BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Keluarga
merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat. Keberadaan keluarga di masyarakat akan menentukan
perkembangan masyarakat. Keluarga menjadi tempat sentral bagi pertumbuhan dan
perkembangan individu, sehingga keluarga menjadi salah satu aspek terpenting
dari keperawatan. Secara empiris disadari bahwa kesehatan para anggota keluarga
dan kualitas kesehatan keluarga mempunyai hubungan yang erat, akan tetapi
hingga saat ini masih sangat sedikit perhatian yang diberikan pada keluarga
sebagai obyek dari studi yang sistematis dalam bidang keperawatan. Keluarga di
Indonesia mengalami masalah pada pertumbuhan dan perkembangan keluarga serta
permasalahan keluarga yang beresiko ataupun rentan terhadap permasalahan
kesehatan. Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat
diprediksi seperti halnya individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan
dan perkembangan secara terus-menerus. Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga
dibuat menggunakan usia anak yang paling tua sebagai patokannya, salah satu
diantaranya yaitu tahap keluarga lanjut usia (Susanto, 2012).
Stroke adalah suatu penyakit
defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang
terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar
tempat, waktu dan keadaan penduduk. Stroke sebagian besar akan dijumpai pada
usia diatas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke meningkat secara
eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali
lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun (Bustan, 2007).
Menurut
Irdawati (2009), dari data World Health
Organisation ( WHO ), di seluruh
dunia tahun 2002 di perkirakan 5,5 juta orang meninggal akibat stroke dan di
perkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama
kematian di dunia.
Menurut
Backer, dkk, (2010),Berdasarkan data NCHS (Nasional
Center of Health Statistics), insidens terjadinya stroke di Amerika serikat
lebih dari 700.000 orang per tahun, dimana 20% dirinya akan mati pada tahun
pertama. jumlah ini akan meningkat menjadi satu juta per tahun pada tahun 2050.
Secara internasional insidens global dari stroke tidak diketahui.
Menurut
Yayasan Stroke Indonesia, 2012, data yang berhasil di kumpulkan masalah stroke
semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia
terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah yang berdasarkan oleh
stroke menduduki urutan kedua pada usia di atas 60 tahun dan urutan kelima pada
usia 15-59 tahun.
Menurut
Riset Kesehatan Dasar Kamenpres (2007), stroke merupakan penyebab kematian
terbesar penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun, yaitu 15,4% dari
jumlah kematian penduduk Indonesia dengan rata-rata kejadian stroke di 33
provinsi di Indonesia sebesar 0,8% dengan kisaran 1,66% di Aceh 0,84% di
Kalimantan Selatan dan 0,38% di Papua. Pada tahun 2012 di Kalimantan Selatan stroke menempati peringkat ke 2 dari
10 penyakit rawat inap.
Berdasarkan
Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan dari Bulan
Januari-Desember 2015 Stroke menempati urutan ke tiga setelah Hipertensi dan
penyakit Jantung Koroner, Jumlah pasien yang menderita Stroke Laki-Laki 380
0rang dan Perempuan 494 orang, semua penderita Stroke berJumlah 874 orang.
Berdasarkan
Data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2015, stroke termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dengan jumlah
sebanyak 283 kasus (Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, 2015).
Berdasarkan
Data Laporan Bulanan Kesakitan di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015, penyakit storke tercatat sebanyak 43 orang (Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin, 2015).
Dalam
melakukan perawatan terhadap usia lanjut yang mengalami stroke setiap anggota
keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat
dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap usia
lanjut yang mengalami stroke, yaitu: melakukan pembicaraan terarah, membantu
melakukan persiapan makanan bagi usia lanjut, membantu dalam hal transportasi,
membantu mencukupi kebutuhannya, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi
dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat dan mencegah terjadinya kecelakaan
baik didalam rumah maupun diluar rumah (Maryam, 2010).
Keluarga
merupakan support system utama bagi
usia lanjut dalam mempertahankan kesehatannya. Dalam hal ini keluarga mempunyai
tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yaitu: mengenal masalah
kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga,
merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan
keluarga untuk menjamin kesehatan
keluarga dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya
bagi keluarga (Murwani dan Setyowati, 2011).
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Konsep
Keluarga
2.1.1 Definisi
keluarga
Keluarga
adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah,
adopsi atau perkawinan (WHO, 1969.Di dalam buku Setiadi, 2008. Hal: 2).
Keluarga
adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988.Di dalam buku Setiadi,
2008. Hal: 3).
Definisi
keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu
untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta
mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998.Di
dalam buku Sudiharto, 2007. Hal: 22).
Kesimpulannya,
keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan
dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan.
2.1.2 Tipe- tipe keluarga
2.1.2.1 Tipe
keluarga tradisional
a. Keluarga inti(Nuclear family)
Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan
anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b. Keluarga besar (Extended family)
Adalah keluarga inti ditambah anggota lain yang masih
mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll)
c. Keluarga bentukan kembali (Dyadic family)
Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang
telah bercerai atau kehilangan pasangannya
d. Orang tua tunggal (Single parent family)
Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua
dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya
e. The
single adult living alone
Adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah
menikah
f. The
unmarried teenage mother
Adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan
g. Keluarga usila (Niddle age/ Aging couple)
Adalah suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau
kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan
rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.
2.1.2.2 Tipe
keluarga non tradisional
a. Commune
famill
Adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup
serumah.
b. Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan
perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rummah tangga.
c. Homoseksul
Adalah dua individu yang satu jenis kelamin hidup bersama
dalam satu rumah tangga.
2.1.3 Tugas keluarga dalam kesehatan
Ada lima tugas pokok keluarga dalam kesehatan :
2.1.3.1 Mengenal
masalah kesehatan keluarga: Keluarga mampu mengetahi apa pengertian snh dan
tanda gejalanya.
2.1.3.2 Membuat
keputusan tindakan kesehatan yang tepat: Keluarga mampu mengambil keputusan
yang tepat pada pasien untuk membawa ke pelayanan kesehatan.
2.1.3.3 Memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit: Kelurga mampu memberikan perawatan
yang maksimal untuk pasien yang mengalami penyakit stroke.
2.1.3.4 Mempertahankan
suasana rumah yang sehat: Keluarga mampu memberikan suasa yang tenang dan
nyaman untuk pasien istirahat.
2.1.3.5 Menggunakan
fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat : Kelurga mampu memberikan fasilitas
yang baik untuk pasien misal,membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas untuk
berobat.
2.1.4 Tahap perkembangan keluarga
Menurut Duvall (1977, disitasi oleh Putri, 2013) siklus kehidupan keluarga terdiri dari
delapan tahapan:
2.1.4.1
Tahap keluarga pemula (beginning family)
Keluarga
baru/ pasangan yang belum memiliki anak.
Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
a. Membangun
perkawinan yang saling memuaskan
b. Menghubungkan
jaringan persaudaraan secara harmonis
c. Keluarga
berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua)
d. Menetapkan
tujuan bersama
e. Persiapan
menjadi orang tua
f. Memahami
prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua).
2.1.4.2 Tahap
keluarga sedang mengasuh anak (child
bearing)
Keluarga
dengan anak pertama berusia kurang dari 30 bulan.
Studi
klasik Le master (1957, dalam Padila, 2012) menyatakan bahwa dari 46 orang tua
dinyatakan 17% tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal:
a. Suami
merasa diabaikan
b. Peningkatan
perselisihan dan argument
c. Interupsi
dalam jadwal continue
d. Kehidupan
seksual dan sosial terganggu dan menurun.
Tugas
perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
a. Membentuk
keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (integrasi bayi dalam keluarga)
b. Rekonsiliasi
tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
c. Mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan
d. Memperluas
persahabatan keluarga besar dengan menambah peran orang tua, kakek dan nenek
e. Bimbingan
orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak
f. Konseling
KB post partum 6 minggu
g. Menata
ruang untuk anak
h. Menyiapkan
biaya untuk mengasuh anak
i. Memfasilitasi
role learning anggota keluarga
j. Mengadakan
kebiasaan keagamaan secara rutin.
2.1.4.3 Tahap
keluarga dengan anak usia prasekolah
Keluarga
dengan anak pertama berusia 30 bulan – 6 tahun.
Tugas
perkembangan keluarga:
a. Pemenuhan
kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi dan keamanan
b. Mensosialisasikan
anak
c. Mengintegrasikan
anak yang baru dan memenuhi kebutuhan anak yang lain
d. Mempertahankan
hubungan yang sehat (hubungan perkawinan dan hubungan orang tua-anak) serta
hubungan diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas)
e. Pembagian
waktu, individu, pasangan dan anak
f. Pembagian
tanggung jawab
g. Merencanakan
kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.
2.1.4.4 Tahap
keluarga dengan anak usia sekolah
Keluarga
dengan anak pertama berusia 6-13 tahun.
Tugas
perkembangan keluarga:
a. Mensosialisasikan
anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan
dengan teman sebaya yang sehat
b. Mempertahankan
hubungan perkawinan yang memuaskan
c. Memenuhi
kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
d. Mendorong
anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
e. Menyediakan
aktivitas untuk anak.
2.1.4.5 Tahap
keluarga dengan anak remaja
Keluarga
dengan anak pertama berusia 13-20 tahun.
Tugas
perkembangan keluarga:
a. Memberkan
keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa
dan semakin mandiri
b. Memfokuskan
kembali hubungan intim perkawinan
c. Berkomunikasi
secara terbuka antara orang tua dan anak-anak
d. Mempersiapkan
perubahan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh dan kembang anggota keluarga.
2.1.4.6 Tahap
keluarga dengan anak dewasa
Keluarga
dengan anak pertama meninggalkan rumah.
Tahap
perkembangan keluarga:
a. Memperluas
siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru dari perkawinan
anak-anaknya
b. Melanjutkan
dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
c. Membantu
orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri
d. Membantu
anak untuk mandiri sebagai keluarga baru dimasyarakat
e. Mempersiapkan
anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya
f. Menciptakan
lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.
2.1.4.7 Tahap
keluarga usia pertengahan (middle age
family)
Tugas
perkembangan keluarga:
a. Menyediakan
lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan
b. Mempertahankan
hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang tua (lansia) dan
anak-anak
c. Memperkokoh
hubungan perkawinan
d. Persiapan
masa tua atau pensiun.
2.1.4.8 Tahap
keluarga lanjut usia
Tugas
perkembangan keluarga:
a. Penyesuaian
tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup
b. Mempertahankan
pengaturan hidup yang memuaskan
c. Menyesuaikan
terhadap pendapatan yang menurun
d. Mempertahankan
hubungan perkawinan
e. Menyesuaikan
diri terhadap kehilangan pasangan
f. Mempertahankan
ikatan keluarga antar generasi
2.1.5 Fungsi keluarga
Ada berbagai macam pendapat tentang fungsi keluarga,
salah satunya menurut Friedman (1998 disitasi oleh Putri, 2013) ada lima fungsi
keluarga:
2.1.5.1 Fungsi
afektif dan koping
Fungsi
keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan
anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk
perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga. Keluarga memberikan
kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan
mempertahankan saat terjadi stres.
Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi afektif adalah
saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan mendukung, saling
menghargai, ikatan dan identifikasi.
2.1.5.2 Fungsi
sosialisasi
Adalah
fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum
meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. Anggota
keluarga belajar disiplin, memiliki nilai/ norma, budaya dan perilaku melalui
interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.
2.1.5.3 Fungsi
reproduksi
Adalah
fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan kehidupan
masyarakat dan meningkatkan sumber daya manusia seperti keluarga melahirkan
anaknya.
2.1.5.4 Fungsi
ekonomi
Adalah
keluarga berfungsi untuk memenuhi keluarga secara ekonomi, keluarga memberikan
finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan dimasyarakat.
2.1.5.5 Fungsi perawatan kesehatan Adalah fungsi untuk
mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki
produktifitas yang tinggi. Selain menyediakan makanan, pakaian dan rumah.
2.1.6 Konsep keluarga sejahtera
Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas
dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan
material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan
yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat
dan lingkungan (Mungit, 1996 disitasi oleh Putri, 2013).
Di Indonesia keluarga sejahtera dikelompokkan menjadi lima
tahap:
2.1.6.1 Keluarga
pra sejahtera
Adalah keluarga yang belum
dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran
agama, sandang, pangan, papan, dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat
memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap I.
2.1.6.2 Keluarga
sejahtera tahap I
Adalah keluarga-keluarga yang telah mampu memenuhi
kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan
kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam
keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.
2.1.6.3 Keluarga
sejahtra tahap II
Adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat
memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal serta telah dapat memenuhi kebutuhan
sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya.
Pada keluarga sejahtera tahap II, kebutuhan fisik dan sosial psikologis sudah
terpenuhi.
2.1.6.4 Keluarga
sejahtera tahap III
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi
kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum
dapat memberikan sumbanganyang maksimal terhadap masyarakat (kepedulian sosial
secara teratur dalam waktu tertentu).
2.1.6.5 Keluarga
sejahtera tahap III plus
Adalah keluarga-keluarga
yang telah memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan
pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi
pada masyarakat
2.1
Tinjauan
Teoretis Stroke Non-Hemoragik
2.1.1
Anatomi fisiologi otak dan
sistem persarafan
Otak
dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan
serebellum.Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera.Empat
tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang frontal,
parietal, temporal, dan oksipital.
2.2.1.1
Lobus frontal
Lobus
frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior.Area ini
mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan menahan diri.
2.2.1.2
Lobus parietal
Lobus
parietal disebut juga lobus sensorik.Area ini menginterpretasikan
sensasi.Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau.Lobus parietal mengatur
individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
2.2.1.3
Lobus temporal
Lobus
temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, penciuman, dan
pendengaran.Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
2.2.1.4
Lobus oksipitalis
Lobus
oksipitalis terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan
penglihatan (Batticaca, 2008).
(Sumber: Fakhrizal,
2009).
2.2.1.5
Serebrum (Otak Besar)
Otak besar merupakan pusat dari:
a.
Motorik: impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf
kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
b.
Sensorik: setiap impuls
sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai
otak antara lain ke korteks serebri
c.
Refleks: berbagai
kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain di bagian
medula spinalis
d.
Kesadaran: bagian
batang otak yang disebut formasi retikularis bersama bagian lain dari korteks
serebri menjadi pusat kesadaran utama
e.
Fungsi luhur: pusat
berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain. Pada bagian anterior sulkus
sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot
f.
Korpus kalosum adalah
kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum menghubungkan kedua hemisfer
otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu sisi otak
ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan
alat gerak kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan kiri mempunyai
bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan
funsi analisis. Dan daerah hemisfer yang tidak dominan bertanggung jawab dalam
kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal. Basal
ganglia terdiri
atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri,
bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola
dan fungsi musikal, basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di
bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab mengontrol gerakan halus
tubuh, kedua tangan, dan ekstrimitas bagian bawah (Batticaca, 2008)
2.2.1.6
Serebelum
Otak kecil yang
merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan.Pada daerah serebelum
terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah
lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid interna dan
vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari
cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri serebral bagian
tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus
willisi memberi alternatif pada aliran darah jika salah satu aliran darah
arteri mayor tersumbat
2.2.1.7
Cairan Serebrospinal
Cairan
serebrospinal merupakan cairan bening dan mempunyai berat jenis 1,007.
diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla
spinalis melalui sistem ventricular. Ventrikel terdiri atas ventrikel lateral kanan dan
kiri, serta ventrikel ketiga pada foramen antara ventrikel dan lamina, semuanya
berada di kanalis vertebralis (Batticaca, 2008).
2.2.1.8
Medula
Spinalis
a.
Merupakan
pusat refleks-refleks yang ada di sana
b.
Penerus
sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
c.
Penerus
impuls motorik dari otak ke saraf sensorik
d.
Pusat
pola gerakan sederhana yang telah lama di pelajari.
2.2.1.9
Saraf
Somatik
Saraf somatik merupakan saraf tepi
berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari pusat ke
perifer.Berdasarkan
tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.Saraf otak ada dua belas pasang:
a.
Saraf
olfaktorius (N1): untuk penciuman
b.
Saraf
optikus (N2): saraf penglihatan
c.
Saraf
okulomotorius (N3): saraf motorik penggerak otot bola mata
d.
Saraf troklearis
(N4): motorik penggerak bola mata
e.
Saraf
trigeminus (N5): merupakan saraf sensorik dan motorik dengan tiga cabang yaitu
bagian optical, maksilaris, mandibularis
f.
Saraf abdusens (N6):
motorik penggerak bola mata
g.
Saraf fasialis (N7): sensorik daerah wajah
h.
Saraf audiotorius (N8):
sensorik pendengaran dan keseimbangan
i.
Saraf glosofaringeus
(N9): sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring
j.
Saraf vagus (N10):
merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung, lambung, usus halus dan
sebagian usus besar
k.
Saraf asesorius (N11): motorik penggerak otot sekitar
leher
l.
Saraf hipoglosus (N12): motorik otot lidah
(Muttaqin,
2008).
2.2.1.10
Saraf
Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf
kiri dan kanan vertebra:
a.
Saraf
servikal 8 pasang
b.
Saraf
torakal 12 pasang
c.
Saraf
lumbal 5 pasang
d.
Saraf
sacrum/sacral 5 pasang
e.
Saraf
koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung
saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar
belakang dan serat motorik keluar dari medula spinalis melalui akar depan
kemudian bersatu membentuk saraf spinal.Saraf-saraf ini sebagian berkelompok
membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti
saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah
torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing – masing lurus diantara tulang
kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat
autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah
yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer
terjadi penyebrangan (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyebrang ke
kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik
kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.
2.2.1.11 Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai
kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem
otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas
simpatis memperlihatkan:
a.
Kesiagaan
meningkat
b.
Denyut
jantung meningkat
c.
Pernafasan
meningkat
d.
Tonus
otot-otot meningkat
e.
Gerakan
saluran cerna menurun
f.
Metabolisme
tubuh meningkat
Semua ini menyiapkan individu untuk betempur
atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja,
olahraga, cemas dan lain-lain.Pada keadaan ini terjadi peningkatan penggunaan
energi/ katabolisme.
Peningkatan aktifitas parasimpatis
memperlihatkan:
a.
Kesiagaan
menurun
b.
Denyut
jantung melambat
c.
Pernafasan
tenang
d.
Tonus
otot-otot menurun
e.
Gerakan
saluran cerna meningkat
f.
Metabolisme
tubuh menurun
Hal ini terjadi penyimpanan energi (anabolisme)
dan terlihat apabila individu sedang istirahat.Pusat saraf simpatis berada di
medula spinalis bagian torakal dan lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada
di bagian medula oblongata dan medula spinalis bagian sacral.Pusat-pusat ini
masih dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai pusat
emosi.
Otak manusia berisikan hampir 98% jaringan saraf tubuh.
Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc (71 inc).
Ada pertimbangan variasi akan besaran otak, di mana otak laki-laki lebih besar
10% dari perempuan dan tidak ada korelasi yang berarti antara besar otak dengan tingkat intelejensi. Seseorang
dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (2100 cc) secara
fungsional sama. Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh
tulang tengkorak dan tulang belakang, juga oleh tiga lapisan jaringan
penyambung yaitu piameter, araknoid, dan durameter (Muttaqin, 2008).
Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak dan
sistem vertebralis terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan
bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh
tiga faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari
sistem arteri-kapiler ke sistem vena dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak.
Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulasi
lobilitasnya (kemampuan untuk membeku).
Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah
sistemik (faktor jantung, darah dan pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan
khusus pembuluh darah otak (arteriol), untuk menguncup bila tekanan darah
sitemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya
akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak
(yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).
Berbagai bagian otak mengontrol fungsi fisik, emosi, dan
perilaku yang berlainan. Dua hemisfer otak kita tidak benar-benar simetris,
baik secara anatomis maupun fungsional. Namun, keduanya dihubungkan secara
anatomis dan saling berkaitan secara fungsional. Pada orang kanan
(right-handed) dan separuh orang kidal (left-handed), sisi kiri otak
mengendalikan kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan
dengan pemikiran abstrak dan imajiner serta kemampuan seni. Hal yang sebaliknya
berlaku pada sisa-sisa populasi yang lain.
Bagian anterior (atau depan) otak, yang menerima darah
dari sirkulasi arteri serebrum anterior, mengendalikan sisi tubuh yang
berlawanan dari lokasi bagian tersebut berada. Sebagai contoh, jika terjadi
kerusakan otak di daerah sirkulasi anterior kanan, yang terpengaruh adalah
gerakan dan sensasi di sisi kiri tubuh, demikian sebaliknya.
Jika kerusakan otak terjadi di bagian posterior, yang
menerima darah dari sirkulasi serebrum posterior, kedua sisi tubuh bisa
terkena. Misalnya dapat terjadi kelumpuhan di salah satu sisi, juga dapat
timbul masalah menelan, bernafas, berbahasa, keseimbangan atau koordinasi, atau
gerakan kepala dan tubuh bagian atas yang abnormal (Feigin, 2009).
2.2.2
Pengertian Stroke
Menurut
Batticaca (2008: 56), stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi
gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak
sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit
neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf
otak.(Sudoyo Aru,dkk 2009).
Stroke merupakan
penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak,
gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang
lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. (Muttaqin, 2008).
Menurut
I Made Kariasa (2009), Perception of post
stroke patien related to their quality of life in nursing care perspectives:
Stroke is a clinical syndrome to be in the form of focal
neurologic disorder with sudden acciden which caused by disruption of cerebral
blood flow. Neurologic deficit
as a result of disruption
blood flow could be physical and functional
disruption,
for example; disability to move and walk, memories and communication
disturbances and other.
This study employed descriptive phenomenology design and
data were collected by in-depth interview. Participants were in individual with
post stroke collected bypurposive sampling. Data gathering were in interview
recording and field note form, them transcribed and analyzed by Collaizis
analysis method. This study identified 4 themes included: 1) Become limited in
performing daily activities; 2) Feel suffering and change meaning of life
because of physical limitation and losses; Varies psychologic responses to
losses and social contacs decline after stroke: and 4) Everypost stroke patiens
needs professional health care.the results revealed that post stroke patiens
underwent a prolong physical and functional disability in their life. This
condition brought to pshycological respons that lead to change their quality of
life. This results would be expected to provide an understanding about quality
of life post stroke patients, there for it needed to develop nursing care
professional.
Dari definisi-definisi
di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan
peredaran darah di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan
gangguan neurologis.
2.2.3
Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008: 237), klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi
dari serangan stroke meliputi:
2.2.3.1
Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin
perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada
daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran
klien umumnya menurun.
Perdarahan
otak dibagi dua yaitu:
a.
Perdarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroanurisma)
terutama karena hipertensi mengakibatkan
darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak
dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat
mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak. Perdarahan
interaserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen,
thalamus, pons dan serebelum.
b.
Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau
AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK
meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh
darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan
kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya.
2.2.3.2
Stroke Non-Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri,
biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau pagi
hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia
dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.
2.2.4
Etiologi stroke
2.2.4.1
Etiologi stroke menurut
Muttaqin (2008: 234) adalah:
a. Trombosis
serebri
Trombosis
ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa
keadaan di bawah ini dapat menyebabkan
thrombosis otak:
1) Aterosklerosis
Adalah
mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi
pada polisitemia
Darah
bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat
melambatkan aliran darah serebri.
3) Arteritis
(radang pada arteri)
b. Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak
oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus
di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c. Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di
dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
1)
Aneurisma berry, biasanya defek
congenital.
2)
Aneurisma fusiformis dari
aterosklerosis.
3) Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose
dan emboli sepsis.
4) Malformasi erteriovena, terjadi hubungan
persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5) Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang
menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d. Hipoksia
umum
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1) Spasme
arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
2) Vasokontriksi
arteri otak disertai sakit kepala migren
e. Hipoksia
lokal
Beberapa
penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1) Hipertensi
yang parah
2) Henti
jantung parah
3) Curah
jantung turun akibat anemia.
2.2.4.2
Menurut Batticaca
(2008), faktor resiko dari klien dengan Stroke NonHemoragik antara lain:
a. Hipertensi
atau tekanan darah tinggi
b. Hipotensi
atau tekanan darah rendah
c. Obesitas
atau kegemukan
d. Kolesterol
darah tinggi
e. Riwayat
penyakit jantung
f. Riwayat
penyakit diabetes mellitus
g. Merokok
h. Stres
2.2.5
Patofisiologi stroke
Iskemia
jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang
bersangkutan.Iskemik otak adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan
pemasokan darah ke otak yang membahayakan fungsi neuron.Infark otak terjadi
jika ada daerah otak yang iskemik menjadi nekrosis akibat berkurangnya suplai
darah sampai pada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang diperlukan untuk
kehidupan sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktur yang
menetap.Terdapat dua penyebab utama infark otak, yaitu trombus dan
emboli.Kebanyakan kasus infark otak terjadi setelah adanya thrombosis pada
pembuluh darah yang aterosklerotik.Dengan demikian thrombosis menyerang
individu-individu yang memiliki satu atau lebih faktor resiko yang memacu
terbentuknya aterosklerosis. Seperti diketahui bahwa aliran darah yang melalui
suatu arteria mengikuti hukum dari Hagen Poisseuile, di mana dinyatakan bahwa
kecepatan aliran darah (Q) berbanding lurus dengan naik turunnya tekanan
perfusi (P), jari-jari penampang arteri pangkat 4 (r) dan berbanding terbalik
dengan viskositas darah (N), dan panjang arteri (L). kelaian dari faktor-faktor
tersebut akan mengakibatkan terjadinya iskhemia dan berakhir dengan kematian
jaringan otak (Bustan, 2007: 91).
Edema
dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih
besar dari area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam
atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai
menunjukkan perbaikan.
Karena
trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan massif.Okulasi
pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti
trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah
maka akan terjadi abses atau ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada
pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma
pecah atau ruptur.
Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture
arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang
sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit
serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak,
peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan
herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.
Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak,
hemisfer otak dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke
batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus
perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons (Muttaqin), 2008: 240).
Gambar 2.7 Patofisiologi Stroke
(cerebrovaskular accident)
(Muttaqin, 2008: 241)
2.2.6
Manifestasi klinis
Menurut
Dewanto et al (2009: 25) manifestasi
klinis bergantung pada neuroanatomi vaskularisasinya.Gejala klinis dan defisit
neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemik.
2.2.6.1
Gangguan peredaran
darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi
kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
2.2.6.2
Gangguan peredaran
darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi
kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur
berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan).
2.2.6.3
Gangguan peredaran
darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonim atau
kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik.
Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial.
Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan
dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan
mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior.
2.2.6.4
Gangguan peredaran
darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartri, diplopi
dan vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang keseimbangan, atau
penurunan kesadaran.
2.2.6.5
Infark lakunar
merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik tanpa
disertai gangguan fungsi luhur.
Menurut Lewis et al. (2011), Clinical Manifestation of
stroke:
The neurologic manifestations do not
significantly differ between ischemic and hemorrhagic stroke. The reason for
this is that destruction of neural tissue is the basis for neurologic
dysfunction caused by both types of stroke. The clinical mani-festations are
related to location of the stroke. Spesific mani-festation related to the type
of stroke are discussed in the previous section on type of stroke.
The general clinical
manifestation of ischemic and hemorrhagic stroke are discussed together in this
section. A stroke can have an effect on many body functions, including motor
activity, bladder and bowel elimination, intelectual function spatial-perceptual
alterations, personality, affect, sensation, swallowing, and communication. The
functions affected are directly related to the artery involved and area of the
brain it supplies.
Tabel 2.1
Perbedaan antara stroke
non-hemoragik dan stroke hemoragik
Gejala (Anamnesa)
|
Stroke Non Hemoragik
|
Stroke Hemoragik
|
Awitan (onset)
|
Sub-akut kurang
|
Sangat akut/mendadak
|
Waktu (saat terjadi awitan)
|
Mendadak
|
Saat aktivitas
|
Peringatan
|
Bangun pagi/istirahat
|
-
|
Nyeri kepala
|
+50% TIA
|
+++
|
Kejang
|
+/-
|
+
|
Muntah
|
-
|
+
|
Keasadaran menurun
|
-
Kadang sedikit
|
+++
|
Kaku kuduk
|
-
|
++
|
Tanda kering
|
-
|
+
|
Edema pupil
|
-
|
+
|
Perdarahan retina
|
-
|
+
|
Bradikardia
|
Hari ke-4
|
Sejak awal
|
Penyakit lain
|
Tanda adanya aterosklerosis di retina,
koroner, perifer, emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis.
|
Hampir selalu hipertensi aterosklerosis,
penyakit jantung hemolisis (HHD).
|
Pemeriksaan darah pada LP
|
-
|
+
|
Rontgen
|
+
|
Kemungkinan pergeseran glandula pineal.
|
Angiografi
|
Oklusi, stenosis
|
Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/vasospasme
|
CT Scan
|
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
|
Massa intrakranial densitas bertambah (lesi
hiperdensi)
|
Oftalmoskop
|
Fenomena silang silver wire art
|
Perdarahan retina atau korpus vitreum
|
Lumbal fungsi
Tekanan
Warna
Eritrosit
|
normal
jernih
<250/mm3
|
Meningkat
Merah
>1000/
mm3
|
Arteriografi
|
Oklusi
|
Ada pergeseran
|
EEG
|
Di tengah
|
Bergeser dari bagian tengah
|
Sumber: Muttaqin, (2008: 239)
Tabel 2.2
Perbedaan perdarahan intraserebri
dengan perdarahansubarakhnoid
Gejala
|
PIS
|
PSA
|
Timbulnya
|
Dalam 1 jam
|
1-2 menit
|
Nyeri kepala
|
Hebat
|
Sangat hebat
|
Kesadaran
|
Menurun
|
Menurun sementara
|
Kejang
|
Umu
|
Sering fokal
|
Tanda rangsangan meningeal
|
+/-
|
+++
|
Hemiparase
|
++
|
+/-
|
Gangguan saraf otak
|
+
|
+++
|
Sumber: Muttaqin, (2008: 238)
2.2.7
Penatalaksanaan medis
stroke
Menurut
Muttaqin (2008: 252), penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke adalah
untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan.
2.2.7.1
Faktor-faktor kritis
sebagai berikut:
a. Berusaha
menstabilkan tanda tanda vital pertama mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan
lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan, kedua
mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
b. Berusaha
menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c. Merawat
kandung kemih sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d. Menempatkan
klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien
harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif.
2.2.7.2
Pengobatan konservatif:
a. Vasodilator
meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada
tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b. Dapat
diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
c. Medikasi
antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit yang memainkan peran sangat
penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis
seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis
yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d. Antikoagulan
dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau
embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
2.2.7.3
Perawatan Stroke Non Hemoragik
Penyakit stroke dapat membuat fungsi tubuh dan otak
terganggu, cara perawatan stroke non hemoragik adalah dengan merehabilitasi dan
memulihkan kembali fungsi tubuh dengan cara memberikan latihan ROM Aktif dan
Fasif, dan fungsi otak dengan obat-obatan sesuai resef dari dokter.
2.2.8
Pemeriksaan penunjang
stroke
MenurutMuttaqin,(2008:252) pemeriksaan diagnostik
yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke, meliputi:
2.2.8.1
Angiografi serebri:
membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik, seperti perdarahan
arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti
aneurisma atau malformasi vaskuler.
2.2.8.2
Lumbal fungsi: tekanan
yang menigkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya
hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah
protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang
merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang
kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.2.8.3
CT Scan: memperlihatkan
secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark
atau iskemia, serta posisinya yang pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan
hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan
otak.
2.2.8.4
Magnetic Imagging
Resonance (MRI): dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi
serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya
didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
2.2.8.5
USG Doppler: untuk mengidentifikasi
adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
2.2.8.6
EEG
(elektroensefalogram): pemeriksaan ini berujuan untuk melihat masalah yang
timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik
dalam jaringan otak.
2.2.8.7
Pemeriksaan darah rutin.
2.2.8.8
Pemeriksaan kimia
darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai
250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
2.2.8.9
Pemeriksaan darah
lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.
2.2.9
Prognosis Stroke
Menurut Dewanto et
al, (2009: 28-31) prognosis pada klien dengan stroke adalah bergantung pada
jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita
stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan
penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis
buruk. Pada 30 hari pertama resiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik
hanya 10%.
2.2.10 Komplikasi
Stroke
Menurut Muttaqin (2008: 253) setelah
mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokkan:
2.2.10.1 Dalam
hal imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis.
2.2.10.2 Dalam
hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.
2.2.10.3 Dalam
hal kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala
2.2.10.4 Hidrosefalus.
2.3
Tinjauan
Teoritis Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Stroke Non-Hemoragik
Asuhan
keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan
pendekatan yang sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan
individu-individu sebagai anggota keluarga. Sasaran asuhan keperawatan keluarga
adalah keluarga-keluarga yang rawan kesehatan yaitu keluarga yang mempunyai
masalah kesehatan atau beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan.Sasaran
keluarga yang dimaksud adalah individu sebagai anggota keluarga dan keluarga
itu sendiri. Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan asuhan dan
penilaian (Padila, 2012: 91).
2.3.1
Pengkajian
Pengkajian
adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara
terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Tahap yang dilakukan
yaitu:
2.3.1.1
Membina hubungan yang
baik
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
a. Diawali
dengan perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah
b. Menjelaskan
tujuan kunjungan
c. Meyakinkan
keluarga bahwa kehadiran perawat adalah untuk membantu keluarga menyelesaikan
masalah kesehatan yang ada di keluarga
d. Menjelaskan
kesanggupan perawat yang dapat dilakukan untuk membantu keluarga
e. Menjelaskan
kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang menjadi jaringan perawat.
2.3.1.2
Pengkajian awal
Pengkajian
ini berfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan.
2.3.1.3
Pengkajian lanjutan
Pengkajian
lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang lebih lengkap
sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal.Disini
perawat perlu mengungkap keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah
kesehatan yang paling mendasar. Sumber pengumpulan data dapat menggunakan
metode wawancara, observasi dan informasi tertulis maupun lisan dari lembaga
atau tim kesehatan lainnya. Hal-Hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan
keluarga yaitu:
a. Data
umum
Pengkajian
terhadap data umum keluarga meliputi:
1) Nama
kepala keluarga
2) Alamat
dan telepon
3) Pekerjaan
4) Pendidikan
Tingkat pendidikan
keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal stroke besertapengelolaannya.Berpengaruh pula terhadap pola pikir dan
kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan
benar.
5) Komposisi
keluarga dan genogram
Menjelaskan
anggota keluarga yang diidentifikasi sebagai bagian dari keluarga mereka.
Komposisi tidak hanya mencantumkan penghuni rumah tangga tetapi juga anggota
keluarga yang lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut. Sedangkan
genogram merupakan alat pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui
keluarga, riwayat dan sumber-sumber keluarga. Diagram ini menggambarkan
hubungan vertikal (lintas generasi) dan horizontal (dalam generasi yang sama)
untuk memahami kehidupan keluarga dihubungkan dengan pola penyakit. Maka
genogram keluarga harus memuat informasi tiga generasi (keluarga inti dan
keluarga masing-masing orang tua).Aturan yang harus dipenuhi dalam pembuatan
genogram adalah anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri, umur
anggota keluarga ditulis pada simbol laki-laki atau perempuan dan penggunaan
simbol dalam keluarga (Padila, 2012: 92-93).
6) Tipe
keluarga
Tipe
keluarga menjelaskan tentang bentuk dan model atau jenis keluarga, seperti:
keluarga besar, keluarga kecil, keluarga agamis, keluarga seniman dan
lain-lain.
7) Suku
bangsa
Digunakan
untuk mengidentifikasi budaya suku keluarga yang terkait dengan kesehatan dan
bahasa yang digunakan.Kebiasaan atau budaya dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga.Untuk penderita stroke biasanya
mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi.
8) Agama
Mengidentifikasi
agama dan kepercayaan keluarga yang dianut oleh setiap anggota keluarga serta
kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
9) Status
sosial ekonomi keluarga
Mengidentifikasi
pendapatan anggota keluarga, apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan
keluarga.Penghasilan yang tidak seimbang
juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan
pada anggota
keluargayang sakit salah satunyadisebabkan karena hipertensi.Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang
ada pada keluarga.
10) Aktivitas
rekreasi keluarga
Mengidentifikasi
kegiatan keluarga baik diluar maupun didalam rumah, seperti berkumpul dirumah
untuk menikmati hiburan radio atau televisi dan bercengkerama bersama keluarga.
Hal ini dapat menjadi hiburan untuk mengurangi stress yang dapat mempengaruhi
tekanan darah.
b. Riwayat
dan tahap perkembangan keluarga
1) Tahap
perkembangan keluarga saat ini
Mengkaji
keluarga berdasarkan tahap kehidupan yang ditentukan oleh usia anak tertua dari
keluarga inti.
2) Tugas
perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Mengkaji
tugas keluarga yang belum terpenuhi dan identifikasi mengapa tugas keluarga
tersebut belum terpenuhi dan upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk
menuhi tugas keluarga. Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk
riwayatperkembangandankejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau
berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum
terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapatmengakibatkan
kecemasan.
3) Riwayat
kesehatan keluarga inti
Mengkaji
mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, meliputi riwayat penyakit
keturunan, riwayat masing-masing anggota keluarga dan juga apakah ada keluarga
yang mengalami penyakit stroke.Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit
termasuk status imunisasi serta pemanfaatan keluarga terhadap pelayanan
kesehatan.
4) Riwayat
kesehatan keluarga sebelumnya
Mengkaji
mengenai riwayat kesehatan pada keluarga pihak suami dan istri.
c. Data
lingkungan
1) Karakteristik
rumah
Karakteristik
rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan,
jumlah jendela, jarak septictank dengan sumber air, sumber air minum yang
digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.Evaluasi adekuasi pembuangan
sampah.Cara
memodifikasi lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan
fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada
penderita stroke fase rehabilitasi.
2) Karakteristik
tetangga dan komunitas RW
Mengkaji
karakteristik tetangga dan komunitas meliputi kebiasaan, seperti lingkungan
fisik, nilai atau norma serta aturan penduduk setempat.Derajat
kesehatan keluarga
dipengaruhi oleh
lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak
terkecuali pada hipertensi yang merupakan faktor resiko dari stroke.
3) Mobilitas
geografis keluarga
Mengkaji
sudah berapa lama keluarga tinggal di daerah yang ditempati sekarang serta
pernahkah berpindah-pindah.
4) Perkumpulan
keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan
mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan yang
diikuti oleh keluarga dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat
sekitar.
5) Sistem
pendukung keluarga
Sistem
pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas
keluarga yang menunjang kesehatan (askes, BPJS, dan lain-lain), fasilitas fisik
yang dimiliki (peralatan kesehatan), dukunagn psikologis anggota keluarga atau
masyarakat, fasilitas sosial yang ada disekitar keluarga digunakan untuk
meningkatkan upaya kesehatan.
d. Struktur
keluarga
1) Pola-pola
komunikasi
a) Apakah
mayoritas pesan tersampai sesuai isi.
b) Apakah
anggota keluarga mengutarakan kebutuhan, perasaan dengan jelas.
c) Apakah
anggota keluarga memperoleh dan merespon pesan dengan baik.
d) Apakah
anggota keluarga mendengar dan mengikuti pesan.
e) Bahasa
apa yang digunakan keluarga.
f) Apakah
keluarga berkomunikasi langsung/ tidak.
g) Bagaimana
pesan emosional (afektif) disampaikan secara langsung.
h) Jenis
emosi apa yang disampaikan dengan anggota keluarga.
i) Apakah
emosi disampaikan positif, negatif atau keduanya.
j) Adakah
hal-hal atau masalah dalam keluarga yang tertutup untuk didiskusikan.
2) Strukur
kekuasaan
Siapa
yang membuat keputusan dalam keluarga, cara keluarga mengambil keputusan. Kekuasaan dalam
keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat
menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien
stroke.
3) Strukur
peran
Menjelaskan
peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal ataupun informal.Anggota keluarga menerima dan konsisten
terhadap peran yang dilakukanmaka ini akan membuat anggota keluarga puas atau
tidak ada konflik dalam perandan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan
tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
4) Strukur
nilai-nilai keluarga
Mengkaji
mengenai nilai-nilai atau norma yang di anut oleh keluarga yang mempengaruhi
kesehatan keluarga.
e. Fungsi
keluarga
1) Fungsi
afeksi
Yaitu
gambaran diri anggota keluarga, saling memperhatikan, perasaan memiliki dan
dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang
sakit.Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang
menderita stroke maka akan menimbulkan stressor tersendiri
bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah
seringnya terjadi serangan stroke karena kurangnya
partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
2) Fungsi
Sosialisasi
Mengkaji
bagaimana interaksi dalam keluarga, sejauh mana keluarga belajar tentang
disiplin, nilai, norma, budaya dan perilaku yang berlaku di keluarga dan
masyarkat. Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang
menderita stroke dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga
tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota
keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan
mudah stress.
3) Fungsi
perawatan kesehatan
Mengkaji
sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat
anggota keluarga yang mengalami stroke.Sejauh mana pengetahuan keluarga tentang
sehat sakit dan tentang penyakit stroke. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan
lima tugas keluarga dalam menangani anggota keluarga yang mengalami stroke.
4) Fungsi
reproduksi
Mengkaji
jumlah anak, rencana keluarga mengenai jumlah anaknya, upaya keluarga dalam
mengendalikan jumlah anggota keluarga.
5) Fungsi
ekonomi
Bagaimana
upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan, serta pemanfaatan
lingkungan rumah untuk meningkatkan penghasilan keluarga guna mempertahankan
derajat kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami stroke.
f. Stress
dan koping keluarga
Stress
jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu
penyelesaian kurang dari 6 bulan.
Stres
jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu
penyelesaian lebih dari 6 bulan.
Kaji
kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah anggota keluarga yang mengalami
stroke.
g. Pemeriksaan
fisik
Kaji
secara komprehensif kesehatan setiap anggota keluarga dengan metode head to toe.Adapun pemeriksaan fisik
pada anggota keluarga yang mengalami stroke yaitu sebagai berikut:
Keadaan umum biasanya ada penurunan kesadaran, kadang
mengalami gangguan bicara, yaitu sulit untuk dimengerti dan denyut nadi
bervariasi.
1)
Sistem pernafasan
Didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum,
sesak nafas,
penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronki pada pasien dengan peningkatan
produksi sputum dan kemampuan batuk menurun yang sering didapat pada pasien
stroke dengan penurunan tingkat kesadaran.
2)
Sistem kardiovaskuler
Didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering
terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah terjadi peningkatan dan bisa terdapat
adanya hipertensi massif (TD > 200 mmHg).
3)
Sistem neurologi
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis,
bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral
(sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya.
Kualitas kesadaran pasien merupakan parameteryang paling mendasar dan paling
penting membutuhkan pengkajian.
4)
Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap lingkungan
adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsisistem persarafan.
Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke biasanya berkisar pada tingkat letargi,
stupor, semikoma. Jika pasien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat
penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk
memantau pemberian asuhan keperawatan.
5)
Fungsi serebri
a)
Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya
bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik pasien.
b)
Fungsi intelektual:
didapat penurunan daya ingat dan memori, baik jangka pendek maupun jangka
panjang. Penurunan berhitung dan kalkulasi.
c)
Kemampuan bahasa:
tergantung daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian
posterior dari girus temporalis superior (area Wernick) didapatkan disfasia
resertif, yaitu pasien tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan.
Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia ekspesif, yaitu pasien dapat mengerti tetapi tidak dapat
menjawab dengan
tepat dan bicara tidak lancar.
d)
Lobus frontal:
kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah
terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal
yang lebih tinggi mungkin rusak.
e)
Hemisfer: stroke
hemisfer kanan menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan
mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke pada hemisfer kiri,
mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan
lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
6)
Pemeriksaan saraf
kranial
a)
Saraf I: biasanya
tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b)
Saraf II: disfungsi
fersepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks
visual.
c)
Saraf III, IV, dan
VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis
didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d)
Saraf V: penurunan
kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e)
Saraf VII: persepsi
pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian
sisi yang sehat.
f)
Saraf VIII: tidak
ditemukan adanya tuli konduktid dan tuli persepsi.
g)
Saraf IX dan X:
kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h)
Saraf XI: tidak ada
antrofi otot sternokleidomastoideus dan trapizeus.
i)
Saraf XII: lidah
simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
7)
Pengkajian sistem
motorik
a)
Inspeksi umum,
didapatkan hemiplagia
b)
Fasikulasi
didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c)
Tonus otot
meningkat
d)
Kekuatan otot 0
pada ekstremitas yang sakit
e)
Keseimbangan dan
koordinasi mengalami gangguan.
8)
Pemeriksaan refleks
a)
Pemeriksaan refleks
dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau perosteum derjat refleks pada
respon normal.
b)
Pemeriksaan refleks
patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang.
Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
9)
Pengkajian sistem
sensorik
Kehilanagan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan
sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, serta kesulitan dalam
menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.
10)
Sistem perkemihan
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang
atau berkurang.
11)
Sistem pencernaan
Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan
menurun, mual dan muntah pada pase akut. Pola defekasi terjadi konstipasi
karena penurunan peristaltik usus.
12)
Sistem muskuloskletal
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah
tanda yang lain. Di samping itujuga perlu dikajiadanya tanda dekubitus karena
pasien mengalami masalah mobilitas fisik.
h. Harapan
keluarga
Mengkaji
bagaimana harapan keluarga mengenai petugas kesehatan.
2.3.2
Diagnosa keperawatan
keluarga
Diagnosa
keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan
aktual atau potensial.Komponen perumusan diagnosa keperawatan meliputi masalah
(problem), penyebab (etiologi) dan tanda (sign). Tipologi diagnosa keperawatan
keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
2.3.2.1
Aktual adalah masalah
keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari
perawat dengan cepat.
2.3.2.2
Risiko adalah masalah
keperawatan yang belum terjadi tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan
aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan
perawat.
2.3.2.3
Wellness atau sejahtera
adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu
memenuhi kebutuhan kesehatan dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang
memungkinkan dapat ditingkatkan.
Diagnosa
keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah:
a. Risiko peningkatan TIK
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang
meliputi: pengertian, tanda gejala, faktor penyebab, serta perilaku berobat
keluarga.
b. Gangguan harga diri
berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan yang tepat
terhadap anggota keluarga yang menderita stroke.
c. Defisit
perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota
keluarga yang sakit atauperawatan stroke.
d. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau
mempengaruhi kesehatan.
e. Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan
ketidakmampuan keluarga untuk mengenal
sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap perawatan post stroke.
2.3.3
Rencana tindakan
keperawatan keluarga
Tujuan intervensi adalah untuk mengurangi,
menghilangi dan mencegah masalah keperawatan keluarga. Tahapan perencanaan
keperawatan keluarga adalah:
2.3.3.1
Menetapkan prioritas
masalah
Menetapkan
prioritas masalah keperawatan keluarga adalah dengan proses skoring yang menggunakan
skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1978) dalam Murwani dan
Setyowati (2011: 104). Proses skoring yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tentukan
skor sesuai kriteria yang dibuat.
b. Skor
dibagi dengan skor tertinggi dan kalikan dengan bobot.
c. Jumlahkan
skor untuk semua criteria (skor maksimal sama dengan jumlah bobot yaitu 5)
Tabel
2.3
Skala prioritas masalah keluarga
No
|
Kriteria
|
Skor
|
Bobot
|
1.
|
Sifat masalah
Skala: Aktual
Risiko
Keadaan sejahtera
|
3
2
1
|
1
|
2.
|
Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah
|
2
1
0
|
2
|
3.
|
Potensi masalah untuk dicegah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah
|
3
2
1
|
1
|
4.
|
Menonjolnya masalah
Skala:
Masalah dirasakan dan harus segeraditangani.
Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani.
Masalah tidak dirasakan.
|
2
1
0
|
1
|
Sumber:
Bailon dan Maglaya (1978) dalam Murwani dan Setyowati (2011: 104)
2.3.3.2
Menetapkan tujuan
keperawatan
Tujuan
keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan perilaku klien atau keluarga
yang dapat diukur yang menunjukkan status yang diinginkan (berubah atau
dipertahankan) setelah diberikan asuhan keperawatan. (Alfaro, 1994 dalam
Murwani dan Setyowati, 2011: 106)
Terdapat dua macam tujuan yaitu:
a. Tujuan
jangka pendek atau tujuan khusus sifatnya spesifik, dapat diukur, dapat dimotivasi
atau memberi kepercayaan pada keluarga bahwa kemajuan sedang dalam proses.
b. Tujuan
jangka panjang atau tujuan umum merupakan tujuan akhir yang menyatakan
maksud-maksud luas yang diharapkan oleh keluarga agar dapat tercapai.
2.3.3.3
Intervensi keperawatan
keluarga dengan stroke non hemoragik
a. Ketidakmampuan
keluarga mengenal masalahstroke.
Intervensi:
1) Berikan
informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala, penyebab,
komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan stroke.
2) Motivasi
keluarga untuk mengenal masalah stroke.
b. Ketidakmampuan
keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan yang tepat
terhadap anggota keluarga yang menderita stroke.
Intervensi:
1) Memberikan
informasi tentang alternatif pencegahan dapat diambil untuk mengatasi pasien
stroke, seperti menjaga kesehatan lingkungan, menghindari faktor pencetus,
serta minum obat secara teratur.
2) Mendiskusikan
akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi stroke.
3) Memberikan
kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan kesehatan yang diambil
pada anggota keluarga yang terkena stroke.
c. Ketidakmampuan
keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau perawatanstroke.
Intervensi:
1) Sarankan atau
anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara teratur, jaga diet
penderita stroke.
2) Demonstrasikan
teknik latihan tentang gerak dirumah.
d. Ketidakmampuan
keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau mempengaruhi
kesehatan.
Intervensi:
1) Memberikan
semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga itu sendiri atau
melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya mempunyai pengaruh terhadap
proses penyembuhan.
2) Modifikasi
lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien.
e. Ketidakmampuan
keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap perawatan
post stroke.
Intervensi:
1) Memberikan
informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan utnuk memperoleh pelayanan
kesehatan misalnya rujukan kontrol, perawatan fisiotherapi dan sumber-sumber
lain.
2) Memberikan
motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara
berkesinambungan.
2.3.4
Tindakan keperawatan
keluarga
Merupakan
pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien atau keluarga.
Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup dapat berupa:
2.3.4.1
Menstimulasi kesadaran
atau penerimaan keluarga mengenal masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara
penyuluhan atau konseling.
2.3.4.2
Menstimulasi keluarga
untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi
konsekuensi tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang
dimiliki keluarga.
2.3.4.3
Memberikan kepercayaan
diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan
cara perawatan dan menggunakan alat serta fasilitas yang ada dirumah.
2.3.4.4
Membantu keluarga
menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, aman dan nyaman
dengan cara menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga dan melakukan
perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
2.3.4.5 Memotivasi
keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara
mempekenalkan fasilitas kesehatan yang ada dalam lingkungan setempat dan
membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Metode
yang dapat dilakukan dalam implementasi dapat bervariasi, seperti melalui
partisipasi aktif keluarga, pendidikan kesehatan, kontrak, manajemen kasus,
kolaborasi dan konsultasi.
2.3.5
Evaluasi keperawatan
keluarga
Evaluasi
merupakan membandingkan kembali antara hasil implementasi dengan kriteria yang
telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan.Evaluasi di susun menggunakan
format SOAP atau SOAPIER. Pada saat mengevaluasi tujuan keperawatan yang harus
dievaluasi adalah:
2.3.5.1 Apakah
respon keluarga sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.
2.3.5.2 Apakah
tujuan yang dicapai sudah menggambarkan focus keperawatan sekarang.
2.3.5.3 Adakah
tambahan tujuan keperawatan sesuai dengan perkembangan hasil yang sekarang.
2.3.5.4 Apakah
tujuan diterima oleh keluarga.
DAFTAR
RUJUKAN
Batticaca, F.B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.
Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.
Maryam, S. (2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta: Trans Info
Media.
Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia dengan Cinta dan Kasih Sayang.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Murwanti, A., Setyowati, S. (2011). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta:
Fitramaya.
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan.
Jakarta: Salemba Medika.
Sharon L. Lewis. (2011). Medical Surgical Nursing. Assesment and
Management of Clinical Probles. Fifth Edition, Philandelphia, Sounders
Company.
Sudoyo Aru, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam,
Jakarta: Interna Publishing.
Padila.
(2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga.
Yogyakarta: Nuha Medika.
Puskesmas Kelayan Timur. (2015). Laporan
Bulanan Puskesmas Kelayan Timur Tahun 2015. Banjarmasin: Puskesmas Kelayan Timur.
Setiadi.
2008. Konsep dan Proses Keperawatan
Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu.
Priharjo, Robert. (2006: 150). Buku Pengkajian Fisik Keperawatan, edisi 2. Jakarta:
EGC.
Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan
Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.
Susanto, T. (2012). Buku
Ajar Keperawatan Keluarga Aplikasi Teori pada Praktik Asuhan Keperawatan
Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
Irdawati. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Keluarga dengan Perilaku dalam
Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di Wilayah Kerja
Puskesmas Kartasura termuat dalam (http://pdf-search-engine.com) di akses tanggal
21 Mei 2016 jam 18.50 WITA.
I Made, K. (2009). Perception of post stroke patien related to their quality of life in
nursing care perspectives termuat dalam (http://digital_20282748-T-I-Made-Kariasa.pdf) di akses tanggal 28 Mei 2016 jam 18.00 WITA.
Fakhrizal, Teuku. (2009) Anatomi Otak termuat dalam (http://tfakhrizalspd.wordpress.com) di akses tanggal 27 Mei 2016 jam 17.00 WITA.
No comments:
Post a Comment