Thursday, October 19, 2017

Laporan Pendahuluan Rhematoid Atritis Keperawatan Keluarga

BAB 1
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
Pembangunan dan perkembangan negara dari berbagai aspek tentunya dipengaruhi oleh para penggerak yang produktif. Namun hal ini sedikit terganggu dengan munculnya berbagai penyakit auto-imun yang menyerang semua umur, salah satunya yaitu Rheumatoid Arthritis. Rheumatoid Arthritis biasa menyerang pada usia produktif, sebab itulah yang menjadikan penyakit ini sebagai masalah kesehatan masyarakat, karena kecacatan yang ditimbulkan pada golongan masyarakat produktif memberi dampak ekonomi dan sosial yang besar (Nasution & Sumariyono, 2007 dan Nainggolan, 2009).

Menurut Koes Irianto, Rheumatoid atritis adalah suatu penyakit autoimun dalam hal ini persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan sehingga terjadi pembengkakan, nyeri, dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi yang bersangkutan. Penyakit ini terjadi pada sekitar 1% dari jumlah penduduk, dan perempuan 2-3 kali lebih sering dibandingkan laki-laki. Biasanya pertama kali muncul pada usia 25-50 tahun, akan tetapi bisa terjadi pada usia berapapun. Penyebab yang pasti tidak diketahui, tetapi berbagai faktor (termasuk kecenderungan genetik) bisa mempengaruhi reaksi autoimun (Irianto, 2014). Reumatoid Artritis adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. (Buffer, 2010). Pada keluarga dengan penderita Rheumatoid atritis biasa mengira hanya karena kelelahan dan dari kebanyakan kasus rheumatoid atritis yang ditemukan hanya sedikit saja yang mengetahui penanganan yang benar pada anggota keluarga yang terkena rheumatoid atritis (corwin, 2009).

Angka kejadian Rheumatoid atritis bisa dikategorikan cukup besar didunia, cenderung menyerang kelompok usia dewasa produktif, yaitu antara usia 20 dan 40 tahun, dan merupakan kondisi kecacatan kronis yang biasanya menyebabkan rasa nyeri dan deformitas. Prevalensi bervariasi antara 0,3 % dan 1 % dan lebih sering terjadi pada wanita dan di negara-negara maju (WHO, 2014). Studi rheumatoid atritis di Asia Tenggara menunjukan predominansi angka kejadian pada wanita lebih besar daripada laki-laki, dengan rasio 6-8:1. Insidensi meningkat seiring bertambahnya usia dengan pravelensi 0,5% sampai 0,8% antara 25 hingga 30 orang dewasa per 100.000 pria dewasa dan 50 hingga 60 orang per 100.000 wanita dewasa. Menurut data Riskesdas dan Dinkes (2015), Prevalensi nasional Penyakit Sendi adalah 30,3% (berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 11 provinsi mempunyai prevalensi Penyakit Sendi diatas persentase nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam, SumateraBarat, Bengkulu, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,Bali, Nusa TenggaraBarat, Nusa Tenggara Timur, Kalimantan Selatan, dan PapuaBarat. Secara nasional, 10 kabupaten/kota dengan prevalensi Penyakit Sendi tertinggi adalah Sampang (57,5%), Lembata (57,5%),Tasikmalaya (56,4%), Cianjur (56,1%), Garut (55,8%), Sumedang (55,2%), Manggarai (54,7%),Tolikara ( 53,1%), Majalengka (51,9%), dan Jeneponto (51,9%). Sedangkan 10 kabupaten/kotadengan prevalensi Penyakit Sendi terendah adalah Yakuhimo (0,1%), Ogan Komering Ulu(8,7%), Siak (9,9%), Kota Binjai (10,5%), Ogan Komering Ulu Timur (10,7%), Karo (11,6%), Banjarmasin (11,9%), Kota Payakumbuh (11,9%), Kota Makassar (12,0%). Menurut dinas kesehatan provinsi Kalimantan Selatan angka kejadian Rheumatoid Atritis menempati urutan 9 dari 10 penyakit terbanyak di Kalimantan Selatan dengan pravelansi (14,3%). Sedangkan pada puskesmas Pekauman Banjarmasin Rheumatoid atritis menempati urutan 3 dari 10 penyakit terbanyak dengan angka kejadian 2604 jiwa dibawah Hipertensi dan Ispa pada tahun 2015.

Dengan tingginya angka kejadian Rheumatoid atritis ini maka tidak hanya peranan tenaga kesehatan saja yang diperlukan, peranan keluarga juga menjadi fokus penting dalam mengatasi, mencegah dan mengobati Rheumatoid atritis ini. Salah satu cara untuk menghindari atau mencegah penyakit reumatoid artritis adalah seperti merubah gaya hidup agar lebih sehat dengan cara istirahat yang cukup, diet sehat, hindari stres berat, dan rutin berolahraga. Juga termasuk di antaranya berhenti merokok dan menjauhi asap rokok orang lain sedangkan jika sudah terkena penyakit reumatoid artritis untuk mengatasinya, yaitu dengan mengatur diet. Diet yang sesuai dengan penderita reumatoid artritis yaitu dengan cara menghindari makanan yang tinggi lemak seperti margarin, minyak goreng, mentega, keju, batasi konsumsi daging. Jadi, solusi yang baik bagi penderita rheumatoid artritis yaitu pola makan yang sehat dan seimbang, melakukan olahraga secara rutin, mempertahankan berat badan ideal (Damayanti, 2012).

Prognosis penyakit Rheumatoid Atritis sangat bervariasi. Bergantung pada ketaatan pasien untuk berobat dalam jangka waktu lama. Sekitar 50-75% pasien artritis reumatoid akan mengalami remisi dalam waktu 2 tahun. Selebihnya akan mengalami prognosis yang lebih buruk. Golongan ini umumnya meninggal 10-15 tahun lebih cepat daripada orang tanpa artritis rheumatoid (Davey, 2005).


Melihat fenomena di atas tingginya angka penyakit Rheumatoid Atritis pada usia produktif maka diperlukan perawatan yang baik dan dilaksanakan terus-menerus, sehingga masalah yang ada dapat teratasi dan penderita mendapat penanganan yang benar baik melalui pelayanan kesehatan maupun dengan pendekatan kepada keluarga untuk mencegah terjadinya komplikasi dan memburuknya prognosis penderita. Maka panulis tertarik untuk mengkaji secara komprehensif pada klien dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Diagnosa Rheumatoid Atritis”.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

                                                                          
2.1 Konsep Keluarga  
2.1.1    Pengertian keluarga
Keluarga adalah bagian dari masyarakat yang peranannya sangat penting untuk membentuk kebudayaan yang sehat (setiadi, 2008). Menurut Maglaya dan Bailon (1989) dalam Mubarak, dkk (2006) keluarga adalah dua atau lebih dari individu yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan/pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain, dan di dalam perannya masing-masing, menciptakan serta mempertahankan kebudayaan.

Menurut Murray dan Zentner (1997) dalam Achjar (2010) keluarga adalah suatu sistem sosial yang berisi dua atau lebih orang yang hidup bersama yang mempunyai hubungan darah, perkawinan atau adopsi, atau tinggal bersama dan saling menguntungkan, mempunyai tujuan bersama, mempunyai generasi penerus, saling pengertian, dan saling menyayangi.

Menurut Spredly dan Allender (1996) dalam Setyowati dan Murwani (2008) keluarga adalah satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1998) dalam Mubarak, dkk (2006) keluarga adalah unit terkecil dari suatu masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan beberapa orang yang terkumpul dan tinggal disuatu tempat di bawah satu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

Menurut Bailon dan Maglaya (1989) dalam Setiadi (2008) keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan dan adopsi dalam satu rumah tangga berinteraksi satu dengan yang lainnya dalam peran dan menciptakan serta mempertahankan suatu budaya.

2.1.2    Tipe- tipe keluarga
            Menurut Corwin (2009) dan Menurut Setiadi (2008) tipe keluarga terbagi menjadi:
2.1.2.1   Tipe keluarga tradisional
a.  Keluarga inti (Nuclear family)
Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b.  Keluarga besar (Extended family)
Adalah keluarga inti ditambah anggota lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll)
c.  Keluarga bentukan kembali (Dyadic family)
Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya
d.  Orang tua tunggal (Single parent family)
Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya
e. The single adult living alone
Adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
f. The unmarried teenage mother
Adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan
g. Keluarga usila (Niddle age/ Aging couple)
Adalah suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.
2.1.2.2   Tipe keluarga non tradisional
a. Commune family
Adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
b.  Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rummah tangga.
c.  Homoseksual
Adalah dua individu yang satu jenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah tangga.
2.1.2.3   Menurut Sri Setyowati, S.Kep, dkk (2008) dalam buku asuhan keperawatan keluarga membagi tipe keluarga sebagai berikut:
a.  Keluarga inti, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami, istri, dan anak (kandung atau angkat)
b.  Keluarga besar, yaitu keluarga inti ditambah dengan keluarga lain yang mempunyai hubungan darah , misalnya: kakek, nenek, keponakan, paman, bibi.
c.  Keluarga Dyad/Dyadic Nuclear, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari suami dan istri tanpa anak.
d.  Single Parent, yaitu suatu rumah tangga yang terdiri dari satu orang tua (ayah/ibu) dengan anak (kandung/angkat). Kondisi ini dapat disebabkan oleh perceraian atau kematian.
e.  Single Adult, yaitu suatu rumah tangga yang hanya terdiri seorang dewasa (misalnya seorang yang telah dewasa kemudian tinggal kost untuk bekerja atau kuliah).
f.  The Unmarried teenege mather yaitu keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah.
g.  The Stepparent family yaitu keluarga dengan orang tua tiri.
h. Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara hidup bersama dalam satu rumah. Sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok atau membesarkan anak bersama.
i.   The non marital heterosexual cohabiting family yaitu keluarga yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan.
j.   Gay and lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami-istri (marital partners)
k.  Cohibiting Couple yaitu orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan perkawinan karena beberapa alasan tertentu.
l.   Group marriage family yaitu beberapa orang dewasa menggunakan alat-alat rumah tangga bersama yang saling bersama yang saling merasa sudah menikah, berbagi sesuatu termasuk sexual dan membesarkan anaknya.
m. Group network family yaitu keluarga inti yang dibatasi set aturan atau nilai-nilai, hidup bersama atau berdekatan satu sama lainnya dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan tanggung jawab membesarkan anaknya.
n.  Foster family yaitu keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga atau saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.
o.  Homeless family yaitu keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.
p.  Gang yaitu sebuah keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan criminal dalam kehidupannya.
q.  Reconstituted Nuclear yaitu pembentukan baru dari keluarga inti melalui perkawinan kembali suami/istri, tinggal dalam pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan baru, satu/keduanya dapat bekerja di luar rumah.
r.   Niddle Age/Aging Couple yaitu Suami sebagai pencari uang, istri di rumah/kedua-duanya bekerja di rumah, anak-anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karier.
s.  Dual Carrier, yaitu suami istri atau keduanya orang karier dan tanpa anak.
t.   Commuter Married, Suami istri atau keduanya orang karier dan tinggal terpisah pada jarak tertentu. Keduanya saling mencari pada waktu-waktu tertentu.
u.  Three Generation, yaitu tiga generasi atau lebih tinggal dalam satu rumah.
v.  Institusional, yaitu anak-anak atau orang-orang dewasa tinggal dalam suatu panti-panti.
w. Comunal, yaitu satu rumah terdiri dari dua atau lebih pasangan yang monogamy dengan anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan fasilitas.
x.  Unmaried Parent and Child, yaitu ibu dan anak dimana perkawinan tidak dikehendaki, anaknya diadopsi.

2.1.3    Tugas keluarga dalam kesehatan
Ada lima tugas pokok keluarga dalam kesehatan menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008), Sudiharto (2007) dan Putri (2013), antara lain :
2.1.3.1   Mengenal masalah kesehatan
Kesehatan merupakan kebutuhan keluarga yang tidak boleh diabaikan karena tanpa kesehatan segala sesuatu tidak berarti dan karena kesehatanlah seluruh kekuatan sumber daya dan dana keluarga habis. Orang tua perlu mengenal keadaan sehat dan perubahan-perubahan yang dialami anggota keluarganya. Perubahan sekecil apapun yang dialami anggota keluarga secara tidak langsung akan menjadi perhatian dari orang tua atau pengambil keputusan dalam keluarga (Suprajitno, 2009). Mengenal menurut Notoadmojo (2005) diartikan sebagai pengingat sesuatu yang sudah dipelajari atau diketahui sebelumnya. Sesuatu tersebut adalah sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Dalam mengenal masalah kesehatan keluarga haruslah mampu mengetahui tentang sakit yang dialami pasien.
2.1.3.2   Memutuskan tindakan yang tepat bagi keluarga
Peran ini merupakan upaya keluarga yang utama untuk mencari pertolongan yang tepat sesuai dengan keadaan keluarga, dengan pertimbangan siapa diantara keluarga yang mempunyai keputusan untuk memutuskan tindakan yang tepat (Suprajitno, 2009). Friedman, 1998 menyatakan kontak keluarga dengan sistem akan melibatkan lembaga kesehatan profesional ataupun praktisi lokal (Dukun) dan sangat bergantung pada:
a.  Masalah dirasakan oleh keluarga
b.  Rasa menyerah terhadap masalah yang dihadapi salah satu anggota keluarga
c.  Rasa takut akibat dari terapi yang dilakukan terhadap salah satu anggota keluarganya
d.  Rasa percaya terhadap petugas kesehatan
e.  Kemampuan untuk menjangkau fasilitas kesehatan
2.1.3.3   Memberikan perawatan terhadap keluarga yang sakit
Beberapa keluarga akan membebaskan orang yang sakit dari peran atau tangung jawabnya secara penuh, Pemberian perawatan secara fisik merupakan beban paling berat yang dirasakan keluarga (Friedman, 1998). Suprajitno (2009) menyatakan bahwa keluarga memiliki keterbatasan dalam mengatasi masalah perawatan keluarga. Dirumah keluarga memiliki kemampuan dalam melakukan pertolongan pertama. Untuk mengetahui dapat dikaji yaitu :
a.  Keluarga aktif dalam ikut merawat pasien
b.  Keluarga mencari pertolongan dan mengerti tentang perawatan yang diperlukan pasien
c.  Sikap keluarga terhadap pasien (Aktif mencari informasi tentang perawatan terhadap pasien)
2.1.3.4   Memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan keluarga
a.  Pengetahuan keluarga tentang sumber yang dimiliki disekitar lingkungan rumah
b.  Pengetahuan tentang pentingnya sanitasi lingkungan dan manfaatnya.
c.  Kebersamaan dalam meningkatkan dan memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.1.3.5   Menggunakan pelayanan kesehatan
Pada keluarga tertentu bila ada anggota keluarga yang sakit jarang dibawa ke puskesmas tapi ke mantri atau dukun. Untuk mengetahui kemampuan keluarga dalam memanfaatkan sarana kesehatan perlu dikaji tentang :
a.  Pengetahuan keluarga tentang fasilitas kesehatan yang dapat dijangkau keluarga
b.  Keuntungan dari adanya fasilitas kesehatan
c.  Kepercayaan keluarga terhadap fasilitas kesehatan yang ada.
d.  Apakah fasilitas kesehatan dapat terjangkau oleh keluarga.
Tenaga kesehatan dapat menjadi hambatan dalam usaha keluarga dalam memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada. Hambatan yang dapat muncul terutama komunikasi (Bahasa) yang kurang dimengerti oleh petugas kesehatan. Pengalaman yang kurang menyenangkan dari keluarga ketika berhadapan dengan petugas kesehatan ketika berhadapan dengan petugas kesehatan.

2.1.4    Tahap perkembangan keluarga
Menurut Setiadi (2008), Achjar (2010) dan Mubarak (2006), siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahapan, antara lain :
2.1.4.1   Tahap pasangan baru atau keluarga baru (beginning family)
              Keluarga baru dimulai pada saat masing-masing individu, yaitu suami dan istri yang membentuk keluarga melalui perkawinan yang sah dan meninggalkan keluarga masing-masing tugasnya adalah :
a.Membina hubungan intim dan kepuasan bersama.
b.  Menetapkan tujuan bersama.
c.  Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, dan kelompok sosial.
d.  Merencanakan anak (KB).
e.  Menyesuaikan diri dengan kehamilan dan mempersiapkan diri untuk menjadi orang tua.
2.1.4.2   Tahap keluarga kelahiran anak pertama (child bearing family)
              Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan (2,5 tahun).
Tugasnya adalah :
a.  Persiapan menjadi orang tua.
b.  Membagi peran dan tanggung jawab.
c.  Menata ruang untuk anak atau mengembangkan suasana rumah yang menyenangkan.
d.  Mempersiapkan biaya atau dana child bearing.
e.  Bertanggung jawab memenuhi kebutuhan bayi sampai balita.
f.  Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.
2.1.4.3   Tahap keluarga dengan anak usia pra sekolah (families with preschool)
              Dimulai saat kelahiran anak berusia 2,5 tahun dan berakhir saat anak berusia 5 tahun.
Tugasnya adalah :
a.  Memenuhi kebutuhan anggota keluarga seperti : kebutuhan tempat tinggal, privasi, dan rasa aman.
b.  Membantu anak untuk bersosialisasi.
c.  Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga harus terpenuhi.
d.  Mempertahankan hubungan yang sehat, baik didalam maupun diluar keluarga (keluarga lain dan lingkungan sekitar).
e.  Pembagian waktu untuk individu, pasangan, dan anak (tahap paling repot).
f.  Pembagian tanggung jawab anggota keluarga.
g.  Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak.
2.1.4.4   Tahap keluarga dengan anak usia sekolah (families with                          school children)
              Dimulai pada saat anak yang tertua memasuki sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12 tahun.
Tugasnya adalah :
a.  Memberi perhatian tentang kegiatan sosial anak, pendidikan, dan semangat belajar.
b.  Tetap mempertahankan hubungan yang harmonis dalam perkawinan.
c.  Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual.
d.  Menyediakan aktifitas untuk anak.
e.  Menyesuaikan pada aktifitas komunitas dengan mengikutsertakan anak.
2.1.4.5   Tahap keluarga dengan anak remaja (famiies with teenagers)
              Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai pada usia 19-20 tahun, pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.
Tugasnya adalah :
a.  Memberi kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab mengingat remaja yang sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya.
b.  Mempertahankan hubungan yang intim dengan keluarga.
c.  Mempertahankan komunikasi terbuka antara anak dan oang tua, hindari perdebatan, kecurigaan, dan permusuhan.
d.  Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga.
2.1.4.6   Tahap keluarga dengan anak dewasa atau pelepasan (launching center families)
Dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah.
Tugasnya adalah :
a.  Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar.
b.  Mempertahankan keintiman pasangan.
c.  Membantu orang tua suami atau istri yang sedang sakit dan memasuki masa tua.
d.  Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya.
e.  Menata kembali fasilitas dan sumber yang ada pada keluarga.
f.  Berperan suami, istri, kakek, dan nenek.
g.  Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
2.1.4.7   Tahap keluarga usia pertengahan (middle age famlies)
              Dimulai pada saat anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir pada saat pensiun atau salah satu pasangan meninggal.
              Tugasnya adalah :
a.            Merpertahankan kesehatan.
b.  Mempunyai lebih banyak waktu dan kebebasan dalam arti mengolah minat sosial dan waktu santai.
c.            Memulihkan hubungan antara generasi muda dengan generasi tua.
d.  Keakraban dengan pasangan.
e.            Memelihara hubungan atau kontak dengan anak dan keluarga.
f.  Persiapan masa tua atau pensiun dan meningkatkan keakraban pasangan.
2.1.4.8   Tahap keluarga lanjut usia
Tahap terakhir perkembangan keluarga dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun, berlanjut salah satu pasangan meninggal, sampai keduanya meninggal.
Tugasnya adalah :
a.  Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan.
b.  Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan, teman, kekuatan fisik, dan pendapatan.
c.  Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat.
d.  Mempertahankan hubungan dengan anak dan sosial masyarakat.
e.  Melakukan file review.
f.  Menerima kematian pasangan, kawan, dan mempersiapkan kematia

2.1.5      Fungsi keluarga
Ada berbagai macam pendapat tentang fungsi keluarga, salah satunya menurut Friedman (1998) dalam Setiadi (2008), Sudiharto (2007) dan Putri (2013) ada lima fungsi keluarga:
2.1.5.1   Fungsi afektif, adalah fungsi internal keluarga untuk pemenuhan kebutuhan psikososial, saling mengasuh dan memberikan cinta kasih, serta saling menerima dan mendukung.
2.1.5.2   Fungsi sosialisasi, adalah proses perkembangan dan perubahan individu keluarga, tempat anggota keluarga berinteraksi social dan belajar berperan di lingkungan social.
2.1.5.3   Fungsi reproduksi, adalah fungsi keluarga meneruskan kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia.
2.1.5.4   Fungsi ekonomi, adalah fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga,seperti sandang, pangan, dan papan.
2.1.5.5   Fungsi perawatan/pemelihraan kesehatan, adalah kemampuan keluarga untuk merawat anggota keluarga yang mengalami masalah kesehatan.

2.2  Konsep Rheumatoid Atritis
2.2.1    Anatomi fisiologi
Dalam buku anatomi fisiologi untuk mahasiswa keperawatan yang ditulis Syarifuddin (2006) menuliskan, sendi adalah tempat pertemuan antara dua tulang atau lebih. Tulang-tulang ini dipadukan dengan berbagai cara, misalnya dengan kapsul sendi, pita fibrosa, ligamen, tendon, fasia, atau otot. Fungsi utama sendi adalah untuk memberikan gerakan fleksibel dalam tubuh.


2.2.1.1   Tipe-Tipe Sendi
a.  Sendi Fibrosa (Sinartrodial)
Merupakan sendi yang tidak dapat bergerak.Sendi ini tidak memiliki lapisan tulang rawan, dan tulang yang satu dengan tulang lainnya dihubungkan oleh jaringan ikat fibrosa.
b.  Sendi Kartilaginosa (Amfiartrodial)
Merupakan sendi yang dapat sedikit bergerak.Sendi ini ujung-ujung tulangnya dibungkus oleh tulang rawan hialin, disokong oleh ligamen dan hanya dapat sedikit bergerak.
c.  Sendi Sinovial (Diartrodial)
Merupakan sendi yang dapat digerakkan dengan bebas. Sendi ini memiliki rongga sendi dan permukaan sendi dilapisi rawan hialin. Rongga sendi mengandung cairan sinovial, yang memberi nutrisi pada tulang rawan sendi yang tidak mengandung pembuluh darah dan keseluruhan sendi tersebut dikelilingi kapsul fibrosa yang di lapisi membran sinovial. Membran sinovial ini melapisi seluruh interior sendi, kecuali ujung-ujung tulang, meniscus, dan diskus. Tulang-tulang sendi sinovial juga dihubungkan oleh sejumlah ligamen dan sejumlah gerakan selalu bisa di hasilkan pada sendi sinovial meskipun terbatas, misalnya gerakan luncur antara sendi-sendi metacarpal.
2.2.1.2   Bagian-Bagian pada Sendi
a.  Kapsul Sendi
Terdiri dari suatu selaput penutup fibrosa padat, suatu lapisan dalam yang terbentuk dari jaringan ikat dengan pembuluh darah yang banyak, dan sinovium, yang membentuk suatu kantung yang melapisi seluruh sendi, dan membungkus tendon-tendon yang melintasi sendi. Sinovium tidak meluas melampaui permukaan sendi, tetapi terlipat sehingga memungkinkan gerakan sendi secara penuh. Lapisan-lapisan bursa di seluruh persendian membentuk sinovium.
b.  Sinovium
Sinovium menghasilkan cairan yang sangat kental yang membasahi permukaan sendi. Cairan synovial normalnya bening, tidak membeku, dan tidak berwarna atau berwarna kekuningan. Jumlah yang ditemukan pada tiap-tiap sendi normal relative kecil (1-3 ml). Hitung sel darah putih pada cairan ini normalnya kurang dari 200 sel/ml dan terutama adalah sel-sel mononuklear. Asam hialuronidase adalah senyawa yang bertanggung jawab atas viskositas cairan synovial dan di sintesis oleh sel-sel pembungkus synovial. Bagian cair dari cairan synovial diperkirakan berasal dari transudat plasma. Cairan synovial juga bertindak sebagai sumber nutrisi bagi tulang rawan sendi.
c.  Kartilago Hialin
Kartilago hialin menutupi bagian tulang yang menanggung beban tubuh pada sendi sinovial. Rawan ini memegang peranan penting dalam membagi beban tubuh.Rawan sendi tersusun dari sedikit sel dan sejumlah besar zat-zat dasar yang terdiri dari kolagen tipe II dan proteoglikan yang dihasilkan oleh sel-sel rawan. Proteoglikan yang ditemukan pada rawan sendi sangat hidrofilik, sehingga memungkinkan rawan tersebut mampu menahan kerusakan sewaktu sendi menerima beban yang berat.
d.  Kartilago Sendi
Kartilago sendi pada orang dewasa tidak mendapat aliran darah, limfe dan persarafan. Oksigen dan bahan-bahan lain untuk metabolisme dibawa oleh cairan sendi yang membasahi rawan tersebut. Perubahan susunan kolagen dan pembentukan proteoglikan dapat terjadi setelah cedera atau ketika usia bertambah. Beberapa kolagen baru pada tahap ini mulai membentuk kolagen tipe satu yang lebih fibrosa. Proteoglikan dapat kehilangan sebagian kemampuan hidrofiliknya. Perubahan-perubahan ini berarti rawan akan kehilangan kemampuannya untuk menahan kerusakan bila diberi beban berat.
Sendi dilumasi oleh cairan synovial dan oleh perubahan-perubahan hidrostatik yang terjadi pada cairan interstisial rawan. Tekanan yang terjadi pada rawan akan mengakibatkan pergeseran cairan kebagian yang kurang mendapat tekanan. Sejalan dengan pergeseran sendi ke depan, cairan yang bergerak ini juga bergeser ke depan mendahului beban. Cairan kemudian akan bergerak ke belakang kembali ke bagian rawan ketika tekanan berkurang. Kartilago sendi dan tulang-tulang yang membentuk sendi normalnya terpisah selama gerakan selaput cairan ini. Selama terdapat cukup selaput atau cairan, rawan tidak dapat aus meskipun dipakai terlalu banyak.

2.2.1.3   Gerakan pada Sendi
a.    Menurut Syarifuddin (2006), fleksi adalah gerakan yang memperkecil sudut antara 2 tulang atau 2 bagian tubuh, seperti saat menekuk siku (menggerakkan lengan kearah depan). Menekuk lutut (menggerakkan tungkai kearah belakang) atau menekuk torso kearah samping. Dorsofleksi yaitu gerakan menekuk telapak kaki di pergelangan kearah depan (meninggikan bagian dorsal kaki). Plantar fleksi yaitu gerakan meluruskan telapak kaki pada pergelangan kaki.
b.    Ekstensi adalah gerakan yang memperbesar sudut antara dua tulang atau dua bagian tubuh. Ekstensi bagian tubuh kembali ke posisi anatomis, seperti gerak meluruskan persendian pada siku dan lutut setelah fleksi. Hiperekstensi mengacu pada gerakan yang memperbesar sudut pada bagian-bagian tubuh melebihi 180º, seperti gerakan menekuk torso atau kepala kea rah belakang.
c.    Abduksi adalah gerakan bagian tubuh menjauhi garis tengah tubuh, seperti saat lengan berabduksi. Aduksi adalah gerakan bagian tubuh saat kembali ke aksis utama tubuh atau aksis longitudinal tungkai.
d.   Rotasi adalah gerakan tulang yang berputar di sekitar aksis pusat tulang itu sendiri tanpa mengalami dislokasi lateral, seperti saat menggelengkan kepala untuk menyatakan tidak.
e.    Pronasi adalah rotasi medial lengan bawah dalam posisi anatomis, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke belakang.
f.     Supinasi adalah rotasi lateral lengan bawah, yang mengakibatkan telapak tangan menghadap ke depan.
g.    Sirkumduksi adalah kombinasi dari semua gerakan angular dan berputar untuk membuat ruang membentuk kerucut, seperti saat mengayunkan lengan membentuk putaran. Gerakan seperti ini dapat berlangsung pada persendian panggul, bahu, trunkus, pergelangan tangan, dan persendian lutut.
h.    Inversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke dalam atau ke arah medial.
i.      Eversi adalah gerakan sendi pergelangan kaki yang memungkinkan telapak kaki menghadap ke arah luar. Gerak inversi dan eversi pada kaki sangat berguna untuk berjalan di atas daerah yang rusak dan berbatu.
j.      Protraksi adalah memajukan bagian tubuh, seperti saat menonjolkan rahang bawah ke depan.
k.    Retraksi adalah gerakan menarik bagian tubuh ke arah belakang, seperti meretraksi mandibula, atau meretraksi girdel pektoral untuk membusungkan dada.
l.      Elevasi adalah pergerakan struktur ke arah superior, seperti saat mengatupkan mulut atau mengangkat bahu.
m.  Depresi adalah menggerakkkan suatu struktur kearah inferior, seperti saat membuka mulut (Evelyn P, 2008).

2.2.2    Definisi rheumatoid
Artritis reumatoid merupakan inflamasi kronik yang paling sering ditemukan pada sendi. Insiden puncak adalah antara usia 40 hingga 60 tahun, lebih sering pada wanita daripada pria dengan perbandingan 3:1. Penyakit ini menyerang sendi-sendi kecil pada tangan, pergelangan kaki dan sendi-sendi besar dilutut, panggul serta pergelangan tangan.  (Muttaqin, 2006)

Reumatoid Artritis (RA) adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang melapisi sendi. (Corwin, 2009)

Artritis Reumatoid adalah suatu penyakit autoimun dimana persendian (biasanya sendi tangan dan kaki) secara simetris mengalami peradangan, sehingga terjadi pembengkakan, nyeri dan seringkali akhirnya menyebabkan kerusakan bagian dalam sendi. (Buffer, 2010)

Artritis rheumatoid adalah gangguan autoimun sistemik, ditandai dengan adanya arthritis erosive pada sendi synovial yang simetris dan kronis yang menyebabkan gangguan fungsi yang berat serta kecacatan (Davey, 2005).

Rematik (arthritis rheumatoid) adalah gangguan kronik yang menyerang berbagai system organ yang dipengaruhi oleh imunitas (kekebalan) dan tidak diketahui penyebabnya dimana terjadi destruksi sendi (kerusakan sendi) progresif ( Price & Wilson, 2006)

2.2.3    Klasifikasi Rheumatoid Arthritis :
Menurut Davey (2005), Suratun (2008) dan Corwin (2009) mengklasifikasikan rheumatoid arthritis menjadi 4 tipe, yaitu:
2.2.3.1   Rheumatoid arthritis klasik pada tipe ini harus terdapat 7 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.2   Rheumatoid arthritis defisit pada tipe ini harus terdapat 5 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.3   Probable rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 3 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 6 minggu.
2.2.3.4   Possible rheumatoid arthritis pada tipe ini harus terdapat 2 kriteria tanda dan gejala sendi yang harus berlangsung terus menerus, paling sedikit dalam waktu 3 bulan.

2.2.4    Etiologi
Agen spesifik penyebab arthritis rheumatoid belum dapat dipastikan, tetapi jelas ada interaksi factor genetik dengan faktor lingkungan. Namun faktor predisposisinya adalah mekanisme imunitas (antigen – antibodi), faktor metabolik dan infeksi virus (Suratun, Heryati, Manurung & Raenah, 2008).

Menurut corwin (2009) dan lukman, nurna ningsih (2009), ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid, yaitu:
2.2.4.1   Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
2.2.4.1   Endokrin
2.2.4.3   Autoimmun
2.2.4.4   Metabolik
2.2.4.5   Faktor genetik serta pemicu lingkungan

Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita (Irianto, 2014)

2.2.4    Patofisiologi
Menurut Corwin (2009) pada artritis rheumatoid reaksi autoimun terutama terjadi pada jaringan synovial. Proses fagositosis  menghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi membran synovial, dan akhirnya membentuk panus. Panus akan meghancurkan tulang rawan dan emnimbulkan erosi tulang, akibatnya menghilangkan permukaan sendi yang akan mengalami perubahan generative dengan menghilangnya elastisita otot dan kekuatan kontraksi otot.

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi synovial disertai edema, kongesti vascular eksudat fibrin dan inflamasi selular. Peradangan yang berkelanjutan menyebabkan synovial menjadi menebal terutama pada sendi artikular kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus atau penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang subcondria. Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada nutrisi kartilago artikuler. Kartilago menjadi nekrosis. Tingkat erosi dari kartilago persendian menentukan tingkat ketidakmampuan sendi. Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan sendi , karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (akilosis). Kerusakan kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligament menjadi lemah dan bisa menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang sub condrial bisa menyebabkan osteoporosis setempat. Lamanya rheumatoid arthritis  berbeda pada setiap orang ditandai dengan masa adanya serangan dan tidak adanya serangan. Sementara orang ada yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi. Yang lain terutama yang mempunyai factor rematoid, gangguan akan menjadi kronis yang progresif. Pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus (Arif Muttaqin, 2006)

Sedangkan menurut lukman dan nurna ningsih (2009), Membran syinovial pada pasien rheumatoid arthritis mengalami hiperplasia, peningkatan vaskulariasi, dan ilfiltrasi sel-sel pencetus inflamasi, terutama sel T CD4+. Sel T CD4+ ini sangat berperan dalam respon immun. Pada penelitian terbaru di bidang genetik, rheumatoid arthritis sangat berhubungan dengan major-histocompatibility-complex class II antigen HLA-DRB1*0404 dan DRB1*0401. Fungsi utama dari molekul HLA class II adalah untuk mempresentasikan antigenic peptide kepada CD4+ sel T yang menujukkan bahwa rheumatoid arthritis disebabkan oleh arthritogenic yang belum teridentifikasi. Antigen ini bisa berupa antigen eksogen, seperti protein virus atau protein antigen endogen. Baru-baru ini sejumlah antigen endogen telah teridentifikasi, seperti citrullinated protein dan human cartilage glycoprotein 39.

Antigen mengaktivasi CD4+ sel T yang menstimulasi monosit, makrofag dan syinovial fibroblas untuk memproduksi interleukin-1, interleukin-6 dan TNF-α untuk mensekresikan matrik metaloproteinase melalui hubungan antar sel dengan bantuan CD69 dan CD11 melalui pelepasan mediator-mediator pelarut seperti interferon-γ dan interleukin-17. Interleukin-1, interlukin-6 dan TNF-α merupakan kunci terjadinya inflamasi pada rheumatoid arthritis.
Arktifasi CD4+ sel T juga menstimulasi sel B melalui kontak sel secara langsung dan ikatan dengan α1β2 integrin, CD40 ligan dan CD28 untuk memproduksi immunoglobulin meliputi rheumatoid faktor. Sebenarnya fungsi dari rhumetoid faktor ini dalam proses patogenesis rheumatoid arthritis tidaklah diketahui secara pasti, tapi kemungkinan besar rheumatoid faktor mengaktiflkan berbagai komplemen melalui pembentukan immun kompleks.aktifasi CD4+ sel T juga mengekspresikan osteoclastogenesis yang secara keseluruhan ini menyebabkan gangguan sendi. Aktifasi makrofag, limfosit dan fibroblas juga menstimulasi angiogenesis sehingga terjadi peningkatan vaskularisasi yang ditemukan pada synovial penderita rheumatoid arthritis.

 2.2.5    Pathway

          

                                                                                   

2.2.6    Tanda dan Gejala
2.2.6.1   Menurut Lukman dan Nurna Ningsih (2009) pasien-pasien dengan RA akan menunjukan tanda dan gejala seperti :
a.  Nyeri persendian
b.  Bengkak (Rheumatoid nodule)
c.  Kekakuan pada sendi terutama setelah bangun tidur pada pagi hari
d.  Terbatasnya pergerakan
e.  Sendi-sendi terasa panas
f.  Demam (pireksia)
g.  Anemia
h.  Berat badan menurun
i.   Kekuatan berkurang
j.   Tampak warna kemerahan di sekitar sendi
k.  Perubahan ukuran pada sendi dari ukuran normal
l.   Pasien tampak anemis
2.2.6.2   Menurut corwin (2009), ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
a.  Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
b.  Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
c.  Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
d.  Artritis erosif merupakan merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
e.  Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan

2.2.6.3   Menurut Irianto (2014)riteria diagnostik artritis reumatoid ialah terdapat poli- arthritis yg simetris yg mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan & kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu / lebih kalau/jika diketemukan nodul subkutan / gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria artritis rematoid menurut American reumatism Association ( ARA ) ialah:
a.  Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari ( Morning Stiffness ).
b.  Nyeri pada pergerakan sendi / nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
c.  Pembengkakan ( karena penebalan jaringan lunak / karena efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
d.  Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
e.  Pembengkakan sendi yanmg memiliki sifat simetris.
f.  Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
g.  Gambaran foto rontgen yg khas pada arthritis rheumatoid
h.  Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
i.   Pengendapan cairan musin yg jelek
j.   Perubahan karakteristik histologik lapisan synovia
k.  Gambaran histologik yg khas pada nodul.

2.2.7    Komplikasi
2.2.7.1   Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying antirheumatoid drugs, DMRAD) yang menjadi penyebab mordibitas dan mortalitas utama pada artitis reumatoid.
2.2.7.2   Komplikasi syaraf yang terjadi tidak memberikan gambaran jelas, sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikular dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan verterbra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis.
2.2.7.3   Nodulus reumatoid ekstrasinovial dapat terbentuk pada katup jantung atau pada paru, mata, atau limpa. Fungsi pernapasan dan jantung dapat terganggu. Glaukoma dapat terjadi apabila nodulus yang menyumbat aliran keluar cairan okular terbentuk pada mata.
2.2.7.4   Penurunan kemampuan untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari , depresi, dan stres keluarga dapat menyertai eksaserbasi penyakit. (Corwin, 2009).
2.2.7.4   Osteoporosis.
2.2.7.5   Nekrosis sendi panggul.
2.2.7.6   Deformitaas sendi.
2.2.7.7   Kontraktur jaringan lunak.
2.2.7.8   Sindrom Sjogren (Bilotta, 2011).
2.2.7.9   Komplikasi saraf yang terjadi memberikan gambaran jelas , sehingga sukar dibedakan antara akibat lesi artikuler dan lesi neuropatik. Umumnya berhubungan dengan mielopati akibat ketidakstabilan vertebra servikal dan neuropati iskemik akibat vaskulitis (Suarjana, 2009)
2.2.7.10 Peradangan menyebar luas. Peradangan dapat menjangkiti jaringan tubuh lain, seperti hati, pembuluh darah, paru-paru, dan mata. Kondisi ini jarang terjadi berkat perawatan dini.
2.2.7.11 Cervical myelopathy. Saraf tulang belakang tertekan akibat dislokasi persendian tulang belakang bagian atas. Walau jarang terjadi, jika tidak segera dioperasi, kondisi ini bisa menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang permanen dan akan berdampak kepada aktivitas sehari-hari (Irianto, 2014)
2.2.7.12 Sindrom lorong karpal. Kondisi ini terjadi karena saraf median, yaitu saraf yang mengendalikan gerakan dan sensasi di pergelangan tangan tertekan dan menimbulkan gejala kesemutan, nyeri, dan mati rasa. Kondisi ini bisa diringankan dengan suntikan steroid atau menggunakan bebat untuk pergelangan tangan. Namun, umumnya operasi diperlukan untuk melepaskan tekanan pada saraf median.
2.2.7.13 Penyakit kardiovaskular. Penyakit seperti stroke dan serangan jantung bisa terjadi akibat dampak rheumatoid arthritis yang memengaruhi pembuluh darah atau jantung. Risiko terkena penyakit ini bisa dikurangi dengan mengonsumsi makanan sehat, berolahraga secara teratur dan berhenti merokok.
2.2.7.14 Kerusakan sendi. Kerusakan sendi akibat radang bisa menjadi permanen jika tidak ditangani dengan baik. Ada beberapa masalah yang dapat memengaruhi persendian, seperti kelainan bentuk persendian, kerusakan pada tulang dan tulang rawan, serta tendon di area sekitar terjadinya peradangan (Corwin, 2009)
2.2.8   Data penunjang
2.2.8.1   Tidak banyak berperan dalam diagnosis artritis reumatoid, namun dapat menyokong bila terdapat keraguan atau untuk melihat prognosis pasien. Pada pemeriksaan laboraturium terdapat:
2.2.8.2   Tes faktor reuma biasanya positif pada lebih dari 75% pasien artritis reumatoid terutama bila masih aktif. Sisanya dapat dijumpai pada pasien lepra, tuberkulosis paru, sirosis hepatis, hepatitis infeksiosa, lues, endokarditis bakterialis, penyakit kolagen, dan sarkoidosis.
2.2.8.3   Protein C-reaktif biasanya positif.
2.2.8.4   LED Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat (Suarjana, 2009)
2.2.8.5   Leukosit normal atau meningkat sedikit.
2.2.8.5   Anemia normositik hipokrom akibat adanya inflamasi yang kronik.
2.2.8.6   Trombosit meningkat.
2.2.8.7   Kadar albumin serum turun dan globulin naik.
2.2.8.8   Pada pemeriksaan rotgen, semua sendi dapat terkena, tapi yang tersering adalah sendi metatarsofalang dan biasanya simetris. Sendi sakroiliaka jugasering terkena. Pada awalnya terjadi pembengkakan jaringan lunak dan demineralisasi juksta artikular. Kemudian terjadi penyempitan ruang sendi dan erosi. (Corwin, 2009)
2.2.8.9   SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
2.2.8.10 JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang. Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR (Davey, 2005)
2.2.8.11 Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.

2.2.9    Penatalaksaan
Tujuan penatalaksanaan reumatoid artritis adalah mengurangi nyeri, mengurangi inflamasi, menghentikan kerusakan sendi dan meningkatkan fungsi dan kemampuan mobilisasi penderita.
Adapun penatalaksanaan umum pada rheumatoid arthritis antara lain :
 
2.2.9.1 Pengobatan pada rheumatoid arthritis meliputi pemberian aspirin untuk mengurangi nyeri dan proses inflamasi, NSAIDs untuk mengurangi inflamasi, pemberian corticosteroid sistemik untuk memperlambat destruksi sendi dan imunosupressive terapi untuk menghambat proses autoimun.
2.2.9.2   Pengaturan aktivitas dan istirahat
Pada kebanyakan penderita, istirahat secara teratur merupakan hal penting untuk mengurangi gejala penyakit. Pembebatan sendi yang terkena dan pembatasan gerak yang tidak perlu akan sangat membantu dalam mengurangi progresivitas inflamasi. Namun istirahat harus diseimbangkan dengan latihan gerak untuk tetap menjaga kekuatan otot dan pergerakan sendi.
2.2.9.3   Kompres hangat atau dingin
Kompres hangat atau dingin digunakan untuk mendapatkan efek analgesic dan relaksan otot. Dalam hal ini kompres hangat lebih efektive daripada kompres dingin.


2.2.9.4   Diet
Untuk penderita rheumatoid arthritis disarankan untuk mengatur dietnya. Diet yang disarankan yaitu asam lemak omega-3 yang terdapat dalam minyak ikan.
Mengkonsumsi makanan seperti tahu untuk pengganti daging, memakan buah beri untuk menurunkan kadar asam urat dan mengurangi inflamasi.
Hindari makanan yang banyak mengandung purin seperti bir dari minuman beralkohol, ikan anchovy, sarden, herring, ragi, jerohan, kacang-kacangan, ekstrak daging, jamur, bayam,
asparagus, dan kembangkol karena dapat menyebabkan penimbunan asam urat dipersendian.
2.2.9.5   Banyak minum air untuk membantu mengencerkan asam urat yang terdapat dalam darah sehingga tidak tertimbun di sendi.
2.2.9.6   Gizi
Pemenuhan gizi pada atritis reumatoid adalah untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang optimal serta mengurangi peradangan pada sendi. Adapun syarat–syarat diet atritis rheumatoid adalah protein cukup, lemak sedang, cukup vitamin dan mineral, cairan disesuaikan dengan urine yang dikeluarkan setiap hari. Rata–rata asupan cairan yang dianjurkan adalah 2 – 2 ½ L/hari, karbohidrat dapat diberikan lebih banyak yaitu 65 – 75% dari kebutuhan energi total.
2.2.9.7   Pembedahan
Pembedahan dilakukan apabila rheumatoid arthritis sudah mencapai tahap akhir. Bentuknya dapat berupa tindakan arhthrodesis untuk menstabilkan sendi, arthoplasty atau total join replacement untuk mengganti sendi. (Nanda, 2011).


2.3 Konsep Asuhan Keperawatan Keluarga
2.3.1    Tahap Pengkajian
2.3.1.1   Menurut Achjar (2010), pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil data/informasi secara terus menerus terhadap anggota keluarga yang dibinanya. Sumber informasi dari tahapan pengkajian dapat menggunakan metode :
a.  Wawancara keluarga
b.  Observasi fasilitas rumah
c.  Pemeriksaan fisik terhadap anggota keluarga (head to toe)
d.  Data sekunder, misalnya hasil laboratorium, hasil X-ray, PAP Smear dan sebagainya.
2.3.1.2   Menurut Mubarak (2006), hal-hal yang perlu di kaji dalam keluarga adalah:
 a. Data Umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:
1.    Nama kepala keluarga (KK)
2.    Alamat dan telepon
3.    Pekerjaan kepala keluarga
4.    Pendidikan kepala keluar
5.    Komposisi Keluarga
6.    Tipe keluarga
Menjelaskan mengenai jenis tipe keluarga beserta kendala atau masalah2 yang terjadi dengan jenis tipe keluarga tersebut.
7.    Suku Bangsa
Mengkaji asal suku bangsa keluarga tersebutserta mengidentifikasi budaya suku bangsa tersebut terkait dengan kesehatan.
8.    Agama
Mengkaji agama yang dianut oleh keluarga serta kepercayaan yg dapat mempengaruhi kesehatan.
9.    Status sosial ekonomi keluarga
Status sosial ekonomi keluarga di tentukan oleh pendapatan baik dari kepala keluarga maupun anggota keluarga lainnya. Selain  itu status sosial ekonomi ditentkan pula oleh kebutuhan2 yang dikeluarkan oleh keluarga serta barang2 yg dimiliki oleh keluarga , siapa yg mengatur keuangan.
10.  Aktivitas rekreasi keluarga
Rekreasi keluarga tidak hanya di lihat kapan saja keluarga pergi bersama2unuk mengunjungi tempat rekreasi tertentu namun dengan menonton televisi dan mendengarkan radio juga merupakan aktivitas rekreasi.

2.3.2    Riwayat dan Tahap Perkembangan Keluarga
2.3.2.1   Tahap perkembangan keluarga saat ini
Tahap perkembangan keluarga ditentukan dengan anak tertua dari keluarga ini.
2.3.2.2   Tahap perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Menjelaskan mengenai tugas perkembangan yang belum terpenuhi oleh keluarga serta kendala mengapa tugas perkembangan tersebut belum terpenuhi.
2.3.2.3   Riwayat keluarga inti
Menjelaskan mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, yang meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat kesehatan masing-masing anggota keluarga, perhatian biasa digunakan terhadap pencegahan penyakit (status imunisasi), sumber pelayanan kesehatan yang biasa digunakan keluarga serta pengalaman-pengalaman terhadap pelayanan kesehatan (Mubarak, 2006)

2.3.3    Pengkajian lingkungan
2.3.3.1   Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, pemanfaatan ruangan, peletakan perabotan rumah tangga, jenis septic tank, jarak septic tank dengan sumber air minum yang digunakan serta denah rumah.
2.3.3.2   Karateristik tetangga dan komunitas RW
Menjelaskan mengenai karakteristik dari tetangga dan komunitas setempat, yang meliputi kebiasaan, lingkungan fisik, aturan/kesepakatan penduduk setempat, budaya setempat yang mempengaruhi kesehatan.
2.3.3.3   Mobilitas geografis keluarga
Mobilitas geografis keluarga ditentukan dengan kebiasaan keluarga berpindah tempat.
2.3.3.4   Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan keluarga yang ada sejauhmana interaksinya dengan masyarakat.
2.3.3.5   Sistem pendukung keluarga
Yang termasuk pada sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat, fasilitas-fasilitas yang dimiliki keluarga untuk menunjang kesehatan. Fasilitas mencangkup fasilitas fisik, fasilitas psikologi atau dukungan dari anggota keluarga dan fasilitas sosial atau dukungan dari masyarakat setempat (Achjar, 2010).


2.3.4    Struktur Keluarga
2.3.4.1   Pola komunikasi keluarga
Menjelaskan mengenai cara berkomunikasi antara anggota keluarga.
2.3.4.2   Struktur kekuatan keluarga
Kemampuan anggota keluarga mengendalikan dan mempengaruhi orang lain untuk merubah perilaku.
2.3.4.3   Struktur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal maupun informal.
2.3.4.4   Nilai atau norma keluarga
Menjelaskan mengenai nilai dan norma yang dianut oleh keluarga, yang berhubungan dengan kesehatan.

2.3.5    Fungsi Keluarga
2.3.5.1   Fungsi efektif
Hal yang perlu dikaji adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga, terhadap anggota keluarga lainnya, bagaimana kehangatan tercipta pada anggota keluarga dan bagaimana keluarga mengembangkan sikap saling menghargai.
2.3.5.2   Fungsi sosialisasi
Hal yang perlu dikaji adalah bagaimana interaksi atau hubungan dalam keluarga, sejauhmana anggota keluarga belajar disiplin, norma, budaya dan perilaku.
2.3.5.3   Fungsi perawatan kesehatan
Menjelaskan sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yg sakit, sejauh mana pengetahuan keluarga mengenai sehat-sakit. Kesanggupan keluarga didalam melaksanakan perawatan kesehatan dapat dilihat dari kemampuan keluarga melaksanakan 5 tugas kesehatan keluarga, yaitu keluarga mampu mengenal masalah kesehatan, mengambil keputusan untuk melakukan tindakan, melakukan perawatan terhadap anggota yang sakit, menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan dan keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di lingkungan setempat.
Hal-hal yang dikaji sejauh mana keluarga melakukan pemenuhan tugas perawatan keluarga adalah:
a.  Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengenal masalah kesehatan, yang perlu dikaji  adalah sejauhmana keluarga mengetahui mengenai fakta2 dari masalah kesehatan yang meliputi pengertian, tanda dan gejala, faktor penyebab dan mempengaruhinya serta persepsi keluarga terhadap masalah.
b.  Untuk mengetahui kemampuan keluarga mengambil keputusan mengenai tindakan kesehatan yg tepat, hal yang perlu dikaji adalah:
1.  Sejauhmana kemampuan keluarga mengerti mengenai sifat dan luasnya masalah
2.  Apakah masalah kesehatan di rasakan oleh keluarga
3.  Apakah keluarga merasa menyerah terhadap masalah yang di alami
4.  Apakah keluarga merasa takut akan akibat dari tindakan penyakit
5.  Apakah keluarga mempunyai sikap negatif terhadap masalah kesehatan
6.  Apakah keluarga dapat menjangkau fasilitas kesehatan yang ada
7.  Apakah keluarga kurang percaya terhadap tenaga kesehatan
8.  Apakah keluarga mendapat informasi yang salah terhadap tindakan dalam mengatasi masalah
c.  Mengetahui sejauh mana keluarga mengetahui keadaan penyakitnya (sifat,penyebaran,komplikasi,prognosa dan cara perawatannya), hal yang perlu dikaji adalah:
1.  Sejauh mana keluar mengetahui tentang  sifat dan perkembangan perawatan yang di butuhkan
2.  Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas yang di perlukan untuk perawatan
3.  Sejauh mana keluarga mengetahui sumber2 yang ada dalam keluarga (anggota keluarga yang bertanggungjawab, sumber keuangan/Finansial, fasilitas fisik, psikososial)
4.  Bagaimana sikap keluarga terhadap yang sakit
d.  Untuk mengetahui Sejauh mana kemampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang sehat, hal yang perlu dikaji adalah:
1.  Sejauh mana keluarga mengetahui sumber2 keluarga yang dimiliki
2.  Sejauh mana keluarga melihat keuntungan /manfaat pemeliharaan lingkungan
3.  Sejauh mana keluarga mengetahui Pentingnya higiene sanitasi
4.  Sejauh mana kekompakan antar anggota keluarga
e.  Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan keluarga menggunakan fasilitas /pelayanan kesehatan di masyarakat, hal yang perlu dikaji adalah:
1.  Sejauh mana keluarga mengetahui keberadaan fasilitas kesehatan
2.  Sejauh mana keluarga memahami keuntungan2 yang dapat di peroleh dari fasilitas kesehatan
3.  Sejauh mana tingkat kepercayaan keluarga terhadap petugas dan fasilitas kesehatan
4.  Apakah keluarga mempunyai pengalaman yg kurang baik terhadap petuga kesehatan
5.  Apakah Fasilitas kesehatan yang ada terjangkau oleh keluarga.

2.3.6    Fungsi reproduksi
Hal yang perlu di kaji mengenai fungsi reproduksi keluarga adalah:
2.3.6.1   Berapa juamlah anak
2.3.6.2   Bagaimana keluarga merencanakan jumlah anggota keluarga
2.3.6.3   Metode apa yang di gunakan keluarga dalam upaya mengendalikan jumlsh anggota keluarga

2.3.7    Fungsi Ekonomi
Hal yang perlu dikaji mengenai fungsi ekonomi keluarga adalah:
2.3.7.1   Sejauh mana keluarga memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan
2.3.6.2   Sejauh mana keluarga memanfaatkan sumber yang ada di masyarakat dalam upaya peningkatan status kesehatan keluarga

2.3.8    Stress dan Koping keluarga
2.3.8.1   Stresor Jangka pendek dan panjang
a.  stresor janka pendek yaitu stesor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu kurang lebih 6 Bulan
b.  Stresor janka panjang yaitu stresor yang di alami keluarga yang memerlukan penyelesaian dalam waktu lebih dari 6 Bulan
2.3.8.2   Kemampuan keluarga berespon terhadap situasi/stresor
Hal yang perlu dikaji adalah sejauh mana keluarga berespon terhadap situasi /stressor.
2.3.8.3   Strategi koping yang di gunakan.
Strategi koping apa yang digunakan keluarga bila menghadapi permasalahan.
2.3.8.4   Strategi adaptasi disfungsional.
Dijelaskan mengenai strategi adaptasi disfungsional yang di gunakan bila menghadapi permasalahan.

2.3.9    Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dilakukan pada semua anggota keluarga. Metode yang di gunakan pada pemeriksaan fisik tidak berbeda dengan pemeriksaan fisik klinik.

2.3.10  Harapan Keluarga
Pada akhir pengkajian, perawat menanyakan harapan keluarga terhadap petugas kesehatan yang ada.

2.3.11  Menurut Supraji (2004) ada beberapa tahap yang perlu dilakukan saat pengkajian yaitu:
2.3.11.1 Membina hubungan baik
Dalam membina hubungan yang baik, hal yang perlu dilakukan antara lain, perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah tamah, menjelaskan tujuan kunjungan, meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga, menjelaskan luas kesanggupan bantuan perawat yang dapat dilakukan, menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang ada di keluarga.
2.3.11.2 Pengkajian awal
Pengkajian ini terfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan yang dilakukan.
2.3.11.3 Pengkajian lanjutan (tahap kedua)
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data y6ang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal. Disini perawat perlu mengungkapkan keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan yang penting dan paling dasar.

2.4  Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin timbul pada keluarga dengan rheumatoid atritis yaitu:
2.4.1    Nyeri berhubungan dengan:
2.4.1.1   Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2.4.1.2   Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.1.3   Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.1.4      Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.1.5 Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.2    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan:
2.4.2.1   Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2.4.2.2   Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.2.3   Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.2.4   Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.2.5   Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.3    Gangguan citra tubuh berhubungan dengan:
2.4.3.1   Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2.4.3.2   Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.3.3   Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.3.4   Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.3.5   Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.4    Defisit perawatan diri berhubungan dengan:
2.4.4.1   Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2.4.4.2   Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.4.3   Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.4.4   Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.4.5   Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.4.5    Kurang pengetahuan berhubungan dengan:
2.4.5.1   Ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan.
2.4.5.2   Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang tepat.
2.4.5.3   Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit.
2.4.5.4   Ketidakmampuan keluarga memelihara lingkungan rumah yang menunjang kesehatan.
2.4.5.5   Ketidakmampuan keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.

2.5 Rencana Keperawatan
2.5.1    Menyusun prioritas
Setelah menentukan diagnosis keperawatan, selanjutnya adalah melakukan prioritas masalah kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan:
2.5.1.1   Masalah-masalah kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga tidak dapat diatasi sekaligus.
2.5.1.2   Mempertimbangkan masalah yang dapat mengancam kesehatan.
2.5.1.3   Respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan keperawatan yang diberikan.
2.5.1.4   Keterlibatan keluarga dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi.
2.5.1.5   Sumber daya keluarga yang menunjang masalah kesehatan keluarga atau keperawatan keluarga.
2.5.1.6   Pengetahuan dan kebudayaan keluarga.

2.5.2    Kriteria prioritas masalah
Penetapan prioritas diagnosis keperawatan keluarga melalui penentuan masalah yang bersifat sedang sakit atau defisit (aktual), ancaman atau risiko, dan kritis (Sudiharto, 2007).
Kemungkinan masalah rheumatoid atritis dapat diubah, hal-hal yang harus diperhatikan dalam kemungkinan tersebut adalah :
2.5.2.1   Pengetahuan, teknologi, dan tindakan untuk menangani rheumatoid  atritis.
2.5.2.2   Sumber daya keluarga, diantaranya keuangan, tenaga, sarana dan prasarana.
2.5.2.3   Sumber daya keperawatan, diantaranya adalah pengetahuan tentang rheumatoid atritis, ketrampilan dalam perawatan.
2.5.2.4 Sumber daya masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti posyandu, polindes dan sebagainya.

2.5.3    Potensi masalah untuk dicegah
Adalah sifat dan beratnya masalah yang akan timbul dan dapat dikurangi/dicegah melalui tindakan keperawatan dan kesehatan misalnya dengan memberikan informasi tentang rheumatoid atritis, cara mencegah dan merawat, serta menganjurkan keluarga untuk memeriksakan kesehatan anggota keluarga dengan rheumatoid atritis ke pelayanan kesehatan. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan masalah rheumatoid atritis:
2.5.3.1   Kesulitan masalah rheumatoid atritis, berkaitan dengan beratnya penyakit rheumatoid atritis yang menunjukkan kepada prognosa rheumatoid atritis
2.5.3.2   Lamanya masalah berhubungan dengan terjadinya masalah rheumatoid atritis, dan kemungkinan masalah rheumatoid atritis dapat dicegah.
2.5.3.3   Tindakan yang sudah dan sedang dilakukan untuk mencegah dan memperbaiki masalah rheumatoid atritis dalam rangka meningkatkan status kesehatan keluarga.
2.5.3.4   Adanya kelompok resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka menambah potensi untuk mencegah masalah.

2.5.4    Masalah yang menonjol
Adalah dengan melihat dan menilai masalah rheumatoid atritis dalam hal beratnya dan mendesak untuk diatasi melalui intervensi keperawatan.

2.5.5    Penyusunan tujuan
Perencanaan meliputi perumusan tujuan yang berorientasi pada klien, penyusunan tujuan bersama tersebut terdiri atas kemungkinan sumber-sumber, menggambarkan pendekatan alternatif untuk memenuhi tujuan, menyeleksi intervensi keperawatan yang spesifik dan mengoperasionalkan perencanaan (menyusun prioritas dan menulis bagaimana rencana tersebut dilaksanakan dalam fasenya).
2.5.5.1   Tujuan umum
Setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai rheumatoid atritis, maka keluarga mampu mengenal masalah rheumatoid atritis, mampu mengambil keputusan untuk mengambil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang mengalami rheumatoid atritis.
2.5.5.2   Tujuan khusus
              Masalah tentang rheumatoid atritis dalam keluarga dapat teratasi atau tidak bertambah buruk keadaannya.

2.5.6    Menentukan kriteria evaluasi
Kriteria yang akan dicapai adalah:
2.5.6.1   Respon verbal kognitif, keluarga dapat menyebutkan tentang masalah kesehatan rheumatoid atritis, yaitu pengertian, penyebab, tipe, tanda dan gejala, dan perawatan rheumatoid atritis.
2.5.6.2   Respon afektif dari keluarga, mampu mengungkapkan secara verbal akan mengambil tindakan yang tepat bagi anggota keluarga yang menderita rheumatoid atritis.
2.5.6.3   Respon motorik keluarga dan evaluasi perilaku yaitu keluarga mampu melakukan perawatan rheumatoid atritis dan mencegah terjadinya komplikasi rheumatoid atritis.


2.5.7    Menentukan standar evaluasi:
Disesuaikan dengan pengertian, tipe-tipe, penyebab, tanda dan gejala, perawatan rheumatoid atritis.

2.5.8    Fokus intervensi
Interevensi keperawatan adalah suatu tindakan langsung kepada keluarga yang dilaksanakan oleh perawat, yang ditujukan kepada kegiatan yang berhuungan dengan promosi dan mempertahankan  kesehatan keluarga (Setiadi, 2008).
2.5.8.1   Nyeri
a. Bantu keluarga mengenal tanda-tanda nyeri akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi nyeri akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan keluarga cara merawat anggota keluarga yang nyeri akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya nyeri akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terasa nyeri akibat rheumatoid atritis

2.5.8.2   Gangguan mobilitas fisik
a. Bantu keluarga mengenal tanda gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi gangguan mobilitas fisik akibat rheumatoid atritis

2.5.8.3   Gangguan citra tubuh
a. Bantu keluarga mengenal tanda gangguan citra tubuh  akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi gangguan citra tubuh  akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena gangguan citra tubuh  akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya gangguan citra tubuh  akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi gangguan citra tubuh akibat rheumatoid atritis

2.5.8.4   Defisit perawatan diri
a. Bantu keluarga mengenal tanda defisit perawatan diri  akibat rheumatoid atritis
b. Arahkan keluarga agar dapat membuat keputusan yang tepat jika terjadi defisit perawatan diri akibat rheumatoid atritis
c. Ajarkan keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena defisit perawatan diri akibat rheumatoid atritis
d. Arahkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat yang mencegah terjadinya defisit perawatan diri akibat rheumatoid atritis
e. Anjurkan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika terjadi defisit perawatan diri akibat rheumatoid atritis.

2.5.8.5   Kurang pengetahuan
a.  Jelaskan pada keluarga tentang rheumatoid atritis agar keluarga mengenal apa itu rheumatoid atitis.
b. Jelaskan pada keluarga keputusan yang tepat jika terserang rheumatoid atritis
c. Ajarkan keluarga cara merawat anggota keluarga yang terkena rheumatoid atritis
d. Arahkan keluarga untuk memodifikasi lingkungan yang sehat dan aman bagi penderita rheumatoid atritis
e. Anjurkan keluarga untuk menggunakan fasilitas kesehatan jika ada anggota keluarga yang terkena rheumatoid atritis

No comments:

Post a Comment