Thursday, October 19, 2017

Laporan Pendahuluan Stroke Non Hemoragic

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1          Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan neurologis yang utama. Menurut Batticaca (2008: 56) stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.

Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Arif Muttaqin, 2008: 128)

Menurut Nanda Nic-Noc (2013: 535) disebut Stroke Non Hemoragik ketika tersumbatnya pembuluh darah yang meyebabkan aliran darah ke otak sebagian atau keseluruhan terhenti.

Menurut M.Black Joyce (2009: 1843) Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh gangguan dalam pasokan darah ke suatu bagian dari brain.The dua jenis utama dari stroke iscehmik dan hemoragik.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.

Hipertensi merupakan faktor risiko utama, Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk mencegah stroke, Penyakit kardiovaskular-embolisme serebri berasal dari jantung, Penyakit arteri koronaria, Gagal jantung kongestif Hipertrofi ventrikel kiri, Abnormalitas irama (khususnya fibrilasi atrium), Penyakit jantung kongestif, Kolesterol tinggi, Obesitas, Peningkatan hematokrit meningkatkan risiko infark serebri, Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis terakselerasi, Kontrasepsi oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Merokok, Penyalahgunaan obat (khususnya kokain), Konsumsi alkohol (Arif Muttaqin, 2008: 129)

Faktor yang tidak dapat di rubah Usia: Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke, keturunan adanya riwayat keluarga yang terkena stroke, dan faktor yang dapat dirubah, Hipertensi, Peyakit jantung, Kolestrol tinggi, Obesitas, Diabetes Melitus, kebiasaan hidup, Merokok, Peminum Alkohol, Aktivitas yang tidak sehat, kurang olahraga, makanan berkolesterol (Nanda Nic-Noc 2013: 536)

Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun 2014, kematian akibat stroke 55% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 18% kematian stroke disebabkan oleh tingginya kada glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam tubuh secara patologis berperan dalam konsentrasi glikoprotein, yang merupakan pencetus beberapa penyakit vascular. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infak karena terbentuknya asam laktat akibat metabolism glukosa secara anaerobic yang merusak jaringan otak.  (www.respository.usu.ac.id diakes Tanggal 20 April 2016, pukul 16.00 Wita)

Stroke (Menurut Riskesdas tahun 2014) menduduki urusan ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung coroner dan kanker di Negara-negara berkembang. Negera berkembang juga menyumbang 85,5% dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita stroke terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13 juta korban stroke baru setiap tahun,di mana sekitar 4,4 juta di antaranya meninggal dalam 12 bulan. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,4 per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah Nanggroe Aceh Darussalam (16,8 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah papua  (3,5 per 1000 penduduk)

Berdasarakan data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan dari bulan Januari-Desember 2015 stroke menempati urutan ke tiga setelah Hipertensi dan Penyakit jantung koroner, jumlah pasien yang menderita stroke laki laki 380 orang, prempuan 494 0rang, semua penderita stroke berjumlah 874 orang.

Menurut Israr (2008) adapun tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain selain vaskuler. Dampak stroke tergantung pada lokasi penyerangan stroke berada pada bagian mana di otak. Tetapi memang pasti ada perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang mengaami stroke. Beberapa dampak seseorang yang mengalami stroke, kelumpuhan disebut hemiplegia adalah cacat yang paling umum terjdi setelah seseorang mengalami stroke.

Perubahan mental bersifat sementara, tetapi memang biasanya ada gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar dan fungs intelektual, dimana semua hal tersebut dengan sendirinya akan mempengaruhi penderita Gangguan komonikasi paling tidak dari pasien Stroke mengelami gangguan komunikasi yang berhubungan dengan mendengar, berbicara dengan mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
Gangguan emosional seperti sering merasa sedih, gelisah, takut, marah, atas kekurangannya.

Berdasarkan data dari RSUD ULIN BANJARMASIN di ruang seruni (saraf) jumlah penderita stroke pada tahun 2016 pada bulan Januari sebanyak lima orang yang terdiri dari Laki-laki tiga orang dan perempuan dua orang, pada bulan Febuari sebanyak 16 orang yang terdiri dari laki-laki sepuluh orang dan perempuan enam orang dan pada bulan Maret sebanyak 15 orang terdiri dari laki-laki delapan orang dan perempuan tujuh orang.

Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk membuat laporan studi kasus dengan judul asuhan keperawatan klien dengan Stroke Non Hemoragik yang komprehensif yang meliputi faktor biologis, psikologis, sosial dan spritual pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik dengan menggunakan proses keperawatan yang dapat membantu klien mengatasi masalah yang timbul karena mengancam jiwa pasien.

1.2   Tujuan umum
Tujuan umum Penulisan ini untuk mendokumentasikan hasil asuhan 
keperawatan secara komprehensif baik secara fisik, psikologis, sosial  maupun spritual pada  klien dengan Stroke Non Hemoragik 
1.3   Tujuan Khusus
     Selain tujuan umum, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini juga memiliki     tujuan khusus antara lain agar:
1.3.1      Melakukan pengkajian keperawatan yang muncul pada klien       dengan kasus Stroke Non Hemoragik.              
1.3.2   Menentukan diagnosa keperawatan yag muncul muncul  pada klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.  
1.3.3      Menentukan intervensi keperawatan pada klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.
1.3.4  Melakukan implementasi keperawatan pada klien dengan   kasus Stroke Non Hemoragik.
1.3.5     Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah dilakukan pada klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.

1.3.6    Menyusun pendokumentasian asuhan keperawatan pada  klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.

BAB 2
             TINJAUAN TEORITIS

                     2.1  Gambar Anatomi Otak
2.1.1   Antomi Fisiologi Otak


Sumber: (Tarwoto, 2009: 106)

Sistem saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang berbeda saling mempengaruhi.  Satu fungsi saraf terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang lain.

Sistem saraf di kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu susunan saraf pusat/Central Nervus System (CNS) dan susunan saraf perifer/Peripheral Nervous System (PNS).  Susunan saraf pusat terdiri dari otak dan medula spinalis, sedangkan saraf periper terdiri atas saraf-saraf yang keluar dari otak (12 pasang) dan saraf-saraf yang keluar dari medula spinalis (31 pasang).

Menurut fungsinya saraf perifer di bagi atas saraf afferent (sensorik) dan efferent (motorik).  Saraf efferent (sensorik) menghantarkan informasi dari reseptor-reseptor khusus yang berada pada organ permukaan atau bagian dalam ke otak.

Saraf efferent (motorik) menyampaikan informasi dari otak dan medula spinal ke organ0organ tubuh seperti otot rangka, otot jantung otot-otot bagian dalam dan kelenjar-kelenjar. Saraf motorik memiliki dua subdivisi yaitu devisi somatik dan devisi otonomik. Devisi somatik (volunter) berperan dalam interaksi antara tubuh dengan lingkungan luar. Serabut saraf berada pada otot rangka.  Devisi otonomik (involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot ploos, otot jantung dan kelenjar dengan cara mentransimisi implus saraf melalui dua jalur yaitu saraf simpatis yang berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis dan saraf parasimpatis yang berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis.
  1. Sistem Saraf Pusat
a.       Otak
b.      Medula Spinalis
  1. Sistem Saraf Perifer
a.       Afferent (sensosrik)
b.      Efferent (motorik)
1)      Saraf simpatis
2)      Saraf prasimpatis
Mikrfostruktur Sistem Saraf dan Fungsi
  1. Sel Neuroglia
Kurang lebih 40% dari struktur dari otak dan medula spinalis tersusun dari sel neuroglia.  Sel ini berfungsi sebagai sel pendukung, proteksi dari sel-sel tubuh dan sel neuron. Sel-sel neuroglia di antaranya terdiri dari astrogia, epindyma, microglia dan oligodenroglia.
  1. Neuron
Neuron merupakan unit fungsional sel saraf dengan bentuk yang berbeda-beda, berfungsi sebagai penerus stimulus atau respon.  Struktur neuron di bagi menjadi tiga bagia besar yaitu Cell Body, Dendrit dan Axon.  Denrit Axon di sebut serabut saraf.
Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang melekat pada bagian seluar.  Mempunyai cabang-cabang serat yang pendek dan banyak. Informasi pertama kali di terima oleh dendrit yang kemudian di lanjutkan ke sel body saraf dan ke axon.  Badan sel terdiri atas nukleus, nukleolus, badan nissl dan organel-organel lain seperti mitokondria, apatus golgi, lisosom.  Axon adalah satu percabangan dari sel saraf yang keluar dari badan sel yang berfungsi sebagai penghantar informasi dari badan sel ke axon terminal (synpatic knobs).  Setiap sel saraf memiliki satu axon dengan panjang yang bervariasi.  Axon di lapisi/di selubungi oleh lapisan tipis lipid-protein yang di sebut mielin.  Lapisan mielin tidak seluruh nya melapis axon tetapi membentuk nodus ranvier.  Serabut saraf yang kaya dengan mielin di sebut serabut mielin dan merupakan penyusun utama white matter/substansia putih pada susunan saraf pusat.  Sedangkan yang tidak bermielin banyak terdapat pada gray matter/substansia abu-abu pada susunan saraf pusat.
  1. Sinap
Informasi dan komunikasi dari sel saraf terjadi karena adanya proses listrik dan kimia.  Hantaran inpuls dari neuron satu ke yang lain malalui sinap. Sinap adalah tempat/titik pertemuan antar neuron satu dengan yang lain dan ke otot.  Struktur dari sinap terbagi atas presinap yaitu pada bagian axon terminal sebelum sinap, celah sinap yaitu ruang di antara pre dan post sinap dan post sinap pada bagiandenrit.  Pada celah sinap terdapat senyawa kimia yang berfungsi menghantarkan impuls yang di sebut neurotansmitter.  Neurotranmitter mempunyai sifat eksitasi (meningkatkan impuls) misalnya asetikolin, norepinefrin dan inhibisi (menghambat impuls) misalnya Gamma Aminobutyric Acid (GABA) pada jaringan otak dan glisin pada medula spinalis.  Proses di mana impuls saraf di hantarkan melalui sinaps di sebut transmisi sinap.
  1. Impuls Saraf
jaringan otot merupakan jaringan eksitabel yang mampu menghantarkan signal kimia dan listrik dalam tubuh.  Kemampuan hantaran tergantung pada keutuhan lingkungan intra dan ekstra sel saraf.  Dalam keadaan istirahat sel saraf mempunyai keseimbangan gradien konsentrasi ion di mana pada intra sel bermuatnya negatif (-), dan ekstra sel bermuatan positif (+).  Elektrolit yang berperan dalam proses terjadinya impuls adalah kalium (K+) dan natrium (Na-).  Adanya pompa K+ - Na+ menimbulkan perbedaan konsentrasi dalam sel saraf.  Perbedaan ion dalam membran neurondi sebut potensial membran istirahat yang besarnya :-70 mV, di jantung dan sel skeletal -90mV.  Pada keadaan istirahat sel saraf tidak menghantarkan impuls.  Membran sel yang mempunyai muatan listrik/impuls saraf di sebut Potensial aksi.  Peningkatan muatan positif akan menimbulkan arus dari -70 mV menjadi +30 Mv, keadaan ini di sebut depolarisasi.  Depolarisasi terjadi di sepanjang serat saraf.  Setelah depolarisasi geraka ion natrium kembali seperti semula, keadaan ini di sebut repolarisasi. 
Struktur dan Fungsi Otak
1.      Struktur Tulang Otak
Otak terletak tertutup oleh kranium, tulang-tulang penyusun kranium di sebut tengkorak yang berfungsi melindungi organ-organ vital otak.  Ada sembilan tulang yang membentuk kranium, yaitu tulang frontal, oksipitia, sfenoid, etmoid, temporal 2 buah, parietal 2 buah.  Tulang-tulang tengkorak di hubungkan oleh sutura.  Sedangkan tulang vetebra tersusun atas 33 buah tulang yang melindungi medulla spinalis yaitu 7 vertebra vikal, 12 vertebra torakal, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sakral, 5 vertebra kogsigeal.
2.      Meningen
Meningen adalah jaringan membran penghubung yang melapisi otak dan medulla spinalis.  Ada tiga lapisan meningen yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater.  Duramater adalah mempunyai dua lapisan luar menengin membrane.  Arachnoid adalah membran bagian tengah, tipis dan berbentuk seperti laba-laba.  Sedangkan piameter merupakan lapisan paling dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang membungkus seluruh permukaan otak.  Antara lapisan satu dengan lainnya terdapat ruang meningeal yaitu ruang epidural merupakan ruang antara tengkorak dan lapisan luar duramater, ruang subdural yaitu ruang antara lapisan dalam duramater dengan membrane arachnoid, ruang subarachnoid ini terdapat cairan serebrospinalis (CSF).
3.      Sistem ventricular dan Cairan Cerebrospinalis
Sistem ventricular adalah rongga dalam otak yang s  aling berhubungan dengan rongga yang lain.  Di dalamnya terdapat banyak sel-sel ependymal dan menyimpan cairan serebospinalis.  Ventrikel yang ada dalam otak adalah lateral ventricle, third ventricle dan frourth ventricle.  Lateral ventrikel berhubngan dengan third ventricle melalui foramen Monroe dan third ventricle berhubungan dengan fourth ventricle melalui aquaeduct of syvius.  Cairan serebrospinalis banyak ditemukan dalam ventrikel, di saluran sentral medulla ospinalis dan di ruang subarachnoid.  Cairan ini merupakan hasil penyaringan dari darah yang masuk ke flexus choroid yang terdapat pada ventrikel.  Cairan serebrospinalis merupakan plasma yang tidak berwarna, jernih dan normalnya mengandung protein danglukosa.  Pada orang dewasa rata-rata diproduksi cairan serebrospinalis sebanyak 400-600 ml/hari.  Pada bagian otak kira-kira terdapat 100-150 ml. Normalnya tekanan cairan serebrospinalis 60-180.
mmHo atau 0-15 mmHg.  Setelah bersikulasi di otak dan medula spinalis cairan serebrospinalis kemudian kembali ke otak dan diabsorpsi di vili arachnoid, selanjutnya cairan masuk ke sistem vena melalui vena jugularis ke vena cava superior dan akhirnya masuk ke sirkulasi sistemik.  Fungsi normal saraf seperti untuk nutrisi dan pengaturan lingkungan kimia susunan saraf pusat.
4.      Peredaran darah otak
Suplay darah ke otak bersifat konstan untuk kebutuhan normal otak seperti nutrisi dan metabolism.  Hampir 1/3 kardiak output dan 20% oksigen dipergunakan untuk otak.  otak memerlukan suplay kira-kira 750 ml/menit.  Kekurangan suplay darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak yang menetap.
Otak secara umum diperdarahi oleh dua arteri yaitu Arteri vertebra dan arteri karotis internal.  Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh darah kolateral yang di sebut Cirle Wilis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan darah otak bagian  posterior diesefalon  batang otak sereblum dan oksipital arteri karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali oksipital, basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon.
5.      Barier otak
Barier darah otak (sawar otak) adalah sekat yang sangat selektif terhadap keadaan lingkungan internal di otak dan berfungsi sebagai pengatur substansi yang masuk dari ruang ekternal otak.  sawar otak secara fisiologis membantu mempertahankan dan menjaga keseimbangan konsentrasi di lingkungan otak.  ia sangat peka terhadap elektrolit seperti sodium, potasium dan klorida.  Sawar otak juga sangat peka terhadap air,  oksigen, dan subtansi larutan lemak.
6.      Cerebrum
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar, kira-kira 80% dari berat otak, cerebrum mempuyai dua hemifer yang dihubungkan oleh korpus kallosum.  Setiap hemisfer terbagi atas empat lobus yaitu lobus fontal, parietal, temporal dan oksipital.  Lobus frontal berfungsi sebagai aktivitas motorik, fungsi intektual, emosi dan fungsi fisik. Pada bagian frontal bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi pusat motorik bahasa.
7.      Diencephalon
Diencephalon terletak di atas batang otak dan terdiri atas thalamus, hyphotalmus, epithalamus, subthalamus.  Thalamus adalah massa sel saraf besar yang berbentuk telur terletak pada substansia alba.  Hypothalamus terletak di bawah thalamus, berfungsi  dalam mempertahankan hoemostatis seperti pengaturan suhu tubuh.  Epithalamus dipercaya berperan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual.
8.      Batang otakBatang otak terdiri atas otak tengah (mesencephalon), pons dan medula oblongata.  Batang otak berfungsi pengaturan refleks untuk fungsi vital tubuh.  Otak tengah mempuyai fungsi utama sebagai relay stimulus pergerakan dari dan ke otak.
9.      Cerebelum
Cerebelum besarnya kira-kira seperempat dari cereblum. Antara cereblum dan cereblum dibatasi oleh tentorium serebri.  Fungsi utama cereblum adalah koordinasi aktivitas muscular, control tonus otot, mempertahankan postur dan keseimbangan (Tarwoto, 2009: 105)

2.1.2    Pengertian Stroke Non Hemoragik
Stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian. (Fransisca B. Batticaca, 2008: 56)

Stroke adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian otak (Nanda NIC-NOC 2012: 407)

Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Aru Soduyo, 2009: 535)

Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Arif Muttaqin, 2008: 128)

Menurut Joyce M.Black (2009: 1843) Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan oleh gangguan dalam pasokan darah ke suatu bagian
dari brain.The dua jenis utama dari stroke iscehmik dan hemoragik.
Menurut L. Lewis Sharon (2007: 605) Stroke terjadi ketika ada iskemia ke bagian otak atau perdarahan ke dalam otak yang menghasilkan death.Functions sel otak , seperti gerakan , sensasi , atau emosi , yang dikendalikan oleh area otak yang terkena hilang atau terganggu.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.

2.1.3    Klasifikasi
Menurut Arif Muttaqin (2008: 237) klasifikasi stroke dibedakan    menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
2.1.3.1  Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
                                      Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
a.    Perdarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroanurisma) terutama karena hipertensi  mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak. Perdarahan interaserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b.    Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya)

2.1.3.2  Stroke non-hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

Stroke menurut perjalanannya dibagi menjadi dua golongan yaitu stroke hemorrahagic (perdarahan) dan stroke iskemik (infak) stroke emboli dan stroke perdarahan terdiri dari stroke perdarahan terdiri dari stroke perdarahan intraserebral (PIS) dan stroke perdarahan subarachnoid (PAS) Kejadian stroke iskemik 85% dan 15% stroke perdarahan.(Falluji.2012: 254)

Menurut (Fransisca B. Batticaca, 2008: 58) Klasifikasi
1.      Stroke iskemik (infak atau kematian jaringan) serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih
dan terjadi pada malam hingga pagi hari.
2. Stroke hemoragik (perdarahan) Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).

2.1.4        Etiologi
2.1.4.1  Etiologi stroke menurut Arif Muttaqin (2008: 234) adalah:
a.    Trombosis serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan  thrombosis otak:
1)   Aterosklerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.
2)   Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
3)   Arteritis (radang pada arteri)
b.    Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c.    Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri
meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau
 di dalam jaringan otak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
1)   Aneurisma berry, biasanya defek congenital.
2)   Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
3)   Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4)   Malformasi erteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5)   Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d.   Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)   Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid.
2)   Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren.
e.    Hipoksia lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)   Hipertensi yang parah.
2)   Henti jantung parah.
3)   Curah jantung turun akibat anemia.
2.1.4.2  Menurut Fransisca B. Batticaca (2008: 58)faktor resiko dari klien dengan stroke hemoragik antara lain:
a.      Hipertensi atau tekanan darah tinggi.
b.     Hipotensi atau tekanan darah rendah.
c.      Obesitas atau kegemukan.
d.     Kolesterol darah tinggi.
e.      Riwayat penyakit jantung.
f.      Riwayat penyakit diabetes mellitus.
g.     Merokok.
h.     Stres.
2.1.4.3   Menurut Wahyu  Widagdo (2008: 88)
1.      Trombus:
a.       Atrerosklerosis dalam arteri intracranial dan ekstrakranial.
b.      Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan intraserebral.
c.       Arteritis yang disebabkan oleh penyakit kolagen (autoimun) atau arteritis bakteri.
d.      Hiperkoagulasi seperti polycythemia.
e.       Trombosis vena serebral.
2.      Emboli:
a.       Kerusakan katup karena penyakit jantung rematik.
b.      Infark miokardial.
c.       Filbrilasi arteri.
d.      Endocarditis bakteri dan endocarditis nonbakteri menyebabkan bekuan pada endocardium.
3.    Perdarahan:
a.       Perdarahan intraserebral karena hipertensi.
b.      Perdarahan subaraknoid.
c.       Ruptur anurisma.
d.      Arteri venous malformation.
e.       Hipokoagulansi (pada klien dengan blood dyscrasias).

2.1.5        Patofisiologi
2.1.5.1       Menurut Arif Muttaqin (2008: 240) patofisiologi stroke yaitu:
Infark serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya infark bergantung pada
faktor-faktor seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal (trombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan paru dan jantung) Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi. Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan:
a.    Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
b.    Edema dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan passif. Oklusi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebakan oleh rupture arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons. 

                                                                                               

Kusuma, Hardhi. (2013: 538)
 
 
2.1.7        Manifestasi
2.1.7.1   Berdasarkan (Nanda NIC-NOC 2013: 536) Manifestasi Stroke yaitu:
1.      Tiba-tiba mengalami kelemahan atau kelumpuhan separu badan.
2.      Tiba-tiba hilang rasa peka.
3.      Bicara cedel atau pelo.
4.      angguan bicara dan bahasa.
5.      Gangguan penglihatan.
6.      Mulut mencong atau tidak simetris ketika menyeringai.
7.      Gangguan daya ingat.
8.      Nyeri kepala hebat.
9.      Vertigo.
10.  Kesadaran menurun.
11.  Proses kencing terganggu.
12.  Gangguan fungsi otak.
2.1.7.2   Menurut Wahyu  Widagdo (2008: 89) Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya.
1)   Sindroma arteri serebral media.
Hemiplegia (flaccid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral).
Gangguan sensori (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia).
Aphasia (aphasia global jika hemisphere dominan yang dipengaruhi).
Homonymous hemianopsia.
2)   Sindroma arteri serebral anterior.
Paralisis dari telapak kaki dan tungkai.
Gangguan dalam berjalan.
Paresis kontralateral dari lengan.
3)   Sindroma arteri serebral posterior.
Daerah pusat : Jika thalamus yang dipengaruhi, aka nada sensorik yang hilang dari seluruh modalitas, nyeri spontan, intensional tremor dan hemiparesis ringan.
4)   Sindroma arteri karotis internal.
Berulangnya serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata.
Parastesia dan kelemahan lengan kotralateral.
Hemiplegia dengan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia.
5)   Sindroma arteri serebral inferior posterior.
Disfalgia dan disarthria
Hilangnya rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi ipsilateral dari wajah.
Hilangnya rasa nyeri dan tempratur pada sisi tubuh dan tungkai.
6)   Sindroma arteri serebral inferior anterior.
Sisi ipsilateral :
Tuli dan tinnitus.
Paralisis wajah.
Hilangnya sensasi pada wajah.
Syndrome horners’s.

2.1.8    Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a.    Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan:
Mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau
                                      perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b.        Mengotrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien,        termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c.         Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.        Merawat kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
e.         Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif. (Arif Muttaqin, 2008: 252)
Penatalaksaan medis pada klien dengan stroke meliputi:
a.    Non pembedahan.
Terapi antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar, Phenytoin (Dilatin) dapat digunakan untuk mencegah tegang.  misalnya aspirin dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan trombotik dan embolik, Calcium channel blocker (nimodipien) dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme pembuluh darah.
b.    Pembedahan
Karotid endarterektomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis, Superior temporal arteri-middle serebral arteri anastomosis dengan melalui daerah yang tersumbat dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi. Wahyu  Widagdo (2008: 90)

2.1.9    Pemeriksaan Penunjang
a.    Pemeriksaan Penunjang
                                      Menurut Arif Muttaqin (2008: 141)
                                      pemeriksaan penunjang pada stroke, meliputi:
b.    Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor yang merah biasanya  dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari pertama.
c.    Pemeriksaan darah rutin.
d.   Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
e.    Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
2.1.10           Prognosis
a.    Menurut Badrul Munir (2015: 377) Secara umum 80% pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan 10 year survival rate sekitar 35%. Setengah hingga seperti pasien yang mampu melewati fase akut stroke mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal,hanya 15% membutuhkan perawatan institusional.
2.1.11          Komplikasi
2.1.11.1       Menurut Arif Muttaqin (2008: 253) setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan berdasarkan:
a.         Dalam hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis.
b.        Dalam hal paralisis: nyeri pada daerah punggung,   dislokasi sendi,  deformitas dan terjatuh.
c.          Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit  kepala.
2.1.11.2       Menurut Badrul Munir (2015: 377) Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
a.         Kejang.
b.        Tranformasi hemoragik.
c.         Infeksi pneumonia,ISK.
d.        Thrombosis Vena.
e.         Gangguan daily life activity.

2.1.12         Tinjauan Asuhan Keperawatan Stroke Non Hemoragik
a.         Pengkajian
Menurut Arif Muttaqin (2008: 242) pengkajian keperawatan stroke data yang dikumpulkan akan bergantung pada letak, keparahan dan durasi patologi.

b.        Keluhan Utama
Sering terjadi alasan klien meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.

c.      Riwayat Penyakit Sekarang
Serangan stroke berlangsung mendadak, pada saat klien melakukan aktivitas, nyeri kepala, mual, muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh badan.

d.        Riwayat Penyakit Dahulu
Ada riwayat hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penyakit jantung, anemia, diabetes mellitus, riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan kontrasepsi oral.

e.         Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang mendarita hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat stroke dari generasi terdahulu.

f.         Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan pasien penting untuk menilai respon pasien. Apakah ada timbul kecemasan, ketakutan dan kecacatan, ketidakmampuan melakukan aktivitas. Stroke merupakan penyakit yang sangat mahal, biaya untuk pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mempengaruhi keuangan keluarga, sehingga faktor biaya dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran pasien dan keluarga.

g.        Pemeriksaan Fisik
Umumnya mengalami penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah meningkat, denyut nadi bervariasi.
a.         B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan seperti ronki pada pasien dengan peningkatan produksi sputum dan kemampuan batuk menurun yang sering didapat pada pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran koma.
Pada klien dengan tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri. Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b.        B2 (Blood)
Pengkajian pada sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi
TD > 200 mmHg.
c.         B3 (Brain)
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah manan yang tersumbat) ukuran area yang ferfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori) Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
1)        Tingkat Kesadaran
Kualitas keasadaran klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang membutuhkan pengkajian. tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke  biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikoma. Jika pasien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2)        Fungsi Serebri
a.        Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik pasien.
b.        Fungsi intelektual: didapat penurunan daya ingat dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan berhitung dan kalkulasi.
c.         Kemampuan bahasa: tergantung daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernick) didapatkan disfasia resertif, yaitu pasien tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia ekspesif, yaitu pasien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicara tidak lancar.
d.        Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
e.        Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
3)        Pemeriksaan saraf kranial
a.       Saraf I: biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b.        Saraf II: disfungsi fersepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
c.         Saraf III, IV, dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d.        Saraf V: penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e.         Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f.         Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktid dan tuli persepsi.
g.        Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h.        Saraf XI: tidak ada antrofi otot sternokleidomastoideus dan trapizeus.
i.          Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
4)        Pengkajian sistem motorik
a.         Inspeksi umum, didapatkan hemiplagia
b.        Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c.         Tonus otot meningkat
d.        Kekuatan otot 0 pada ekstremitas yang sakit
    Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan.
5)        Pemeriksaan refleks
a.        Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau perosteum derjat refleks pada respon normal.
b.        Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
6)        Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi hemihipestesi. Persepsi adalah ketidak-mampuan untuk menginterpretasikan sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial (mendapatkan hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa bantuankarena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilanagan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.
1.      B4 (Bladder)
Setelah stroke klien mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinalkarena kerusakan kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang. Selamam periode ini, dilakukan kateterisasi intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut menunjukkan krusakan neurologis luas.
2.      B5 (Bowel)
Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada pase akut. Mual sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi terjadi konstipasi karena penurunan peristaltik usus. Adanya  inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan kerusakan neurologis luas.
3.        B6 (Bone)
Stoke adalah penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada neuron atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu juga perlu dikaji adanya tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena pasien mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.

2.1.13          Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
Menurut Arif Muttaqin (2008: 253) Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Stroke:
a.         Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak, dan edema serebri.
Rencana Asuhan Keperawatan.
a.         Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan penyebab khusus penurunan perfusi serebral dan potensial terjadinya peningkatan TIK.
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/ kemunduran tanda/gejala neurologis.
b.        Pantau tanda-tanda vital. Rasional: variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor otak.

c.         Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk, kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
       Rasional: reaksi pupil diatur oleh saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak masih baik.  Ukuran dan kesamaan pupil ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang mempersarafinya.
d.        Catat perubahan dalam penglihatan, seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
       Rasional: gangguan penglihatan yang spesifik men-cerminkan daerah otak yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mem-pengaruhi intervensi yang dilakukan.
e.         Pertahankan keadaan tirah baring: ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas klien sesuai indikasi.
       Rasional: aktivitas/stimulasi yang kontinu dapat meningkatkan TIK.  Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus hemoragik/perdarahan lainnya.


f.         Kepala agak ditinggikan (30°).
Rasional: menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan sirkulasi/perfusi serebral.
b.        Perubahan perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intra serebri, vasospasme, dan edema otak.

a.         Kaji tanda-tanda status neurologis dengan GCS.
       Rasional: dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
b.        Baringkan klien dengan posisi terlentang tanpa bantal.
       Rasional: perubahan pada tekanan intrakranial   menyebabkan risiko terjadinya herniasi otak.
c.         Anjurkan klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.
       Rasional: mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
d.        Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan.
       Rasional: batuk dan mengejan dapat meningkatkan intra-kranial dan potensi terjadi pendarahan ulang.
e.Berikan terapi sesuai indikasi dokter, seperti steroid, aminofel.
       Rasional: menurunkan pemeabilitas kafiler, menurunkan edema serebri.
c.         Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
a.         kaji keadaan jalan nafas.
       Rasional: obstruksi mungkin dapat disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus.
b.        Ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam).
Rasional: mengatur pengeluaran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko atelektasis.
c.         Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Rasional: membantu pengenceran sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi sekret.
d.        Lakukan fisioterapi sesuai indikasi.
       Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan mengeluarkan sekret.
e.         Kolaborasi pemberian obat bronkodilator sesuai indikasi.
       Rasional: megatur ventilasi dan melepaaskan sekret karena relaksasi otot/bronkospasme.
d.        Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese, kelemahan neuromaskular pada ekstrimitas.
a.         Kaji mobilitas yang ada dan observasi terhadap peningkatan kerusakan.
       Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan aktifitas.
b.        Ajarkan klien untuk melakukan latihan gerak aktif pada ekstrimitas  yang tidak sakit.
       Rasional: gerakan aktif memberikan tonus massa, tonus, dan kekuatan otot, serta memperbaikifungsi jantung dan pernafasan.
c.         Lakukan gerakan pasif pada ekstimitas yang sakit.
       Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila tidak dilatih untuk digerakkan.
d.        Pantau kulit dan membran mukosa terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet.
Rasional: deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hikangnya sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit.
e.         Kolaborasi dengan ahli fisioterapi untuk dan lathan fisik klien.
Rasional: peningkatan kemampuan dalam mobilisasi ekstrimitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisikdari tim fisioterafi.
e.         Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran, kehilangan kontrol/koordinasi otot.
a.         Kaji kemampuan (dengan menggunakan skala) dan tingkat kekurangan  untuk melakukan kebutuhan sehari-hari.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan pemenuhan kebutuhan secara maksimal.
b.        Hindari melakukan sesuatu untuk klien yang dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
       Rasional: klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat tergantung meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi, penting bagi klien untuk melakukan  sesuatu hal sebanyak mungkin bagi diri sendiri  dan untuk mempertahankan harga diri serta meningkatkan pemulihan.
c.Bawa klien ke kamar mandi dengan teratur/interval waktu tertentu untuk berkemih jika memungkinkan.
       Rasional: klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung kemih, dan tidak dapat mengatakan kebutuhannya, tetapi biasanya dapat mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses penyembuhan.
d.        Identifikasi kebiasaan defekasi sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional: mengkaji perkembangan program latihan  (mandiri) dan membantu dalam pencegahan konstipasi dan sembelit.
f.         Risiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
a.         Tetapkan metode visual untuk mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.
Rasional: risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.
b.        Rencanakan waktu makan saat klien dalam keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak mengantuk, Pastikan alat suksion selalu siap tersedia saat klien makan.
Rasional: keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.
c.Atur bagian kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher agak fleksi ke depan dan dagu menunduk.
Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu perpindahan makanan ke bawah dan menurunkan risiko aspirasi.
d.        Mulai untuk memberikan makanan peroral setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan air.  Pilih/Bantu klien untuk memilih makanan yang kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar, makanan kecil yang lunak lainnya.
       Rasional: makanan lunak/cairan kental lebih mudah untuk mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
e.Anjurkan klien menggunakan sedotan untuk meminum cairan.
       Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta menurunkan risiko tesedak.
f.     Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program latihan/kegiatan.
Rasional: dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.   
g.        Gangguan eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang tidak adekuat.
a.         Kaji bising usus
       Rasional: bising usus menandakan sifat aktifitas peristaltik.
b.        Anjurkan klien untuk makan makanan yang mengadung serat.
       Rasional: diet seimbang tinggi serat merangsang konsistensi feses.
c.         Lakukan mobilisasi sesuai keadaan klien.
       Rasional: aktifitas fisik reguler membantu eliminasi dengan memperbaiki tonus otot.
d.        Berikan penjelasan pada klien dan keluarga tentang penyebab konstipasi.
       Rasional: klien dan kelurga akan mengerti tentang pe-nyebab konstipasi.
e.         Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian pelunak feses.
       Rasional: pelunak feses membantu eliminasi.
h.        Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada hemiter otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan ecara umum.
a.         Kaji tipe disfungsi.
b.        Lakukan metode percakapan yang baik da lengkap, bari kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
c.         Perintahkan klien utuk menyebut ama atau benda yang diperintahkan.
d.        Kolaborasi dengan konsultasikan ke ahli terapi bicara.
i.          Risiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a.         Kaji/observasi terhadap eritema dan kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan tiap mengubah posisi.
b.        Anjurkan untuk melakukan latihan ROM dan mobilisasi jika mungkin.
c.         Lakukan masase pada daerah yang menojol yang baru mengalami tekanan  pada waktu mengubah posisi.
d.        Ubah posisi  tiap 2 jam.
e.         Jaga kebersihan kulit dan seminamal mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.

j.          Gangguan harga diri  berhubungan dengan perubahan psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.
a.         Kaji perubahan daari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
b.        Identifikasi arti dari kehilangan atau disfungsi pada klien.
c.         Anjurkan klien untuk mengekpresikan perasaan termasuk hostility dan kemarahan.
d.        Catat ketika klien mengatakan terpengaruh sepertik sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
e.         Bantu dan anjurkan perawat yang baik dan memperbaiki kebiasaan.
f.    Monitor gangguan tidur peningkatan kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri. 
k.        Kecemasan berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan.
a.         Bantu klien mengekspresikan perasaan marah, kehilangan, dan takut.
b.        Kaji tanda verbal dan non verval kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku merusak.
c.         Beri lingkungan yang tenang dan suasana penuh istirahat.
d.        Tingkatkan kontrol sensasi klien.
e.         Beri kesempatan kepada klien untuk mengungkapkan kecemasan.
f.    Berikan privasi untuk klien dan orang terdekat.

2.1.14         Evaluasi
a.                   Kriteria evaluasi diagnosa 1:
1)      TTV dalam batas normal.
2)      Terciptanya lingkungan yang tenang.
3)       Kepala di tinggikan (30°).
b.                  Kriteria evaluasi diagnosa 2:
1)      Gcs dalam batas normal.
2)      TVV dalam batas normal.
3)      Klien tampak berbaring ditempat tidur.
4)      Klien menghindari batuk dan mengejan yang berlebih.
c.                   Kriteria evaluasi diagnosa 3:
1)        Keadaan nafas bagus dan tidak ada sekret.
2)        Meminum air yang hangat jika memungkinkan.
3)        Melakukan fisiotrapi.
d.                  Kriteria evaluasi diagnosa 4:
1)      Turgur kulit baik dan tidak lecet.
2)      Melakukan gerakan pasif.
3)      Kemampuan mobilitas baik.
e.                   Kriteria evaluasi diagnosa 5:
1)      Klien tampak bersih.
2)      Klien dapat mandiri dalam dalam BAK.
f.                   Kriteria evaluasi diagnosa 6:
1)      Posisi kepala dalam batas norma powler tinggi.
2)      Dapat memakan peroral cair maupun lunak.
g.                  Kriteria evaluasi diagnosa 7:
1)      Bising usus dalam batas normal.
2)      Keluarga dapat memahami tentang konstipasi.
h.                  Kriteria evaluasi diagnosa 8:
1)      Klien dapat berkomikasi dengan normal.
2)      Klien dapat menyebutkan anggota keluarga.
i.                    Kriteria evaluasi diagnosa 9:
1)      Klien dapat mobilisasi
2)      Klien tidak tirah baring
3)      Klien dapat mengubah posisi tiap 2 jam.
4)      Klien dapat melakukan ROM fasif maupun aktif.
j.                    Kriteria evaluasi diagnosa 10:
1)      Klien dapat percaya diri.
2)      Klien dapat mengekpresikan persaan.
3)      Tidur klien dengan normal.
k.                  Kriteria evaluasi diagnosa 11:
1)      Dapat lingkungan yang tenang.
2)      Klien dapat mengekpresikan persaan.
3)      Kecemasan klien tidak ada lagi.



DAFTAR RUJUKAN

Batticaca .B Fransisca, 2008, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta: Salemba Medika.

Bahrudin .Moch, 2013, Neurologi Klinis, Universitas Muhammadiyah Malang.

Black .M Joyce et al, 2009, Medical Surgical Nursing Clinical Management For     Positive Outcomes, Saunders. All Rigthts Reserved.

Israr, Y. 2008, Stroke, Karya Tulis Ilmiah.  Fakultas Kedokteran Universitas Riau.

Lewis .L Sharon et al, 2011, Medical Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical Problems, Eighth Edition, by Mosby.

Muttaqin Arif, 2008, Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal, Jakarta: Salemba Medika.

Munir Badrul, 2015, Neurologi Dasar, CV: Sagung Seto.

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2013, Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc, Jakarta: EGC.

Nurarif Huda Amin & Kusuma Hardhi, 2012, Asuhan Keperawatan Berdasarkan  Nanda Nic Noc, Jakarta: EGC.

Sodoyo Aru, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Interna Publishing.

Tarwoto et al, 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiwa keperawatan, Jakarta: Trans Info Media.

Widagdo Wahyu et al, 2008, Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : TIM.

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/5/Chapter%20I.pdf diakses pada Kamis 14 april 2016 pukul 13.00 wita

No comments:

Post a Comment