Thursday, October 19, 2017

Laporan Pendahuluan Stroke Non Hemoragic Keperawatan Keluarga

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.      Latar Belakang
Keluarga merupakan salah satu elemen terkecil dari masyarakat. Keberadaan  keluarga di masyarakat akan menentukan perkembangan masyarakat. Keluarga menjadi tempat sentral bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, sehingga keluarga menjadi salah satu aspek terpenting dari keperawatan. Secara empiris disadari bahwa kesehatan para anggota keluarga dan kualitas kesehatan keluarga mempunyai hubungan yang erat, akan tetapi hingga saat ini masih sangat sedikit perhatian yang diberikan pada keluarga sebagai obyek dari studi yang sistematis dalam bidang keperawatan. Keluarga di Indonesia mengalami masalah pada pertumbuhan dan perkembangan keluarga serta permasalahan keluarga yang beresiko ataupun rentan terhadap permasalahan kesehatan. Dalam siklus kehidupan keluarga terdapat tahap-tahap yang dapat diprediksi seperti halnya individu-individu yang mengalami tahap pertumbuhan dan perkembangan secara terus-menerus. Formulasi tahap-tahap perkembangan keluarga dibuat menggunakan usia anak yang paling tua sebagai patokannya, salah satu diantaranya yaitu tahap keluarga lanjut usia (Susanto, 2012).

Stroke adalah suatu penyakit defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar tempat, waktu dan keadaan penduduk. Stroke sebagian besar akan dijumpai pada usia diatas 55 tahun. Ditemukan kesan bahwa insiden stroke meningkat secara eksponensial dengan bertambahnya usia, dimana akan terjadi peningkatan 100 kali lipat pada mereka yang berusia 80-90 tahun (Bustan, 2007).


Menurut Irdawati (2009), dari data World Health Organisation ( WHO ), di seluruh dunia tahun 2002 di perkirakan 5,5 juta orang meninggal akibat stroke dan di perkirakan tahun 2020 penyakit jantung dan stroke menjadi penyebab utama kematian di dunia.

Menurut Backer, dkk, (2010),Berdasarkan data NCHS (Nasional Center of Health Statistics), insidens terjadinya stroke di Amerika serikat lebih dari 700.000 orang per tahun, dimana 20% dirinya akan mati pada tahun pertama. jumlah ini akan meningkat menjadi satu juta per tahun pada tahun 2050. Secara internasional insidens global dari stroke tidak diketahui.

Menurut Yayasan Stroke Indonesia, 2012, data yang berhasil di kumpulkan masalah stroke semakin penting dan mendesak karena kini jumlah penderita stroke di Indonesia terbanyak dan menduduki urutan pertama di Asia. Jumlah yang berdasarkan oleh stroke menduduki urutan kedua pada usia di atas 60 tahun dan urutan kelima pada usia 15-59 tahun.

Menurut Riset Kesehatan Dasar Kamenpres (2007), stroke merupakan penyebab kematian terbesar penduduk Indonesia berusia lebih dari 15 tahun, yaitu 15,4% dari jumlah kematian penduduk Indonesia dengan rata-rata kejadian stroke di 33 provinsi di Indonesia sebesar 0,8% dengan kisaran 1,66% di Aceh 0,84% di Kalimantan Selatan dan 0,38% di Papua. Pada tahun 2012 di Kalimantan  Selatan stroke menempati peringkat ke 2 dari 10 penyakit rawat inap.

Berdasarkan Data dari Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan didapatkan dari Bulan Januari-Desember 2015 Stroke menempati urutan ke tiga setelah Hipertensi dan penyakit Jantung Koroner, Jumlah pasien yang menderita Stroke Laki-Laki 380 0rang dan Perempuan 494 orang, semua penderita Stroke berJumlah 874 orang.

Berdasarkan Data Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin Tahun 2015, stroke termasuk dalam 10 penyakit terbanyak dengan jumlah sebanyak 283 kasus (Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin, 2015).

Berdasarkan Data Laporan Bulanan Kesakitan di Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin dari bulan Januari sampai dengan bulan Desember 2015, penyakit storke tercatat sebanyak 43 orang (Puskesmas Kelayan Timur Banjarmasin, 2015).

Dalam melakukan perawatan terhadap usia lanjut yang mengalami stroke setiap anggota keluarga memiliki peranan yang sangat penting. Ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh anggota keluarga dalam melaksanakan perannya terhadap usia lanjut yang mengalami stroke, yaitu: melakukan pembicaraan terarah, membantu melakukan persiapan makanan bagi usia lanjut, membantu dalam hal transportasi, membantu mencukupi kebutuhannya, memeriksakan kesehatan secara teratur, memberi dorongan untuk tetap hidup bersih dan sehat dan mencegah terjadinya kecelakaan baik didalam rumah maupun diluar rumah (Maryam, 2010).

Keluarga merupakan support system utama bagi usia lanjut dalam mempertahankan kesehatannya. Dalam hal ini keluarga mempunyai tugas dibidang kesehatan yang perlu dipahami dan dilakukan yaitu: mengenal masalah kesehatan keluarga, memutuskan tindakan kesehatan yang tepat bagi keluarga, merawat keluarga yang mengalami gangguan kesehatan, memodifikasi lingkungan keluarga untuk menjamin kesehatan  keluarga dan memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan disekitarnya bagi keluarga (Murwani dan Setyowati, 2011).



BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Konsep Keluarga
2.1.1      Definisi keluarga
              Keluarga adalah anggota rumah tangga yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi atau perkawinan (WHO, 1969.Di dalam buku Setiadi, 2008. Hal: 2).

              Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat dibawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988.Di dalam buku Setiadi, 2008. Hal: 3).

              Definisi keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional, serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga (Friedman, 1998.Di dalam buku Sudiharto, 2007. Hal: 22).

              Kesimpulannya, keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari dua atau lebih individu yang saling berhubungan melalui pertalian darah, adopsi, atau perkawinan dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan.

2.1.2    Tipe- tipe keluarga
2.1.2.1   Tipe keluarga tradisional
a.  Keluarga inti(Nuclear family)
Adalah keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu, dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau adopsi atau keduanya.
b.  Keluarga besar (Extended family)
Adalah keluarga inti ditambah anggota lain yang masih mempunyai hubungan darah (kakek, nenek, paman, bibi, saudara sepupu, dll)
c.  Keluarga bentukan kembali (Dyadic family)
Adalah keluarga baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau kehilangan pasangannya
d.  Orang tua tunggal (Single parent family)
Adalah keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan anak-anak akibat perceraian atau ditinggal pasangannya
e. The single adult living alone
Adalah orang dewasa yang tinggal sendiri tanpa pernah menikah
f. The unmarried teenage mother
Adalah ibu dengan anak tanpa perkawinan
g. Keluarga usila (Niddle age/ Aging couple)
Adalah suami sebagai pencari uang, istri di rumah atau kedua-duanya bekerja atau tinggal di rumah, anak-anaknya sudah meninggalkan rumah karena sekolah/ perkawinan/ meniti karir.
  
2.1.2.2   Tipe keluarga non tradisional
a. Commune famill
Adalah lebih satu keluarga tanpa pertalian darah hidup serumah.
b.  Orang tua (ayah dan ibu) yang tidak ada ikatan perkawinan dan anak hidup bersama dalam satu rummah tangga.
c.  Homoseksul
Adalah dua individu yang satu jenis kelamin hidup bersama dalam satu rumah tangga.

2.1.3    Tugas keluarga dalam kesehatan
Ada lima tugas pokok keluarga dalam kesehatan :
2.1.3.1   Mengenal masalah kesehatan keluarga: Keluarga mampu mengetahi apa pengertian snh dan tanda gejalanya.
2.1.3.2   Membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat: Keluarga mampu mengambil keputusan yang tepat pada pasien untuk membawa ke pelayanan kesehatan.
2.1.3.3   Memberi perawatan pada anggota keluarga yang sakit: Kelurga mampu memberikan perawatan yang maksimal untuk pasien yang mengalami penyakit stroke.
2.1.3.4   Mempertahankan suasana rumah yang sehat: Keluarga mampu memberikan suasa yang tenang dan nyaman untuk pasien istirahat.
2.1.3.5   Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada di masyarakat : Kelurga mampu memberikan fasilitas yang baik untuk pasien misal,membawa pasien ke rumah sakit atau puskesmas untuk berobat. 

2.1.4    Tahap perkembangan keluarga
Menurut Duvall (1977, disitasi oleh Putri, 2013)  siklus kehidupan keluarga terdiri dari delapan tahapan:
2.1.4.1 Tahap keluarga pemula (beginning family)
Keluarga baru/ pasangan yang belum memiliki anak.
Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
a.    Membangun perkawinan yang saling memuaskan
b.    Menghubungkan jaringan persaudaraan secara harmonis
c.    Keluarga berencana (keputusan tentang kedudukan sebagai orang tua)
d.   Menetapkan tujuan bersama
e.    Persiapan menjadi orang tua
f.     Memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua).

2.1.4.2  Tahap keluarga sedang mengasuh anak (child bearing)
Keluarga dengan anak pertama berusia kurang dari 30 bulan.
Studi klasik Le master (1957, dalam Padila, 2012) menyatakan bahwa dari 46 orang tua dinyatakan 17% tidak bermasalah selebihnya bermasalah dalam hal:
a.    Suami merasa diabaikan
b.    Peningkatan perselisihan dan argument
c.    Interupsi dalam jadwal continue
d.   Kehidupan seksual dan sosial terganggu dan menurun.

Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini adalah:
a.    Membentuk keluarga muda sebagai sebuah unit yang mantap (integrasi bayi dalam keluarga)
b.    Rekonsiliasi tugas-tugas perkembangan yang bertentangan dan kebutuhan anggota keluarga
c.    Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
d.   Memperluas persahabatan keluarga besar dengan menambah peran orang tua, kakek dan nenek
e.    Bimbingan orang tua tentang pertumbuhan dan perkembangan anak
f.     Konseling KB post partum 6 minggu
g.    Menata ruang untuk anak
h.    Menyiapkan biaya untuk mengasuh anak
i.      Memfasilitasi role learning anggota keluarga
j.      Mengadakan kebiasaan keagamaan secara rutin.

2.1.4.3  Tahap keluarga dengan anak usia prasekolah
Keluarga dengan anak pertama berusia 30 bulan – 6 tahun.
Tugas perkembangan keluarga:
a.    Pemenuhan kebutuhan anggota keluarga seperti rumah, ruang bermain, privasi dan keamanan
b.    Mensosialisasikan anak
c.    Mengintegrasikan anak yang baru dan memenuhi kebutuhan anak yang lain
d.   Mempertahankan hubungan yang sehat (hubungan perkawinan dan hubungan orang tua-anak) serta hubungan diluar keluarga (keluarga besar dan komunitas)
e.    Pembagian waktu, individu, pasangan dan anak
f.     Pembagian tanggung jawab
g.    Merencanakan kegiatan dan waktu stimulasi tumbuh dan kembang anak.

2.1.4.4       Tahap keluarga dengan anak usia sekolah
Keluarga dengan anak pertama berusia 6-13 tahun.
Tugas perkembangan keluarga:
a.    Mensosialisasikan anak-anak, termasuk meningkatkan prestasi sekolah dan mengembangkan hubungan dengan teman sebaya yang sehat
b.    Mempertahankan hubungan perkawinan yang memuaskan
c.    Memenuhi kebutuhan kesehatan fisik anggota keluarga
d.   Mendorong anak untuk mencapai pengembangan daya intelektual
e.    Menyediakan aktivitas untuk anak.

2.1.4.5       Tahap keluarga dengan anak remaja
Keluarga dengan anak pertama berusia 13-20 tahun.
Tugas perkembangan keluarga:
a.    Memberkan keseimbangan antara kebebasan dan tanggung jawab ketika remaja menjadi dewasa dan semakin mandiri
b.    Memfokuskan kembali hubungan intim perkawinan
c.    Berkomunikasi secara terbuka antara orang tua dan anak-anak
d.   Mempersiapkan perubahan untuk memenuhi kebutuhan tumbuh dan kembang anggota keluarga.

2.1.4.6       Tahap keluarga dengan anak dewasa
Keluarga dengan anak pertama meninggalkan rumah.
Tahap perkembangan keluarga:
a.    Memperluas siklus keluarga dengan memasukkan anggota keluarga baru dari perkawinan anak-anaknya
b.    Melanjutkan dan menyesuaikan kembali hubungan perkawinan
c.    Membantu orang tua lanjut usia dan sakit-sakitan dari suami atau istri
d.   Membantu anak untuk mandiri sebagai keluarga baru dimasyarakat
e.    Mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan menerima kepergian anaknya
f.     Menciptakan lingkungan rumah yang dapat menjadi contoh bagi anak-anaknya.

2.1.4.7       Tahap keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga:
a.    Menyediakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan
b.    Mempertahankan hubungan yang memuaskan dan penuh arti dengan para orang tua (lansia) dan anak-anak
c.    Memperkokoh hubungan perkawinan
d.   Persiapan masa tua atau pensiun.

2.1.4.8       Tahap keluarga lanjut usia
Tugas perkembangan keluarga:
a.    Penyesuaian tahap masa pensiun dengan cara merubah cara hidup
b.    Mempertahankan pengaturan hidup yang memuaskan
c.    Menyesuaikan terhadap pendapatan yang menurun
d.   Mempertahankan hubungan perkawinan
e.    Menyesuaikan diri terhadap kehilangan pasangan
f.     Mempertahankan ikatan keluarga antar generasi

2.1.5      Fungsi keluarga
Ada berbagai macam pendapat tentang fungsi keluarga, salah satunya menurut Friedman (1998 disitasi oleh Putri, 2013) ada lima fungsi keluarga:
2.1.5.1  Fungsi afektif dan koping
Fungsi keluarga yang utama adalah untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga. Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat  terjadi stres. Komponen yang perlu dipenuhi oleh keluarga untuk memenuhi fungsi afektif adalah saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menerima dan mendukung, saling menghargai, ikatan dan identifikasi.

2.1.5.2  Fungsi sosialisasi
Adalah fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan social sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain diluar rumah. Anggota keluarga belajar disiplin, memiliki nilai/ norma, budaya dan perilaku melalui interaksi dalam keluarga sehingga individu mampu berperan di masyarakat.

2.1.5.3       Fungsi reproduksi
Adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan kehidupan masyarakat dan meningkatkan sumber daya manusia seperti keluarga melahirkan anaknya.

2.1.5.4       Fungsi ekonomi
Adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi keluarga secara ekonomi, keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan dimasyarakat.

2.1.5.5       Fungsi perawatan kesehatan Adalah fungsi untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktifitas yang tinggi. Selain menyediakan makanan, pakaian dan rumah.
2.1.6      Konsep keluarga sejahtera
Keluarga sejahtera adalah keluarga yang dibentuk atas dasar perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, memiliki hubungan yang serasi, selaras, dan seimbang antara anggota keluarga dengan masyarakat dan lingkungan (Mungit, 1996 disitasi oleh Putri, 2013).

Di Indonesia keluarga sejahtera dikelompokkan menjadi lima tahap:
2.1.6.1   Keluarga pra sejahtera
Adalah keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, yaitu kebutuhan pengajaran agama, sandang, pangan, papan, dan kesehatan atau keluarga yang belum dapat memenuhi salah satu atau lebih indikator keluarga sejahtera tahap I.

2.1.6.2   Keluarga sejahtera tahap I
Adalah keluarga-keluarga yang telah mampu memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi keseluruhan kebutuhan sosial psikologisnya, yaitu kebutuhan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi dengan lingkungan tempat tinggal dan transportasi.

2.1.6.3   Keluarga sejahtra tahap II
Adalah keluarga-keluarga yang disamping telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal serta telah dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangannya. Pada keluarga sejahtera tahap II, kebutuhan fisik dan sosial psikologis sudah terpenuhi.

2.1.6.4   Keluarga sejahtera tahap III
Adalah keluarga-keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan keluarganya, tetapi belum dapat memberikan sumbanganyang maksimal terhadap masyarakat (kepedulian sosial secara teratur dalam waktu tertentu).

2.1.6.5   Keluarga sejahtera tahap III plus
Adalah keluarga-keluarga yang telah memenuhi seluruh kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangannya telah terpenuhi serta memiliki kepedulian sosial yang tinggi pada masyarakat


2.1         Tinjauan Teoretis Stroke Non-Hemoragik
2.1.1        Anatomi fisiologi otak dan sistem persarafan
Otak dibagi menjadi tiga bagian besar, yaitu serebrum, batang otak, dan serebellum.Batang otak dilindungi oleh tulang tengkorak dari cedera.Empat tulang yang berhubungan membentuk tulang tengkorak, yaitu tulang frontal, parietal, temporal, dan oksipital.
2.2.1.1           Lobus frontal
Lobus frontal merupakan lobus terbesar yang terletak pada fosa anterior.Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian, dan menahan diri.
2.2.1.2           Lobus parietal
Lobus parietal disebut juga lobus sensorik.Area ini menginterpretasikan sensasi.Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau.Lobus parietal mengatur individu untuk mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya.
2.2.1.3           Lobus temporal
Lobus temporal berfungsi mengintegrasikan sensasi pengecapan, penciuman, dan pendengaran.Memori jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini.
2.2.1.4           Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis terletak pada lobus posterior hemisfer serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan penglihatan (Batticaca, 2008).



(Sumber: Fakhrizal, 2009).

2.2.1.5           Serebrum (Otak Besar)
Otak besar merupakan pusat dari:
a.    Motorik: impuls yang diterima diteruskan oleh sel-sel saraf kemudian menuju ke pusat kontraksi otot
b.    Sensorik: setiap impuls sensorik dihantarkan melalui akson sel-sel saraf yang selanjutnya akan mencapai otak antara lain ke korteks serebri
c.    Refleks: berbagai kegiatan refleks berpusat di otak dan batang otak sebagian lain di bagian medula spinalis
d.   Kesadaran: bagian batang otak yang disebut formasi retikularis bersama bagian lain dari korteks serebri menjadi pusat kesadaran utama
e.    Fungsi luhur: pusat berfikir, berbicara berhitung dan lain-lain. Pada bagian anterior sulkus sentralis merupakan bagian motorik penggerak otot
f.     Korpus kalosum adalah kumpulan serat-serat saraf tepi. Korpus kalosum menghubungkan kedua hemisfer otak dan bertanggung jawab dalam transmisi informasi dari salah satu sisi otak ke bagian lain. Informasi ini meliputi sensorik memori dan belajar menggunakan alat gerak kiri. Beberapa orang yang dominan menggunakan tangan kiri mempunyai bagian serebri kiri dengan kemampuan lebih pada bicara, bahasa, aritmatika, dan funsi analisis. Dan daerah hemisfer yang tidak dominan bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal. Basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab dalam kemampuan geometrik, penglihatan, serta membuat pola dan fungsi musikal, basal ganglia terdiri atas sejumlah nukleus dan terletak di bagian terdalam hemisfer serebri, bertanggung jawab mengontrol gerakan halus tubuh, kedua tangan, dan ekstrimitas bagian bawah (Batticaca, 2008)
2.2.1.6           Serebelum
Otak kecil yang merupakan pusat keseimbangan dan kooardinasi gerakan.Pada daerah serebelum terdapat sirkulus willisi, pada dasar otak disekitar kelenjar hipofisis, sebuah lingkaran arteri terbentuk diantara rangkaian arteri carotid interna dan vertebral, lingkaran inilah yang disebut sirkulus willisi yang dibentuk dari cabang-cabang arteri carotid interna, anterior dan arteri serebral bagian tengah dan arteri penghubung anterior dan posterior. Arteri pada sirkulus willisi memberi alternatif pada aliran darah jika salah satu aliran darah arteri mayor tersumbat
2.2.1.7           Cairan Serebrospinal
Cairan serebrospinal merupakan cairan bening dan mempunyai berat jenis 1,007. diproduksi didalam ventrikel dan bersirkulasi disekitar otak dan medulla spinalis melalui sistem ventricular. Ventrikel terdiri atas ventrikel lateral kanan dan kiri, serta ventrikel ketiga pada foramen antara ventrikel dan lamina, semuanya berada di kanalis vertebralis (Batticaca, 2008).
2.2.1.8           Medula Spinalis
a.    Merupakan pusat refleks-refleks yang ada di sana
b.    Penerus sensorik ke otak sekaligus tempat masuknya saraf sensorik
c.    Penerus impuls motorik dari otak ke saraf sensorik
d.   Pusat pola gerakan sederhana yang telah lama di pelajari.
2.2.1.9           Saraf Somatik
Saraf somatik merupakan saraf tepi berupa saraf sensorik dari perifer ke pusat dan saraf motorik dari pusat ke perifer.Berdasarkan tempat keluarnya dibagi menjadi saraf otak dan saraf spinal.Saraf otak ada dua belas pasang:
a.    Saraf olfaktorius (N1): untuk penciuman
b.    Saraf optikus (N2): saraf penglihatan
c.    Saraf okulomotorius (N3): saraf motorik penggerak otot bola mata
d.   Saraf troklearis (N4): motorik penggerak bola mata
e.    Saraf trigeminus (N5): merupakan saraf sensorik dan motorik dengan tiga cabang yaitu bagian optical, maksilaris, mandibularis
f.     Saraf abdusens (N6): motorik penggerak bola mata
g.    Saraf fasialis (N7): sensorik daerah wajah
h.    Saraf audiotorius (N8): sensorik pendengaran dan keseimbangan
i.      Saraf glosofaringeus (N9): sensorik dan motorik sekitar lidah dan faring
j.      Saraf vagus (N10): merupakan saraf otonom terutama pada paru, jantung, lambung, usus halus dan sebagian usus besar
k.    Saraf asesorius (N11): motorik penggerak otot sekitar leher
l.      Saraf hipoglosus (N12): motorik otot lidah
(Muttaqin, 2008).
2.2.1.10       Saraf Spinal
Dari medulla spinalis keluar pasangan saraf kiri dan kanan vertebra:
a.    Saraf servikal 8 pasang
b.    Saraf torakal 12 pasang
c.    Saraf lumbal 5 pasang
d.   Saraf sacrum/sacral 5 pasang
e.    Saraf koksigeal 1 pasang
Saraf spinal mengandung saraf sensorik dan motorik, serat sensorik masuk medula spinalis melalui akar belakang dan serat motorik keluar dari medula spinalis melalui akar depan kemudian bersatu membentuk saraf spinal.Saraf-saraf ini sebagian berkelompok membentuk pleksus (anyaman) dan terbentuklah berbagai saraf (nervus) seperti saraf iskiadikus untuk sensorik dan motorik daerah tungkai bawah. Daerah torakal tidak membentuk anyaman tetapi masing – masing lurus diantara tulang kosta (nervus inter kostalis). Umumnya didalam nervus ini juga berisi serat autonom, terutama serat simpatis yang menuju ke pembuluh darah untuk daerah yang sesuai. Serat saraf dari pusat di korteks serebri sampai ke perifer terjadi penyebrangan (kontra lateral) yaitu yang berada di kiri menyebrang ke kanan begitu pula sebaliknya. Jadi apabila terjadi kerusakan di pusat motorik kiri maka yang mengalami gangguan anggota gerak yang sebelah kanan.
2.2.1.11       Saraf Otonom
Sistem saraf ini mempunyai kemampuan kerja otonom, seperti jantung, paru, serta alat pencernaan. Sistem otonom dipengaruhi saraf simpatis dan parasimpatis.
Peningkatan aktifitas simpatis memperlihatkan:
a.    Kesiagaan meningkat
b.    Denyut jantung meningkat
c.    Pernafasan meningkat
d.   Tonus otot-otot meningkat
e.    Gerakan saluran cerna menurun
f.     Metabolisme tubuh meningkat
Semua ini menyiapkan individu untuk betempur atau lari, semua itu tampak pada manusia apabila menghadapi masalah, bekerja, olahraga, cemas dan lain-lain.Pada keadaan ini terjadi peningkatan penggunaan energi/ katabolisme.
Peningkatan aktifitas parasimpatis memperlihatkan:
a.    Kesiagaan menurun
b.    Denyut jantung melambat
c.    Pernafasan tenang
d.   Tonus otot-otot menurun
e.    Gerakan saluran cerna meningkat
f.     Metabolisme tubuh menurun
Hal ini terjadi penyimpanan energi (anabolisme) dan terlihat apabila individu sedang istirahat.Pusat saraf simpatis berada di medula spinalis bagian torakal dan lumbal, sedangkan pusat parasimpatis berada di bagian medula oblongata dan medula spinalis bagian sacral.Pusat-pusat ini masih dipengaruhi oleh pusat yang lebih tinggi yaitu hipotalamus sebagai pusat emosi.

Otak manusia berisikan hampir 98% jaringan saraf tubuh. Kisaran berat otak sekitar 1,4 kg dan mempunyai isi sekitar 1200 cc (71 inc). Ada pertimbangan variasi akan besaran otak, di mana otak laki-laki lebih besar 10% dari perempuan dan tidak ada korelasi yang berarti antara besar  otak dengan tingkat intelejensi. Seseorang dengan ukuran otak kecil (750 cc) dan ukuran otak besar (2100 cc) secara fungsional sama. Jaringan gelatinosa otak dan medula spinalis dilindungi oleh tulang tengkorak dan tulang belakang, juga oleh tiga lapisan jaringan penyambung yaitu piameter, araknoid, dan durameter (Muttaqin, 2008).

Sistem karotis terutama melayani kedua hemisfer otak dan sistem vertebralis terutama memberi darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer. Aliran darah di otak (ADO) dipengaruhi terutama oleh tiga faktor. Dua yang paling penting adalah, tekanan untuk memompakan darah dari sistem arteri-kapiler ke sistem vena dan tahanan (perifer) pembuluh darah otak. Faktor ketiga, adalah faktor darah sendiri yaitu viskositas darah dan koagulasi lobilitasnya (kemampuan untuk membeku).

Dari faktor pertama, yang terpenting adalah tekanan darah sistemik (faktor jantung, darah dan pembuluh darah dll), dan faktor kemampuan khusus pembuluh darah otak (arteriol), untuk menguncup bila tekanan darah sitemik naik dan berdilatasi bila tekanan darah sistemik menurun. Daya akomodasi sistem arteriol otak ini disebut daya otoregulasi pembuluh darah otak (yang berfungsi normal bila tekanan sistolik antara 50-150 mmHg).
Berbagai bagian otak mengontrol fungsi fisik, emosi, dan perilaku yang berlainan. Dua hemisfer otak kita tidak benar-benar simetris, baik secara anatomis maupun fungsional. Namun, keduanya dihubungkan secara anatomis dan saling berkaitan secara fungsional. Pada orang kanan (right-handed) dan separuh orang kidal (left-handed), sisi kiri otak mengendalikan kemampuan memahami dan menghasilkan bahasa serta lebih berkaitan dengan pemikiran abstrak dan imajiner serta kemampuan seni. Hal yang sebaliknya berlaku pada sisa-sisa populasi yang lain.

Bagian anterior (atau depan) otak, yang menerima darah dari sirkulasi arteri serebrum anterior, mengendalikan sisi tubuh yang berlawanan dari lokasi bagian tersebut berada. Sebagai contoh, jika terjadi kerusakan otak di daerah sirkulasi anterior kanan, yang terpengaruh adalah gerakan dan sensasi di sisi kiri tubuh, demikian sebaliknya.

Jika kerusakan otak terjadi di bagian posterior, yang menerima darah dari sirkulasi serebrum posterior, kedua sisi tubuh bisa terkena. Misalnya dapat terjadi kelumpuhan di salah satu sisi, juga dapat timbul masalah menelan, bernafas, berbahasa, keseimbangan atau koordinasi, atau gerakan kepala dan tubuh bagian atas yang abnormal (Feigin, 2009).

2.2.2        Pengertian Stroke
Menurut Batticaca (2008: 56), stroke adalah suatu keadaan yang timbul karena terjadi gangguan peredaran darah di otak yang menyebabkan terjadinya kematian jaringan otak sehingga mengakibatkan seseorang menderita kelumpuhan atau kematian.
Stroke adalah gangguan peredaran darah otak yang menyebabkan defisit neurologis mendadak sebagai akibat iskemia atau hemoragi sirkulasi saraf otak.(Sudoyo Aru,dkk 2009).

Stroke merupakan penyakit yang paling sering menyebabkan cacat berupa kelumpuhan anggota gerak, gangguan bicara, proses berpikir daya ingat dan bentuk-bentuk kecacatan yang lain sebagai akibat gangguan fungsi otak. (Muttaqin, 2008).

Menurut I Made Kariasa (2009), Perception of post stroke patien related to their quality of life in nursing care perspectives:
            Stroke is a clinical syndrome to be in the form of focal neurologic disorder with sudden acciden which caused by disruption of cerebral blood flow. Neurologic deficit as a result of disruption blood flow could be physical and functional disruption, for example; disability to move and walk, memories and communication disturbances and other.

            This study employed descriptive phenomenology design and data were collected by in-depth interview. Participants were in individual with post stroke collected bypurposive sampling. Data gathering were in interview recording and field note form, them transcribed and analyzed by Collaizis analysis method. This study identified 4 themes included: 1) Become limited in performing daily activities; 2) Feel suffering and change meaning of life because of physical limitation and losses; Varies psychologic responses to losses and social contacs decline after stroke: and 4) Everypost stroke patiens needs professional health care.the results revealed that post stroke patiens underwent a prolong physical and functional disability in their life. This condition brought to pshycological respons that lead to change their quality of life. This results would be expected to provide an understanding about quality of life post stroke patients, there for it needed to develop nursing care professional.

Dari definisi-definisi di atas dapat disimpulkan stroke adalah penyakit yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah di otak yang dapat terjadi dengan mendadak yang ditandai dengan gangguan neurologis.

2.2.3        Klasifikasi
Menurut Muttaqin (2008: 237), klasifikasi stroke dibedakan menurut patologi dari serangan stroke meliputi:
2.2.3.1           Stroke hemoragik
Merupakan perdarahan serebri dan mungkin perdarahan subarachnoid. Disebabkan oleh pecahnya pembuluh darah otak pada daerah otak tertentu. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran klien umumnya menurun.
                                      Perdarahan otak dibagi dua yaitu:
a.    Perdarahan intraserebri (PIS)
Pecahnya pembuluh darah (mikroanurisma) terutama karena hipertensi  mengakibatkan darah masuk kedalam jaringan otak, membentuk massa yang menekan jaringan otak dan menimbulkan edema otak. Peningkatan TIK yang terjadi cepat, dapat mengakibatkan kematian mendadak akibat herniasi otak. Perdarahan interaserebri yang disebabkan hipertensi sering dijumpai didaerah putamen, thalamus, pons dan serebelum.
b.    Perdarahan subarakhnoid (PSA)
Perdarahan ini berasal dari pecahnya anurisma berry atau AVM. Pecahnya arteri dan keluarnya ke ruang subarachnoid menyebabkan TIK meningkat mendadak, meregangnya struktur peka nyeri dan vasospasme pembuluh darah serebri yang berakibat disfungsi otak global (nyeri kepala, penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparase, gangguan hemisensorik, afasia dan lainnya.

2.2.3.2           Stroke Non-Hemoragik
Dapat berupa iskemia atau emboli dan thrombosis serebri, biasanya terjadi saat setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau pagi hari. Tidak terjadi perdarahan namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder. Kesadaran umumnya baik.

2.2.4        Etiologi stroke
2.2.4.1           Etiologi stroke menurut Muttaqin (2008: 234) adalah:
a.    Trombosis serebri
Trombosis ini terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan iskemia jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti disekitarnya.
Beberapa keadaan di bawah ini dapat menyebabkan  thrombosis otak:
1)   Aterosklerosis
Adalah mengerasnya pembuluh darah serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah.



2)   Hiperkoagulasi pada polisitemia
Darah bertambah kental, peningkatan viskositas/ hematokrit meningkat dapat melambatkan aliran darah serebri.
3)   Arteritis (radang pada arteri)
b.    Emboli
Emboli serebri merupakan penyumbatan pembuluh darah otak oleh bekuan darah, lemak dan udara. Pada umumnya emboli berasal dari thrombus di jantung yang terlepas dan menyumbat system arteri serebri.
c.    Hemoragik
Perdarahan intrakranial atau intraserebri meliputi perdarahan di dalam ruang subarachnoid atau di dalam jaringan otak sendiri.
Penyebab perdarahan otak yang paling umum terjadi:
1)   Aneurisma berry, biasanya defek congenital.
2)   Aneurisma fusiformis dari aterosklerosis.
3)   Aneurisma mikotik dari vaskulitis nekrose dan emboli sepsis.
4)   Malformasi erteriovena, terjadi hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena.
5)   Ruptur arteriol serebri, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi pembuluh darah.
d.   Hipoksia umum
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia setempat adalah:
1)   Spasme arteri serebri yang disertai perdarahan subarachnoid
2)   Vasokontriksi arteri otak disertai sakit kepala migren
e.    Hipoksia lokal
Beberapa penyebab yang berhubungan dengan hipoksia umum adalah:
1)   Hipertensi yang parah
2)   Henti jantung parah
3)   Curah jantung turun akibat anemia.
2.2.4.2           Menurut Batticaca (2008), faktor resiko dari klien dengan Stroke NonHemoragik antara lain:
a.    Hipertensi atau tekanan darah tinggi
b.   Hipotensi atau tekanan darah rendah
c.    Obesitas atau kegemukan
d.   Kolesterol darah tinggi
e.    Riwayat penyakit jantung
f.    Riwayat penyakit diabetes mellitus
g.   Merokok
h.   Stres
                                                                           
2.2.5        Patofisiologi stroke
Iskemia jaringan otak pada area yang disuplai oleh pembuluh darah yang bersangkutan.Iskemik otak adalah suatu keadaan dimana terdapat gangguan pemasokan darah ke otak yang membahayakan fungsi neuron.Infark otak terjadi jika ada daerah otak yang iskemik menjadi nekrosis akibat berkurangnya suplai darah sampai pada tingkat lebih rendah dari titik kritis yang diperlukan untuk kehidupan sel sehingga disertai gangguan fungsional dan struktur yang menetap.Terdapat dua penyebab utama infark otak, yaitu trombus dan emboli.Kebanyakan kasus infark otak terjadi setelah adanya thrombosis pada pembuluh darah yang aterosklerotik.Dengan demikian thrombosis menyerang individu-individu yang memiliki satu atau lebih faktor resiko yang memacu terbentuknya aterosklerosis. Seperti diketahui bahwa aliran darah yang melalui suatu arteria mengikuti hukum dari Hagen Poisseuile, di mana dinyatakan bahwa kecepatan aliran darah (Q) berbanding lurus dengan naik turunnya tekanan perfusi (P), jari-jari penampang arteri pangkat 4 (r) dan berbanding terbalik dengan viskositas darah (N), dan panjang arteri (L). kelaian dari faktor-faktor tersebut akan mengakibatkan terjadinya iskhemia dan berakhir dengan kematian jaringan otak (Bustan, 2007: 91).

Edema dan kongesti di sekitar area.Area edema ini menyebabkan disfungsi yang lebih besar dari area infark ini sendiri. Edema dapat berkurang dalam beberapa jam atau kadang-kadang sesudah beberapa hari. Dengan berkurangnya edema klien mulai menunjukkan perbaikan.

Karena trombosis biasanya tidak fatal, bila tidak terjadi perdarahan massif.Okulasi pada pembuluh darah serebri oleh embolus menyebabkan edema dan nekrosis diikuti trombosis. Jika terjadi infeksi sepsis akan meluas pada dinding pembuluh darah maka akan terjadi abses atau ensefalitis atau jika sisa infeksi berada pada pembuluh darah yang tersumbat menyebabkan perdarahan serebri, jika aneurisma pecah atau ruptur.

Perdarahan pada otak lebih disebabkan oleh rupture arterosklerotik dan hipertensi pembuluh darah. Perdarahan intraserebri yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari keseluruhan penyakit serebrovaskuler, karena perdarahan yang luas terjadi destruksi massa otak, peningkatan tekanan intracranial dan yang lebih berat dapat menyebabkan herniasi otak pada falks serebri atau lewat foramen magnum.

Kematian dapat disebabkan oleh kompresi batang otak, hemisfer otak dan perdarahan batang otak sekunder atau ekstensi perdarahan ke batang otak. Perembesan darah ke ventrikel otak terjadi pada sepertiga kasus perdarahan otak di nukleus kaudatus, thalamus dan pons (Muttaqin), 2008: 240).


Gambar 2.7 Patofisiologi Stroke (cerebrovaskular accident)
 (Muttaqin, 2008: 241)

2.2.6        Manifestasi klinis                                              
Menurut Dewanto et al (2009: 25) manifestasi klinis bergantung pada neuroanatomi vaskularisasinya.Gejala klinis dan defisit neurologik yang ditemukan berguna untuk menilai lokasi iskemik.
2.2.6.1           Gangguan peredaran darah arteri serebri anterior menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama melibatkan tungkai.
2.2.6.2           Gangguan peredaran darah arteri serebri media menyebabkan hemiparesis dan hemihipestesi kontralateral yang terutama mengenai lengan disertai gangguan fungsi luhur berupa afasia (bila mengenai area otak dominan) atau hemispatial neglect (bila mengenai area otak nondominan).
2.2.6.3           Gangguan peredaran darah arteri serebri posterior menimbulkan hemianopsi homonim atau kuadrantanopsi kontralateral tanpa disertai gangguan motorik maupun sensorik. Gangguan daya ingat terjadi bila terjadi infark pada lobus temporalis medial. Aleksia tanpa agrafia timbul bila infark terjadi pada korteks visual dominan dan splenium korpus kalosum. Agnosia dan prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah) timbul akibat infark pada korteks temporooksipitalis inferior.
2.2.6.4           Gangguan peredaran darah batang otak menyebabkan gangguan saraf kranial seperti disartri, diplopi dan vertigo, gangguan serebral, seperti ataksia atau hilang keseimbangan, atau penurunan kesadaran.
2.2.6.5           Infark lakunar merupakan infark kecil dengan klinis gangguan murni motorik atau sensorik tanpa disertai gangguan fungsi luhur.      
         
Menurut Lewis et al. (2011), Clinical Manifestation of stroke:
                The neurologic manifestations do not significantly differ between ischemic and hemorrhagic stroke. The reason for this is that destruction of neural tissue is the basis for neurologic dysfunction caused by both types of stroke. The clinical mani-festations are related to location of the stroke. Spesific mani-festation related to the type of stroke are discussed in the previous section on type of stroke.

                The general clinical manifestation of ischemic and hemorrhagic stroke are discussed together in this section. A stroke can have an effect on many body functions, including motor activity, bladder and bowel elimination, intelectual function spatial-perceptual alterations, personality, affect, sensation, swallowing, and communication. The functions affected are directly related to the artery involved and area of the brain it supplies.

Tabel 2.1
Perbedaan antara stroke non-hemoragik dan stroke hemoragik
Gejala (Anamnesa)
Stroke Non Hemoragik
Stroke Hemoragik
Awitan (onset)
Sub-akut kurang
Sangat akut/mendadak
Waktu (saat terjadi awitan)
Mendadak
Saat aktivitas
Peringatan
Bangun pagi/istirahat
-
Nyeri kepala
+50% TIA
+++
Kejang
+/-
+
Muntah
-
+
Keasadaran menurun
-
Kadang sedikit
+++
Kaku kuduk
-
++
Tanda kering
-
+
Edema pupil
-
+
Perdarahan retina
-
+
Bradikardia
Hari ke-4
Sejak awal
Penyakit lain
Tanda adanya aterosklerosis di retina, koroner, perifer, emboli pada kelainan katub, fibrilasi, bising karotis.
Hampir selalu hipertensi aterosklerosis, penyakit jantung hemolisis (HHD).
Pemeriksaan darah pada LP
-
+
Rontgen
+
Kemungkinan pergeseran glandula pineal.
Angiografi
Oklusi, stenosis
Aneurisma, AVM, massa intrahemisfer/vasospasme
CT Scan
Densitas berkurang (lesi hipodensi)
Massa intrakranial densitas bertambah (lesi hiperdensi)
Oftalmoskop
Fenomena silang silver wire art
Perdarahan retina atau korpus vitreum
Lumbal fungsi
Tekanan
Warna
Eritrosit

normal
jernih
<250/mm3

Meningkat
Merah
>1000/ mm3
Arteriografi
Oklusi
Ada pergeseran
EEG
Di tengah
Bergeser dari bagian tengah
Sumber: Muttaqin, (2008: 239)


Tabel 2.2
Perbedaan perdarahan intraserebri dengan perdarahansubarakhnoid
Gejala
PIS
PSA
Timbulnya
Dalam 1 jam
1-2 menit
Nyeri kepala
Hebat
Sangat hebat
Kesadaran
Menurun
Menurun sementara
Kejang
Umu
Sering fokal
Tanda rangsangan meningeal
+/-
+++
Hemiparase
++
+/-
Gangguan saraf otak
+
+++
Sumber: Muttaqin, (2008: 238)



2.2.7        Penatalaksanaan medis stroke
Menurut Muttaqin (2008: 252), penatalaksanaan medis pada klien dengan stroke adalah untuk mengobati keadaan akut perlu diperhatikan.
2.2.7.1           Faktor-faktor kritis sebagai berikut:
a.    Berusaha menstabilkan tanda tanda vital pertama mempertahankan saluran napas yang paten, yaitu sering lakukan pengisapan lendir, oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernapasan, kedua mengontrol tekanan darah berdasarkan kondisi klien, termasuk usaha memperbaiki hipotensi dan hipertensi.
b.    Berusaha menemukan dan memperbaiki aritmia jantung.
c.    Merawat kandung kemih sedapat mungkin jangan memakai kateter.
d.   Menempatkan klien dalam posisi yang tepat, harus lakukan secepat mungkin. Posisi klien harus diubah tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerakan pasif.
2.2.7.2           Pengobatan konservatif:
a.    Vasodilator meningkatkan aliran darah serebri (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya pada tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
b.    Dapat diberikan histamine, aminophilin, asetazolamid, papaverin intraarterial.
c.    Medikasi antitrombosit dapat diresepkan karena trombosit yang memainkan peran sangat penting dalam pembentukan thrombus dan embolisasi. Antiagregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
d.   Antikoagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya thrombosis atau embolisasi dari tempat lain dalam system kardiovaskular.
2.2.7.3           Perawatan Stroke Non Hemoragik
Penyakit stroke dapat membuat fungsi tubuh dan otak terganggu, cara perawatan stroke non hemoragik adalah dengan merehabilitasi dan memulihkan kembali fungsi tubuh dengan cara memberikan latihan ROM Aktif dan Fasif, dan fungsi otak dengan obat-obatan sesuai resef dari dokter.

2.2.8        Pemeriksaan penunjang stroke
MenurutMuttaqin,(2008:252) pemeriksaan diagnostik yang diperlukan dalam membantu menegakkan diagnosis klien stroke, meliputi:
2.2.8.1           Angiografi serebri: membantu menemukan penyebab dari stroke secara spesifik, seperti perdarahan arteriovena atau adanya rupture dan untuk mencari sumber perdarahan seperti aneurisma atau malformasi vaskuler.
2.2.8.2           Lumbal fungsi: tekanan yang menigkat dan disertai bercak darah pada cairan lumbal menunjukkan adanya hemoragik pada subarachnoid atau perdarahan pada intrakranial. Peningkatan jumlah protein menunjukkan adanya proses inflamasi. Hasil pemeriksaan likuor yang merah biasanya dijumpai pada perdarahan yang massif, sedangkan perdarahan yang kecil biasanya warna likuor masih normal (xantokrom) sewaktu hari-hari pertama.
2.2.8.3           CT Scan: memperlihatkan secara spesifik letak edema, posisi hematoma, adanya jaringan otak yang infark atau iskemia, serta posisinya yang pasti. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan hiperdens fokal, kadang-kadang masuk ke ventrikel, atau menyebar ke permukaan otak.
2.2.8.4           Magnetic Imagging Resonance (MRI): dengan menggunakan gelombang magnetic untuk menentukan posisi serta besar/luas terjadinya perdarahan otak. Hasil pemeriksaan biasanya didapatkan area yang mengalami lesi dan infark akibat dari hemoragik.
2.2.8.5           USG Doppler: untuk mengidentifikasi adanya penyakit arteriovena (masalah sistem karotis).
2.2.8.6           EEG (elektroensefalogram): pemeriksaan ini berujuan untuk melihat masalah yang timbul dan dampak dari jaringan yang infark sehingga menurunnya impuls listrik dalam jaringan otak.
2.2.8.7           Pemeriksaan darah rutin.
2.2.8.8           Pemeriksaan kimia darah: pada stroke akut dapat terjadi hiperglikemia, gula darah dapat mencapai 250 mg dalam serum dan kemudian berangsur-angsur turun kembali.
2.2.8.9           Pemeriksaan darah lengkap: untuk mencari kelainan pada darah itu sendiri.

2.2.9        Prognosis Stroke
Menurut Dewanto et al, (2009: 28-31) prognosis pada klien dengan stroke adalah bergantung pada jenis stroke dan sindrom klinis stroke. Kemungkinan hidup setelah menderita stroke bergantung pada lokasi, ukuran, patologi lesi, serta usia pasien dan penyakit yang menyertai sebelum stroke. Stroke hemoragik memiliki prognosis buruk. Pada 30 hari pertama resiko meninggal 50%, sedangkan pada stroke iskemik hanya 10%.



2.2.10    Komplikasi Stroke
Menurut Muttaqin (2008: 253) setelah mengalami stroke klien mungkin akan mengalami komplikasi, komplikasi ini dapat dikelompokkan:
2.2.10.1       Dalam hal imobilisasi: infeksi pernafasan, nyeri tekan, konstipasi dan tromboflebitis.
2.2.10.2       Dalam hal paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan terjatuh.
2.2.10.3       Dalam hal kerusakan otak, epilepsi dan sakit kepala
2.2.10.4       Hidrosefalus.

2.3         Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Stroke Non-Hemoragik
Asuhan keperawatan keluarga merupakan proses yang kompleks dengan menggunakan pendekatan yang sistematis untuk bekerja sama dengan keluarga dan individu-individu sebagai anggota keluarga. Sasaran asuhan keperawatan keluarga adalah keluarga-keluarga yang rawan kesehatan yaitu keluarga yang mempunyai masalah kesehatan atau beresiko terhadap timbulnya masalah kesehatan.Sasaran keluarga yang dimaksud adalah individu sebagai anggota keluarga dan keluarga itu sendiri. Tahapan dari proses keperawatan keluarga meliputi pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, penyusunan perencanaan, pelaksanaan asuhan dan penilaian (Padila, 2012: 91).

2.3.1        Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan dimana seorang perawat mengambil informasi secara terus-menerus terhadap anggota keluarga yang dibina. Tahap yang dilakukan yaitu:
2.3.1.1           Membina hubungan yang baik
Beberapa hal yang perlu dilakukan adalah:
a.    Diawali dengan perawat memperkenalkan diri dengan sopan dan ramah
b.    Menjelaskan tujuan kunjungan 
c.    Meyakinkan keluarga bahwa kehadiran perawat adalah untuk membantu keluarga menyelesaikan masalah kesehatan yang ada di keluarga
d.   Menjelaskan kesanggupan perawat yang dapat dilakukan untuk membantu keluarga
e.    Menjelaskan kepada keluarga siapa tim kesehatan lain yang menjadi jaringan perawat.
2.3.1.2           Pengkajian awal
Pengkajian ini berfokus sesuai data yang diperoleh dari unit pelayanan kesehatan.
2.3.1.3           Pengkajian lanjutan
Pengkajian lanjutan adalah tahap pengkajian untuk memperoleh data yang lebih lengkap sesuai masalah kesehatan keluarga yang berorientasi pada pengkajian awal.Disini perawat perlu mengungkap keadaan keluarga hingga penyebab dari masalah kesehatan yang paling mendasar. Sumber pengumpulan data dapat menggunakan metode wawancara, observasi dan informasi tertulis maupun lisan dari lembaga atau tim kesehatan lainnya. Hal-Hal yang perlu dikaji dalam asuhan keperawatan keluarga yaitu:
a.    Data umum
Pengkajian terhadap data umum keluarga meliputi:
1)   Nama kepala keluarga
2)   Alamat dan telepon
3)   Pekerjaan
4)   Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal stroke besertapengelolaannya.Berpengaruh pula terhadap pola pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi masalah dangan tepat dan benar.
5)   Komposisi keluarga dan genogram
Menjelaskan anggota keluarga yang diidentifikasi sebagai bagian dari keluarga mereka. Komposisi tidak hanya mencantumkan penghuni rumah tangga tetapi juga anggota keluarga yang lain yang menjadi bagian dari keluarga tersebut. Sedangkan genogram merupakan alat pengkajian informatif yang digunakan untuk mengetahui keluarga, riwayat dan sumber-sumber keluarga. Diagram ini menggambarkan hubungan vertikal (lintas generasi) dan horizontal (dalam generasi yang sama) untuk memahami kehidupan keluarga dihubungkan dengan pola penyakit. Maka genogram keluarga harus memuat informasi tiga generasi (keluarga inti dan keluarga masing-masing orang tua).Aturan yang harus dipenuhi dalam pembuatan genogram adalah anggota keluarga yang lebih tua berada disebelah kiri, umur anggota keluarga ditulis pada simbol laki-laki atau perempuan dan penggunaan simbol dalam keluarga (Padila, 2012: 92-93).
6)   Tipe keluarga
Tipe keluarga menjelaskan tentang bentuk dan model atau jenis keluarga, seperti: keluarga besar, keluarga kecil, keluarga agamis, keluarga seniman dan lain-lain.
7)   Suku bangsa
Digunakan untuk mengidentifikasi budaya suku keluarga yang terkait dengan kesehatan dan bahasa yang digunakan.Kebiasaan atau budaya dalam memilih jenis makanan yang dikonsumsi oleh keluarga.Untuk penderita stroke biasanya mengkonsumsi makanan yang banyak mengandung garam, zat pengawet, serta emosi yang tinggi.
8)   Agama
Mengidentifikasi agama dan kepercayaan keluarga yang dianut oleh setiap anggota keluarga serta kepercayaan yang dapat mempengaruhi kesehatan.
9)   Status sosial ekonomi keluarga
Mengidentifikasi pendapatan anggota keluarga, apakah sumber pendapatan mencukupi kebutuhan keluarga.Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada anggota keluargayang sakit salah satunyadisebabkan karena hipertensi.Ketidakmampuan keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
10) Aktivitas rekreasi keluarga
Mengidentifikasi kegiatan keluarga baik diluar maupun didalam rumah, seperti berkumpul dirumah untuk menikmati hiburan radio atau televisi dan bercengkerama bersama keluarga. Hal ini dapat menjadi hiburan untuk mengurangi stress yang dapat mempengaruhi tekanan darah.

b.    Riwayat dan tahap perkembangan keluarga
1)   Tahap perkembangan keluarga saat ini
Mengkaji keluarga berdasarkan tahap kehidupan yang ditentukan oleh usia anak tertua dari keluarga inti.
2)   Tugas perkembangan keluarga yang belum terpenuhi
Mengkaji tugas keluarga yang belum terpenuhi dan identifikasi mengapa tugas keluarga tersebut belum terpenuhi dan upaya apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk menuhi tugas keluarga. Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayatperkembangandankejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang dapatmengakibatkan kecemasan.
3)   Riwayat kesehatan keluarga inti
Mengkaji mengenai riwayat kesehatan pada keluarga inti, meliputi riwayat penyakit keturunan, riwayat masing-masing anggota keluarga dan juga apakah ada keluarga yang mengalami penyakit stroke.Perhatian keluarga terhadap pencegahan penyakit termasuk status imunisasi serta pemanfaatan keluarga terhadap pelayanan kesehatan.
4)   Riwayat kesehatan keluarga sebelumnya
Mengkaji mengenai riwayat kesehatan pada keluarga pihak suami dan istri.



c.    Data lingkungan
1)   Karakteristik rumah
Karakteristik rumah diidentifikasi dengan melihat luas rumah, tipe rumah, jumlah ruangan, jumlah jendela, jarak septictank dengan sumber air, sumber air minum yang digunakan serta dilengkapi dengan denah rumah.Evaluasi adekuasi pembuangan sampah.Cara memodifikasi lingkungan fisik yang baik seperti lantai rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai faktor penyebab terjadinya cedera pada penderita stroke fase rehabilitasi.
2)   Karakteristik tetangga dan komunitas RW
Mengkaji karakteristik tetangga dan komunitas meliputi kebiasaan, seperti lingkungan fisik, nilai atau norma serta aturan penduduk setempat.Derajat kesehatan keluarga dipengaruhi oleh lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi yang merupakan faktor resiko dari stroke.
3)   Mobilitas geografis keluarga
Mengkaji sudah berapa lama keluarga tinggal di daerah yang ditempati sekarang serta pernahkah berpindah-pindah.
4)   Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Menjelaskan mengenai waktu yang digunakan keluarga untuk berkumpul serta perkumpulan yang diikuti oleh keluarga dan sejauh mana keluarga berinteraksi dengan masyarakat sekitar.

5)   Sistem pendukung keluarga
Sistem pendukung keluarga adalah jumlah anggota keluarga yang sehat dan fasilitas keluarga yang menunjang kesehatan (askes, BPJS, dan lain-lain), fasilitas fisik yang dimiliki (peralatan kesehatan), dukunagn psikologis anggota keluarga atau masyarakat, fasilitas sosial yang ada disekitar keluarga digunakan untuk meningkatkan upaya kesehatan.

d.   Struktur keluarga
1)   Pola-pola komunikasi
a)    Apakah mayoritas pesan tersampai sesuai isi.
b)   Apakah anggota keluarga mengutarakan kebutuhan, perasaan dengan jelas.
c)    Apakah anggota keluarga memperoleh dan merespon pesan dengan baik.
d)   Apakah anggota keluarga mendengar dan mengikuti pesan.
e)    Bahasa apa yang digunakan keluarga.
f)    Apakah keluarga berkomunikasi langsung/ tidak.
g)   Bagaimana pesan emosional (afektif) disampaikan secara langsung.
h)   Jenis emosi apa yang disampaikan dengan anggota keluarga.
i)     Apakah emosi disampaikan positif, negatif atau keduanya.
j)     Adakah hal-hal atau masalah dalam keluarga yang tertutup untuk didiskusikan.


2)   Strukur kekuasaan
Siapa yang membuat keputusan dalam keluarga, cara keluarga mengambil keputusan. Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan, kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang mempengaruhi dalam tekanan darah pasien stroke.
3)   Strukur peran
Menjelaskan peran dari masing-masing anggota keluarga baik secara formal ataupun informal.Anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang dilakukanmaka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak ada konflik dalam perandan sebaliknya bila peran tidak dapat diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan ketegangan dalam keluarga.
4)   Strukur nilai-nilai keluarga
Mengkaji mengenai nilai-nilai atau norma yang di anut oleh keluarga yang mempengaruhi kesehatan keluarga.

e.    Fungsi keluarga
1)   Fungsi afeksi
Yaitu gambaran diri anggota keluarga, saling memperhatikan, perasaan memiliki dan dimiliki dalam keluarga, dukungan keluarga terhadap anggota keluarga yang sakit.Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang menderita stroke maka akan menimbulkan stressor tersendiri bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat menambah seringnya terjadi serangan stroke karena kurangnya partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit.
2)   Fungsi Sosialisasi
Mengkaji bagaimana interaksi dalam keluarga, sejauh mana keluarga belajar tentang disiplin, nilai, norma, budaya dan perilaku yang berlaku di keluarga dan masyarkat. Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang menderita stroke dalam bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya, maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
3)   Fungsi perawatan kesehatan
Mengkaji sejauh mana keluarga menyediakan makanan, pakaian, perlindungan serta merawat anggota keluarga yang mengalami stroke.Sejauh mana pengetahuan keluarga tentang sehat sakit dan tentang penyakit stroke. Kemampuan keluarga dalam melaksanakan lima tugas keluarga dalam menangani anggota keluarga yang mengalami stroke.
4)   Fungsi reproduksi
Mengkaji jumlah anak, rencana keluarga mengenai jumlah anaknya, upaya keluarga dalam mengendalikan jumlah anggota keluarga. 
5)   Fungsi ekonomi
Bagaimana upaya keluarga dalam pemenuhan kebutuhan sandang dan pangan, serta pemanfaatan lingkungan rumah untuk meningkatkan penghasilan keluarga guna mempertahankan derajat kesehatan dan merawat anggota keluarga yang mengalami stroke.

f.     Stress dan koping keluarga
Stress jangka pendek adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian kurang dari 6 bulan.
Stres jangka panjang adalah stressor yang dialami keluarga dan memerlukan waktu penyelesaian lebih dari 6 bulan.
Kaji kemampuan keluarga dalam menghadapi masalah anggota keluarga yang mengalami stroke.

g.    Pemeriksaan fisik
Kaji secara komprehensif kesehatan setiap anggota keluarga dengan metode head to toe.Adapun pemeriksaan fisik pada anggota keluarga yang mengalami stroke yaitu sebagai berikut:
Keadaan umum biasanya ada penurunan kesadaran, kadang mengalami gangguan bicara, yaitu sulit untuk dimengerti dan denyut nadi bervariasi.
1)   Sistem pernafasan
Didapatkan pasien batuk, peningkatan produksi sputum, sesak nafas, penggunaan otot bantu nafas dan peningkatan frekuensi pernafasan. Auskultasi bunyi nafas tambahan seperti ronki pada pasien dengan peningkatan produksi sputum dan kemampuan batuk menurun yang sering didapat pada pasien stroke dengan penurunan tingkat kesadaran.
2)   Sistem kardiovaskuler
Didapatkan renjatan (syok) hipovolemik yang sering terjadi pada pasien stroke. Tekanan darah terjadi peningkatan dan bisa terdapat adanya hipertensi massif (TD > 200 mmHg).
3)   Sistem neurologi
Stroke menyebabkan berbagai defisit neurologis, bergantung pada lokasi lesi, ukuran area yang perfusinya tidak adekuat dan aliran darah kolateral (sekunder dan aksesori). Lesi otak yang rusak tidak dapat membaik sepenuhnya. Kualitas kesadaran pasien merupakan parameteryang paling mendasar dan paling penting membutuhkan pengkajian.
4)   Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran pasien dan respon terhadap lingkungan adalah indikator paling sensitif untuk mendeteksi disfungsisistem persarafan. Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran pasien stroke  biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, semikoma. Jika pasien sudah mengalami koma, maka penilaian GCS sangat penting untuk menilai tingkat kesadaran pasien dan bahan evaluasi untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.
5)   Fungsi serebri
a)    Status mental: observasi penampilan, tingkah laku, gaya bicara, ekspresi wajah dan aktivitas motorik pasien.
b)   Fungsi intelektual: didapat penurunan daya ingat dan memori, baik jangka pendek maupun jangka panjang. Penurunan berhitung dan kalkulasi.
c)    Kemampuan bahasa: tergantung daerah lesi. Lesi pada daerah hemisfer yang dominan pada bagian posterior dari girus temporalis superior (area Wernick) didapatkan disfasia resertif, yaitu pasien tidak dapat memahami bahasa lisan atau tulisan. Sedangkan lesi pada bagian posterior dari girus frontalis inferior (area Broca) didapatkan disfasia ekspesif, yaitu pasien dapat mengerti tetapi tidak dapat menjawab dengan tepat dan bicara tidak lancar.
d)   Lobus frontal: kerusakan fungsi kognitif dan efek psikologis didapatkan bila kerusakan telah terjadi pada lobus frontal kapasitas, memori, atau fungsi intelektual kortikal yang lebih tinggi mungkin rusak.
e)    Hemisfer: stroke hemisfer kanan menyebabkan hemiparase sebelah kiri tubuh, penilaian buruk, dan mempunyai kerentanan terhadap sisi kolateral. Stroke pada hemisfer kiri, mengalami hemiparase kanan, perilaku lambat dan sangat hati-hati, kelainan lapang pandang sebelah kanan, disfagia global, afasia, dan mudah frustasi.
6)   Pemeriksaan saraf kranial
a)    Saraf I: biasanya tidak ada kelainan pada fungsi penciuman.
b)   Saraf II: disfungsi fersepsi visual karena gangguan jarak sensorik primer diantara mata dan korteks visual.
c)    Saraf III, IV, dan VI: apabila akibat stroke mengakibatkan paralisis sesisi otot-otot okularis didapatkan penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi yang sakit.
d)   Saraf V: penurunan kemampuan koordinasi gerakan mengunyah.
e)    Saraf VII: persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah asimetris, otot wajah tertarik kebagian sisi yang sehat.
f)    Saraf VIII: tidak ditemukan adanya tuli konduktid dan tuli persepsi.
g)   Saraf IX dan X: kemampuan menelan kurang baik, kesukaran membuka mulut.
h)   Saraf XI: tidak ada antrofi otot sternokleidomastoideus dan trapizeus.
i)     Saraf XII: lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi dan fasikulasi.
7)   Pengkajian sistem motorik
a)    Inspeksi umum, didapatkan hemiplagia
b)   Fasikulasi didapatkan pada otot-otot ekstremitas
c)    Tonus otot meningkat
d)   Kekuatan otot 0 pada ekstremitas yang sakit
e)    Keseimbangan dan koordinasi mengalami gangguan.
8)   Pemeriksaan refleks
a)    Pemeriksaan refleks dalam, pengetukan pada tendon, ligamentum, atau perosteum derjat refleks pada respon normal.
b)   Pemeriksaan refleks patologis, pada fase akut refleks fisiologis sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan refleks patologis.
9)             Pengkajian sistem sensorik
Kehilanagan sensorik karena stroke dapat berupa kerusakan sentuhan ringan atau mungkin lebih berat, serta kesulitan dalam menginterpretasikan stimulasi visual, taktil, dan auditorius.
10)         Sistem perkemihan
Kadang-kadang kontrol sfingter urinarius eksternal hilang atau berkurang.
11)         Sistem pencernaan
Didapatkan keluhan kesulitan menelan, nafsu makan menurun, mual dan muntah pada pase akut. Pola defekasi terjadi konstipasi karena penurunan peristaltik usus.
12)         Sistem muskuloskletal
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda yang lain. Di samping itujuga perlu dikajiadanya tanda dekubitus karena pasien mengalami masalah mobilitas fisik.

h.    Harapan keluarga
Mengkaji bagaimana harapan keluarga mengenai petugas kesehatan.

2.3.2        Diagnosa keperawatan keluarga
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status atau masalah kesehatan aktual atau potensial.Komponen perumusan diagnosa keperawatan meliputi masalah (problem), penyebab (etiologi) dan tanda (sign). Tipologi diagnosa keperawatan keluarga dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu:
2.3.2.1           Aktual adalah masalah keperawatan yang sedang dialami oleh keluarga dan memerlukan bantuan dari perawat dengan cepat.
2.3.2.2           Risiko adalah masalah keperawatan yang belum terjadi tetapi tanda untuk menjadi masalah keperawatan aktual dapat terjadi dengan cepat apabila tidak segera mendapat bantuan perawat.
2.3.2.3           Wellness atau sejahtera adalah suatu keadaan sejahtera dari keluarga ketika keluarga telah mampu memenuhi kebutuhan kesehatan dan mempunyai sumber penunjang kesehatan yang memungkinkan dapat ditingkatkan.

Diagnosa keperawatan keluarga yang mungkin muncul adalah:
a.       Risiko peningkatan TIK berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengenal masalah kesehatan yang meliputi: pengertian, tanda gejala, faktor penyebab, serta perilaku berobat keluarga.
b.      Gangguan harga diri  berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita stroke.
c.       Defisit perawatan diri berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atauperawatan stroke.
d.      Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan.
e.       Kerusakan komunikasi verbal berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap perawatan post stroke.

2.3.3        Rencana tindakan keperawatan keluarga
Tujuan  intervensi adalah untuk mengurangi, menghilangi dan mencegah masalah keperawatan keluarga. Tahapan perencanaan keperawatan keluarga adalah:
2.3.3.1           Menetapkan prioritas masalah
Menetapkan prioritas masalah keperawatan keluarga adalah dengan proses skoring yang menggunakan skala yang telah dirumuskan oleh Bailon dan Maglaya (1978) dalam Murwani dan Setyowati (2011: 104). Proses skoring yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a.    Tentukan skor sesuai kriteria yang dibuat.
b.    Skor dibagi dengan skor tertinggi dan kalikan dengan bobot.
c.    Jumlahkan skor untuk semua criteria (skor maksimal sama dengan jumlah bobot yaitu 5)

Tabel 2.3
 Skala prioritas masalah keluarga
No
Kriteria
Skor
Bobot
1.
Sifat masalah
Skala: Aktual
Risiko
Keadaan sejahtera

3
2
1
1
2.
Kemungkinan masalah dapat diubah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah

2
1
0
2
3.
Potensi masalah untuk dicegah
Skala: Tinggi
Cukup
Rendah

3
2
1
1
4.
Menonjolnya masalah
Skala:
Masalah dirasakan dan harus segeraditangani.
Ada masalah tetapi tidak perlu ditangani.
Masalah tidak dirasakan.



2

1
0
1

Sumber: Bailon dan Maglaya (1978) dalam Murwani dan Setyowati (2011: 104)

2.3.3.2           Menetapkan tujuan keperawatan
Tujuan keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan perilaku klien atau keluarga yang dapat diukur yang menunjukkan status yang diinginkan (berubah atau dipertahankan) setelah diberikan asuhan keperawatan. (Alfaro, 1994 dalam Murwani dan Setyowati, 2011: 106)
Terdapat dua macam tujuan yaitu:
a.    Tujuan jangka pendek atau tujuan khusus sifatnya spesifik, dapat diukur, dapat dimotivasi atau memberi kepercayaan pada keluarga bahwa kemajuan sedang dalam proses.
b.    Tujuan jangka panjang atau tujuan umum merupakan tujuan akhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang diharapkan oleh keluarga agar dapat tercapai.
2.3.3.3           Intervensi keperawatan keluarga dengan stroke non hemoragik
a.    Ketidakmampuan keluarga mengenal masalahstroke.
Intervensi:
1)   Berikan informasi kepada keluarga mengenai: pengertian, tanda dan gejala, penyebab, komplikasi, cara perawatan, penanganan dan pencegahan stroke.
2)   Motivasi keluarga untuk mengenal masalah stroke.
b.    Ketidakmampuan keluarga mengambil keputusan yang dapat mengenai tindakan kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang menderita stroke.
Intervensi:
1)   Memberikan informasi tentang alternatif pencegahan dapat diambil untuk mengatasi pasien stroke, seperti menjaga kesehatan lingkungan, menghindari faktor pencetus, serta minum obat secara teratur.
2)   Mendiskusikan akibat bila tidak melakukan tindakan keperawatan untuk mengatasi stroke.
3)   Memberikan kesempatan untuk mengambil keputusan tentang tindakan kesehatan yang diambil pada anggota keluarga yang terkena stroke.
c.    Ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit atau perawatanstroke.
Intervensi:
1)   Sarankan atau anjurkan kepada keluarga untuk melakukan perawatan secara teratur, jaga diet penderita stroke.
2)   Demonstrasikan teknik latihan tentang gerak dirumah.
d.   Ketidakmampuan keluarga untuk memelihara lingkungan yang dapat menyebabkan atau mempengaruhi kesehatan.
Intervensi:
1)   Memberikan semangat pada penderita terutama yang berasal dasri keluarga itu sendiri atau melalui orang atau sumber-sumber yang dipercaya mempunyai pengaruh terhadap proses penyembuhan.
2)   Modifikasi lingkungan yang dapat mendukung proses penyembuhan klien.
e.    Ketidakmampuan keluarga untuk mengenal sumber-sumber pelayanan kesehatan terhadap perawatan post stroke.
Intervensi:
1)   Memberikan informasi tentang sumber-sumber yang dapat digunakan utnuk memperoleh pelayanan kesehatan misalnya rujukan kontrol, perawatan fisiotherapi dan sumber-sumber lain.
2)   Memberikan motivasi agar keluarga memanfaatkan sumber-sumber yang ada secara berkesinambungan.

2.3.4        Tindakan keperawatan keluarga
Merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh perawat dan klien atau keluarga. Tindakan keperawatan terhadap keluarga mencakup dapat berupa:
2.3.4.1           Menstimulasi kesadaran atau penerimaan keluarga mengenal masalah dan kebutuhan kesehatan dengan cara penyuluhan atau konseling.
2.3.4.2           Menstimulasi keluarga untuk memutuskan cara perawatan yang tepat dengan cara mengidentifikasi konsekuensi tidak melakukan tindakan, mengidentifikasi sumber-sumber yang dimiliki keluarga.
2.3.4.3           Memberikan kepercayaan diri dalam merawat anggota keluarga yang sakit dengan cara mendemonstrasikan cara perawatan dan menggunakan alat serta fasilitas yang ada dirumah.
2.3.4.4           Membantu keluarga menemukan cara bagaimana membuat lingkungan menjadi sehat, aman dan nyaman dengan cara menemukan sumber-sumber yang dapat digunakan keluarga dan melakukan perubahan lingkungan keluarga seoptimal mungkin.
2.3.4.5       Memotivasi keluarga untuk memanfaatkan fasilitas kesehatan yang ada dengan cara mempekenalkan fasilitas kesehatan yang ada dalam lingkungan setempat dan membantu keluarga menggunakan fasilitas kesehatan yang ada.
Metode yang dapat dilakukan dalam implementasi dapat bervariasi, seperti melalui partisipasi aktif keluarga, pendidikan kesehatan, kontrak, manajemen kasus, kolaborasi dan konsultasi.

2.3.5        Evaluasi keperawatan keluarga
Evaluasi merupakan membandingkan kembali antara hasil implementasi dengan kriteria yang telah ditetapkan untuk melihat keberhasilan.Evaluasi di susun menggunakan format SOAP atau SOAPIER. Pada saat mengevaluasi tujuan keperawatan yang harus dievaluasi adalah:
2.3.5.1       Apakah respon keluarga sesuai dengan kriteria standar yang telah ditetapkan.
2.3.5.2       Apakah tujuan yang dicapai sudah menggambarkan focus keperawatan sekarang.
2.3.5.3       Adakah tambahan tujuan keperawatan sesuai dengan perkembangan hasil yang sekarang.

2.3.5.4       Apakah tujuan diterima oleh keluarga.

DAFTAR RUJUKAN


Batticaca, F.B. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Bustan, M.N. (2007). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. Jakarta: Rineka Cipta.

Dewanto, G. (2009). Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta: EGC.

Maryam, S. (2010). Buku Saku Asuhan Keperawatan pada Lansia. Jakarta: Trans Info Media.

Mujahidullah, K. (2012). Keperawatan Geriatrik Merawat Lansia dengan Cinta dan Kasih Sayang. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Murwanti, A., Setyowati, S. (2011). Asuhan Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Fitramaya.

Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Sharon L. Lewis. (2011). Medical Surgical Nursing. Assesment and Management of Clinical Probles. Fifth Edition, Philandelphia, Sounders Company.

Sudoyo Aru, 2009, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta: Interna Publishing.

Padila. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga. Yogyakarta: Nuha Medika.

Puskesmas Kelayan Timur. (2015). Laporan Bulanan  Puskesmas Kelayan Timur Tahun 2015. Banjarmasin: Puskesmas Kelayan Timur.

Setiadi. 2008. Konsep dan Proses Keperawatan Keluarga. Yogyakarta : Graha Ilmu.

 Priharjo, Robert. (2006: 150). Buku Pengkajian Fisik Keperawatan, edisi 2. Jakarta: EGC.

Sudiharto. (2007). Asuhan Keperawatan Keluarga dengan Pendekatan Keperawatan Transkultural. Jakarta: EGC.

Susanto, T. (2012). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Aplikasi Teori pada Praktik Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakarta: Trans Info Media.
Irdawati. (2009). Hubungan Antara Pengetahuan dan Sikap Keluarga dengan Perilaku dalam Meningkatkan Kapasitas Fungsional Pasien Pasca Stroke di Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura termuat dalam (http://pdf-search-engine.com) di akses tanggal 21 Mei 2016 jam 18.50 WITA.

I Made, K. (2009). Perception of post stroke patien related to their quality of life in nursing care perspectives termuat dalam (http://digital_20282748-T-I-Made-Kariasa.pdf) di akses tanggal 28 Mei 2016 jam 18.00 WITA.

Fakhrizal, Teuku. (2009) Anatomi Otak termuat dalam (http://tfakhrizalspd.wordpress.com) di akses tanggal 27 Mei 2016 jam 17.00 WITA.

No comments:

Post a Comment