BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang
Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek
tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit
terganggu dengan munculnya berbagai penyakit auto-imun yang menyerang semua
umur, salah satunya yaitu Rheumatoid Arthritis. Rheumatoid Arthritis biasa
menyerang pada usia produktif, sebab itulah yang menjadikan penyakit ini
sebagai masalah kesehatan masyarakat, karena kecacatan yang ditimbulkan pada
golongan masyarakat produktif memberi dampak ekonomi dan sosial yang besar
(Nasution & Sumariyono, 2007 dan Nainggolan, 2009).
Menurut Koes Irianto,
Rheumatoid atritis adalah suatu penyakit autoimun dalam hal ini persendian
(biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan sehingga
terjadi pembengkakan, nyeri, dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan
bagian dalam sendi yang bersangkutan. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari
jumlah penduduk, dan perempuan 2-3 kali lebih sering dibandingkan laki-laki.
Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, akan tetapi bisa terjadi
pada usia berapapun. Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai
faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi
autoimun (Irianto, 2014). Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit
autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris
mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali
akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. (Buffer, 2010). Pada
keluarga dengan penderita Rheumatoid atritis biasa mengira hanya karena
kelelahan dan dari kebanyakan kasus rheumatoid atritis yang ditemukan
hanya sedikit saja yang mengetahui penanganan yang benar pada anggota keluarga
yang terkena rheumatoid atritis (corwin, 2009).
Angka kejadian
Rheumatoid atritis bisa dikategorikan cukup besar didunia, cenderung menyerang
kelompok usia dewasa produktif, yaitu antara usia 20 dan 40 tahun, dan
merupakan kondisi kecacatan kronis yang biasanya menyebabkan rasa nyeri dan
deformitas. Prevalensi bervariasi antara 0,3 % dan 1 % dan lebih sering terjadi
pada wanita dan di negara-negara maju (WHO,
2014). Studi rheumatoid atritis di Asia
Tenggara menunjukan predominansi angka kejadian pada wanita lebih besar
daripada laki-laki, dengan rasio 6-8:1. Insidensi meningkat seiring
bertambahnya usia dengan pravelensi 0,5% sampai 0,8% antara 25 hingga 30 orang
dewasa per 100.000 pria dewasa dan 50 hingga 60 orang per 100.000 wanita
dewasa. Menurut data Riskesdas dan Dinkes (2015), Prevalensi nasional Penyakit
Sendi adalah 30,3% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala).
Sebanyak 11 provinsi mempunyai prevalensi Penyakit Sendi diatas persentase
nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, SumateraBarat, Bengkulu, Jawa Barat,
Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, Nusa TenggaraBarat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Selatan, dan PapuaBarat. Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan
prevalensi Penyakit Sendi tertinggi adalah Sampang (57,5%), Lembata
(57,5%),Tasikmalaya (56,4%), Cianjur (56,1%), Garut (55,8%), Sumedang (55,2%),
Manggarai (54,7%),Tolikara ( 53,1%), Majalengka (51,9%), dan Jeneponto (51,9%).
Sedangkan 10 kabupaten/kotadengan prevalensi Penyakit Sendi terendah adalah
Yakuhimo (0,1%), Ogan Komering Ulu(8,7%), Siak (9,9%), Kota Binjai (10,5%),
Ogan Komering Ulu Timur (10,7%), Karo (11,6%), Banjarmasin (11,9%), Kota
Payakumbuh (11,9%), Kota Makassar (12,0%). Menurut dinas kesehatan provinsi
Kalimantan Selatan angka kejadian Rheumatoid Atritis menempati urutan 9 dari 10
penyakit terbanyak di Kalimantan Selatan dengan pravelansi (14,3%). Sedangkan
pada puskesmas Pekauman Banjarmasin Rheumatoid atritis menempati urutan 3 dari
10 penyakit terbanyak dengan angka kejadian 2604 jiwa dibawah Hipertensi dan
Ispa pada tahun 2015.
Dengan tingginya angka
kejadian Rheumatoid atritis ini maka tidak hanya peranan tenaga kesehatan saja
yang diperlukan, peranan keluarga juga menjadi fokus penting dalam mengatasi,
mencegah dan mengobati Rheumatoid atritis ini. Salah satu cara untuk menghindari
atau mencegah penyakit reumatoid artritis adalah seperti merubah gaya hidup
agar lebih sehat dengan cara istirahat yang cukup, diet sehat, hindari stres
berat, dan rutin berolahraga. Juga termasuk di antaranya berhenti merokok dan
menjauhi asap rokok orang lain sedangkan jika sudah terkena penyakit reumatoid
artritis untuk mengatasinya, yaitu dengan mengatur diet. Diet yang sesuai
dengan penderita reumatoid artritis yaitu dengan cara menghindari makanan yang
tinggi lemak seperti margarin, minyak goreng, mentega, keju, batasi konsumsi
daging. Jadi, solusi yang baik bagi penderita rheumatoid artritis yaitu pola
makan yang sehat dan seimbang, melakukan olahraga secara rutin, mempertahankan
berat badan ideal (Damayanti, 2012).
Prognosis penyakit
Rheumatoid Atritis sangat bervariasi. Bergantung pada ketaatan pasien untuk
berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien artritis reumatoid akan
mengalami remisi dalam waktu 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang
lebih buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat daripada
orang tanpa artritis rheumatoid (Davey, 2005).
Melihat fenomena di
atas tingginya angka penyakit Rheumatoid Atritis pada usia produktif maka
diperlukan perawatan yang baik dan dilaksanakan terus-menerus, sehingga masalah
yang ada dapat teratasi dan penderita mendapat penanganan yang benar baik
melalui pelayanan kesehatan maupun dengan pendekatan kepada keluarga untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan memburuknya prognosis penderita. Maka
panulis tertarik untuk mengkaji secara komprehensif pada klien dengan judul
“Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Rheumatoid Atritis”.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Pengertian keluarga
Keluarga
adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk
kebudayaan yang sehat (setiadi, 2008). Menurut
Maglaya dan Bailon (1989) dalam Mubarak, dkk (2006) keluarga adalah dua atau lebih
dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan
perkawinan/pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi
satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing, menciptakan serta
mempertahankan kebudayaan.
Menurut Murray dan Zentner
(1997) dalam Achjar (2010) keluarga adalah suatu sistem sosial yang berisi dua
atau lebih orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan
atau adopsi, atau tinggal bersama dan saling menguntungkan, mempunyai tujuan
bersama, mempunyai generasi penerus, saling pengertian, dan saling menyayangi.
Menurut Spredly dan Allender (1996)
dalam Setyowati dan Murwani (2008) keluarga adalah satu atau lebih individu
yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan
dalam interelasi sosial, peran dan tugas.
Menurut Departemen Kesehatan RI
(1998) dalam Mubarak, dkk (2006) keluarga adalah unit terkecil dari suatu
masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul
dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.
Menurut
Bailon dan Maglaya (1989) dalam Setiadi (2008) keluarga adalah dua atau lebih
individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu
rumah tangga berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan
serta mempertahankan suatu budaya.
2.1.2 Tipe- tipe keluarga
Menurut Corwin (2009) dan Menurut Setiadi (2008) tipe
keluarga terbagi menjadi:
2.1.2.1 Tipe keluarga tradisional
a. Keluarga inti (Nuclear family)
Adalah
keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari
keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (Extended family)
Adalah
keluarga inti ditambah anggota lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek,
nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll)
c. Keluarga bentukan kembali (Dyadic family)
Adalah
keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan
pasangannya
d. Orang tua tunggal (Single parent family)
Adalah
keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat
perceraian atau ditinggal pasangannya
e. The single adult living alone
Adalah orang
dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
f. The unmarried teenage mother
Adalah ibu
dengan anak tanpa perkawinan
g. Keluarga usila (Niddle age/ Aging couple)
Adalah suami
sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di
rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti
karir.
2.1.2.2 Tipe keluarga non tradisional
a. Commune family
Adalah lebih
satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
b. Orang tua (ayah dan ibu) yang
tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rummah tangga.
c. Homoseksual
Adalah dua individu yang satu jenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
2.1.2.3 Menurut Sri Setyowati, S.Kep, dkk (2008)
dalam buku asuhan keperawatan keluarga membagi tipe keluarga sebagai berikut:
a. Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang
terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat)
b. Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah
dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah , misalnya: kakek, nenek,
keponakan, paman, bibi.
c. Keluarga Dyad/Dyadic Nuclear, yaitu suatu
rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
d. Single
Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua
(ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh
perceraian atau kematian.
e. Single
Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya
seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
f. The
Unmarried teenege mather yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua
(terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
g. The
Stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
h.
Commune
family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada
hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah. Sumber dan fasilitas yang
sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok
atau membesarkan anak bersama.
i. The non
marital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang hidup bersama
dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
j. Gay and
lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama
sebagaimana suami-istri (marital partners)
k. Cohibiting
Couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena
beberapa alasan tertentu.
l. Group
marriage family yaitu beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah
tangga bersama yang saling bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi
sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
m. Group
network family yaitu keluarga inti yang dibatasi set aturan atau
nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling
menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab
membesarkan anaknya.
n. Foster
family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau
saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu
mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
o. Homeless
family yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang
permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan
atau problem kesehatan mental.
p. Gang yaitu sebuah keluarga yang destruktif
dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai
perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya.
q. Reconstituted
Nuclear yaitu pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan
kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya,
baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru,
satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
r. Niddle
Age/Aging Couple yaitu Suami sebagai pencari uang, istri di
rumah/kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena
sekolah/ perkawinan/ meniti karier.
s. Dual
Carrier, yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
t. Commuter
Married, Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada
jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
u. Three
Generation, yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
v. Institusional, yaitu anak-anak atau
orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
w. Comunal,
yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogamy dengan
anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
x. Unmaried
Parent and Child, yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki,
anaknya diadopsi.
2.1.3 Tugas keluarga dalam kesehatan
Ada lima tugas
pokok keluarga dalam kesehatan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008), Sudiharto (2007) dan
Putri (2013), antara lain :
2.1.3.1 Mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh
diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena
kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua
perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota
keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara
tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam
keluarga (Suprajitno, 2009). Mengenal menurut Notoadmojo (2005) diartikan
sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya.
Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah
kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
2.1.3.2 Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari
pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan
siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang
tepat (Suprajitno, 2009). Friedman, 1998 menyatakan kontak keluarga dengan
sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal
(Dukun) dan sangat bergantung pada:
a. Masalah
dirasakan oleh keluarga
b. Rasa
menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga
c. Rasa
takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya
d. Rasa
percaya terhadap petugas kesehatan
e. Kemampuan
untuk menjangkau fasilitas kesehatan
2.1.3.3 Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari
peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik
merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998).
Suprajitno (2009) menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam
mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah keluarga memiliki kemampuan dalam
melakukan pertolongan pertama. Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
a. Keluarga
aktif dalam ikut merawat pasien
b. Keluarga
mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien
c. Sikap
keluarga terhadap pasien (Aktif mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien)
2.1.3.4 Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
a. Pengetahuan
keluarga tentang sumber yang dimiliki disekitar lingkungan rumah
b. Pengetahuan
tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya.
c. Kebersamaan
dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.1.3.5 Menggunakan pelayanan kesehatan
Pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga yang sakit
jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk mengetahui
kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang :
a. Pengetahuan
keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau keluarga
b. Keuntungan
dari adanya fasilitas kesehatan
c. Kepercayaan
keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada.
d. Apakah
fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat muncul terutama komunikasi (Bahasa) yang kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika berhadapan dengan petugas kesehatan.
Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat muncul terutama komunikasi (Bahasa) yang kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika berhadapan dengan petugas kesehatan.
2.1.4 Tahap perkembangan keluarga
Menurut Setiadi
(2008), Achjar (2010) dan Mubarak (2006), siklus
kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahapan,
antara lain :
2.1.4.1 Tahap pasangan baru atau
keluarga baru (beginning family)
Keluarga
baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri yang
membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing
tugasnya adalah :
a.Membina
hubungan intim dan kepuasan bersama.
b. Menetapkan tujuan bersama.
c. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman,
dan kelompok sosial.
d. Merencanakan anak (KB).
e. Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan
mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua.
2.1.4.2 Tahap keluarga kelahiran anak
pertama (child bearing family)
Keluarga
yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama
dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).
Tugasnya adalah :
a. Persiapan menjadi orang tua.
b. Membagi peran dan tanggung jawab.
c. Menata ruang untuk anak atau mengembangkan
suasana rumah yang menyenangkan.
d. Mempersiapkan biaya atau dana child bearing.
e. Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi
sampai balita.
f. Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
2.1.4.3 Tahap keluarga dengan anak usia
pra sekolah (families with preschool)
Dimulai
saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.
Tugasnya adalah :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti :
kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan rasa aman.
b. Membantu anak untuk bersosialisasi.
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir,
sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik
didalam maupun diluar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan
anak (tahap paling repot).
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan
kembang anak.
2.1.4.4 Tahap keluarga dengan anak usia
sekolah (families with school children)
Dimulai pada saat anak yang tertua
memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun.
Tugasnya adalah :
a. Memberi perhatian tentang kegiatan sosial
anak, pendidikan, dan semangat belajar.
b. Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis
dalam perkawinan.
c. Mendorong anak untuk mencapai pengembangan
daya intelektual.
d. Menyediakan aktifitas untuk anak.
e. Menyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan
mengikutsertakan anak.
2.1.4.5 Tahap keluarga dengan anak
remaja (famiies with teenagers)
Dimulai pada saat anak pertama
berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat
anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tugasnya adalah :
a. Memberi kebebasan yang seimbang dengan
tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat
otonominya.
b. Mempertahankan hubungan yang intim dengan
keluarga.
c. Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak
dan oang tua, hindari perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk
tumbuh kembang keluarga.
2.1.4.6 Tahap keluarga dengan anak
dewasa atau pelepasan (launching center families)
Dimulai pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah.
Tugasnya adalah :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga
besar.
b. Mempertahankan keintiman pasangan.
c. Membantu orang tua suami atau istri yang sedang
sakit dan memasuki masa tua.
d. Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan
menerima kepergian anaknya.
e. Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
pada keluarga.
f. Berperan suami, istri, kakek, dan nenek.
g. Menciptakan lingkungan rumah yang dapat
menjadi contoh bagi anak-anaknya.
2.1.4.7 Tahap keluarga usia pertengahan
(middle age famlies)
Dimulai pada saat anak
terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau salah satu
pasangan meninggal.
Tugasnya adalah :
a. Merpertahankan kesehatan.
b. Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan
dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.
c. Memulihkan hubungan antara generasi
muda dengan generasi tua.
d. Keakraban dengan pasangan.
e. Memelihara hubungan atau kontak
dengan anak dan keluarga.
f. Persiapan masa tua atau pensiun dan
meningkatkan keakraban pasangan.
2.1.4.8 Tahap keluarga lanjut usia
Tahap
terakhir perkembangan keluarga dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut salah satu pasangan meninggal, sampai keduanya meninggal.
Tugasnya
adalah :
a. Mempertahankan suasana rumah yang
menyenangkan.
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan,
teman, kekuatan fisik, dan pendapatan.
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan
saling merawat.
d. Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial
masyarakat.
e. Melakukan file review.
f. Menerima kematian pasangan, kawan, dan
mempersiapkan kematia
2.1.5 Fungsi keluarga
Ada berbagai
macam pendapat tentang fungsi keluarga, salah satunya menurut Friedman (1998)
dalam Setiadi (2008), Sudiharto (2007) dan
Putri (2013) ada lima fungsi keluarga:
2.1.5.1 Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan
kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling
menerima dan mendukung.
2.1.5.2 Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan
individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar
berperan di lingkungan social.
2.1.5.3 Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan
keturunan dan menambah sumber daya manusia.
2.1.5.4 Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga,seperti sandang, pangan, dan papan.
2.1.5.5 Fungsi perawatan/pemelihraan kesehatan, adalah kemampuan keluarga
untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.
2.2 Konsep Rheumatoid Atritis
2.2.1 Anatomi fisiologi
Dalam buku anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan
yang ditulis Syarifuddin (2006) menuliskan, sendi adalah tempat pertemuan
antara dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara,
misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Fungsi
utama sendi adalah untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh.
2.2.1.1 Tipe-Tipe Sendi
a. Sendi
Fibrosa (Sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.Sendi ini tidak
memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya
dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.
b. Sendi
Kartilaginosa (Amfiartrodial)
Merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak.Sendi ini
ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen
dan hanya dapat sedikit bergerak.
c. Sendi
Sinovial (Diartrodial)
Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi
ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. Rongga
sendi mengandung cairan sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang rawan sendi
yang tidak mengandung pembuluh darah dan keseluruhan sendi tersebut dikelilingi
kapsul fibrosa yang di lapisi membran sinovial. Membran sinovial ini melapisi
seluruh interior sendi, kecuali ujung-ujung tulang, meniscus, dan diskus. Tulang-tulang
sendi sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan sejumlah gerakan
selalu bisa di hasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas, misalnya gerakan
luncur antara sendi-sendi metacarpal.
2.2.1.2 Bagian-Bagian pada Sendi
a. Kapsul
Sendi
Terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu
lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dengan pembuluh darah yang
banyak, dan sinovium, yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi,
dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas
melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi
secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium.
b. Sinovium
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang
membasahi permukaan sendi. Cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan
tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap
sendi normal relative kecil (1-3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini
normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam
hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan
synovial dan di sintesis oleh sel-sel pembungkus synovial. Bagian cair dari
cairan synovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan synovial
juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
c. Kartilago
Hialin
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung
beban tubuh pada sendi sinovial. Rawan ini memegang peranan penting dalam
membagi beban tubuh.Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar
zat-zat dasar yang terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang
dihasilkan oleh sel-sel rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada rawan sendi
sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan
sewaktu sendi menerima beban yang berat.
d. Kartilago
Sendi
Kartilago sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran
darah, limfe dan persarafan. Oksigen dan bahan-bahan lain untuk metabolisme
dibawa oleh cairan sendi yang membasahi rawan tersebut. Perubahan susunan
kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika
usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen
tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan
hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti rawan akan kehilangan
kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan synovial dan oleh
perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial rawan.
Tekanan yang terjadi pada rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian
yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan
yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan
bergerak ke belakang kembali ke bagian rawan ketika tekanan berkurang.
Kartilago sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi normalnya terpisah
selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan,
rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak.
2.2.1.3 Gerakan pada Sendi
a. Menurut Syarifuddin (2006), fleksi
adalah gerakan yang memperkecil sudut antara 2 tulang atau 2 bagian tubuh,
seperti saat menekuk siku (menggerakkan lengan kearah depan). Menekuk lutut
(menggerakkan tungkai kearah belakang) atau menekuk torso kearah samping. Dorsofleksi
yaitu gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan kearah depan (meninggikan
bagian dorsal kaki). Plantar fleksi yaitu gerakan meluruskan telapak kaki pada
pergelangan kaki.
b. Ekstensi adalah gerakan yang
memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh. Ekstensi bagian
tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak meluruskan persendian pada siku
dan lutut setelah fleksi. Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar
sudut pada bagian-bagian tubuh melebihi 180º, seperti gerakan menekuk torso
atau kepala kea rah belakang.
c. Abduksi adalah gerakan bagian tubuh
menjauhi garis tengah tubuh, seperti saat lengan berabduksi. Aduksi adalah
gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau aksis longitudinal
tungkai.
d. Rotasi adalah gerakan tulang yang
berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa mengalami dislokasi
lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak.
e. Pronasi adalah rotasi medial lengan
bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke
belakang.
f. Supinasi adalah rotasi lateral
lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke depan.
g. Sirkumduksi adalah kombinasi dari
semua gerakan angular dan berputar untuk membuat ruang membentuk kerucut,
seperti saat mengayunkan lengan membentuk putaran. Gerakan seperti ini dapat
berlangsung pada persendian panggul, bahu, trunkus, pergelangan tangan, dan
persendian lutut.
h. Inversi adalah gerakan sendi
pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke dalam atau ke arah
medial.
i. Eversi adalah gerakan sendi
pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke arah luar. Gerak
inversi dan eversi pada kaki sangat berguna untuk berjalan di atas daerah yang
rusak dan berbatu.
j. Protraksi adalah memajukan bagian
tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah ke depan.
k. Retraksi adalah gerakan menarik
bagian tubuh ke arah belakang, seperti meretraksi mandibula, atau meretraksi
girdel pektoral untuk membusungkan dada.
l. Elevasi adalah pergerakan struktur
ke arah superior, seperti saat mengatupkan mulut atau mengangkat bahu.
m. Depresi adalah menggerakkkan suatu
struktur kearah inferior, seperti saat membuka mulut (Evelyn P, 2008).
2.2.2 Definisi rheumatoid
Artritis
reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi.
Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita
daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil
pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta
pergelangan tangan. (Muttaqin,
2006)
Reumatoid Artritis (RA)
adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan
penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali
adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. (Corwin, 2009)
Artritis Reumatoid
adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan
kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan,
nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. (Buffer,
2010)
Artritis rheumatoid
adalah gangguan autoimun sistemik, ditandai dengan adanya arthritis erosive
pada sendi synovial yang simetris dan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi
yang berat serta kecacatan (Davey, 2005).
Rematik (arthritis rheumatoid)
adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai system organ yang dipengaruhi
oleh imunitas (kekebalan) dan tidak diketahui penyebabnya dimana terjadi
destruksi sendi (kerusakan sendi) progresif ( Price & Wilson, 2006)
2.2.3 Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Menurut Davey (2005), Suratun (2008) dan
Corwin (2009) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
2.2.3.1 Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria
tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit
dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.2 Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5
kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling
sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.3 Probable rheumatoid arthritis pada tipe
ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.4 Possible rheumatoid arthritis pada tipe
ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung
terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.
2.2.4 Etiologi
Agen spesifik penyebab
arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor
genetik dengan faktor lingkungan. Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme
imunitas (antigen – antibodi), faktor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah,
2008).
Menurut corwin (2009)
dan lukman, nurna ningsih (2009), ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai
penyebab artritis reumatoid, yaitu:
2.2.4.1 Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus
non-hemolitikus.
2.2.4.1 Endokrin
2.2.4.3 Autoimmun
2.2.4.4
Metabolik
2.2.4.5 Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini artritis reumatoid
diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi
terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus
dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe
II kolagen dari tulang rawan sendi penderita (Irianto, 2014)
2.2.4 Patofisiologi
Menurut Corwin (2009)
pada artritis rheumatoid reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan
synovial. Proses fagositosis menghasilkan enzim-enzim dalam sendi.
Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang
rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi
yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot
dan kekuatan kontraksi otot.
Inflamasi mula-mula
mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin
dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial
menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian
ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus
masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang
menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi
nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat
ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi
diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu
(akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament
menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian.
Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya
rheumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa
adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari
serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang
mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada
sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi
yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Arif Muttaqin, 2006)
Sedangkan menurut
lukman dan nurna ningsih (2009), Membran syinovial pada pasien rheumatoid
arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi
sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan
dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid
arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex
class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA
class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang
menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum
teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus
atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah
teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein
39.
Antigen mengaktivasi CD4+ sel T
yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi
interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik
metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11
melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan
interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci
terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.
2.2.5 Pathway
2.2.6 Tanda dan Gejala
2.2.6.1 Menurut Lukman dan Nurna Ningsih (2009)
pasien-pasien
dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
a. Nyeri persendian
b. Bengkak (Rheumatoid nodule)
c. Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi
hari
d. Terbatasnya pergerakan
e. Sendi-sendi terasa panas
f. Demam (pireksia)
g. Anemia
h. Berat badan menurun
i. Kekuatan berkurang
j. Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k. Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
l. Pasien tampak anemis
2.2.6.2 Menurut corwin (2009), ada beberapa gambaran
/ manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik
ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit
ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah,
kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat
demikian hebatnya.
b. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada
sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di
tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan
kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas)
dapat terserang.
c. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam,
dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda
dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang
biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d. Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas
penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan
pengikisan ditepi tulang .
e. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang
sendi dengan perjalanan
2.2.6.3 Menurut
Irianto (2014)riteria diagnostik artritis reumatoid ialah terdapat poli-
arthritis yg simetris yg mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan & kaki
serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu / lebih kalau/jika diketemukan nodul
subkutan / gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) ialah:
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) ialah:
a. Kekakuan
sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
b. Nyeri
pada pergerakan sendi / nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
c. Pembengkakan
( karena penebalan jaringan lunak / karena efusi cairan ) pada salah satu sendi
secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
d. Pembengkakan
pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e. Pembengkakan
sendi yanmg memiliki sifat simetris.
f. Nodul
subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
g. Gambaran
foto rontgen yg khas pada arthritis rheumatoid
h. Uji
aglutinnasi faktor rheumatoid
i. Pengendapan
cairan musin yg jelek
j. Perubahan
karakteristik histologik lapisan synovia
k. Gambaran
histologik yg khas pada nodul.
2.2.7 Komplikasi
2.2.7.1 Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis
dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan
mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2.2.7.2 Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas,
sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik.
Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal
dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
2.2.7.3 Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup
jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat
terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar
cairan okular terbentuk pada mata.
2.2.7.4 Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari ,
depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
2.2.7.4 Osteoporosis.
2.2.7.5 Nekrosis sendi panggul.
2.2.7.6 Deformitaas sendi.
2.2.7.7 Kontraktur jaringan lunak.
2.2.7.8 Sindrom Sjogren (Bilotta,
2011).
2.2.7.9 Komplikasi saraf yang terjadi memberikan
gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi
neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan
vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Suarjana, 2009)
2.2.7.10 Peradangan menyebar luas. Peradangan
dapat menjangkiti jaringan tubuh lain, seperti hati, pembuluh darah, paru-paru,
dan mata. Kondisi ini jarang terjadi berkat perawatan dini.
2.2.7.11 Cervical myelopathy. Saraf
tulang belakang tertekan akibat dislokasi persendian tulang belakang bagian
atas. Walau jarang terjadi, jika tidak segera dioperasi, kondisi ini bisa
menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang permanen dan akan berdampak kepada
aktivitas sehari-hari (Irianto, 2014)
2.2.7.12 Sindrom lorong karpal. Kondisi
ini terjadi karena saraf median, yaitu saraf yang mengendalikan gerakan dan
sensasi di pergelangan tangan tertekan dan menimbulkan gejala kesemutan, nyeri,
dan mati rasa. Kondisi ini bisa diringankan dengan suntikan steroid atau
menggunakan bebat untuk pergelangan tangan. Namun, umumnya operasi diperlukan
untuk melepaskan tekanan pada saraf median.
2.2.7.13 Penyakit kardiovaskular. Penyakit
seperti stroke dan serangan
jantung bisa terjadi akibat dampak
rheumatoid arthritis yang memengaruhi pembuluh darah atau jantung. Risiko
terkena penyakit ini bisa dikurangi dengan mengonsumsi makanan sehat,
berolahraga secara teratur dan berhenti merokok.
2.2.7.14 Kerusakan sendi. Kerusakan sendi akibat
radang bisa menjadi permanen jika tidak ditangani dengan baik. Ada beberapa
masalah yang dapat memengaruhi persendian, seperti kelainan bentuk persendian,
kerusakan pada tulang dan tulang rawan, serta tendon di area sekitar terjadinya
peradangan (Corwin, 2009)
2.2.8 Data penunjang
2.2.8.1 Tidak banyak berperan dalam diagnosis
artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk
melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
2.2.8.2 Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih
dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat
dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis
infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2.2.8.3 Protein C-reaktif biasanya positif.
2.2.8.4 LED Umumnya
meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala
meningkat (Suarjana, 2009)
2.2.8.5 Leukosit normal atau meningkat sedikit.
2.2.8.5 Anemia normositik hipokrom akibat adanya
inflamasi yang kronik.
2.2.8.6 Trombosit meningkat.
2.2.8.7 Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
2.2.8.8 Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat
terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya
simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi
pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian
terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi. (Corwin, 2009)
2.2.8.9 SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes
inflamasi.
2.2.8.10 JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig (
Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab
AR (Davey, 2005)
2.2.8.11 Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan
pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang
yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi
secara bersamaan.
2.2.9 Penatalaksaan
Tujuan penatalaksanaan
reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan
kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan
umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
2.2.9.1
Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk
mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi,
pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan
imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2.2.9.2 Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan
penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi
gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak
perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun
istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan
otot dan pergerakan sendi.
2.2.9.3 Kompres hangat atau dingin
Kompres hangat atau
dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal
ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.
2.2.9.4 Diet
Untuk penderita
rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan
yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan
seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan kadar
asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang
banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy,
sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam,
asparagus, dan kembangkol
karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
2.2.9.5 Banyak minum air untuk membantu mengencerkan
asam urat yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi.
2.2.9.6 Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan
mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi.
Adapun syarat–syarat
diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan
mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari.
Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat
dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
2.2.9.7 Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi. (Nanda, 2011).
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi. (Nanda, 2011).
2.3 Konsep Asuhan
Keperawatan Keluarga
2.3.1 Tahap Pengkajian
2.3.1.1 Menurut Achjar (2010), pengkajian adalah suatu tahapan dimana
seorang perawat mengambil data/informasi secara terus menerus terhadap anggota
keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat
menggunakan metode :
a. Wawancara
keluarga
b. Observasi
fasilitas rumah
c. Pemeriksaan
fisik terhadap anggota keluarga (head to
toe)
d. Data
sekunder, misalnya hasil laboratorium, hasil X-ray, PAP Smear dan sebagainya.
2.3.1.2 Menurut Mubarak (2006), hal-hal yang perlu di kaji dalam keluarga
adalah:
a. Data
Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:
1. Nama
kepala keluarga (KK)
2. Alamat
dan telepon
3. Pekerjaan
kepala keluarga
4. Pendidikan
kepala keluar
5. Komposisi
Keluarga
6. Tipe
keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala
atau masalah2 yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
7. Suku
Bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebutserta
mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
8. Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yg
dapat mempengaruhi kesehatan.
9. Status
sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga di tentukan oleh pendapatan
baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain itu status sosial ekonomi ditentkan pula oleh
kebutuhan2 yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang2 yg dimiliki oleh
keluarga , siapa yg mengatur keuangan.
10. Aktivitas
rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya di lihat kapan saja keluarga
pergi bersama2unuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton
televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.
2.3.2 Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
2.3.2.1 Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua
dari keluarga ini.
2.3.2.2 Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi
oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum
terpenuhi.
2.3.2.3 Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti,
yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing
anggota keluarga, perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan penyakit
(status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga
serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan (Mubarak, 2006)
2.3.3 Pengkajian lingkungan
2.3.3.1 Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas
rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan,
peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic
tank, jarak septic tank dengan
sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.
2.3.3.2 Karateristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan
komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik,
aturan/kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi
kesehatan.
2.3.3.3 Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan
keluarga berpindah tempat.
2.3.3.4 Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu digunakan keluarga untuk
berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada sejauhmana interaksinya dengan
masyarakat.
2.3.3.5 Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah
anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk
menunjang kesehatan. Fasilitas mencangkup fasilitas fisik, fasilitas psikologi
atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari
masyarakat setempat (Achjar, 2010).
2.3.4 Struktur Keluarga
2.3.4.1 Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota
keluarga.
2.3.4.2 Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi
orang lain untuk merubah perilaku.
2.3.4.3 Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik
secara formal maupun informal.
2.3.4.4 Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh
keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan.
2.3.5 Fungsi Keluarga
2.3.5.1 Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga,
perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga, terhadap
anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga
dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
2.3.5.2 Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau
hubungan dalam keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma,
budaya dan perilaku.
2.3.5.3 Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan,
pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit, sejauh mana
pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga didalam
melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga
melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah
kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan
terhadap anggota yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan
kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat.
Hal-hal yang dikaji sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan
tugas perawatan keluarga adalah:
a. Untuk
mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang perlu
dikaji adalah sejauhmana keluarga
mengetahui mengenai fakta2 dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian,
tanda dan gejala, faktor penyebab dan mempengaruhinya serta persepsi keluarga
terhadap masalah.
b. Untuk
mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan
yg tepat, hal yang perlu dikaji adalah:
1. Sejauhmana
kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah
2. Apakah
masalah kesehatan di rasakan oleh keluarga
3. Apakah
keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di alami
4. Apakah
keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit
5. Apakah
keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan
6. Apakah
keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
7. Apakah
keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
8. Apakah
keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi
masalah
c. Mengetahui
sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya
(sifat,penyebaran,komplikasi,prognosa dan cara perawatannya), hal yang perlu
dikaji adalah:
1. Sejauh
mana keluar mengetahui tentang sifat dan
perkembangan perawatan yang di butuhkan
2. Sejauh
mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang di perlukan untuk perawatan
3. Sejauh
mana keluarga mengetahui sumber2 yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang
bertanggungjawab, sumber keuangan/Finansial, fasilitas fisik, psikososial)
4. Bagaimana
sikap keluarga terhadap yang sakit
d. Untuk
mengetahui Sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang
sehat, hal yang perlu dikaji adalah:
1. Sejauh
mana keluarga mengetahui sumber2 keluarga yang dimiliki
2. Sejauh
mana keluarga melihat keuntungan /manfaat pemeliharaan lingkungan
3. Sejauh
mana keluarga mengetahui Pentingnya higiene sanitasi
4. Sejauh
mana kekompakan antar anggota keluarga
e. Untuk
mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas /pelayanan
kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji adalah:
1. Sejauh
mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
2. Sejauh
mana keluarga memahami keuntungan2 yang dapat di peroleh dari fasilitas
kesehatan
3. Sejauh
mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan
4. Apakah
keluarga mempunyai pengalaman yg kurang baik terhadap petuga kesehatan
5. Apakah
Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.
2.3.6 Fungsi reproduksi
Hal yang perlu di kaji mengenai fungsi reproduksi keluarga
adalah:
2.3.6.1 Berapa juamlah anak
2.3.6.2 Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga
2.3.6.3 Metode apa yang di gunakan keluarga dalam upaya mengendalikan
jumlsh anggota keluarga
2.3.7 Fungsi Ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga
adalah:
2.3.7.1 Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan
2.3.6.2 Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat
dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga
2.3.8 Stress dan Koping keluarga
2.3.8.1 Stresor Jangka pendek dan panjang
a. stresor
janka pendek yaitu stesor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian
dalam waktu kurang lebih 6 Bulan
b. Stresor
janka panjang yaitu stresor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian
dalam waktu lebih dari 6 Bulan
2.3.8.2 Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor
Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon
terhadap situasi /stressor.
2.3.8.3 Strategi koping yang di gunakan.
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi
permasalahan.
2.3.8.4 Strategi adaptasi disfungsional.
Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang di
gunakan bila menghadapi permasalahan.
2.3.9 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga.
Metode yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan
fisik klinik.
2.3.10 Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga
terhadap petugas kesehatan yang ada.
2.3.11 Menurut Supraji (2004) ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat
pengkajian yaitu:
2.3.11.1 Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan
antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah,
menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah
menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas
kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga
siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
2.3.11.2 Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data
yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan yang dilakukan.
2.3.11.3 Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap
pengkajian untuk memperoleh data y6ang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan
keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. Disini perawat perlu
mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan yang
penting dan paling dasar.
2.4 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang
mungkin timbul pada keluarga dengan rheumatoid atritis yaitu:
2.4.1 Nyeri
berhubungan
dengan:
2.4.1.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
2.4.1.2 Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.1.3 Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.1.4 Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan
rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.1.5 Ketidakmampuan
keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2.4.2 Gangguan
mobilitas fisik berhubungan dengan:
2.4.2.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
2.4.2.2 Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.2.3 Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.2.4 Ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.2.5 Ketidakmampuan keluarga menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada.
2.4.3 Gangguan citra
tubuh berhubungan dengan:
2.4.3.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
2.4.3.2 Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.3.3 Ketidakmampuan keluarga merawat
anggota keluarga yang sakit.
2.4.3.4 Ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.3.5 Ketidakmampuan
keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2.4.4 Defisit
perawatan diri berhubungan dengan:
2.4.4.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
2.4.4.2 Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.4.3 Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.4.4 Ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.4.5 Ketidakmampuan
keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2.4.5 Kurang pengetahuan berhubungan dengan:
2.4.5.1 Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah
kesehatan.
2.4.5.2 Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.5.3 Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.5.4 Ketidakmampuan keluarga memelihara
lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.5.5 Ketidakmampuan
keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
2.5 Rencana Keperawatan
2.5.1 Menyusun
prioritas
Setelah
menentukan diagnosis keperawatan, selanjutnya adalah melakukan prioritas
masalah kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
2.5.1.1 Masalah-masalah
kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga tidak dapat diatasi
sekaligus.
2.5.1.2 Mempertimbangkan
masalah yang dapat mengancam kesehatan.
2.5.1.3 Respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan
keperawatan yang diberikan.
2.5.1.4 Keterlibatan
keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
2.5.1.5 Sumber
daya keluarga yang menunjang masalah kesehatan keluarga atau keperawatan
keluarga.
2.5.1.6 Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.
2.5.2 Kriteria
prioritas masalah
Penetapan prioritas diagnosis
keperawatan keluarga melalui penentuan masalah yang bersifat sedang sakit atau
defisit (aktual), ancaman atau risiko, dan kritis (Sudiharto, 2007).
Kemungkinan
masalah rheumatoid atritis dapat diubah, hal-hal yang harus diperhatikan dalam
kemungkinan tersebut adalah :
2.5.2.1 Pengetahuan,
teknologi, dan tindakan untuk menangani rheumatoid atritis.
2.5.2.2 Sumber daya
keluarga, diantaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
2.5.2.3 Sumber daya
keperawatan, diantaranya adalah pengetahuan tentang rheumatoid atritis,
ketrampilan dalam perawatan.
2.5.2.4 Sumber daya masyarakat,
dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes dan
sebagainya.
2.5.3 Potensi
masalah untuk dicegah
Adalah sifat
dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi/dicegah melalui
tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan memberikan informasi tentang
rheumatoid atritis, cara mencegah dan merawat, serta menganjurkan keluarga
untuk memeriksakan kesehatan anggota keluarga dengan rheumatoid atritis ke
pelayanan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi
pencegahan masalah rheumatoid atritis:
2.5.3.1 Kesulitan
masalah rheumatoid atritis, berkaitan dengan beratnya penyakit rheumatoid atritis
yang menunjukkan kepada prognosa rheumatoid atritis
2.5.3.2 Lamanya
masalah berhubungan dengan terjadinya masalah rheumatoid atritis, dan
kemungkinan masalah rheumatoid atritis dapat dicegah.
2.5.3.3 Tindakan
yang sudah dan sedang dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki masalah rheumatoid
atritis dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.
2.5.3.4 Adanya
kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah
potensi untuk mencegah masalah.
2.5.4 Masalah yang
menonjol
Adalah dengan melihat dan
menilai masalah rheumatoid atritis dalam hal beratnya dan mendesak untuk
diatasi melalui intervensi keperawatan.
2.5.5 Penyusunan
tujuan
Perencanaan
meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan tujuan
bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumber-sumber, menggambarkan
pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan, menyeleksi intervensi keperawatan
yang spesifik dan mengoperasionalkan perencanaan (menyusun prioritas dan
menulis bagaimana rencana tersebut dilaksanakan dalam fasenya).
2.5.5.1 Tujuan umum
Setelah
diberikan informasi kepada keluarga mengenai rheumatoid atritis, maka keluarga
mampu mengenal masalah rheumatoid atritis, mampu mengambil keputusan untuk
mengambil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami rheumatoid atritis.
2.5.5.2 Tujuan khusus
Masalah
tentang rheumatoid atritis dalam keluarga dapat teratasi atau tidak bertambah
buruk keadaannya.
2.5.6 Menentukan
kriteria evaluasi
Kriteria
yang akan dicapai adalah:
2.5.6.1 Respon
verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah kesehatan rheumatoid
atritis, yaitu pengertian, penyebab, tipe, tanda dan gejala, dan perawatan rheumatoid
atritis.
2.5.6.2 Respon
afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan mengambil
tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita rheumatoid atritis.
2.5.6.3 Respon
motorik keluarga dan evaluasi perilaku yaitu keluarga mampu melakukan perawatan
rheumatoid atritis dan mencegah terjadinya komplikasi rheumatoid atritis.
2.5.7 Menentukan
standar evaluasi:
Disesuaikan dengan pengertian,
tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan rheumatoid atritis.
2.5.8 Fokus
intervensi
Interevensi keperawatan adalah suatu
tindakan langsung kepada keluarga yang dilaksanakan oleh perawat, yang
ditujukan kepada kegiatan yang berhuungan dengan promosi dan
mempertahankan kesehatan keluarga
(Setiadi, 2008).
2.5.8.1 Nyeri
a. Bantu keluarga
mengenal tanda-tanda
nyeri akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan
keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi nyeri akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang nyeri akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya nyeri akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan
keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terasa nyeri akibat rheumatoid atritis
2.5.8.2 Gangguan
mobilitas fisik
a. Bantu keluarga
mengenal tanda gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan
keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid
atritis
c. Ajarkan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid
atritis
d. Arahkan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid
atritis
e. Anjurkan
keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid
atritis
2.5.8.3 Gangguan citra tubuh
a. Bantu keluarga
mengenal tanda gangguan citra tubuh akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan
keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi gangguan citra
tubuh akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena gangguan citra
tubuh akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya gangguan citra
tubuh akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan
keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi gangguan citra
tubuh akibat rheumatoid
atritis
2.5.8.4 Defisit
perawatan diri
a. Bantu keluarga
mengenal tanda defisit perawatan diri akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan
keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi defisit
perawatan diri akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan
keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena defisit
perawatan diri akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya defisit
perawatan diri akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan
keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi defisit
perawatan diri akibat rheumatoid atritis.
2.5.8.5 Kurang pengetahuan
a. Jelaskan
pada keluarga tentang rheumatoid atritis agar keluarga mengenal apa itu
rheumatoid atitis.
b. Jelaskan
pada keluarga keputusan yang tepat jika terserang rheumatoid
atritis
c. Ajarkan
keluarga cara merawat
anggota keluarga yang terkena rheumatoid atritis
d. Arahkan
keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat dan aman bagi penderita rheumatoid
atritis
e. Anjurkan
keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika ada anggota keluarga yang terkena rheumatoid
atritis
No comments:
Post a Comment