat memberikan peranan yang cukup berarti dalam
mencegah kejadian ISPA (Koch et al, 2003).
e. Pemberian
suplemen vitamin A
Pemberian vitamin A pada balita
sangat berperan untuk masa pertumbuhannya, daya tahan tubuh dan kesehatan
terutama pada penglihatan, reproduksi, sekresi mukus dan untuk mempertahankan
sel epitel yang mengalami diferensiasi.
f. Pemberian
air susu ibu (ASI)
ASI adalah makanan yang paling baik
untuk bayi terutama pada bulan-bulan pertama kehidupannya. ASI bukan hanya
merupakan sumber nutrisi bagi bayi tetapi juga sebagai sumber zat
antimikroorganisme yang kuat, karena adanya beberapa faktor yang bekerja secara
sinergis membentuk sistem biologis.
ASI dapat memberikan imunisasi pasif
melalui penyampaian antibodi dan sel-sel imunokompeten ke permukaan saluran
pernafasan atas (William and Phelan, 1994).
2. Faktor lingkungan
a. Rumah
Rumah merupakan stuktur fisik,
dimana orang menggunakannya untuk tempat berlindung yang dilengkapi dengan
fasilitas dan pelayanan yang diperlukan, perlengkapan yang berguna untuk
kesehatan jasmani, rohani dan keadaan sosialnya yang baik untuk keluarga dan
individu (WHO, 1989).
b. Kepadatan hunian (crowded)
Kepadatan hunian seperti luar ruang
per orang, jumlah anggota keluarga, dan masyarakat diduga merupakan faktor
risiko untuk ISPA. Penelitian oleh Koch et al (2003) membuktikan bahwa
kepadatan hunian (crowded) mempengaruhi secara bermakna prevalensi ISPA berat.
c. Status sosioekonomi
Telah diketahui bahwa kepadatan
penduduk dan tingkat sosioekonomi yang rendah mempunyai hubungan yang erat
dengan kesehatan masyarakat. Tetapi status keseluruhan tidak ada hubungan
antara status ekonomi dengan insiden ISPA, akan tetapi didapatkan korelasi yang
bermakna antara kejadian ISPA berat dengan rendahnya status sosioekonomi
(Darmawan,1995).
d. Kebiasaan merokok
Pada keluarga yang merokok, secara
statistik anaknya mempunyai kemungkinan terkena ISPA 2 kali lipat dibandingkan
dengan anak dari keluarga yang tidak merokok. Selain itu dari penelitian lain
didapat bahwa episode ISPA meningkat 2 kali lipat akibat orang tua merokok
(Koch et al, 2003)
e. Polusi udara
Diketahui bahwa penyebab terjadinya
ISPA dan penyakit gangguan pernafasan lain adalah rendahnya kualitas udara
didalam rumah ataupun diluar rumah baik secara biologis, fisik maupun kimia.
1.5 TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala menurut tingkat
keparahannya, ISPA dapat dibagi menjadi tiga golongan yaitu (Suyudi, 2002) :
1.
ISPA
Ringan
Seorang anak dinyatakan menderita
ISPA ringan jika ditemukan gejala sebagai berikut:
a. Batuk.
b. Serak, yaitu bersuara parau pada
waktu mengeluarkan suara (misalnya pada waktu berbicara atau menangis).
c. Pilek yaitu mengeluarkan lendir atau
ingus dari hidung.
d. Panas atau demam, suhu badan lebih
dari 370C atau jika dahi anak diraba dengan punggung tangan terasa panas.
2. Gejala ISPA Sedang
Seorang anak dinyatakan menderita
ISPA sedang jika di jumpai gejala ISPA ringan dengan disertai gejala sebagai
berikut :
a. Pernapasan lebih dari 50 kali /menit
pada anak umur kurang dari satu tahun atau lebih dari 40 kali/menit pada anak
satu tahun atau lebih.
b. Suhu lebih dari 39 ºC.
c. Tenggorokan berwarna merah
d. Timbul bercak-bercak pada kulit
menyerupai bercak campak
e. Telinga sakit atau mengeluarkan
nanah dari lubang telinga
f.
Pernafasan
berbunyi seperti mendengkur.
g. Pernafasan berbunyi seperti
mencuit-cuit.
3. Gejala ISPA Berat
Seorang anak dinyatakan menderita
ISPA berat jika ada gejala ISPA ringan atau sedang disertai satu atau lebih
gejala sebagai berikut :
a. Bibir atau kulit membiru
b. Lubang hidung kembang kempis (dengan
cukup lebar) pada waktu bernapas
c. Anak tidak sadar atau kesadarannya
menurun
d. Pernafasan berbunyi mengorok dan
anak tampak gelisah
e. Pernafasan menciut dan anak tampak
gelisah
f.
Sela
iga tertarik ke dalam pada waktu bernapas
g. Nadi cepat lebih dari 60 x/menit
atau tidak teraba
h. Tenggorokan berwarna merah
1.6 PATOFISIOLOGI
Perjalanan klinis penyakit ISPA
dimulai dengan berinteraksinya virus dengan tubuh. Masuknya virus sebagai
antigen ke saluran pernafasan menyebabkan silia yang terdapat pada permukaan
saluran nafas bergerak ke atas mendorong virus ke arah faring atau dengan suatu
tangkapan refleks spasmus oleh laring. Jika refleks tersebut gagal maka virus
merusak lapisan epitel dan lapisan mukosa saluran pernafasan (Kending dan
Chernick, 1983).
Iritasi virus pada kedua lapisan
tersebut menyebabkan timbulnya batuk kering (Jeliffe, 1974). Kerusakan stuktur
lapisan dinding saluran pernafasan menyebabkan kenaikan aktifitas kelenjar
mukus yang banyak terdapat pada dinding saluran nafas, sehingga terjadi
pengeluaran cairan mukosa yang melebihi noramal. Rangsangan cairan yang
berlebihan tersebut menimbulkan gejala batuk (Kending and Chernick, 1983).
Sehingga pada tahap awal gejala ISPA yang paling menonjol adalah batuk.
Adanya infeksi virus merupakan
predisposisi terjadinya infeksi sekunder bakteri. Akibat infeksi virus tersebut
terjadi kerusakan mekanisme mukosiliaris yang merupakan mekanisme perlindungan
pada saluran pernafasan terhadap infeksi bakteri sehingga memudahkan
bakteri-bakteri patogen yang terdapat pada saluran pernafasan atas seperti
streptococcus pneumonia, haemophylus influenza dan staphylococcus menyerang mukosa
yang rusak tersebut (Kending dan Chernick, 1983). Infeksi sekunder bakteri ini
menyebabkan sekresi mukus bertambah banyak dan dapat menyumbat saluran nafas
sehingga timbul sesak nafas dan juga menyebabkan batuk yang produktif. Invasi
bakteri ini dipermudah dengan adanya fakor-faktor seperti kedinginan dan
malnutrisi. Suatu laporan penelitian menyebutkan bahwa dengan adanya suatu
serangan infeksi virus pada saluran nafas dapat menimbulkan gangguan gizi akut
pada bayi dan anak .
Virus yang menyerang saluran nafas
atas dapat menyebar ke tempat-tempat yang lain dalam tubuh, sehingga dapat
menyebabkan kejang, demam, dan juga bisa menyebar ke saluran nafas bawah
(Tyrell, 1980). Dampak infeksi sekunder bakteripun bisa menyerang saluran nafas
bawah, sehingga bakteri-bakteri yang biasanya hanya ditemukan dalam saluran
pernafasan atas, sesudah terjadinya infeksi virus, dapat menginfeksi paru-paru
sehingga menyebabkan pneumonia bakteri .
Penanganan penyakit saluran
pernafasan pada anak harus diperhatikan aspek imunologis saluran nafas terutama
dalam hal bahwa sistem imun di saluran nafas yang sebagian besar terdiri dari
mukosa, tidak sama dengan sistem imun sistemik pada umumnya. Sistem imun
saluran nafas yang terdiri dari folikel dan jaringan limfoid yang tersebar,
merupakan ciri khas system imun mukosa. Ciri khas berikutnya adalah bahwa IgA
memegang peranan pada saluran nafas atas sedangkan IgG pada saluran nafas
bawah. Diketahui pula bahwa sekretori IgA (sIgA) sangat berperan dalam mempertahankan
integritas mukosa saluran nafas .
Dari uraian di atas, perjalanan
klinis penyakit ISPA ini dapat dibagi menjadi empat tahap, yaitu:
1. Tahap prepatogenesis, penyebab telah
ada tetapi penderita belum menunjukkan reaksi apa-apa.
2. Tahap inkubasi, virus merusak
lapisan epitel dan lapisan mukosa. Tubuh menjadi lemah apalagi bila keadaan
gizi dan daya tahan sebelumnya memang sudah rendah.
3. Tahap dini penyakit, dimulai dari
munculnya gejala penyakit. Timbul gejala demam dan batuk.
4. Tahap lanjut penyakit, dibagi menjadi
empat, yaitu dapat sembuh sempurna, sembuh dengan ateletaksis, menjadi kronis
dan dapat meninggal akibat pneumonia.
1.7 PEMERIKSAAN
PENUNJANG
1. Pemeriksaan kultur/ biakan kuman
(swab); hasil yang didapatkan adalah biakan kuman (+) sesuai dengan jenis
kuman.
2. Pemeriksaan hitung darah
(deferential count); laju endap darah meningkat disertai dengan adanya
leukositosis dan bisa juga disertai dengan adanya thrombositopenia.
3. Pemeriksaan foto thoraks jika
diperlukan (Benny, 2010).
1.8 PENATALAKSANAAN
1. Obat-obatan
Pengobatan
meliputi pengobatan penunjang dan antibiotika. Penyebab ISPA atas yang
terbanyak adalah infeksi virus maka pemberian antibiotika pada infeksi ini
tidaklah rasional kecuali pada sinusitis, tonsilitis eksudatif, faringitis
eksudatif dan radang telinga tengah.
Pengobatan
penderita penyakit ISPA dimaksud untuk mencegah berlanjutnya ISPA ringan
menjadi ISPA sedang dan ISPA sedang menjadi ISPA berat serta mengurangi angka
kematian ISPA berat. Adapun jenis pengobatannya :
a. Pneumonia
berat: dirawat di rumah sakit, diberikan antibiotik parenteral, oksigendan
sebagainya.
b. Pneumonia:
diberi obat antibiotik kotrimoksasol peroral. Bila penderita tidak mungkin
diberi kotrimoksasol atau ternyata dengan pemberian kontrmoksasol keadaan
penderita menetap, dapat dipakai obat antibiotik pengganti yaitu ampisilin,
amoksisilin atau penisilin prokain.
c. Bukan
pneumonia: tanpa pemberian obat antibiotik. Diberikan perawatan dirumah, untuk
batuk dapat digunakan obat batuk tradisional atau obat batuk lain yang tidak
mengandung zat yang merugikan seperti kodein,dekstrometorfan dan, antihistamin.
Bila demam diberikan obat penurun panas yaitu parasetamol. Penderita dengan
gejala batuk pilek bila pada pemeriksaan tenggorokan didapat adanya bercak
nanah (eksudat) disertai pembesaran kelenjar getah bening dileher, dianggap
sebagai radang tenggorokan oleh kuman streptococcuss dan harus diberi
antibiotik (penisilin) selama 10 hari.
Pengobatan
penyakit ISPA juga dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu, salah satunya
dengan merawat penderita di rumah sakit. Apabila perawatan untuk semua anak
dengan penarikan dinding dada tidak memungkinkan, dapat dipertimbangkan untuk
diberikan terapi antibiotik dirumah dengan pengawasan yang ketat pada anak yang
tidak mengalami penarikan dinding dada hebat, sianosis, atau tanda penyakit
yang sangat berat.
2. Perawatan
Beberapa hal yang perlu dikerjakan
seorang ibu untuk mengatasi anaknya yang menderita ISPA. :
a. Mengatasi panas (demam) Untuk anak
usia 2 bulan sampai 5 tahun demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau
dengan kompres, bayi dibawah 2 bulan dengan demam harus segera dirujuk.
Parasetamol diberikan 4 kali tiap 6 jam untuk waktu 2 hari. Cara pemberiannya,
tablet dibagi sesuai dengan dosisnya, kemudian digerus dan diminumkan.
Memberikan kompres, dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak
perlu air es).
b. Mengatasi batuk Dianjurkan memberi
obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional yaitu jeruk nipis ½ sendok teh
dicampur dengan kecap atau madu ½ sendok teh , diberikan tiga kali sehari.
c. Pemberian makanan Berikan makanan
yang cukup gizi, sedikit-sedikit tetapi berulang-ulang yaitu lebih sering dari
biasanya, lebih-lebih jika muntah.
d. Pemberian ASI pada bayi yang menyusu
tetap diteruskan. Pemberian minuman Usahakan pemberian cairan (air putih, air
buah dan sebagainya) lebih banyak dari biasanya. Ini akan membantu mengencerkan
dahak, kekurangan cairan akan menambah parah sakit yang diderita.
e. Tidak dianjurkan mengenakan pakaian
atau selimut yang terlalu tebal dan rapat, lebih-lebih pada anak dengan demam.
f.
Jika
pilek, bersihkan hidung yang berguna untuk mempercepat kesembuhan dan
menghindari komplikasi yang lebih parah.
g. Usahakan lingkungan tempat tinggal
yang sehat yaitu yang berventilasi cukup dan tidak berasap.
h. Apabila selama perawatan dirumah
keadaan anak memburuk maka dianjurkan untuk membawa kedokter atau petugas
kesehatan.
i.
Untuk
penderita yang mendapat obat antibiotik, selain tindakan diatas usahakan agar
obat yang diperoleh tersebut diberikan dengan benar selama 5 hari penuh. Dan
untuk penderita yang mendapatkan antibiotik, usahakan agar setelah 2 hari anak
dibawa kembali kepetugas kesehatan untuk pemeriksaan ulang (4,5) .
3. Pencegahan dan Pemberantasan
Pencegahan dapat dilakukan dengan :
a. Menjaga keadaan gizi agar tetap
baik.
b. Immunisasi.
c. Menjaga kebersihan prorangan dan lingkungan.
d. Mencegah anak berhubungan dengan penderita
ISPA.
1.9 PATHWAY
II.
RENCANA KEPERAWATAN
2.1
PENGKAJIAN
a.
Identitas Pasien : Meliputi : Nama, Umur, Jenis
Kelamin, Alamat, Pendidikan, Tanggal masuk RS, Tanggal pengkajian, No RM,
Diagnosa Medis, Nama orang tua, Pekerjaan, Agama, dll
b.
Riwayat Kesehatan : Riwayat
penyakit sekarang biasanya klien mengalami demam mendadak, sakit kepala, badan
lemah, nyeri otot dan sendi, nafsu makan menurun, batuk,pilek dan sakit
tenggorokan.
c.
Riwayat penyakit dahulu biasanya
klien sebelumnya sudah pernah mengalami penyakit ini
d.
Riwayat penyakit keluarga. Menurut
anggota keluarga ada juga yang pernah mengalami sakit seperti penyakit klien
tersebut.
e.
Riwayat social. Klien
mengatakan bahwa klien tinggal di lingkungan yang berdebu dan padat penduduknya
f.
Pemeriksaan Fisik
·
Keadaan Umum. Bagaimana
keadaan klien, apakah letih, lemah atau sakit berat.
·
Tanda vital : Bagaimana suhu, nadi,
pernafasan dan tekanan darah klien
·
Kepala : Bagaimana
kebersihan kulit kepala, rambut serta bentuk kepala, apakah ada kelainan atau
lesi pada kepala
·
Wajah : Bagaimana
bentuk wajah, kulit wajah pucat/tidak.
·
Mata : Bagaimana
bentuk mata, keadaan konjungtiva anemis/tidak, sclera ikterik/ tidak, keadaan
pupil, palpebra dan apakah ada gangguan dalam penglihatan
·
Hidung : Bentuk
hidung, keadaan bersih/tidak, ada/tidak sekret pada hidung serta cairan yang
keluar, ada sinus/ tidak dan apakah ada gangguan dalam penciuman
·
Mulut : Bentuk mulut,
membran membran mukosa kering/ lembab, lidah kotor/ tidak, apakah ada
kemerahan/ tidak pada lidah, apakah ada gangguan dalam menelan, apakah ada
kesulitan dalam berbicara.
·
Leher : Apakah
terjadi pembengkakan kelenjar tyroid, apakah ditemukan distensi vena jugularis
·
Thoraks : Bagaimana
bentuk dada, simetris/tidak, kaji pola pernafasan, apakah ada wheezing, apakah
ada gangguan dalam pernafasan. Abdomen : Bagaimana bentuk abdomen, turgor
kulit kering/ tidak, apakah terdapat nyeri tekan pada abdomen, apakah perut
terasa kembung, lakukan pemeriksaan bising usus, apakah terjadi peningkatan
bising usus/tidak.
·
Genitalia : Bagaimana
bentuk alat kelamin, distribusi rambut kelamin ,warna rambut kelamin. Pada
laki-laki lihat keadaan penis, apakah ada kelainan/tidak. Pada wanita lihat
keadaan labia minora, biasanya labia minora tertutup oleh labia mayora.
·
Integumen : Kaji warna
kulit, integritas kulit utuh/tidak, turgor kulit kering/ tidak, apakah ada
nyeri tekan pada kulit, apakah kulit teraba panas
·
Ekstremitas atas : Adakah
terjadi tremor atau tidak, kelemahan fisik, nyeri otot serta kelainan bentuk.
g.
Pemeriksaan Fisik Difokuskan Pada
Pengkajian Sistem Pernafasan
1)
Inspeksi
- Membran
mukosa- faring tamppak kemerahan
- Tonsil
tampak kemerahan dan edema
- Tampak batuk
tidak produktif
- Tidak ada
jaringan parut dan leher
- Tidak tampak
penggunaan otot-otot pernafasan tambahan, pernafasan
2) Palpasi
- Adanya demam
- Teraba
adanya pembesaran kelenjar limfe pada daerah leher/nyeri tekan pada nodus limfe
servikalis
- Tidak teraba
adanya pembesaran kelenjar tyroid
3) Perkusi : Suara paru
normal (resonance)
4) Auskultasi : Suara nafas
vesikuler/tidak terdengar ronchi pada kedua sisi paru.
2.2
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
1. Ketidakefektifan bersihan jalan
napas ((00031)
a. Definisi
Ketidakmampuan membersihkan sekresi
atau obstruksi dari saluran napas untuk mempertahankan bersihan jalan napas
b. Batasan
karakteristik
- Batuk
yang tidak efektif
- Dispneea
- Gelisah
- Kesulitan
verbalisasi
- Mata
terbuka lebar
- Ortopnea
- Penurunan
bunyi nafas
- Perubahan
frekuensi napas
- Perubahan
pola napas
- Sianosis
- Sputum
dalam jumlah yang berlebihan
- Suara
napas tambahan
- Tidak
ada batuk
c. Faktor
yang berhubungan
Lingkungan
-
Perokok
-
Perokok pasif
-
Terpajan asap
Obstruksi jalan napas
-
Adanya jalan napas buatan
-
Benda asing dalam jalan napas
-
Eksudat dalam alveoli
-
Hiperplasia pada dinding bronkus
-
Mukus berlebihan
-
Penyakit paru obstruksi kronis
-
Sekresi yang tertahan
-
Spasme jalan napas
Fisiologis
-
Asma
-
Disfungsi neuromuskular
-
Infeksi
-
Jalan napas alergik
2. Hipertermi (00007)
a. Definisi
Suhu inti tubuh diatas kisaran normal
diurnal karena kegagalan termoregulasi
b. Batasan
Karakteristik
- Apnoe
- Bayi
tidak dapat mempertahankan menyusu
- Gelisah
- Hipotensi
- Kejang
- Koma
- Kulit
kemerahan
- Kulit
teraba hangat
- Letargi
- Postur
abnormal
- Stupor
- Takikardia
- Takipneu
- Vasodilatasi
c. Faktor
yang berhubungan
- Agen
farmaseutikal
- Aktivitas
berlebihan
- Dehidrasi
- Iskemia
- Pakaian
yang tidak sesuai
- Peningkatan
laju metabolisme
- Penurunan
perspirasi
- Penyakit
- Sepsis
- Suhu
lingkungan tinggi
- Trauma
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh (00002)
a. Definisi
Asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolisme
b. Batasan
karakteristik
- Berat
badan 20% atau lebih dibawah rentang berat badan ideal
- Bisisng
usus hiperaktif
- Cepat
kenyang setelah makan
- Diare
- Gangguan
sensasi rasa
- Kehilangan
rambut berlebihan
- Kelemahan
otot pengunyah
- Kelemahan
otot untuk menelan
- Kerapuhan
kapiler
- Kesalahan
informasi/ persepsi
- Ketidakmampuan
memakan makanan
- Kram/nyeri
abdomen
- Kurang
minat pada makanan
- Membran
mukosa pucat
- Penurunan
berat badan dengan asupan makanan adekuat
- Sariawan
rongga mulut
- Tonus
otot menurun
c. Faktor
yang berhubungan
- Faktor
biologis
- Faktor
ekonomi
- Gangguan
psikososial
- Ketidakmampuan
makan
- Ketidakmampuan
mencerna makanan
- Ketidakmampuan
mengabsorpsi nutrien
- Kurang
asupan makan
2.3
RENCANA TINDAKAN
1. Diagnosa
Keperawatan : Ketidakefektifan bersihan jalan napas
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1 x 2 jam diharapkan bersihan jalan napas efektif dengan
hasil kriteria:
-
Pola
nafas kembali efektif, pasien tidak mengeluh sesak dalam
-
Status
pernafasan kembali paten.
-
SpO2
(95 – 100% tanpa oksigen)
-
TTV
dalam batas normal
-
Mendemonstrasikan
batuk efektif dan suara nafas bersih
|
1. Kaji bunyi pernapasan seperti
bunyi, kecepatan, dan irama.
2. Kaji kemampuan refleks batuk
pasien
3. Kaji keadaan secret, warna dan
produktivitasnya
4. Observasi TTV
5. Atur posisi semi fowler setiap
kali merasa sesak napas
6. Beri minum air hangat
7. Ajarkan teknik napas dalam dan
batuk efektif
8. Anjurkan klien menggunakan teknik
batuk efektif setiap ingin batuk
9.
Kolaborasi
pemberian obat sesuai instruksi dokter
(antibiotic, Nebulizer)
|
1.
Untuk mengetahui apakah ada
yang tidak normal dari fungsi paru-paru
2.
Kemampuan batuk
dapat mengeluarkan secret
3.
Menentukan
rencana tindakan keperawatan yang akan dilakukan
4.
Mengetahui keadaan umum pasien
5.
Memberikan rasa nyaman
6.
Membantu
mengencerkan dahak
7.
Lebih mudah dalam mengeluarkan secret
8.
Mempermudah pengeluaran lender pada saat batuk
9.
Memberikan obat sesuai indikasi
|
2. Diagnosa
Keperawatan : Hipertermi
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan selama 1 x 2 jam diharapkan suhu tubuh normal dengan
kriteria hasil :
·
termoregulasi
efektif ; keseimbangan antara produksi panas, peningkatan panas dan
kehilangan panas
·
tanda-tanda
vital dalam rentang normal
TD : 120/80 mmhg,
N : 60-100 x/mnt,
R : 12-20 x/mnt,
T : 36,5oC - 37,5 oC
·
pasien
akan menunjukkan termoregulasi efektif
|
1)
pantau
hidrasi (turgor kulit, kelembaban membrane mukosa)
2)
pantau
TD,suhu, Nadi dan pernapasan
3)
kaji
ketepatan jenis pakaian yang digunakan sesuai dengan suhu lingkungan
4)
gunakan waslap dingin di aksila, kening, tengkuk
dan lipat paha
5)
anjurkan
asupan cairan oral, sedikitnya 2 liter sehari dengan tambahan cairan selama
aktivitas berlebihan atau aktivitas dalam cuaca panas
6)
gunakan
kipas yang berputar diruangan pasien
7) kolaborasi pemberian antipirektik
dan pemeriksaan darah rutin ( WBC, Hb, Hematokrit)
|
1) indikator
kemungkinan dehidrasi
2)
Memberikan gambaran keadaan umum
klien sebagai standar dalam menentukan intervensi yang tepat.
3) Pakaian yang
sesuai membantu penuerapan keringat
4) Kompres dingin
membantu menurunkan suhu tubuh
5) Asupan oral
yang memadai mempertahankan rehidrasi maksimal
6) Sirkulasi
udara yang baik membantu respon tubuh klien
7) Antipirektik
membantu menurunkan suhu tubuh
Pemeriksaan
darah membantu menentukan peyebab demam pada pasien.
|
3. Diagnosa
Keperawatan : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
NOC
|
NIC
|
Rasional
|
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 jam, diharapkan menunjukkan
peningkatan nutrisi dengan hasil kriteria:
- Peningkatan
BB
- Bebas
tanda malnutrisi
|
1. Catat
nutrisi klien pada penerimaan, BB, turgor kulit, adanya riwayat mual muntah
atau tidak.
2. Awasi
masukan makanan dan cairan, Awasi pengeluaran urin, keringat, timbang BB
setiap hari.
3. Anjurkan
makan sedikit dan sering dengan makanan tinggi protein dan karbohidrat.
4. Ajarkan
menjaga kebersihan mulut dengan kumur-kumur antiseptik atau sikat gigi
5. Pertahankan
intake nutrisi parenteral/melalui infus
6. Kolaborasi
ahli gizi komposisi diit
|
1. Untuk
mengetahui adanya gejala kekurangan nutrisi
2. Untuk
mengetahui sebarapa banyak pasien mengalami kekurangan nutrisi
3. Memaksimalkan intake nutrisi dan menurunkan
iritasi gaster.
4. Oral hygiene yang baik membantu menjaga keberdihn mulut
5. Membantu mempertahankan status nutrisi klien
6. Memberikan
diet yang sesuai dengan kebutuhan pasien
|
III.
DAFTAR PUSTAKA
NANDA, 2015. Aplikasi Asuhan Berdasarkan Diagnosa Medis. Edisi Revisi.
Jogjakarta
NANDA International Inc. Nursing Diagnoses : Definitions &
Classifications 2015-2017, 10th Edition. Jakarta : EGC
Suriadi,Yuliani
R. 2001. Asuhan
Keperawatan pada Anak,
Jakarta : CV sagung Seto
Soegijanto, S (2002), ilmu Penyakit
Anak : diagnosa dan penatalaksanaan, Jakarta : Salemba
Departemen Kesehatan RI. 2002.
Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi
Saluran Pernafasan Akut Untuk Penanggulangan Pneumonia Pada Balita, Jakarta : Depkes RI
No comments:
Post a Comment