BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut Engram, 2012
menerangkan bahwa sistem pernapasan
merupakan salah satu organ terpenting dari bagian tubuh manusia setelah
kardiovaskuler, sehingga bila terjadi gangguan sistem pernapasan akan mempengaruhi semua organ yang
lain yang akan mengganggu pada aktivitas manusia. Masalah peningkatan polusi udara perlu ditangani dengan serius karena dapat
berdampak terhadap status kesehatan masyarakat, baik yang menyebabkan timbulnya
infeksi maupun iritasi terhadap saluran pernapasan. Penyakit infeksi yang paling sering
menyebabkan kematian adalah infeksi saluran pernapasan.
Menurut Depkes, 2015
menerangkan bahwa gangguan sistem pernapasan manusia seperti, influenza (flu), asma atau sesak napas, tuberkulosis (TBC), pnemothoraks, infeksi saluran pernapasan atas
(ISPA), rinitis, faringitis,
laringitis, bronkitis, sinusitis, asfikasi, asidosis, difteri, emfisema, pneumonia, dan kanker paru-paru. Penyebab dari gangguan pernapasan bermacam-macam salah satunya dikarenakan oleh trauma
dada, infeksi saluran napas, penyakit inflamasi paru akut dan kronik lain yang mendasarinya sehingga menyebabkan klien terkena penyakit pnemothoraks.
Pnemothoraks merupakan suatu keadaan terdapatnya udara
didalam rongga pleura. Pnemotoraks terbagi menjadi beberapa jenis yaitu pnemothoraks
terbuka, tertutup, dan ventil. Ditandai dengan mengeluh mendadak nyeri dada disertai dengan sesak napas, peningkatan kerja pernapasan dan dispnea (Muttaqin,
2008).
Pnemothoraks bisa disebabkan karena infeksi saluran
napas, trauma dada, Acute Lung Injury (ALI),
penyakit inflamasi paru akut dan kronik, dan yaitu keganasan. Pnemothoraks bisa juga
diklasifikasikan berdasarkan penyebabnya pnemothoraks spontan dan traumatik (Nanda, 2013).
Menurut Biotta,
2012 menerangkan bahwa patofisiologi pnemothoraks yaitu udara terakumuasi dan memisahkan pleura
viseral dengan pleura
parietal. Tekanan negatif hilang, yang mempengaruhi daya rekoil elastis, paru
rekoil dan kolaps ke hilus. Pada pnemothoraks
terbuka udara atmosfir mengalir langsung ke rongga pleura yang mengakibatkan
kolaps paru pada area yang terkena. Pada pnemothoraks tertutup, udara masuk ke
rongga pleura dari dalam paru, sehingga meningkatkan tekanan pleura dan
mencegah ekspansi paru.
Menurut WHO & Canadian Lung Association, 2015 menerangkan bahwa epidemiologi pneumothoraks dapat diklasifikasikan
menjadi pnemothorak spontan dan
traumatik. Pnemothoraks spontan dibagi menjadi pnemothoraks
primer dan sekunder. Pnemothoraks primer lebih banyak
ditemukan pada orang berusia muda sedangkan pnemothoraks sekunder lebih sering
ditemukan pada orang berusia tua dengan usia puncak >55 tahun. Insiden
tahunan untuk pnemothoraks primer adalah 18-28/100000 populasi untuk laki-laki dan 1,2-6/100000 populasi untuk perempuan.
Sedangkan insiden tahunan untuk pnemothoraks sekunder adalah 6,3/100000 populasi untuk laki-laki dan
2,0/100000 populasi
untuk perempuan. Sedangkan pnemothoraks traumatik dibagi menjadi iatrogenik maupun non-iatrogenik.
Kutipan dari http://www.artikelkedokteran.com/1491/tbcdisertaipnemothorax.
html#sthas.Om8VQ&j.dpbs
diakses pada tanggal 12 April 2016 jam 23.00 Wita menerangkan bahwa angka kejadian pnemotoraks pada umumnya sulit
ditentukan karena banyak kasus yang tidak didiagnosis sebagai pnemotoraks
karena berbagai sebab. Johnston & Dovnarsky memperkirakan kejadian pnemotoraks
berkisar antara 2,4-17,8 per 100.000 per tahun. Tuberkulosis paru merupakan
penyebab pnemotoraks spontan sekunder tertinggi di beberapa negara berkembang.
Prevalensi TB paru yang masih tinggi di Indonesia merupakan faktor penyebab
terjadinya Pnemothoraks Spontan Sekunder (PSS).
Di
Kalimantan Selatan khususnya data yang didapat di Rekam Medik RSUD Ulin Banjarmasin tahun 2013, dari 1.158
(98,88%) klien yang dirawat inap di Ruang Dahlia (paru), terdapat 13 (1,12%)
kasus klien yang menderita pnemothoraks, pada tahun 2014 dari 1.884 (98,94%) klien
yang dirawat inap di Ruang Dahlia (paru), terdapat 20 (1,06%) kasus klien yang
menderita pnemothoraks, sedangkan pada tahun 2015 dari 1.688 (98,28%) klien
yang dirawat inap di Ruang Dahlia (paru), terdapat 29 (1,72%) kasus klien yang
menderita pnemothoraks.
BAB
2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Anatomi Sistem Pernapasan
2.1.1
Pengertian Respirasi
Respirasi adalah suatu proses mulai dari
pengambilan oksigen, pengeluaran karbondioksida hingga penggunaan energi
didalam tubuh. Manusia bernapas
menghirup oksigen dalam udara bebas dan membuang karbondioksida ke lingkungan.
Sistem pernapasan berperan untuk menukar udara
kepermukaan dalam paru (Wahid & Suprato, 2013).
2.1.2 Anatomi Pernapasan
Syaifuddin 2012, mengatakan anatomi sistem
pernapasan meliputi:
2.1.2.1 Hidung
Hidung merupakan organ tubuh yang berfungsi
sebagai alat pernapasan
dan indra penciuman. Bentuk dan stuktur hidung menyerupai piramida atau kerucut
dengan alasnya pada prosesus palatinus osis maksilaris dan pars horizontal osis
palatum. Dalam keadaan normal, udara masuk dalam sistem pernapasan, melalui rongga hidung. Vestibulum
rongga hidung berisi serabut-serabut halus. Epitel vestibulum berisi
rambut-rambut halus yang mencegah masuknya benda-benda asing yang menggangu
proses pernapasan.
2.1.2.2 Faring
Faring adalah suatu saluran otot selaput
kedudukannya tegak lurus antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.
2.1.2.3 Laring
Laring atau pangkal tenggorokan
merupakan jalinan tulang rawan yang dilengkapi dengan otot, membran, jaringan
ikat, dan ligamentum. Sebelah atas pintu masuk laring membentuk tepi epiglotis,
lipatan dari efiglotis aritenoid dan pita interaritenoid, dan sebelah bawah
tepi bawah kartilago krikoid. Tepi tulang dari pita suara asli kiri dan kanan
membatasi daerah epiglotis. Bagian atas disebut supraglotis dan bagian bawah
disebut subglotis.
2.1.2.4 Trakea
Trakea (batang tenggorokan)
adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C yang dibentuk oleh tulang-tulang
rawan yang disempurnakan oleh selaput, terletak diantara vertebrae servikalis
VI sampai tepi bawah kartilago krikoidae vertebrata torakalis V. Panjangnya
sekitar 13 cm dan diameter 2,5 cm, dilapisi oleh otot polos, mempunyai dinding
fibroelastis yang tertanam dalam balok-balok hialin yang mempertahankan trakea
tetap terbuka.
2.1.2.5
Bronkus
Bronkus
(cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea. Bronkus terdapat pada ketinggian
vertebrae torakalis IV dan V. Bronkus mempunyai struktur sama dengan trakea dan
dilapisi oleh sejenis sel yang sama dengan trakea dan berjalan kebawah kearah
tampuk paru. Bagian bawah trakea mempunyai cabang utama dua kiri dan kanan yang
dibatasi oleh garis pembatas. Setiap perjalan cabang utama tenggorokan ke
sebuah tekuk yang panjang di tengah permukaan paru. Bronkus terdiri dari dua
bagian yaitu bronkus prinsipalis dekstra dan bronkus prinsipalis sinistra.
2.1.2.6
Pulmo
Pulmo adalah salah satu organ sistem pernapasan
yang berada di dalam kantung yang dibentuk oleh pluera parietalis dan pluera
viseralis. Kedua paru sangat lunak, elastis, dan berada dalam rongga torak.
Sifatnya ringan dan terapung di dalam air. Paru berwarna biru keabu-abuan dan
berbintik-bintik karena partikel-partikel debu yang masuk termakan oleh
fagosit. Masing-masing paru mempunyai apeks yang tumpul menjorok keatas, masuk
keleher kira-kira 2,5 cmdi atas klavikula. Apeks pulmo berbentuk bundar dan
menonjol kearah dasar yang lebar, melewati apertura torasis superior 2,5-4 cm
di ujung sternal iga I.
Paru dapat dibagi atas beberapa lobus.
Pada paru kiri terdapat suatu insisura yaitu insisura obligus, insisura ini
yang membagi paru kiri atas dua lobus yaitu lobus superior dan lobis inferior. Pada
paru kanan terdapat dua insisura yaitu insisura obliqua dan insisura
interlobularis. Paru kanan memiliki 10 segmen, dan paru kiri terdiri dari 8
segmen.
Pleura
adalah suatu membran serosa yang halus, membentuk suatu kantong tempat paru
berada. Ada dua buah, kiri dan kanan yang masing-masing tidak berhubungan.
Pluera mempunyai 2 lapisan yaitu lapisan permukaan disebut permukaan
parietalis, dan lapisan dalam pleura viseralis.
2.2 Fisiologi
Sistem Pernapasan
Aktivitas bernapas merupakan dasar
yang meliputi ventilasi pulmuner, difusi, dan perfusi. Syaifuddin 2012,
mengatakan fisiologi pernapasan meliputi:
2.2.1 Ventilasi pulmoner
Ventilasi pulmoner, atau gerak
pernapasan yang menukar udara dalam alveoli dengan udara luar. Arus darah
melalui paru-paru. Distribusi arus udara dan arus darah sehingga dalam jumlah
tepat dalam mencapai semua bagian tubuh.
2.2.2
Difusi
Difusi adalah gas yang menembus
membran pemisah alveoli dan kapiler. CO2 daripada oksigen.
2.2.3
Perfusi
Perfusi adalah pernapasan jaringan
atau pernapasan interna. Darah yang telah menjenuhkan hemoglobin dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan akhirnya mencapai kapiler, dimana
darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan mengambil oksigen dari hemoglobin
untuk memungkinkan oksigen berlangsung, dan darah menerima karbondioksida
sebagai gantinya.
2.3 Mekanisme Pernapasan
Mekanisme pernapasan menurut Wahid &
Suprapto 2013, digolongkan menjadi 2 yaitu:
2.3.1 Pernapasan Dada
Pada
pernapasan dada otot yang berperan penting adalah otot antar tulang rusuk. Otot
antar tulang rusuk dapat dibedakan menjadi dua, yaitu otot antar tulang rusuk
luar yang berperan dalam mengangkat tulang-tulang rusuk dan tulang rusuk dalam
yang berfungsi menurunkan atau mengembalikan tulang rusuk ke posisi semula.
Bila otot antar tulang rusuk luar berkontraksi maka tulang rusus akan terangkat
sehingga volume dada bertambah
besar. Bertambah besarnya akan menyebabkan tekanan dalam rongga dada luar.
Karena tekanan udara kecil pada rongga dada menyebabakan aliran udara mengalir
dari luar tubuh masuk kedalam tubuh, proses ini disebut inspirasi.
2.3.2 Pernapasan
perut
Pada
pernapasan ini otot yang berperan aktif adalah otot diafragma dan otot dinding
rongga perut. Bila otot diafragma berkontraksi, posisi diafragma akan mendatar.
Hal ini menyebabkan volume rongga dada bertambah besar sehingga tekanan udara
semakin kecil. Penurunan tekanan udara menyebabkan mengembangnya paru-paru,
sehingga udara mengalir masuk ke paru-paru (inspirasi).
2.4 Konsep Penyakit Pnemothoraks
2.4.1 Definisi Pnemothoraks
Pnemothoraks merupakan suatu keadaan
dimana terdapat akumulasi udara ekstrapulmoner dalam rongga
pleura, antara plura visceral dan parenteral, yang dapat menyebabkan timbulnya kolaps paru. Pada
keadaan normal rongga pleura tidak berisi udara, supaya paru-paru leluasa
mengembang terhadap rongga dada (Nanda, 2013).
Pnemothoraks adalah adanya udara dalam rongga
pluera yang terjadi ketika udara ditarik kedalam pleura dari paru yang
mengalami laserasi atau melalui lubang kecil dalam dinding dada. Pada dua kasus
tersebut, udara yang masuk rongga dada bersama dengan setiap inspirasi akan
terjebak disini, udara tidak dapat dikeluarkan melalui jalan udara atau lubang
kecil dalam dinding dada (Wahid & Suprapto, 2013).
Pnemotorak merupakan suatu keadaan terdapatnya
udara didalam rongga pluera (Muttaqin, 2008).
Pneumothorax is an accumulation of air between
the parietal and visceral pluera with secondary lung collapse. There are trhee
of pneumothorax (Baird & Bethel, 2011).
2.4.2 Klasifikasi
Klasifikasi pnemothoraks menurut Muttaqin (2008)
diklasifikasikan menjadi:
a.
Pnemothoraks terbuka
Terjadi akibat adanya hubungan
terbuka rongga pleura dan bronkhus dengan lingkungan luar. Sehingga tekanan intrapleura
sama dengan tekanan barometer (luar). Takanan intrapleura disekitar nol (0)
sesuai dengan gerakan pernapasan.
b.
Pnemothoraks tertutup
Ronga
pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan dunia luar. Udara yang dulunya ada
di rongga pleura (tekanan positif) karena reabsopsi dan tidak ada hubungannya
lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif.
Tetapi paru-paru belum bisa berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura
yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
c.
Pnemothoraks ventil
Merupakan Pnemothoraks yang
mempunyai tekanan positif berhubungan adanya fistel di pleura viseralis yang
bersifat ventil. Udara melalui bronkhus terus ke percabangannya dan menuju
kearah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi, udara masuk kerongga pleura
yang permulaannya masa negatif.
Sedangkan Nanda 2013, mengklasifikasikan Pnemothoraks menjadi spontan dan
traumatik.
a.
Pnemothoraks traumatik
1)
Pnemothoraks iatroganik
Terjadi
karena akibat komplikasi tindakan medis dan jenis ini dibedakan menjadi dua
yaitu:
1)
Pnemothoraks traumatik iatrogenik
aksidental ini terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan/komplikasi
tindakan tersebut, misalnya tindakan parasentesis dada, biospy pleura, biospy
transbronkial, biospy/aspirasi paru perkutaneus.
2)
Pnemothoraks traumatik iatrogenik
artifical merupakan Pnemothoraks yang sengaja dilakukan dengan cara mengisi
udara kedalam rongga pleura melalui jarum dengan suatu alat maxwell box. Biasanya untuk terapi
tuberkolusis (sebelum era antibiotik), atau untuk menilai permukaan paru.
b.
Pnemothoraks spontan
Pnemothoraks spontan dibagi lagi menjadi primer
(tanpa adanya penyakit yang mendasari) dan sekunder (komplikasi dari penyakit
paru akut atau kronik).
2.4.3 Etiologi
Wahid & Suprapto 2013, mengatakan Pnemothoraks
merupakan komplikasi paling serius dan selang dada dan dapat terjadi secara
spontan atau karena trauma. Pnemotorak disebabkan karana tekanan posistif pada
saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Dengan demikian tegangan (tekanan)
terbentuk di dalam rongga pleura yang menyebabkan paru kolaps dan jantung,
pembuluh darah besar, dan trakea bergeser kearah sisi dada yang tidak sakit.
Baik fungsi pernapasan
dan sirkulasi mengalami kerusakan karena dengan meningkatnya tekanan intrathorax,
arus balik vena ke jantung mengalami gangguan,
menyebabkan penurunan curah jantung dan merusak sirkulasi perifer.
Muttaqin 2008, mengatakan secara singkat proses
terjadinya pnemotorak adalah sebagai berikut:
a.
Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah
dan mudah robek dan udara ke arah jaringan peribronkhovaskular. Apabila alveoli
itu melebar, tekanan dalam alveoli akan meningkat.
b.
Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan
obstruksi endobronkhial adalah faktor presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.
c.
Selanjutnya udara yang terbebas dari
alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosisi di peribronksovaskular ke arah
hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan Pnemothoraks.
Billota 2010, membagi penyebab Pnemothoraks berdasarkan
klasifikasi Pnemothoraks tersebut yaitu:
a.
Pnemothoraks terbuka
1.
Cedera tembus pada dada
2.
Pembedahan dada
3.
Biospi transbronkial dan biospi paru per
kutan
4.
Torasentesis
b.
Pnemothoraks tertutup
1.
Trauma tumpul pada dada
2.
Fraktur iga
3.
Fraktur klavikula
4.
Ruptur bleb kongenital dan ruptur bula emfisematosa
5.
Barotrauma
6.
Lesi tuberkular erosif atau lesi kanker
7.
Penyakit paru interstisal
c.
Tension Pnemothoraks
1.
Luka tembus pada dada
2.
Fungsi
paru atau jalan napas akibat ventilasi tekanan positif
3.
Ventilasi mekanis setelah cedera dada
4.
Tekanan akhir ekspirasi positif yang
tinggi, mengakibatkan ruptur bleb alveoli
5.
Oklusi atau malfungsi slang dada.
2.4.4 Manifestasi Klinis
Gambaran
klinis dari klien dengan pnemotoraks menurut Nanda (2013) meliputi:
2.4.4.1 Klien
mengeluh mendadak nyeri dada pluritik akut yang terlokalisasi pada paru yang
sakit.
2.4.4.2 Nyeri dada pluritik biasanya disertai sesak
napas, peningkatan kerja pernapasan, dan dispnea.
2.4.4.3 Gerakan
dinding dada mungkin tidak sama karena sisi yang sakit tidak mengembang seperti
sisi yang sehat.
2.4.4.4
Suara
napas jauh atau tidak ada.
2.4.4.5
Perkusi
dada menghasilkan suara hipersonan.
2.4.4.6
Takikardi
sering terjadi menyertai tipe pnemotoraks
2.4.4.7
Hipoksemia
2.4.4.8
Ketakutan
2.4.4.9
Gawat
napas
2.4.4.10 Peningkatan
tekanan jalan napas puncak dan rerata, penurunan komplian, dan auto-tekanan
ekspirasi akhir positif (auto-PEEP) pasa klien yang terpasang ventilasi
mekanis.
2.4.4.11 Kolaps kardiovaskuler
2.4.5 Patofisiologi
Patofisiologi Pnemothoraks menurut Biotta 2012, adalah
yaitu udara terakumuasi dan memisahkan pleura viseral dan pleura parietal.
Tekanan negatif hilang, yang mempengaruhi daya rekoil elastis, paru rekoil
dan kolaps ke hilus. Pada Pnemothoraks terbuka
udara atmosfir mengalir langsung ke rongga pleura yang mengakibatkan kolaps
paru pada area yang terkena. Pada Pnemothoraks tertutup, udara masuk ke rongga
pleura dari dalam paru, sehingga meningkatkan tekanan pleura dan mencegah
ekspansi paru. Pada tensions Pnemothoraks udara dalam rongga pleura memiliki tekanan
lebih tinggi dari udara di paru. Udara masuk ke rongga pleura melalui ruptur
pleura hanya ketika inspirasi. Tekanan udara ini menyababkan tekanan-tekanan
barometik, menyebabkan atelektasis kompresi. Peningkatan tekanan dapat menggeser
jantung dan pembuluh darah beserta menyebabkan pergeseran mediastinum.
Arif Muttaqin, 2008.
2.4.7 Faktor Risiko
Faktor
risiko terjadinya Pnemothoraks menurut Biotta (2012) yaitu:
2.4.7.1 Pria
2.4.7.2 Merokok
2.4.7.3 Penyakit paru
2.4.7.4 Riwayat Pnemothoraks
2.4.8 Masalah Yang Lazim Muncul
Masalah yang lazim muncul
menurut Nanda (2013)
meliputi:
2.4.8.1 Ketidakefektifan pola napas
2.4.8.2 Nyeri akut
2.4.8.3 Hambatan mobilitas
2.4.8.4 Kerusakan integritas
2.4.8.5 Resiko infeksi
2.4.9 Komplikasi
Masalah yang lazim muncul menurut Nanda (2013) meliputi:
2.4.9.1 Atelektasis
2.4.9.2 Pnemonitis
2.4.9.3 Kegagalan pernapasan
2.4.9.4 Tension pnemothoraks
2.4.9.5 Pnemothoraks bilateral
2.4.9.6 Emfisema
2.4.10Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis menurut Wahid & Suprapto 2013, yaitu, jika
diduga tension Pnemothoraks, klien harus segera diberikan oksigen dengan
konsentrasi tinggi untuk mengatasi hipoksia. Dalam keadaan darurat, tension
Pnemothoraks dapat diubah dengan cepat menjadi Pnemothoraks dengan memasangkan
jarum berdiameter besar pada garis midklavikular ruang intercostal ke dua pada
sisi yang sakit. Tindakan ini akan menghilangkan tekanan dan mengalirkan udara
dan cairan sisanya dan mengembangkan kembali paru.
Jika paru mengembang dan kebocoran dari paru
berhenti, drainase labih lanjut mungkin tidak diperlukan lagi. Jika paru terus
bocor, seperti yang ditunjukan dengan penumpukan kembali volume udara yang
tidak dapat dikeluarkan selama torasentasis, udara harus dikeluarkan dengan
selang dada menggunakan drainase water seal.
2.5
Proses Asuhan Keperawatan
2.5.1 Asuhan Keperawatan pada Gangguan Sistem Pernapasan dengan Pnemothoraks
2.5.1.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian
keperawatan menurut Muttaqin 2008, meliputi:
a.
Anamnesis
1) Riwayat
penyakit saat ini
Keluhan utama
meliputi sesak napas, bernapas terasa berat pada dada, dan keluhan sulit
bernapas serta nyeri dada. Seringkali sesak napas datang mendadak, dan semakin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerakan pernapasan. Selanjutnya dikaji apakah ada
riwayat trauma yang mengenai organ rongga dada seperti peluru yang menembus
dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat,
kecelakaan lalulintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan
benda tajam langsung menembus pleura.
2)
Riwayat penyakit terdahulu
Perlu
ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit paru seperti TB paru,
pneumonia atau PPOM
(penyakit
paru obstruksi menahun) dimana sering
ter-
jadi
pada pneumothoraks spontan.
3)
Riwayat penyakit keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga klien yang menderita penyakit-penyakit
yang mungkin dapat menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, TB paru, PPOM
dan lain-lain yang berhubungan dengan penyebab pneumothoraks.
4)
Pengkajian psikososial
Pengkajian
psikososial meliputi perasaan klien terhadap penyakitnya, bagaimana cara
mengatasinya setara bagaimana perilaku klien pada tindakan yang dilakukan
terhadap dirinya.
b.
Pemeriksaan Fisik
1)
Pernapasan
atau
respirasi pemeriksaan
fisik pada klien dengan pneumothorak
merupakan pemeriksaan fokus yang terdiri atas inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
a) Inspeksi
Peningkatan usaha dan frekuensi
pernapasan, serta penggunaan otot bantu pernapasan. Pernapasan ekspansi dada
yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada dada yang tertinggal pada dada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang
sakit). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputum yang purulen. Trakhea dan
jantung terdorong ke sisi yang sehat.
b)
Palpasi
Taktil fermitus menurun pada sisi
yang sakit. Disamping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada
yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga
bisa saja normal atau melebar.
c)
Perkusi
Suara ketok pada sisi yang sakit,
hipersonor sampai timpani, dan tidak bergetar. Batas jantung terdorong ke arah
thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura tinggi.
d)
Auskultasi
Suara napas menurun sampai
menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, semakin ke atas letak cairan
maka akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar amforis, bila ada
fistel bronkhopleura yang cukup besar pada pnemothoraks terbuka
2)
Kardiovaskuler
atau
Sirkulasi
Perawat
perlu memonitor dampak Pnemothoraks pada status kardiovaskular yang meliputi
keadaan hemodinamika seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.
3)
Persyarafan
atau
Neurologik
Pada
inspeksi, tingkat kesadaran perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga
pemeriksaan GCS. Apakah compos mentis, samnolen, atau koma.
4)
Perkemihan
Eliminasi
atau
Genitourinaria
Pengukuran
volume output urin berhubungan dengan
intake
cairan. Oleh karena itu, perawat perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria
merupakan tanda awal dari syok.
5)
Pencernaan
Eliminasi
atau Gastrointestinal
Akibat
adanya sesak napas, klien biasanya mengalami
mual
muntah, penurunan nafsu makan, dan penurunan
berat
badan.
6)
Tulang
Otot
Integumen
Pada
trauma dirusuk dada, sering didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan
risiko infeksi.
c. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan
radiologi, gambaran radiologis pnemothoraks akan tampak hitam, rata, dan
paru-paru yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang
paru yang kolaps tidak membentuk garis, tetapi berbentuk globuler yang sesuai dengan lobus
paru. Adakalanya paru mengalami kolaps tersebut, hanya tampak seperi massa yang
berada didaerah hilus. Perlu diamati ada tidaknya pendorongan. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakhea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi Pnemothoraks ventil dengan tekanan intrapleura yang tinggi.
2.5.1.2 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksaan menurut Muttaqin 2008, bergantung pada
jenis pnemothoraks yang dialaminya, derajat kolaps, berat ringannya gejala,
penyakit dasar, dan penyulit yang terjadi saat melaksanakan pengobatan yang
meliputi tindakan dekompresi seperti:
a.
Menusukan jarum melalui dinding dada hingga masuk ke
rongga pleura.
b.
Membuat hubungan dengan udara luar
melalui kontraventil seperti penggunaan pipa Water Seales Drainage (WSD), pengisapan kontinu, dan pencabutan
drain.
c.
Tindakan bedah
d.
Pengelupasan atau dekorisasi.
2.5.1.3 Diagnosis Keperawatan
Diagnosis
keperawatan menurut Muttaqin (2008) meliputi:
a.
Ketidakefektifan pola pernapasan yang berhubungan dengan
menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan tekanan dalam rongga
pleura.
b.
Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan
dengan adanya akumulasi sekret jalan napas.
c.
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveolar kapiler.
d.
Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan
adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan
tindakan WSD.
e.
Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan dengan
adanya luka pasca pemasangan WSD.
f.
Resiko tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya
drainase selang sekunder akibat pipa WSD yang terjepit.
g.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungn dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan
nafsu makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan struktur abdomen.
h.
Gangguan ADL (aktivity daily living) yang berhubungan
dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya sesak napas.
i.
Cemas berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang
dibayangkan (ketidakmampuan untuk bernapas)
j.
Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan dengan
batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan
suasana lingkungan
k.
Kurangnya pengetahuan yang berhubungan dengan
informasi yang tidak adekuat mengenai proses penyakit dan pengobatan.
2.5.1.4 Intervensi Keperawatan
Intervensi
keperawatan menurut Muttaqin (2008) meliputi:
a. Ketidakefektifan pola pernapasan yang
berhubungan dengan menurunnya ekspansi paru sekunder terhadap peningkatan
tekanan dalam rongga pleura.
Tujuan dan keriteria
hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan pola napas kembali
efektif, tidak terjadi komplikasi seperti syok, gagal napas, hipoksia.
Intervensi keperawatan meliputi:
1)
Mengidentifikasi etiologi/faktor pencetus. Contoh
kolaps spontan, trauma, keganasan, infeksi, komplikasi ventilasi mekanik.
Rasional
:pemahaman penyebab kolaps paru perlu untuk pemasangan selang dada yang tepat
dan memilih tindakan terapeutik lain.
2)
Mengkaji fungsi pernapasan, catat kecepatan/pernapasan
serak, dispnea, keluhan “lapar udara” terjadinya sianosis, perubahan tanda
vital.
Rasional
:distres pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi sebagai akibat
stres fisologi dan nyeri atau dapat menunjukan terjadinya syok sehubungan
dengan hipoksia/perdarahan.
3)
Awasi kesesuaian pola pernapasan bila menggunakan
ventilasi mekanik. Catat perubahan tekanan udara. Rasional: kesulitan bernapas
“dengan” ventilator dan/atau peningkatan tingkatan jalan napas diduga
memburuknya kondisi/terjadinya komplikasi (mis, ruptur spontan dari bleb,
terjadinya pneumotorak).
4)
Auskultasi bunyi napas.
Rasional: bunyi napas dapat menurun atau tak ada pada
lobus, segmen paru, atau seluruh area paru (unilateral). Area atelektasis tak
ada bunyi napas, dan sebagian area kolaps menurun bunyinya. Evaluasi juga
dilakukan untuk area yang baik pertukaran gasnya dan memberikan data evaluasi
perbaikan pneumotorak.
5) Catat pengembangan dada dan
posisi trakea.
Rasional:
pengembangan dada sama dengan ekspansi paru. Deviasi trakea dari area sisi yang
sakit pada tegangan pneumotorak.
6) Kaji fremitus.
Rasional:
suara dan taktil fremitus (vibrasi) menurun pada jaringan yang tersisi
cairan/konsolidasi.
7) Kaji klien adanya area nyeri
tekan bila batuk, napas dalam.
Rasional:
sokong terhadap dada dan otot dan abdominal
membuat
batuk lebih efektif/mengurangi trauma
8) Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
Rasional:meningkatkan
inspirasi maksimal, meningkatkan ekspansi paru dan ventalitas pada sisi yang
tak sakit
b.
Bersihan jalan napas tidak efektif yang berhubungan
dengan adanya akumulasi sekret jalan napas. Tujuan dan keriteria hasil: setelah
dilakukan tindakan keperawatan diharapkan jalan napas kembali efektif, tidak
ada sumbatan sputum, jalan napas bersih. Intervensi keperawatan meliputi:
1) Awasi
perubahan status jalan napas dengan memonitor
jumlah, bunyi, atau status kebersihan.
Rasional:
penurunan aliran udara terjadi pada area yang tertekan oleh udara, bunyi napas
biasanya rales atau pun tidak terdengar karena adanya udara pada rongga pleura.
2) Kaji frekuensi/kedalaman pernapasan dan
gerakan dada.
Rasional:
takipnea, pernapasan dangkal, dan gerakan dada tak simetris sering terjadi
karena ketidaknyamanan gerakan dinding dada.
3) Berikan pelembab saat terpasang O2
Rasional:
cairan diperlukan untuk menggantikan kehilangan baik yang tampak maupun yang
tidak, saat bernapas paien akan mengeluarkan uap sehingga diperlukan pelembab
untuk mengurangi uap yang keluar.
4) Lakukan tindakan pembersihan
jalan napas dengan fibrasi, clapping, atau postural drainase (jika perlu
lakukan suction)
Rasional: membantu melancarkan pembersihan dan merangsang batuk secara
mekanik pada klien yang tak mampu melakukan
karena batuk tidak produktif
5) Ajarkan teknik batuk efektif dan
cara menghindari alergi.
Rasional: batuk adalah mekanisme
pembersihan jalan
napas alami, membantu silia
mempertahankan mekanisme paten.
6) Berkolaborasi dengan
tim medis untuk pemberian obat bronkodilator.
Rasional
: alat untuk menurunkan spasme bronkus
dengan
mobilisasi sekret. Analgesik diberikan untuk
memperbaiki
batuk dengan cara menurunkan ketidak-
nyamanan tetapi harus digunakan secara hati-hati.
c.
Gangguan pertukaran gas yang berhubungan dengan
penurunan kemampuan ekspansi paru dan kerusakan membran aveoler kapiler. Tujuan
dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pertukaran gas tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda asidosis ataupun alkalosis.
Intervensi keperawan meliputi:
1)
Awasi perubahan status pernapasan
Rasional:
manifestasi syok pernapasan pada indikasi tertentu dapat terjadi karena
perubahan volume udara yang masuk.
2)
Atur posisi sesuai dengan kebutuhan
Rasional:posisi
fowler ataupun semi fowler dapat melancarkan pernapasan karena posisi trakhea
akan lebih terbuka saat posisi tersebut.
3)
Berikan oksigenasi
Rasional:tujuan
terapi O2 adalah mempertahankan PaO2 di atas 60 mg,
oksigen diberikan dengan metode yang memberikan pengiriman tepat dalam
toleransi klien.
4)
Ajarkan teknik bernapas dan releksasi yang benar.
Rasional: ansietas dapat menyebabkan masaslah
psikologis sesuai dengan respon fisiologi terhadap hipoksia.
5)
Pertahankan berkembangnya paru dengan memasang
ventilasi mekanis, chest tube, dan chest drainase sesuai dengan indikasi.
Rasional: dapat dilakukan bila kondisi memungkinkan terjadinya
gagal napas akut, sehingga perlu dilakukan
untuk mencegah terjadinya komplikasi.
d.
Resiko tinggi terjadi infeksi yang berhubungan dengan
adanya port de entre (lubang) akibat luka penusukan tindakan WSD.Tujuan
dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko
tinggi tidak terjadi, tidak ada tanda-tanda radang, tidak ada tanda-tanda
infeksi. Intervensi keperawatan meliputi:
1)
Kaji warna kulit atau suhu dan pengisian kapiler pada
area pemasangan WSD dan tandur kulit
Rasional:merupakan
tanda dan gejala infeksi sekunder yang harus dicegah dengan memonitor tanda dan
gejala tersebut.
2)
Tetap pada dasilitas kontrol infeksi (sterillisasi dan
prosedur antiseptik)
Rasional:
tindakan sesuai dengan prosedur dan sesuai dengan prinsip steril dapat mencegah
terjadinya infeksi sekaligus mengurangi resiko.
3)
Ulangi studi laboratorium untuk mengetahui kemungkinan
terjadinya infeksi sistemik.
Rasional:
leukosit tinggi menunjukan adanya infeksi, sehingga memerlukan intervensi lebih
lanjut dengan bantuan tim medis lain.
4)
Ganti balutan setiap hari.
Rasional:
mencegah terjadinya infeksi sekunder dan memberikan kenyamanan pada klien dengan digantinya balutan.
5)
Berkolaborasi dengan dokter untuk pemberian antibiotik
sesuai petunjuk.
Rasional:
antibiotik dapat membunuh mikroorganisme yang menyebabkan infeksi.
e. Kerusakan integritas jaringan yang berhubungan
dengan adanya luka pasca pemasangan WSD. Tujuan dan
keriteria hasil : setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
integritas kulit dapat teratasi, tidak terjadi perluasan kerusakan jaringan,
tidak terjadi iritasi lain. Intervensi keperawatan meliputi:
1)
Monitor tanda-tanda vital
Rasional: mengidentifikasi
secara dini adanya takikardi yang mungkin indikatif dari terjadinya infeksi.
2)
Waspadai faktor resiko lanjut
Rasional: ini
mempengaruhi pemulihan luka dan tahanan pada infeksi
3)
Tutup luka dengan balutan steril.
Rasional:
mencegah terjadinya infeksi sekunder dan mempertahankan luka dengan sifat luka
itu sendiri (kering/basah)
4) Kaji faktor
resiko perluasan integritas kulit
Rasional:
faktor resiko perluasan akan mencegah terjadinya perluasan kerusakan yang dapat
dicegah secara dini
f.
Resiko tinggi trauma yang berhubungan tidak optimalnya
drainase selang sekunder akibat pipa WSD yang terjepit. Tujuan dan keriteria
hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan resiko tinggi trauma
tidak terjadi, klien tidak nyeri dada, klien tidak sesak napas, klien tidak
terjadi komplikasi dengan pemasangan WSD. Intervensi keperawatan meliputi:
1) Kaji
dengan klien
tujuan/fungsi unit drainase dada,
catat gambaran keamanan.
Rasional: informasi tentang bagaimana sistem bekerja
memberikan
keyakinan, munurunkan ansietas klien.
2)
Pasangkan kateter torak kedinding dada dan berikan
panjang selang ekstra sebelum memindahkan atau mengubah posisi klien.
Rasional: mencegah terlepasnya kateter dada atau selang terlipat dan menurunkan
nyeri/ketidaknyamanan sehubungan dengan
penarikan atau menggerakan selang.
3) Amankan sisi
sambungan selang.
Rasional: mencegah
terlepasnya selang.
4) Beri
bantalan pada sisi dengan kasa/plester.
Rasional: melindungi
kulit dari iritasi/tekanan
5) Amankan unit
drainase pada tempat tidur klien atau pada
sangkutan/tempat tertentu pada area dengan lalulintas rendah
Rasional: mempertahankan posisi duduk tinggi dan
menurunkan risiko kecelakaan jatuh/unit pecah.
6)
Berikan transportasi aman bila klien dikirim keluar
unit untuk tujuan diagnostik. Sebelum memindahkan periksa botol untuk batas
cairan yang tepat, ada atau tidaknya gelembung, adanya/derajat/waktu pasang
surut. Perlu atau tidak selang dada diklem atau dilepaskan dari sumber
penghisap.
Rasional: meningkatkan
kontinuitas evakuasi optimal carian/udara selama pemindahan. Bila klien
mengeluarkan banyak jumlah cairan atau udara dada. Selang harus tidak diklem
atau penghisapan dihentikan karena resiko akumulasi ulang cairan/udara.
Mempengaruhi status pernapasan.
7) Awasi sisi lubang pemasangan selang, catat kondisi
kulit, adanya/karakteristik drainase dari sekitar
kateter. Ganti/pasang ulang kasa penutup steril sesuai
kebutuhan.
Rasional: memberikan
pengenalan diri dan mengobati adanya erosi/infeksi kulit
8)
Anjurkan klien untuk
menghindari berbaring/menarik selang.
Rasional: menurunkan risiko obstruksi
drainase/terlepasnya selang.
9)
Identifikasi perubahan/situasi yang harus dilaporkan
pada perawat, contoh perubahan bunyi gelembung, lapar udara tiba-tiba dan nyeri
dada, lepaskan alat.
Rasional: intervensi tepat waktu dapat
mencegah komplikasi serius
10) Observasi
tanda distres pernapasan bila kateter torak lepas/tercabut (rujuk DK: pola
pernapasan, takefektif)
Rasional :pneumotorik
dapat terulang/memburuk,
karena mempengaruhi fungsi pernapasan dan memerlukan intervensi darurat.
g.
Gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi: kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu
makan akibat sesak napas sekunder perhadap penekanan struktur abdomen. Tujuan
dan kriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan gangguan
pemenuhan nutrisi dapat terpenuhi, berat badan klien dalam batas ideal, nafsu
makan klien baik, tidak ada mual/muntah ataupun anoreksia. Intervensi
keperawatan meliputi:
1) Identifikasi
faktor yang menimbulkan mual/muntah atau tidak nafsu makan
Rasional: pemilihan makanan yang
disukai klien akan
menambah nafsu makan dan meningkatkan asupan.
2) Auskultasi
bising usus.
Rasional: mengetahui gambaran akan kondisi usus untuk saat ini, dan langkah
kedepan dalam menentukan intervensi lebih lanjut
3) Observasi
adanya distensi abdomen
Rasional: distensi abdomen merupakan manifestasi dari timbulnya penyakit
lain yang menyebabkan komplikasi akan semakin berat
4) Berikan
makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: dalam porsi kecil makanan dapat langsung dicerna dan tidak
mengakibatkan mual/muntah sehingga asupan nutrisi lebih baik
5) Evaluasi
stasus nutrisi umum,
Rasional: kebutuhan nutrisi sangatlah diperlukan dalam proses penyembuhan
karena pembentukan protein-protein yang terkandung dalam makanan dapat
mengidentifikasikan adanya mal nutrisi.
6) Monitor penurunan berat badan
kurang dari batas normal.
Rasional: penurunan berat menunjukan adanya malnutrisi atau manifestasi dari
penyakit kronik
h. Gangguan ADL (aktivity daily living) yang
berhubungan dengan kelemahan fisik umum, keletihan sekunder adanya gangguan
pernapasan atau sesak napas. Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan gangguan ADL dapat tercapai, klien dapat
memenuhi kebutuhan secara mandiri (tanpa bantuan orang lain), klien dapat
beraktivitas bebas tanpa adanya hambatan. Intervensi keperawatan meliputi:
1)
Evaluasi respon klien terhadap aktivitas. Catat laporan
dispnea, peningkatan kelemahan/kelelahan dan perubahan tanda-tanda vital selama dan
setelah aktivitas.
Rasional:
menetapkan kemampuan/kebutuhan klien dan memudahakan istrahat.
2)
Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
selama fase akut sesuai dengan indikasi.
Rasional:
menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat.
3)
Bantu klien untuk
memilih posisi yang nyaman untuk istirahat dan/atau tidur
Rasional: klien mungkin nyaman dengan kepala lebiih tinggi
dari badan.
4)
Batu aktivitas perawatan diri yang diperlukan
Rasional: meminimalkan kelemahan/kelelahan dan
membantu
keseimbangan suplai O2.
5)
Ajarkan klien teknik ROM pasif ataupun pasif
Rasional:
membantu mencegah terjadinya keram akibat istirahat
yang lama dan membantu memperlancar peredaran
darah.
i. Cemas
berhubungan dengan adanya ancaman kematian yang dibayangkan (ketidakmampuan
untuk bernapas). Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan
keperawatan diharapkan cemas dapat teratasi, klien tidak gelisah, klien tidak
bertanya-tanya. Intervensi keperawatan meliputi:
1)
Evaluasi tingkat pemahaman klien/orang terdekat
tentang diagnosis.
Rasional: klien dan orang terdekat mendengar dan mengasimilasi
informasi baru yang meliputi perubahan ada gambaran diri dan pola hidup.
Pemahaman persepsi ini melibatkan susunan tekanan perawatan individu dan
memberikan informasi yang perlu untuk memilih intervensi yang tepat.
2)
Berikan kesempatan untuk bertanya dan jawab dengan
jujur. Yakinkan bahwa klien dan pemberi perawatan mempunyai pemahaman yang
sama.
Rasional: membuat kepercayaan dan menurunkan kesalahan
persepsi/salah interpretasi terhadap informasi.
3)
Akui rasa takut/masalah klien dan dorong mengekspresikan perasaan
Rasional: dukungan kemapuan klien mulai membuka/menerima kenyataan kanker dan
pengobatannya. Klien
mungkin perlu waktu untuk mengidentifikasi perasaan dan meskipun lebih banyak
waktu untuk mulai mengekpresikannya.
4)
Terima penyangkalan klien tetapi jangan dikuatkan.
Rasional: bila penyangkalan ekstrem atau ansietas
mempengaruhi kemajuan penyembuhan. Menghadapi isu klien perlu dijelaskan dan
membuka secara penyelesaiannya.
5)
Catat komentar/prilaku yang menunjukan menerima
dan/atau menggunakan strategi efektif menerima situasi.
Rasional:
takut/ansietas menurun, klien mulai menerima/secara positif dengan kenyataan.
Indikator kesiapan klien untuk menerima
tanggung jawab untuk berpartisipasi dalam penyembuhan dan untuk mulai hidup
lagi.
6) Libatkan
klien/orang terdekat dalam perencanaan
perawatan.
Berikan waktu untuk menyiapkan peristiwa/pengobatan.
Rasional:
dapat membantu memperbaiki beberapa perasaan kontrol/kemandirian pada klien
yang merasa tak berdaya dalam menerima diagnosa dan pengobatan.
7)
Berikan kenyamanan fisik klien.
Rasional: ini
sulit untuk menerima dengan isu emosi bila pengalaman ekstrem/ketidaknyamanan
fisik mentap.
j. Gangguan pola tidur dan istirahat berhubungan
dengan batuk yang menetap dan sesak napas serta perubahan suasana lingkungan.
Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan tindakan keperawatan diharapkan
gangguan pola tidur dapat teratasi, klien dapat istirahat dengan tenang, klien
merasa nyaman. Intervensi keperawtan meliputi.
1) Berikan
kesempatan klien untuk tidur sejenak, anjurkan untuk mengurangi aktivitas
Rasional: karena aktivitas fisik dan
mental yang lama mengakibatkan kelemahan yang dapat meningkatkan kebingungan,
aktivitas yang tinggi tanpa adanya stimulasi berlebihan dapat menjadi penyebab
sulit tidur.
2) Evaluasi
adanya stres sesuai dengan perkembangannya hari demi hari
Rasional: peningkatan kebingungan
disorientasi dan tingkah laku yang tidak kooperatif dapat mengganggu pola tidur.
3) Anjurkan
klien mendengarkan musik yang lembut dan tenang.
Rasional: dapat menenangkan pikiran
dan meningkatkan klien untuk dapat tidur
4) Berikan
klien lingkungan yang nyaman dan tenang
Rasional: lingkungan yang tenang
dapat menambah
keinginan untuk tidur dan istirahat
tidak terganggu karena kenyamanan tersebut.
5) Kaji faktor
penyebab dari sulit tidur
Rasional: dapat mengidentifikasi
tindakan lebih lanjut dari intervensi sesuai dengan penyebab klien sulit tidur.
k. Kurangnya
pengetahuan yang berhubungan dengan informasi yang tidak adekuat mengenai
proses penyakit dan pengobatan.Tujuan dan keriteria hasil: setelah dilakukan
tindakan keperawatan diharapkan kurangnya pengetahuan dapat teratasi, klien
dapat mengerti tentang penyakitnya, klien dapat memahami tentang
pengobatannya.Intervensi keperawatan meliputi:
1) Kaji
patologi masalah individu
Rasional: informasi menurunkan takut
karena ketidaktahuan. Memberikan pengetahuan dasar untuk pemahaman kondisi
dinamika dan pentingnya intervensi terapeutik.
2) Indentifikasi
kemungkinan kambuh/komplikasi jangka panjang.
Rasional: penyakit paru-paru ada
yang seperti PPOM berat dan keganasan dapat meningkatkan insiden kambuh. Selain
itu klien sehat yang
mendierita pneumotorak spontan. Insiden kambuh 10%-50%. Orang yang mempunyai
episode spontan kedua berisiko tinggi untuk insiden ketiga (60%).
3) Kaji
ulang tanda/gejala yang memerlukan evaluasi
medik cepat. Contoh nyeri dada
tiba-tiba, dispnea, distres pernapasan lanjut.
Rasional: berulangnya pneumotorak
memerlukan intervensimedik untuk mencegah/menurunkan
potensial
komplikasi.
4) Kaji ulang
praktik kesehatan yang baik. Contoh nutrisi baik, istirahat, latihan.
Rasional: mempertahankan
kesehatan umum meningkatkan penyembuhan dan dapat mencegah kekambuhan.
DAFTAR
RUJUKAN
Baird, M.S &
Bethel Susan. (2011). Manual of Critical
Care Nurshing. Edisi 16. Amerika:
PJM.
Billotta, K.A.
(2012). Kapita Selekta Penyakit.
Edisi 2. Jakarta: EGC.
Engram, B.
(2012). Asuhan Keperawatan pada Gangguan
Sistem Pernapasan Akibat Infeksi.
Jakarta: Trans Info Medika.
Kusuma, H. &
Nurarif, A. (2012). Handbook Health
Student. Yogyakarta: Mediaction Publishing.
Muttaqin Arif.
(2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: Salemba Medika.
Nanda. (2013). Asuhan Keperawan
Berdasarkan Diagnosa Medis Edisi Revisi
Jilid II. Jakarta: Media Action.
Rekam Medik.
(2016). Data Pnemothoraks. RSUD Ulin
Banjarmasin.
Smeltzer, S.C & Bare, B.G. (2011). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth, Ed.8 Vol.1.
Jakarta: EGC
Syaifuddin.
(2012). Anatomi Fisiologi Edisi 4.
Jakarta: EGC.
Wahid, A. &
Suprapto, I. (2013). Asuhan Keperawatan
pada Gangguan Sistem Respirasi. Jakarta: TIM.
Depkes. (2015). Gangguan pada Sistem Respirasi Manusia.
(Internet). Termuat dalam: <http://www.scribd.com/doc/212775198/Tugas-Trend-Dan-Issue-Gangguan-Sistem-Respirasi>
(Diakses pada tanggal 10 April 2016) jam 14.00 Wita).
http://www.artikelkedokteran.com/1491/tbcdisertaipnemothorax.html#sthas.Om8VQ&j.dpbs (diakses
pada tanggal 12 April 2016 jam 23.00 Wita).
http://www.askepbdg.co.id/2011/07/pnemothoraks.html (diakses pada tanggal 25 April 2016
jam 23.00 Wita).
WHO. (2015). Epidemiologi Pnemothoraks. (Internet).
Termuat dalam:
<http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2015/penyakit.pnemothoraks.html
diakses pada tanggal 10 April 2016) jam 14.00 Wita).
No comments:
Post a Comment