BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Stroke merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama. Menurut Batticaca (2008: 56) stroke adalah
suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang
menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian.
Stroke
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Arif Muttaqin, 2008: 128)
Menurut Nanda Nic-Noc (2013: 535) disebut Stroke Non
Hemoragik ketika tersumbatnya pembuluh darah yang meyebabkan aliran darah ke
otak sebagian atau keseluruhan terhenti.
Menurut M.Black Joyce (2009: 1843) Stroke adalah
istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis yang disebabkan
oleh gangguan dalam pasokan darah ke suatu bagian dari brain.The dua jenis
utama dari stroke iscehmik dan hemoragik.
Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan
stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak
yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.
Hipertensi merupakan faktor risiko utama, Pengendalian hipertensi adalah kunci untuk
mencegah stroke, Penyakit
kardiovaskular-embolisme serebri berasal dari jantung, Penyakit arteri koronaria, Gagal jantung kongestif Hipertrofi
ventrikel kiri, Abnormalitas
irama (khususnya fibrilasi atrium), Penyakit jantung kongestif, Kolesterol tinggi, Obesitas, Peningkatan
hematokrit meningkatkan risiko infark serebri, Diabetes dikaitkan dengan aterogenesis
terakselerasi, Kontrasepsi
oral (khususnya disertai hipertensi, merokok, dan kadar estrogen tinggi), Merokok, Penyalahgunaan obat (khususnya kokain), Konsumsi alkohol (Arif Muttaqin, 2008: 129)
Faktor yang tidak
dapat di rubah Usia: Makin tinggi usia makin tinggi pula resiko terkena stroke,
keturunan adanya riwayat keluarga yang terkena stroke, dan faktor yang dapat
dirubah, Hipertensi, Peyakit jantung, Kolestrol tinggi, Obesitas, Diabetes
Melitus, kebiasaan hidup, Merokok, Peminum Alkohol, Aktivitas yang tidak sehat,
kurang olahraga, makanan berkolesterol (Nanda Nic-Noc 2013: 536)
Berdasarkan data WHO (World Health Organization) tahun
2014, kematian akibat stroke 55% di seluruh dunia disebabkan oleh tekanan darah
tinggi. Selain itu, diperkirakan sebesar 18% kematian stroke disebabkan oleh
tingginya kada glukosa darah dalam tubuh. Tingginya kadar gula darah dalam
tubuh secara patologis berperan dalam konsentrasi glikoprotein, yang merupakan
pencetus beberapa penyakit vascular. Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat
stroke akan memperbesar kemungkinan meluasnya area infak karena terbentuknya
asam laktat akibat metabolism glukosa secara anaerobic yang merusak jaringan
otak. (www.respository.usu.ac.id diakes
Tanggal 20 April 2016, pukul 16.00 Wita)
Stroke (Menurut Riskesdas tahun 2014) menduduki urusan
ketiga sebagai penyebab utama kematian setelah penyakit jantung coroner dan
kanker di Negara-negara berkembang. Negera berkembang juga menyumbang 85,5%
dari total kematian akibat stroke di seluruh dunia. Dua pertiga penderita
stroke terjadi di Negara-negara yang sedang berkembang. Terdapat sekitar 13
juta korban stroke baru setiap tahun,di mana sekitar 4,4 juta di antaranya
meninggal dalam 12 bulan. Di Indonesia, prevalensi stroke mencapai angka 8,4
per 1.000 penduduk. Daerah yang memiliki prevalensi stroke tertinggi adalah
Nanggroe Aceh Darussalam (16,8 per 1.000 penduduk) dan yang terendah adalah
papua (3,5 per 1000 penduduk)
Berdasarakan data dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan didapatkan dari bulan Januari-Desember 2015 stroke menempati
urutan ke tiga setelah Hipertensi dan Penyakit jantung koroner, jumlah pasien
yang menderita stroke laki laki 380 orang, prempuan 494 0rang, semua penderita
stroke berjumlah 874 orang.
Menurut Israr (2008) adapun tanda-tanda klinis yang berkembang
cepat akibat gangguan fungsi otak fokal atau (global) dengan gejala-gejala yang
berlangsung selama 24 jam atau lebih, dapat menyebabkan kematian, tanpa adanya
penyebab lain selain vaskuler. Dampak stroke tergantung pada lokasi penyerangan
stroke berada pada bagian mana di otak. Tetapi memang pasti ada
perubahan-perubahan yang terjadi setelah seseorang mengaami stroke. Beberapa
dampak seseorang yang mengalami stroke, kelumpuhan disebut hemiplegia adalah
cacat yang paling umum terjdi setelah seseorang mengalami stroke.
Perubahan mental bersifat sementara, tetapi memang
biasanya ada gangguan daya pikir, kesadaran, konsentrasi, kemampuan belajar dan
fungs intelektual, dimana semua hal tersebut dengan sendirinya akan
mempengaruhi penderita Gangguan komonikasi paling tidak dari pasien Stroke
mengelami gangguan komunikasi yang berhubungan dengan mendengar, berbicara
dengan mendengar, berbicara, membaca dan menulis.
Gangguan emosional seperti sering merasa sedih,
gelisah, takut, marah, atas kekurangannya.
Berdasarkan data dari
RSUD ULIN BANJARMASIN
di ruang seruni (saraf) jumlah
penderita stroke pada tahun 2016 pada bulan Januari sebanyak lima orang yang terdiri dari Laki-laki tiga orang dan perempuan dua orang, pada bulan
Febuari sebanyak 16 orang yang terdiri dari laki-laki sepuluh orang dan
perempuan enam orang dan pada bulan Maret sebanyak 15 orang terdiri dari
laki-laki delapan orang dan perempuan tujuh orang.
Berdasarkan fenomena di atas penulis tertarik untuk
membuat laporan studi kasus dengan judul asuhan keperawatan klien dengan Stroke
Non Hemoragik yang komprehensif yang meliputi faktor biologis, psikologis,
sosial dan spritual pada pasien dengan Stroke Non Hemoragik dengan menggunakan
proses keperawatan yang dapat membantu klien mengatasi masalah yang timbul
karena mengancam jiwa pasien.
1.2
Tujuan umum
Tujuan umum
Penulisan ini untuk mendokumentasikan hasil asuhan
keperawatan secara komprehensif baik
secara fisik, psikologis, sosial maupun
spritual pada klien dengan Stroke Non
Hemoragik
1.3
Tujuan Khusus
Selain
tujuan umum, penulisan Karya Tulis Ilmiah ini juga memiliki tujuan khusus antara lain agar:
1.3.1 Melakukan pengkajian keperawatan
yang muncul pada klien dengan kasus
Stroke Non Hemoragik.
1.3.2 Menentukan diagnosa keperawatan yag
muncul muncul pada klien dengan kasus
Stroke Non Hemoragik.
1.3.3 Menentukan intervensi keperawatan
pada klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.
1.3.4 Melakukan implementasi keperawatan pada klien
dengan kasus Stroke Non Hemoragik.
1.3.5 Mengevaluasi hasil asuhan keperawatan yang telah
dilakukan pada klien dengan kasus Stroke Non Hemoragik.
1.3.6 Menyusun pendokumentasian asuhan
keperawatan pada klien dengan kasus
Stroke Non Hemoragik.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Gambar
Anatomi Otak
2.1.1
Antomi Fisiologi Otak
Sumber:
(Tarwoto, 2009: 106)
Sistem
saraf manusia mempunyai struktur yang kompleks dengan berbagai fungsi yang
berbeda saling mempengaruhi. Satu fungsi
saraf terganggu secara fisiologi akan berpengaruh terhadap fungsi tubuh yang
lain.
Sistem
saraf di kelompokkan menjadi dua bagian besar yaitu susunan saraf pusat/Central
Nervus System (CNS) dan susunan saraf perifer/Peripheral Nervous System
(PNS). Susunan saraf pusat terdiri dari
otak dan medula spinalis, sedangkan saraf periper terdiri atas saraf-saraf yang
keluar dari otak (12 pasang) dan saraf-saraf yang keluar dari medula spinalis
(31 pasang).
Menurut
fungsinya saraf perifer di bagi atas saraf afferent (sensorik) dan efferent
(motorik). Saraf efferent (sensorik)
menghantarkan informasi dari reseptor-reseptor khusus yang berada pada organ
permukaan atau bagian dalam ke otak.
Saraf
efferent (motorik) menyampaikan informasi dari otak dan medula spinal ke
organ0organ tubuh seperti otot rangka, otot jantung otot-otot bagian dalam dan
kelenjar-kelenjar. Saraf motorik memiliki dua subdivisi yaitu devisi somatik
dan devisi otonomik. Devisi somatik (volunter) berperan dalam interaksi antara
tubuh dengan lingkungan luar. Serabut saraf berada pada otot rangka. Devisi otonomik (involunter) mengendalikan
seluruh respon involunter pada otot ploos, otot jantung dan kelenjar dengan
cara mentransimisi implus saraf melalui dua jalur yaitu saraf simpatis yang
berasal dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis dan saraf
parasimpatis yang berasal dari area otak dan sakral pada medulla spinalis.
- Sistem Saraf Pusat
a. Otak
b. Medula Spinalis
- Sistem Saraf Perifer
a. Afferent (sensosrik)
b. Efferent (motorik)
1) Saraf simpatis
2) Saraf prasimpatis
Mikrfostruktur Sistem Saraf dan Fungsi
- Sel Neuroglia
Kurang lebih 40% dari struktur dari otak dan
medula spinalis tersusun dari sel neuroglia.
Sel ini berfungsi sebagai sel pendukung, proteksi dari sel-sel tubuh dan
sel neuron. Sel-sel neuroglia di antaranya terdiri dari astrogia, epindyma,
microglia dan oligodenroglia.
- Neuron
Neuron merupakan unit fungsional sel saraf
dengan bentuk yang berbeda-beda, berfungsi sebagai penerus stimulus atau
respon. Struktur neuron di bagi menjadi
tiga bagia besar yaitu Cell Body, Dendrit dan Axon. Denrit Axon di sebut serabut saraf.
Dendrit adalah serat pendek seperti sikat yang
melekat pada bagian seluar. Mempunyai
cabang-cabang serat yang pendek dan banyak. Informasi pertama kali di terima
oleh dendrit yang kemudian di lanjutkan ke sel body saraf dan ke axon. Badan sel terdiri atas nukleus, nukleolus,
badan nissl dan organel-organel lain seperti mitokondria, apatus golgi,
lisosom. Axon adalah satu percabangan
dari sel saraf yang keluar dari badan sel yang berfungsi sebagai penghantar
informasi dari badan sel ke axon terminal (synpatic knobs). Setiap sel saraf memiliki satu axon dengan
panjang yang bervariasi. Axon di
lapisi/di selubungi oleh lapisan tipis lipid-protein yang di sebut mielin. Lapisan mielin tidak seluruh nya melapis axon
tetapi membentuk nodus ranvier. Serabut
saraf yang kaya dengan mielin di sebut serabut mielin dan merupakan penyusun
utama white matter/substansia putih pada susunan saraf pusat. Sedangkan yang tidak bermielin banyak
terdapat pada gray matter/substansia abu-abu pada susunan saraf pusat.
- Sinap
Informasi dan komunikasi dari sel saraf
terjadi karena adanya proses listrik dan kimia.
Hantaran inpuls dari neuron satu ke yang lain malalui sinap. Sinap
adalah tempat/titik pertemuan antar neuron satu dengan yang lain dan ke
otot. Struktur dari sinap terbagi atas
presinap yaitu pada bagian axon terminal sebelum sinap, celah sinap yaitu ruang
di antara pre dan post sinap dan post sinap pada bagiandenrit. Pada celah sinap terdapat senyawa kimia yang
berfungsi menghantarkan impuls yang di sebut neurotansmitter. Neurotranmitter mempunyai sifat eksitasi
(meningkatkan impuls) misalnya asetikolin, norepinefrin dan inhibisi (menghambat
impuls) misalnya Gamma Aminobutyric Acid (GABA) pada jaringan otak dan glisin
pada medula spinalis. Proses di mana
impuls saraf di hantarkan melalui sinaps di sebut transmisi sinap.
- Impuls Saraf
jaringan otot merupakan jaringan eksitabel
yang mampu menghantarkan signal kimia dan listrik dalam tubuh. Kemampuan hantaran tergantung pada keutuhan
lingkungan intra dan ekstra sel saraf.
Dalam keadaan istirahat sel saraf mempunyai keseimbangan gradien
konsentrasi ion di mana pada intra sel bermuatnya negatif (-), dan ekstra sel
bermuatan positif (+). Elektrolit yang
berperan dalam proses terjadinya impuls adalah kalium (K+) dan natrium
(Na-). Adanya pompa K+ - Na+ menimbulkan
perbedaan konsentrasi dalam sel saraf.
Perbedaan ion dalam membran neurondi sebut potensial membran istirahat
yang besarnya :-70 mV, di jantung dan sel skeletal -90mV. Pada keadaan istirahat sel saraf tidak
menghantarkan impuls. Membran sel yang
mempunyai muatan listrik/impuls saraf di sebut Potensial aksi. Peningkatan muatan positif akan menimbulkan
arus dari -70 mV menjadi +30 Mv, keadaan ini di sebut depolarisasi. Depolarisasi terjadi di sepanjang serat
saraf. Setelah depolarisasi geraka ion
natrium kembali seperti semula, keadaan ini di sebut repolarisasi.
Struktur dan Fungsi Otak
1. Struktur Tulang Otak
Otak terletak tertutup oleh kranium,
tulang-tulang penyusun kranium di sebut tengkorak yang berfungsi melindungi
organ-organ vital otak. Ada sembilan
tulang yang membentuk kranium, yaitu tulang frontal, oksipitia, sfenoid, etmoid,
temporal 2 buah, parietal 2 buah.
Tulang-tulang tengkorak di hubungkan oleh sutura. Sedangkan tulang vetebra tersusun atas 33
buah tulang yang melindungi medulla spinalis yaitu 7 vertebra vikal, 12
vertebra torakal, 5 vertebra lumbal, 5 vertebra sakral, 5 vertebra kogsigeal.
2. Meningen
Meningen adalah jaringan membran penghubung
yang melapisi otak dan medulla spinalis.
Ada tiga lapisan meningen yaitu: Duramater, arachnoid dan piamater. Duramater adalah mempunyai dua lapisan luar
menengin membrane. Arachnoid adalah
membran bagian tengah, tipis dan berbentuk seperti laba-laba. Sedangkan piameter merupakan lapisan paling
dalam, tipis, merupakan membran vaskuler yang membungkus seluruh permukaan
otak. Antara lapisan satu dengan lainnya
terdapat ruang meningeal yaitu ruang epidural merupakan ruang antara tengkorak
dan lapisan luar duramater, ruang subdural yaitu ruang antara lapisan dalam
duramater dengan membrane arachnoid, ruang subarachnoid ini terdapat cairan
serebrospinalis (CSF).
3. Sistem ventricular dan Cairan Cerebrospinalis
Sistem ventricular adalah rongga dalam otak
yang s aling berhubungan dengan rongga
yang lain. Di dalamnya terdapat banyak
sel-sel ependymal dan menyimpan cairan serebospinalis. Ventrikel yang ada dalam otak adalah lateral
ventricle, third ventricle dan frourth ventricle. Lateral ventrikel berhubngan dengan third
ventricle melalui foramen Monroe dan third ventricle berhubungan dengan fourth
ventricle melalui aquaeduct of syvius. Cairan
serebrospinalis banyak ditemukan dalam ventrikel, di saluran sentral medulla
ospinalis dan di ruang subarachnoid.
Cairan ini merupakan hasil penyaringan dari darah yang masuk ke flexus
choroid yang terdapat pada ventrikel. Cairan
serebrospinalis merupakan plasma yang tidak berwarna, jernih dan normalnya
mengandung protein danglukosa. Pada
orang dewasa rata-rata diproduksi cairan serebrospinalis sebanyak 400-600
ml/hari. Pada bagian otak kira-kira
terdapat 100-150 ml. Normalnya tekanan cairan serebrospinalis 60-180.
mmHo atau 0-15 mmHg. Setelah bersikulasi di otak dan medula
spinalis cairan serebrospinalis kemudian kembali ke otak dan diabsorpsi di vili
arachnoid, selanjutnya cairan masuk ke sistem vena melalui vena jugularis ke
vena cava superior dan akhirnya masuk ke sirkulasi sistemik. Fungsi normal saraf seperti untuk nutrisi dan
pengaturan lingkungan kimia susunan saraf pusat.
4. Peredaran darah otak
Suplay darah ke otak bersifat konstan untuk
kebutuhan normal otak seperti nutrisi dan metabolism. Hampir 1/3 kardiak output dan 20% oksigen
dipergunakan untuk otak. otak memerlukan
suplay kira-kira 750 ml/menit.
Kekurangan suplay darah ke otak akan menimbulkan kerusakan jaringan otak
yang menetap.
Otak secara umum diperdarahi oleh dua arteri
yaitu Arteri vertebra dan arteri karotis internal. Kedua arteri ini membentuk jaringan pembuluh
darah kolateral yang di sebut Cirle Wilis. Arteri vertebra memenuhi kebutuhan
darah otak bagian posterior diesefalon batang otak sereblum dan oksipital arteri
karotis bagian interna untuk memenuhi sebagian besar hemisfer kecuali
oksipital, basal ganglia dan 2/3 di atas encephalon.
5. Barier otak
Barier darah otak (sawar otak) adalah sekat
yang sangat selektif terhadap keadaan lingkungan internal di otak dan berfungsi
sebagai pengatur substansi yang masuk dari ruang ekternal otak. sawar otak secara fisiologis membantu
mempertahankan dan menjaga keseimbangan konsentrasi di lingkungan otak. ia sangat peka terhadap elektrolit seperti
sodium, potasium dan klorida. Sawar otak
juga sangat peka terhadap air, oksigen,
dan subtansi larutan lemak.
6. Cerebrum
Cerebrum adalah bagian otak yang paling besar,
kira-kira 80% dari berat otak, cerebrum mempuyai dua hemifer yang dihubungkan
oleh korpus kallosum. Setiap hemisfer
terbagi atas empat lobus yaitu lobus fontal, parietal, temporal dan
oksipital. Lobus frontal berfungsi
sebagai aktivitas motorik, fungsi intektual, emosi dan fungsi fisik. Pada
bagian frontal bagian kiri terdapat area broca yang berfungsi pusat motorik
bahasa.
7. Diencephalon
Diencephalon terletak di atas batang otak dan
terdiri atas thalamus, hyphotalmus, epithalamus, subthalamus. Thalamus adalah massa sel saraf besar yang
berbentuk telur terletak pada substansia alba.
Hypothalamus terletak di bawah thalamus, berfungsi dalam mempertahankan hoemostatis seperti
pengaturan suhu tubuh. Epithalamus
dipercaya berperan dalam pertumbuhan fisik dan perkembangan seksual.
8. Batang otakBatang otak terdiri atas otak
tengah (mesencephalon), pons dan medula oblongata. Batang otak berfungsi pengaturan refleks untuk
fungsi vital tubuh. Otak tengah mempuyai
fungsi utama sebagai relay stimulus pergerakan dari dan ke otak.
9. Cerebelum
Cerebelum besarnya kira-kira seperempat dari
cereblum. Antara cereblum dan cereblum dibatasi oleh tentorium serebri. Fungsi utama cereblum adalah koordinasi
aktivitas muscular, control tonus otot, mempertahankan postur dan keseimbangan
(Tarwoto, 2009: 105)
2.1.2 Pengertian Stroke Non
Hemoragik
Stroke adalah suatu
keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan
terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita
kelumpuhan atau kematian. (Fransisca B. Batticaca, 2008: 56)
Stroke adalah
kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh berhentinya suplai darah kebagian
otak (Nanda NIC-NOC 2012: 407)
Stroke adalah
gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan deficit neurologis mendadak
sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak. (Aru Soduyo, 2009:
535)
Stroke
merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan
anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk
kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak (Arif Muttaqin, 2008: 128)
Menurut Joyce M.Black (2009: 1843)
Stroke adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perubahan neurologis
yang disebabkan oleh gangguan dalam pasokan darah ke suatu bagian
dari brain.The dua jenis utama dari
stroke iscehmik dan hemoragik.
Menurut L. Lewis Sharon (2007: 605)
Stroke terjadi ketika ada iskemia ke bagian otak atau perdarahan ke dalam otak
yang menghasilkan death.Functions sel otak , seperti gerakan , sensasi , atau
emosi , yang dikendalikan oleh area otak yang terkena hilang atau terganggu.
Dari
definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak yang dapat terjadi dengan
mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.
2.1.3 Klasifikasi
Menurut Arif
Muttaqin (2008: 237) klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
2.1.3.1 Stroke
hemoragik
Merupakan
perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya
saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat
istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
Perdarahan otak dibagi dua
yaitu:
a. Perdarahan
intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh
darah (mikroanurisma) terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan
otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak.
Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak
akibat herniasi otak. Perdarahan
interaserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
b. Perdarahan
subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau
AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh
darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya)
2.1.3.2 Stroke
non-hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi
saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau pagi hari. Tidak terjadi
perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya
dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
Stroke menurut perjalanannya dibagi menjadi dua golongan yaitu stroke
hemorrahagic (perdarahan) dan stroke iskemik (infak) stroke emboli dan stroke
perdarahan terdiri dari stroke perdarahan terdiri dari stroke perdarahan
intraserebral (PIS) dan stroke perdarahan subarachnoid (PAS) Kejadian stroke
iskemik 85% dan 15% stroke perdarahan.(Falluji.2012: 254)
Menurut (Fransisca B. Batticaca, 2008: 58)
Klasifikasi
1.
Stroke iskemik (infak atau
kematian jaringan) serangan sering terjadi pada usia 50 tahun atau lebih
dan terjadi pada
malam hingga pagi hari.
2.
Stroke hemoragik (perdarahan) Serangan sering terjadi pada usia 20-60 tahun dan
biasanya timbul setelah beraktivitas fisik atau karena psikologis (mental).
2.1.4
Etiologi
2.1.4.1
Etiologi stroke menurut Arif Muttaqin
(2008: 234) adalah:
a. Trombosis serebri
Trombosis ini
terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia
jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di
bawah ini dapat menyebabkan thrombosis
otak:
1) Aterosklerosis
Adalah mengerasnya
pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh
darah.
2) Hiperkoagulasi pada
polisitemia
Darah bertambah
kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran
darah serebri.
3) Arteritis (radang pada
arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah,
lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang
terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c. Hemoragik
Perdarahan
intrakranial atau intraserebri
meliputi perdarahan
di dalam ruang subarachnoid atau
di dalam jaringan otak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling
umum terjadi:
1) Aneurisma
berry, biasanya defek congenital.
2) Aneurisma
fusiformis dari aterosklerosis.
3)
Aneurisma
mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4)
Malformasi
erteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga
darah arteri langsung masuk vena.
5)
Ruptur
arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
d.
Hipoksia umum
Beberapa penyebab
yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)
Spasme arteri serebri yang
disertai perdarahan subarachnoid.
2)
Vasokontriksi arteri otak
disertai sakit kepala migren.
e.
Hipoksia lokal
Beberapa penyebab
yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)
Hipertensi yang parah.
2)
Henti jantung parah.
3)
Curah jantung turun akibat
anemia.
2.1.4.2
Menurut Fransisca B. Batticaca
(2008: 58)faktor resiko dari klien dengan stroke hemoragik antara lain:
a.
Hipertensi atau tekanan darah
tinggi.
b.
Hipotensi atau tekanan darah
rendah.
c.
Obesitas atau kegemukan.
d.
Kolesterol darah tinggi.
e.
Riwayat penyakit jantung.
f.
Riwayat penyakit diabetes
mellitus.
g.
Merokok.
h.
Stres.
2.1.4.3
Menurut Wahyu
Widagdo (2008: 88)
1.
Trombus:
a.
Atrerosklerosis dalam arteri
intracranial dan ekstrakranial.
b.
Keadaan yang berkaitan dengan perdarahan
intraserebral.
c.
Arteritis yang disebabkan oleh
penyakit kolagen (autoimun) atau arteritis bakteri.
d.
Hiperkoagulasi seperti
polycythemia.
e.
Trombosis vena serebral.
2.
Emboli:
a.
Kerusakan katup karena penyakit
jantung rematik.
b.
Infark miokardial.
c.
Filbrilasi arteri.
d.
Endocarditis bakteri dan
endocarditis nonbakteri menyebabkan bekuan pada endocardium.
3.
Perdarahan:
a.
Perdarahan intraserebral karena
hipertensi.
b.
Perdarahan subaraknoid.
c.
Ruptur anurisma.
d.
Arteri venous malformation.
e.
Hipokoagulansi (pada klien
dengan blood dyscrasias).
2.1.5
Patofisiologi
2.1.5.1
Menurut
Arif Muttaqin (2008: 240) patofisiologi stroke yaitu:
Infark
serebri adalah berkurangnya suplai darah ke area tertentu di otak. Luasnya
infark bergantung pada
faktor-faktor
seperti lokasi dan besarnya pembuluh darah dan adekuatnya sirkulasi kolateral
terhadap area yang disuplai oleh pembuluh darah yang tersumbat.
Suplai
darah ke otak dapat berubah (makin lambat atau cepat) pada gangguan lokal
(trombus, emboli, perdarahan dan spasme vaskular) atau karena gangguan umum (hipoksia karena gangguan
paru dan jantung) Aterosklerosis sering kali merupakan faktor penting untuk
otak, thrombus dapat berasal dari plak arterosklerosis, atau darah dapat beku
pada area yang stenosis, tempat aliran darah akan lambat atau terjadi turbulensi.
Trombus dapat pecah dari dinding pembuluh darah dan terbawa sebagai emboli
dalam aliran darah. Trombus mengakibatkan:
a.
Iskemia
jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.
b.
Edema
dan kongesti di sekitar area.
Area edema ini
menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark ini sendiri. Edema
dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari.
Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.
Karena trombosis
biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan passif. Oklusi pada
pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
thrombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh
darah, maka akan terjadi abses atau ensefalitis, atau jika sisa infeksi berada
pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika
aneurisma pecah atau ruptur.
Perdarahan pada
otak lebih disebakan oleh rupture arterosklerotik dan hipertensi pembuluh
darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian
dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang
luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang
lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat
foramen magnum.
Kematian dapat
disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak
sekunder atau ekstensi perdarahan kebatang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga
kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus, dan pons.
|
2.1.7
Manifestasi
2.1.7.1 Berdasarkan (Nanda NIC-NOC 2013: 536)
Manifestasi Stroke yaitu:
1.
Tiba-tiba mengalami kelemahan
atau kelumpuhan separu badan.
2.
Tiba-tiba hilang rasa peka.
3.
Bicara cedel atau pelo.
4.
angguan bicara dan bahasa.
5.
Gangguan penglihatan.
6.
Mulut mencong atau tidak
simetris ketika menyeringai.
7.
Gangguan daya ingat.
8.
Nyeri kepala hebat.
9.
Vertigo.
10. Kesadaran menurun.
11. Proses kencing terganggu.
12. Gangguan fungsi otak.
2.1.7.2
Menurut Wahyu Widagdo (2008: 89) Tanda dan gejala stroke tergantung pada luas dan lokasi yang dipengaruhinya.
1)
Sindroma arteri serebral media.
Hemiplegia
(flaccid pada muka, lengan dan tungkai pada sisi kontralateral).
Gangguan
sensori (pada daerah yang sama sebagai hemiplegia).
Aphasia
(aphasia global jika hemisphere dominan yang dipengaruhi).
Homonymous
hemianopsia.
2)
Sindroma arteri serebral
anterior.
Paralisis
dari telapak kaki dan tungkai.
Gangguan
dalam berjalan.
Paresis
kontralateral dari lengan.
3)
Sindroma arteri serebral
posterior.
Daerah
pusat : Jika thalamus yang dipengaruhi, aka nada sensorik yang hilang dari
seluruh modalitas, nyeri spontan, intensional tremor dan hemiparesis ringan.
4)
Sindroma arteri karotis
internal.
Berulangnya
serangan kebutaan atau penglihatan kabur pada ipsilateral mata.
Parastesia
dan kelemahan lengan kotralateral.
Hemiplegia
dengan hilangnya sensorik secara komplit dan hemianopsia.
5)
Sindroma arteri serebral
inferior posterior.
Disfalgia
dan disarthria
Hilangnya
rasa nyeri dan temperatur pada bagian sisi ipsilateral dari wajah.
Hilangnya
rasa nyeri dan tempratur pada sisi tubuh dan tungkai.
6)
Sindroma arteri serebral
inferior anterior.
Sisi
ipsilateral :
Tuli
dan tinnitus.
Paralisis
wajah.
Hilangnya
sensasi pada wajah.
Syndrome
horners’s.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
Untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan
faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a. Berusaha menstabilkan tanda-tanda vital
dengan:
Mempertahankan
saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau
perlu
lakukan trakeostomi, membantu pernapasan.
b.
Mengotrol
tekanan darah berdasarkan kondisi klien,
termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
c.
Berusaha
menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
d.
Merawat
kandung kemih, sedapat mungkin jangan memakai kateter.
e.
Menempatkan
klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif. (Arif Muttaqin, 2008: 252)
Penatalaksaan medis pada klien dengan stroke meliputi:
a. Non pembedahan.
Terapi
antikoagulan. Kontraindikasi pemberian terapi antikoagulan pada klien dengan
riwayat ulkus, uremia dan kegagalan hepar, Phenytoin (Dilatin) dapat digunakan
untuk mencegah tegang. misalnya aspirin
dapat digunakan untuk lebih dulu untuk menghancurkan trombotik dan embolik, Calcium
channel blocker (nimodipien) dapat diberikan untuk mengatasi vasospasme
pembuluh darah.
b.
Pembedahan
Karotid
endarterektomi untuk mengangkat plaque atherosclerosis, Superior temporal
arteri-middle serebral arteri anastomosis dengan melalui daerah yang tersumbat
dan menetapkan kembali aliran darah pada daerah yang dipengaruhi. Wahyu Widagdo (2008: 90)
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Penunjang
Menurut Arif Muttaqin (2008: 141)
pemeriksaan
penunjang pada stroke, meliputi:
b. Lumbal pungsi: pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang masif, sedangkan
perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokhrom) sewaktu hari-hari
pertama.
c. Pemeriksaan darah rutin.
d. Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi
hiperglikemia. Gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian
berangsur-angsur turun kembali.
e.
Pemeriksaan darah lengkap:
untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
2.1.10
Prognosis
a.
Menurut Badrul Munir (2015: 377) Secara umum 80%
pasien dengan stroke hidup selama satu bulan dengan 10 year survival rate
sekitar 35%. Setengah hingga seperti pasien yang mampu melewati fase akut
stroke mampu mendapatkan fungsi yang kembali normal,hanya 15% membutuhkan
perawatan institusional.
2.1.11
Komplikasi
2.1.11.1
Menurut
Arif Muttaqin (2008: 253) setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami
komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokan
berdasarkan:
a.
Dalam
hal imobilisasi: infeksi pernapasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis.
b.
Dalam
hal paralisis:
nyeri pada daerah punggung, dislokasi
sendi, deformitas dan terjatuh.
c.
Dalam hal kerusakan otak: epilepsi dan sakit kepala.
2.1.11.2
Menurut Badrul
Munir (2015: 377) Edema cerebri dan peningkatan tekanan intracranial yang dapat
menyebabkan herniasi atau kompresi batang otak.
a.
Kejang.
b.
Tranformasi hemoragik.
c.
Infeksi pneumonia,ISK.
d.
Thrombosis Vena.
e.
Gangguan daily life activity.
2.1.12
Tinjauan Asuhan Keperawatan
Stroke Non Hemoragik
a.
Pengkajian
Menurut Arif
Muttaqin (2008: 242) pengkajian keperawatan stroke data yang dikumpulkan akan
bergantung pada letak, keparahan dan durasi patologi.
b.
Keluhan Utama
Sering terjadi
alasan klien meminta bantuan kesehatan adalah kelemahan anggota gerak sebelah
badan, bicara pelo, tidak dapat berkomunikasi dan penurunan tingkat kesadaran.
c.
Riwayat
Penyakit Sekarang
Serangan stroke
berlangsung mendadak, pada saat klien melakukan aktivitas, nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar, selain gejala kelumpuhan separuh
badan.
d.
Riwayat Penyakit Dahulu
Ada riwayat
hipertensi, riwayat stroke sebelumnya, penyakit jantung, anemia, diabetes
mellitus, riwayat merokok, penggunaan alkohol, dan penggunaan kontrasepsi oral.
e.
Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya ada riwayat
keluarga yang mendarita hipertensi, diabetes mellitus atau adanya riwayat
stroke dari generasi terdahulu.
f.
Pengkajian Psikososiospiritual
Pengkajian
mekanisme koping yang digunakan pasien penting untuk menilai respon pasien.
Apakah ada timbul kecemasan, ketakutan dan kecacatan, ketidakmampuan melakukan
aktivitas. Stroke merupakan penyakit yang sangat mahal, biaya untuk
pemeriksaan, pengobatan dan perawatan dapat mempengaruhi keuangan keluarga,
sehingga faktor biaya dapat mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran pasien
dan keluarga.
g.
Pemeriksaan Fisik
Umumnya mengalami
penurunan kesadaran. Suara bicara kadang mengalami gangguan, yaitu sukar
dimengerti, kadang tidak bisa bicara, dan tanda-tanda vital: tekanan darah
meningkat, denyut nadi bervariasi.
a.
B1 (Breathing)
Inspeksi didapatkan
klien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak napas, penggunaan otot bantu
napas dan peningkatan frekuensi pernapasan. Auskultasi bunyi napas tambahan
seperti ronki pada pasien dengan peningkatan produksi sputum dan kemampuan
batuk menurun yang sering didapat pada pasien stroke dengan penurunan tingkat
kesadaran koma.
Pada klien dengan
tingkat kesadaran compos mentis pada pengkajian inspeksi pernapasan tidak ada
kelainan. Palpasi thoraks didapatkan taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
Auskultasi tidak didapatkan bunyi napas tambahan.
b.
B2 (Blood)
Pengkajian pada
sistem kardiovaskular didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah biasanya terjadi peningkatan dan bisa
terdapat adanya hipertensi
TD > 200 mmHg.
c.
B3 (Brain)
Stroke menyebabkan
berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah manan
yang tersumbat) ukuran area yang ferfusinya tidak adekuat, dan aliran darah kolateral
(sekunder dan aksesori) Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Pengkajian B3 merupakan pemeriksaan terfokus dan lebih lengkap dibandingkan
pengkajian pada sistem lainnya.
1)
Tingkat Kesadaran
Kualitas keasadaran
klien merupakan parameter yang paling mendasar dan paling penting yang
membutuhkan pengkajian. tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsi sistem persarafan.
Pada keadaan lanjut
tingkat kesadaran pasien stroke biasanya
berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikoma. Jika pasien sudah mengalami
koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien
dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
2)
Fungsi Serebri
a.
Status mental: observasi
penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik
pasien.
b.
Fungsi intelektual: didapat
penurunan daya ingat dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Penurunan berhitung dan kalkulasi.
c.
Kemampuan bahasa: tergantung
daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari
girus temporalis superior (area Wernick)
didapatkan disfasia resertif, yaitu
pasien tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada
bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia
ekspesif, yaitu pasien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan
tepat dan bicara tidak lancar.
d.
Lobus frontal: kerusakan fungsi
kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus
frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi
mungkin rusak.
e.
Hemisfer: stroke hemisfer kanan
menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai
kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami
hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang
sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
3)
Pemeriksaan saraf kranial
a.
Saraf I: biasanya tidak ada
kelainan pada fungsi penciuman.
b.
Saraf II: disfungsi fersepsi
visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
c.
Saraf III, IV, dan VI: apabila
akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d.
Saraf V: penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah.
e.
Saraf VII: persepsi pengecapan
dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang
sehat.
f.
Saraf VIII: tidak ditemukan
adanya tuli konduktid dan tuli persepsi.
g.
Saraf IX dan X: kemampuan
menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h.
Saraf XI: tidak ada antrofi otot
sternokleidomastoideus dan trapizeus.
i.
Saraf XII: lidah simetris,
terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
4)
Pengkajian sistem motorik
a.
Inspeksi umum, didapatkan
hemiplagia
b.
Fasikulasi didapatkan pada
otot-otot ekstremitas
c.
Tonus otot meningkat
d.
Kekuatan otot 0 pada
ekstremitas yang sakit
Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan.
5)
Pemeriksaan refleks
a.
Pemeriksaan refleks dalam,
pengetukan pada tendon, ligamentum, atau perosteum derjat refleks pada respon
normal.
b.
Pemeriksaan refleks patologis,
pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah
beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks
patologis.
6)
Pengkajian sistem sensorik
Dapat terjadi
hemihipestesi. Persepsi adalah ketidak-mampuan untuk menginterpretasikan
sensasi. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras sensorik primer di
antara mata dan korteks visual. Gangguan hubungan visualspasial (mendapatkan
hubungan dua atau lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat memakai pakaian tanpa
bantuankarena ketidakmampuan untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
Kehilanagan sensorik
karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat,
serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan
auditorius.
1.
B4 (Bladder)
Setelah stroke klien
mungkin mengalami inkontinensia urine sementara karena konfusi, ketidakmampuan
mengomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinalkarena kerusakan
kontrol motorik dan postural. Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius
eksternal hilang atau berkurang. Selamam periode ini, dilakukan kateterisasi
intermitten dengan teknik steril. Inkontinensia urine yang berlanjut
menunjukkan krusakan neurologis luas.
2.
B5 (Bowel)
Didapatkan keluhan
kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada pase akut. Mual
sampai muntah dihubungkan dengan peningkatan produksi asam lambung sehingga
menimbulkan masalah pemenuhan kebutuhan nutrisi. Pola defekasi terjadi
konstipasi karena penurunan peristaltik usus. Adanya inkontinensia alvi yang berlanjut menunjukkan
kerusakan neurologis luas.
3.
B6 (Bone)
Stoke adalah
penyakit motor neuron atas dan mengakibatkan kehilangan kontrol volunter
terhadap gerakan motorik. Karena neuron motor atas melintas, gangguan kontrol
motor volunter pada salah satu sisi tubuh dapat menunjukkan kerusakan pada
neuron atas pada sisi yang berlawanan dari otak. Disfungsi motor paling umum
adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi) karena lesi pada sisi otak
yang berlawanan. Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain. Pada kulit, jika klien kekurangan O2 kulit akan tampak pucat dan
jika kekurangan cairan maka turgor kulit akan jelek. Di samping itu juga perlu
dikaji adanya tanda-tanda dekubitus, terutama pada daerah yang menonjol karena
pasien mengalami masalah mobilitas fisik. Adanya kesukaran untuk beraktivitas
karena kelemahan, kehilangan sensorik, atau paralisis/hemiplegia, mudah lelah
menyebabkan masalah pada pola aktivitas dan istirahat.
2.1.13
Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi
Menurut Arif
Muttaqin (2008: 253) Diagnosa Keperawatan Pada Pasien Stroke:
a.
Risiko peningkatan TIK
berhubungan dengan peningkatan volume intrakranial, penekanan jaringan otak,
dan edema serebri.
Rencana
Asuhan Keperawatan.
a.
Tentukan faktor-faktor yang berhubungan
dengan keadaan penyebab khusus penurunan perfusi serebral dan potensial
terjadinya peningkatan TIK.
Rasional: mempengaruhi penetapan intervensi kerusakan/ kemunduran tanda/gejala neurologis.
b.
Pantau
tanda-tanda vital. Rasional:
variasi mugkin terjadi karena tekanan/trauma serebral pada daerah vasomotor
otak.
c.
Evaluasi pupil, catat ukuran, bentuk,
kesamaan dan reaksinya terhadap cahaya.
Rasional: reaksi pupil diatur oleh
saraf kranial Okulomotor (III) dan berguna dalam menentukan apakah batang otak
masih baik. Ukuran dan kesamaan pupil
ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis yang
mempersarafinya.
d.
Catat perubahan dalam penglihatan,
seperti adanya kebutaan, gangguan lapang pandang/kedalaman persepsi.
Rasional: gangguan penglihatan yang
spesifik men-cerminkan daerah otak
yang terkena, mengindikasikan keamanan yang harus mendapat perhatian dan mem-pengaruhi intervensi yang dilakukan.
e.
Pertahankan keadaan tirah baring:
ciptakan lingkungan yang tenang, batasi pengunjung/aktivitas klien sesuai
indikasi.
Rasional: aktivitas/stimulasi yang kontinu
dapat meningkatkan TIK. Istirahat total
dan ketenangan mungkin diperlukan untuk pencegahan perdarahan dalam kasus
hemoragik/perdarahan lainnya.
f.
Kepala
agak ditinggikan (30°).
Rasional:
menurunkan tekanan arteri dengan meningkatkan drainase dan meningkatkan
sirkulasi/perfusi serebral.
b.
Perubahan
perfusi jaringan otak berhubungan dengan pendarahan intra serebri, vasospasme,
dan edema otak.
a.
Kaji tanda-tanda status neurologis
dengan GCS.
Rasional: dapat mengurangi kerusakan otak lebih lanjut.
b.
Baringkan
klien dengan posisi terlentang tanpa bantal.
Rasional:
perubahan pada tekanan intrakranial menyebabkan
risiko terjadinya herniasi otak.
c.
Anjurkan
klien untuk mengeluarkan napas apabila bergerak atau berbalik ditempat tidur.
Rasional: mengeluarkan napas sewaktu bergerak atau merubah
posisi dapat melindungi diri dari efek valsava.
d.
Anjurkan klien untuk menghindari batuk
dan mengejan berlebihan.
Rasional: batuk dan mengejan dapat meningkatkan intra-kranial dan potensi terjadi pendarahan ulang.
e.Berikan terapi
sesuai indikasi dokter, seperti steroid, aminofel.
Rasional: menurunkan pemeabilitas kafiler, menurunkan edema
serebri.
c.
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas berhubungan dengan akumulasi sekret, kemampuan batuk
menurun, penurunan mobilitas fisik sekunder, perubahan tingkat kesadaraan.
a.
kaji keadaan jalan nafas.
Rasional: obstruksi mungkin dapat
disebabkan oleh akumulasi sekret, sisa cairan mukus.
b.
Ubah posisi secara teratur (tiap 2 jam).
Rasional: mengatur pengeluaran
sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi resiko atelektasis.
c.
Berikan minum hangat jika keadaan memungkinkan.
Rasional: membantu pengenceran
sekret dan ventilasi segmen paru-paru, mengurangi sekret.
d.
Lakukan fisioterapi sesuai indikasi.
Rasional: mengatur ventilasi segmen paru-paru dan
mengeluarkan sekret.
e.
Kolaborasi pemberian obat bronkodilator sesuai
indikasi.
Rasional: megatur ventilasi dan melepaaskan sekret karena
relaksasi otot/bronkospasme.
d.
Hambatan
mobilitas fisik berhubungan dengan hemiparese, kelemahan neuromaskular pada
ekstrimitas.
a.
Kaji mobilitas yang ada dan observasi
terhadap peningkatan kerusakan.
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan klien dalam melakukan
aktifitas.
b.
Ajarkan klien untuk melakukan latihan
gerak aktif pada ekstrimitas yang tidak sakit.
Rasional: gerakan aktif memberikan tonus massa, tonus, dan
kekuatan otot, serta memperbaikifungsi jantung dan pernafasan.
c.
Lakukan gerakan pasif pada ekstimitas
yang sakit.
Rasional: otot volunter akan kehilangan tonus dan kekuatannya bila
tidak dilatih untuk digerakkan.
d.
Pantau kulit dan membran mukosa
terhadap iritasi, kemerahan, atau lecet.
Rasional: deteksi dini adanya gangguan sirkulasi dan hikangnya
sensasi risiko tinggi kerusakan integritas kulit.
e.
Kolaborasi dengan ahli fisioterapi
untuk dan lathan fisik klien.
Rasional: peningkatan kemampuan
dalam mobilisasi ekstrimitas dapat ditingkatkan dengan latihan fisikdari tim
fisioterafi.
e.
Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan
neuromuskular, menurunnya kekuatan dan kesadaran,
kehilangan kontrol/koordinasi otot.
a.
Kaji kemampuan (dengan menggunakan
skala) dan tingkat kekurangan untuk
melakukan kebutuhan sehari-hari.
Rasional: Membantu dalam mengantisipasi atau merencanakan
pemenuhan kebutuhan secara maksimal.
b.
Hindari melakukan sesuatu untuk klien
yang dapat dilakukan sendiri tetapi, berikan bantuan sesuai kebutuhan.
Rasional: klien mungkin menjadi sangat ketakutan dan sangat
tergantung meskipun bantuan yang diberikan bermanfaat dalam mencegah frustasi,
penting bagi klien untuk melakukan sesuatu
hal sebanyak mungkin bagi diri sendiri
dan untuk mempertahankan harga diri serta meningkatkan pemulihan.
c.Bawa klien ke
kamar mandi dengan teratur/interval waktu tertentu untuk berkemih jika
memungkinkan.
Rasional: klien mungkin mengalami gangguan saraf kandung
kemih, dan tidak dapat mengatakan kebutuhannya, tetapi biasanya dapat
mengontrol kembali fungsi ini sesuai perkembangan proses penyembuhan.
d.
Identifikasi kebiasaan defekasi
sebelumnya dan kembalikan pada kebiasaan pola normal tersebut.
Rasional: mengkaji perkembangan program latihan (mandiri) dan membantu dalam pencegahan
konstipasi dan sembelit.
f.
Risiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kelemahan otot dalam mengunyah dan menelan.
a.
Tetapkan metode visual untuk
mengkomunikasikan adanya klien yang mengalami disfagia.
Rasional: risiko terjadi aspirasi dapat dikurangi.
b.
Rencanakan waktu makan saat klien dalam
keadaan segar, seperti tidak saat lelah, tidak mengantuk, Pastikan alat suksion selalu siap
tersedia saat klien makan.
Rasional:
keletihan dapat meningkatkan risiko aspirasi.
c.Atur bagian
kepala tempat tidur dalam posisi semi fowler atau fowler tinggi dengan leher
agak fleksi ke depan dan dagu menunduk.
Rasional: posisi ini menggunakan kekuatan gravitasi untuk membantu
perpindahan makanan ke bawah dan menurunkan risiko aspirasi.
d.
Mulai untuk memberikan makanan peroral
setengah cair, makanan lunak ketika klien dapat menelan air. Pilih/Bantu klien untuk memilih makanan yang
kecil atau tidak perlu mengunyah dan mudah ditelan, contoh: telur, agar-agar,
makanan kecil yang lunak lainnya.
Rasional: makanan lunak/cairan kental lebih mudah untuk
mengendalikannya di dalam mulut, menurunkan risiko terjadinya aspirasi.
e.Anjurkan klien menggunakan
sedotan untuk meminum cairan.
Rasional: menguatkan otot fasial dan otot menelan serta
menurunkan risiko tesedak.
f. Anjurkan untuk berpartisipasi dalam program
latihan/kegiatan.
Rasional: dapat meningkatkan pelepasan endorfin dalam otak
yang meningkatkan perasaan senang dan meningkatkan nafsu makan.
g.
Gangguan
eliminasi alvi (Konstipasi) berhubungan dengan imobilisasi, asupan cairan yang
tidak adekuat.
a.
Kaji bising usus
Rasional: bising usus menandakan sifat aktifitas peristaltik.
b.
Anjurkan klien untuk makan makanan yang
mengadung serat.
Rasional: diet seimbang tinggi serat merangsang konsistensi feses.
c.
Lakukan mobilisasi sesuai keadaan
klien.
Rasional: aktifitas fisik reguler membantu eliminasi dengan
memperbaiki tonus otot.
d.
Berikan penjelasan pada klien dan
keluarga tentang penyebab konstipasi.
Rasional: klien dan kelurga akan mengerti tentang pe-nyebab
konstipasi.
e.
Kolaborasi dengan tim dokter dalam
pemberian pelunak feses.
Rasional:
pelunak feses membantu eliminasi.
h.
Kerusakan
komunikasi verbal berhubungan dengan efek dari kerusakan pada area bicara pada
hemiter otak, kehilangan kontrol tonus otak atau oral, dan kelemahan ecara
umum.
a.
Kaji tipe disfungsi.
b.
Lakukan metode percakapan yang baik da
lengkap, bari kesempatan klien untuk mengklarifikasi.
c.
Perintahkan klien utuk menyebut ama
atau benda yang diperintahkan.
d.
Kolaborasi dengan konsultasikan ke ahli
terapi bicara.
i.
Risiko
gangguan integritas kulit berhubungan dengan tirah baring yang lama.
a.
Kaji/observasi terhadap eritema dan
kepucatan dan palpasi area sekitar terhadap kehangatan dan pelunakan jaringan
tiap mengubah posisi.
b.
Anjurkan untuk melakukan latihan ROM
dan mobilisasi jika mungkin.
c.
Lakukan masase pada daerah yang menojol
yang baru mengalami tekanan pada waktu
mengubah posisi.
d.
Ubah posisi tiap 2 jam.
e.
Jaga kebersihan kulit dan seminamal
mungkin hindari trauma, panas terhadap kulit.
j.
Gangguan
harga diri berhubungan dengan perubahan
psikososial, perubahan persepsi kognitif, perubahan aktual dalam struktur dan
fungsi, perubahan penerimaan respons verbal dan nonverbal.
a.
Kaji perubahan daari gangguan persepsi
dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan.
b.
Identifikasi arti dari kehilangan atau
disfungsi pada klien.
c.
Anjurkan klien untuk mengekpresikan
perasaan termasuk hostility dan kemarahan.
d.
Catat ketika klien mengatakan
terpengaruh sepertik sekarat atau mengingkari dan menyatakan inilah kematian.
e.
Bantu dan anjurkan perawat yang baik
dan memperbaiki kebiasaan.
f. Monitor gangguan tidur peningkatan
kesulitan konsentrasi, letargi, dan menarik diri.
k.
Kecemasan
berhubungan dengan ancaman, kondisi dan perubahan kesehatan.
a.
Bantu klien mengekspresikan perasaan
marah, kehilangan, dan takut.
b.
Kaji tanda verbal dan non verval
kecemasan, dampingi klien dan lakukan tindakan bila menunjukan perilaku
merusak.
c.
Beri lingkungan yang tenang dan suasana
penuh istirahat.
d.
Tingkatkan kontrol sensasi klien.
e.
Beri kesempatan kepada klien untuk
mengungkapkan kecemasan.
f. Berikan privasi untuk klien dan orang
terdekat.
2.1.14
Evaluasi
a.
Kriteria
evaluasi diagnosa 1:
1) TTV dalam batas normal.
2) Terciptanya lingkungan yang tenang.
3) Kepala di tinggikan (30°).
b.
Kriteria
evaluasi diagnosa 2:
1) Gcs dalam batas normal.
2) TVV dalam batas normal.
3) Klien tampak berbaring ditempat tidur.
4) Klien menghindari batuk dan mengejan yang
berlebih.
c.
Kriteria
evaluasi diagnosa 3:
1)
Keadaan
nafas bagus dan tidak ada sekret.
2)
Meminum
air yang hangat jika memungkinkan.
3)
Melakukan
fisiotrapi.
d.
Kriteria
evaluasi diagnosa 4:
1) Turgur kulit baik dan tidak lecet.
2) Melakukan gerakan pasif.
3) Kemampuan mobilitas baik.
e.
Kriteria
evaluasi diagnosa 5:
1) Klien tampak bersih.
2) Klien dapat mandiri dalam dalam BAK.
f.
Kriteria
evaluasi diagnosa 6:
1) Posisi kepala dalam batas norma powler
tinggi.
2) Dapat memakan peroral cair maupun lunak.
g.
Kriteria
evaluasi diagnosa 7:
1) Bising usus dalam batas normal.
2) Keluarga dapat memahami tentang
konstipasi.
h.
Kriteria
evaluasi diagnosa 8:
1) Klien dapat berkomikasi dengan normal.
2) Klien dapat menyebutkan anggota keluarga.
i.
Kriteria
evaluasi diagnosa 9:
1) Klien dapat mobilisasi
2) Klien tidak tirah baring
3) Klien dapat mengubah posisi tiap 2 jam.
4) Klien dapat melakukan ROM fasif maupun
aktif.
j.
Kriteria
evaluasi diagnosa 10:
1) Klien dapat percaya diri.
2) Klien dapat mengekpresikan persaan.
3) Tidur klien dengan normal.
k.
Kriteria
evaluasi diagnosa 11:
1) Dapat lingkungan yang tenang.
2) Klien dapat mengekpresikan persaan.
3) Kecemasan klien tidak ada lagi.
DAFTAR
RUJUKAN
Batticaca .B
Fransisca, 2008,
Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta:
Salemba Medika.
Bahrudin
.Moch, 2013, Neurologi Klinis, Universitas
Muhammadiyah Malang.
Black .M Joyce et al, 2009, Medical Surgical
Nursing Clinical Management For Positive
Outcomes, Saunders. All Rigthts Reserved.
Israr, Y.
2008, Stroke, Karya Tulis Ilmiah. Fakultas Kedokteran Universitas Riau.
Lewis .L Sharon
et al,
2011, Medical Surgical Nursing Assessment and Management of Clinical
Problems, Eighth Edition, by Mosby.
Muttaqin Arif, 2008, Buku
Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal,
Jakarta: Salemba Medika.
Munir
Badrul, 2015, Neurologi Dasar, CV:
Sagung Seto.
Nurarif Huda
Amin & Kusuma Hardhi, 2013, Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc, Jakarta: EGC.
Nurarif Huda
Amin & Kusuma Hardhi, 2012, Asuhan
Keperawatan Berdasarkan Nanda Nic Noc,
Jakarta: EGC.
Sodoyo Aru,
2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta:
Interna Publishing.
Tarwoto et al, 2009, Anatomi dan Fisiologi untuk Mahasiwa keperawatan,
Jakarta: Trans Info
Media.
Widagdo
Wahyu et al, 2008,
Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Persarafan, Jakarta : TIM.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/22361/5/Chapter%20I.pdf diakses pada Kamis 14
april 2016 pukul 13.00 wita
No comments:
Post a Comment