BAB
1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
Belakang
Demam
tipoid (entric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan kesadaran . penyakit infeksi
pada salmonella (salmonellosis) ialah
golongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang
tergolong dalam genus salmonella, yang biasanya mengenai saluran cerna
(Sodikin, 2011)
Demam
typoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segera baik dan benar, bahkan
menyebabkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organitation)
memperkirakan angka insidensi diseluruh dunia sekitar 17 juta jiwa pertahun,
angka kematian akibat demam typoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di
Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat indemik, menurut WHO angka
penderita demam typoid diindonesia mencapai 815 per 100.000 (WHO, 2006)
Demam
typoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di Asia, Afrika, Amerika
Latin Karibia dan Oceania. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat
menyerang banyak orang melalui makanan
dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam typhoid diseluruh dunia menurut
data pada tahun 2011 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan
kematian (Brusch, 2013)
Hinggga
saat ini penyakit demam typoid masih merupakan masalah kesehatan di negara- negara
tropis Indonesia kejadian demam typoid didunia sekitar 16 juta kasus setiap
tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara, dengan angka kematian 600.000
kejadian demam typoid di Indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000 pertahun,
dengan angka kematian 3,1-10,4% (Nasrunodin, 2007)
Menurut
Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, pravelansi penyakit menular pada
tahun 2014 terdapat sebanyak 1.803 kasus penyakit demam Typhoid. Dari data
tersebut ditemukan bahwa demam Typhoid menempati urutan keempat dari 10
penyakit terbanyak di kota Banjarmasin pada tahun 2014.
Penulis
mendapat data di rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.
Moch Ansari Saleh Banjarmasin di ruang Alexandri tentang jumlah
penderita demam Typoid pada bulan Januari sampai bulan Desember 2015 sebanyak
276, dan penyakit ini menduduki peringkat ketiga dari jumlah keseluruhan
penyakit yang ada.
Demam
Typoid merupakan salah satu penyakit terbanyak yang terjadi di indonesia, suatu
penyakit endemik yang mudah menular kepada siapapaun terutama pada anak karena
pada anak sendiri memiliki insidensi penyebaran penyakit lebih tinggi sehingga
lebih mudah terpapar penyakit, bila tidak ditangani dengan tepat sesuai dengan
pengobatan yang teratur akan menimbulkan komplikasi yaitu perdarahan usus,
perforasi usus, peritonitis, meningitis, kolestisis, ensefalopati,
bronkopneumonia dan dapat menimbulkan kematian. Pengobatan dan pencegahan demam
typoid yaitu dengan cara bedrest total, diet dan terapi penunjang dan pemberian
antibiotika, anti radang dan antipiretik, dan bisa juga dilakukan pendidikan
kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan budaya
cuci tangan yang benar dan memakai sabun, meingkatkan hygiene
makanan dan minuman dan perbaikan sanitasi lingkungan.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS
2.1 Anatomi fisiologi
system pencernaan
Gambar 1.1 Sistem pencernaan (Sumber; Chaffee Lytle,.(2007 )
2.1.1 Fisiologi
menurut Sodikin, 2012, adalah:
2.1.1.1 Mulut
Mulut merupakan bagian
pertama saluran cerna. Bagian atas mulut dibatasi oleh palatum, sedangkan
bagian bawah dibatasi oleh mandibula, lidah dan struktur lain pada dasar mulut.
Bagian leteral mulut dibatasi oleh pipi. Sementara itu, bagian depan mulut
dibatasi oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang menuju faring. Palatum
memisahkan mulut dzri hidung dan bagian atas faring. Pada mulut terdapat tiga
pasang kalenjer liur, yaitu kalenjer
parotis, submandibular, dan sublingual.
kalenjer liur dipersyarafi oleh serabut parasimpatis dan simpatis. Kalenjer
liur bertanggung jawab, terutama pada proses mekanis, membantu proses bicara,
mastikasi, dan menelan serta mempunyai
aksi antiseptic.
2.1.1.2 Lidah
Lidah tersusun atas
otot yang berlapis, pada bagian atas dan samping, oleh membrane mukosa. Lidah
menempati rongga mulut dan melekat secara langsung pada epiglottis dalam
faring, terdapat beberapa variasi normal pada lidah. Lidah pada neunatus
relative pendek dan lebar. Panjang lidah dapat berbeda-beda. lidah berfenulum
pendek(lidah dasi) kemungkinan membuat orang tua anak khawatir, meskipun anak
yang memiliki lidah seperti ini jarang mengalami gangguan pada saat makan atau
bicara. Permukaan atas lidah dipenuhi banyak tonjolan kecil, yang disebut
papilla lidah. Ada empat papilla utama yang dimiliki manusia, yaitu (1) papilla filiformis, (2) papilla fungiformis (3) papilla sirkumvalata, dan (4) papilla
foliata. Semua papilla mengandung
banyak ujung saraf sensorik untuk rasa sentuhan.
2.1.1.3 Gigi
Pertumbuhan gigi
merupakan suatu proses fisiologi dan dapat menyebabkan salivasi yang berlebihan
serta rasa tidak nyaman (nyeri). Manusia memiliki 2 set gigi yang tumbuh
sepanjang masa kehidupan mereka. Set pertama adalah gigi primer (gigi susu atau
desidua) yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama serta
kedua kehidupan. Gigi susu berjumlah lima puluh pada setiap setengah rahang
(jumlah seluruhnya 20) muncul (erupsi) pada usia sekitar 6 bulan sampai 2
tahun. Gigi susu berangsur tanggal pada usia 6 sampai 12-13 tahun, kemudain
diganti secara bertahap oleh gigi tetap (gigi permanen) pada orang dewasa.
2.1.1.4 Lambung
Lambung terletak
dikuadran kiri atas abdomen, lebar dan merupakan bagian saluran cerna yang
dapat diatasi. Bentuk lambung bervariasi, bergantung pada jumlah makanan di
dalamnya, gelombang peristaltik, tekanan dari orang lain, pernapasan, dan
postur tubuh. Lambung biasanya berbentuk J. gambaran lambung orang dewasa sudah
terlihat saat bayi masih dalam kandungan. Sekresi asam lambung mulai terjadi
sebelum lahir. Kalenjer lambung berkembang pada neunatus. Jumlah kalenjer
lambung pada neunatus adalah 2.000.000 (pada orang deasa lebih dari 25.000.000)
termasuk kalenjer utama yang menyekresi mucus,
pepsinogen, dan asam hidroklorida serta
faktor inrinstik.
2.1.1.5 Usus
halus
Usus halus terbagi
menjadi dounemum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus saat lahir 300-350 cm,
meningkat sekitar 5% selama tahun pertama kehidupan. Saat dewasa, panjang usus
halus mencapai 6 meter. Dinding usus halus terbagi menjadi 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muscular dan serosa. Lapisan
mukosa tersusun atas vili usus dan lipatan sirukar, vili usus merupakan
tonjolan yang mirip jari danmenonjol kepermukaan dalam usus.
2.1.1.6 Usus
besar
Usus besar berfungsi
mengeluarkan fraksi zat yang tidak terserap, seperti zat besi, kalsium dan
fosfat yang ditelan, serta menyekresi muskus, yang mempermudah perjalanan
feses, usus besar berjalan dari katup iloesekal ke anus. Panjang usus
bervariasi, sekitar 180 cm. usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon
asenden, kolon transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Sekum adalah
kantung besar yang terletak pada fosa iliaka kanan sekum berlanjut ke atas sebagai kolon
asenden. Di bawah lubang ileosekal, apendiks membuka kedalam sekum. Apendiks
adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang mencapai 18 cm dan membuka pada
sekum, yaitu 2,5 cm di bawah katup ileosekal.
2.1.1.7 Rectum
Ini merupakan lanjutan
dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya
12 cm, dimulai dari pertengahan sacrum sampai kanalis anus. Rectum terletak
pada rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis.
2.1.1.8 Anus
Anus merupakan bagian
dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak didasar
pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter ani
2.1.2
Definisi
Typhoid
Demam
typoid (enteric fever) ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai
saluran pencernaan dengan gejala deman yang lebih dari satu minggu, gangguan
pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Susilaningrum, 2013)
Typus
adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan
gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi,
2010 )
Demam
tipoid (entric fever) adalah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang
lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan kesadaran . penyakit infeksi
pada salmonella (salmonellosis) ialah
golongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang
tergolong dalam genus salmonella, yang biasanya mengenai saluran cerna (Sodikin,
2011)
According to Lusiana,
Suratun (2010) Typoid fever (typus abdominalis, enteric fever) is a sistemic,
caused by salmonella enteric, especially in the salmonella typhi, paratyphi A,
paratyphi B, paratyphi C of the digestive tract, especially attacking part of the
digestive tract.
Demam
typoid merupakan penyakit Infeksi
sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan,
ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau
endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fasogit
monocular pada hati, limfa, kalenjer limfe, usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan
atau air yang terkontaminasi (Nic-Noc Nanda,2013)
2.1.3
Etiologi
Salmonella typhi sama
dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negative, mempunyai flagella,
tidak berkapsul, tidak membentuk spora. Fakultatip anaerob. Mempunyai antigen
somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flangar antigen (H) yang terdiri dri protein dan envelope
antigen (K) yang terdiri dari polisakarida. Mempunyai makromolekular
lipopolisakarida kompleks yang membentuk
lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endoktoksin, salmonella typhi juga dapat
memperoleh plasmid factor-R yang
berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nanda Nic-Noc,2013)
Menurut
Sodikin, (2011): penyebab penyakit typhoid adalah salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Basil
gram negatife yang bergerak dengan bulu besar yang tidak berspora, Memiliki
paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang terdiri atas zat
kompleks lipoposakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Berdasarkan
hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti (aglunitin)
terhadap ketiga macam antigen tersebut
Salmonella terdapat
beratus ratus spesis, namun memiliki susunan antigen yang serupa, yaitu
sekurang kurangnya antigen O somatik dan atigen H (flagella). Perbedaan antara
sepsis tersebut disebabkan oleh factor antigen dan sifat biokimia.
Mekanisme masuknya kuman diawali dengan infeksi yang
terjadi pada saluran pencernaan, basil diserap oleh usus
melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ
lain, terurama hati limpa. Basil tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati
dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa
nyeri pada perabaan, kemudain basil masuk kedalam darah (bacteria) dan menyebar
keseluruh tubuh terutama kedalam kalenjer limfoid usus halus, sehingga
menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mokusa di atas plak peyeri, tukak
tersebut dapat menimbulkan pendarahan dan perforasi usus, gejala demam
disebabkan oleh endotoksin, sedangkan
gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.
(Sumber: NANDA NIC-NOC,
2013)
2.1.5
Fatofisiologi
Kuman masuk melalui
mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah (bacteria
primer), dan mencapai sel-sel retikkulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ
lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel
retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan
bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan
organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit
terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi kalenjer pada kalenjer limfoid
usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi
ulserasi plaks peyer. Pada minggunkeempat terjadi peyembuhan ulkus yang dapat
menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan sampai
prforasi usus. Selain hepar, kalenjer-kalenjer mensentrial dan limpa membesar.
Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran
pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usu halus (Suriadi, 2011)
2.1.6
Manifestasi
klinis
2.1.6.1 Manifestasi klinis menurut Sodoyo Aru, et al (2009) menyatakan:
a. Gejala
pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
b. Demam
meninggi sampai akhir minggu pertama
c. Demam
turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan
syock, stupor dan koma.
d. Ruam
muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
e. Nyeri
kepala
f. Nyeri
perut
g. Kembung
h. Mual,muntah
i. Diare
j. Konstipasi
k. Pusing
l. Nyeri
otot
m. Batuk
n. Epistaksis
o. Bradikardi
p. Lidah
yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
q. Hepatomegali
r. Splenomegali
s. Meteroismus
t. Gangguan
mental berupa samnolen
u. Delirium
atau psikosis
v. Dapat
timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai
penyakit demam akut dengan disrtai syok dan hipotermia.
2.1.7
Pemeriksaan
penunjang
2.1.7.1
Menurut Suriadi (2011):
pemeriksaan penunjang
typhoid yaitu:
a. Pemeriksaan darah tepi: leukopenemia, limfositosis, aneosinofilia, anemia,
trombositopenia.
b.
Pemeriksaan sum-sum
tulang: menunjukkan gambaran hiperaktif sum-sum tulang.
c.
Biakan empedu: terdapat
basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua
kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonellatyphosa pada urin dan
tinja, maka pasien dinyatakan betul betul sembuh.
d.
Pemeriksaan widal:
didapatkan titer rehadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer
terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan
diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau
bila penderita telah lama sembuh
2.1.7.2 Pemeriksaan
laboratorium
a.
Pada pemeriksaan darah
tepi terdapat leucopenia, limfositosis relatife, dan aneosinofilia pada
permukaan sakit
b.
Kultur darah (biakan,
empedu) dan widal
c.
Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam
darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan
dalam urine dan feses.
d.
Pemeriksaan widal,
pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. titer
yang bernilai 1/200 atau lebib merupakan kenaikkan yang progesif.
(Sodikin,2011)
2.1.8
Penalaksanaan
2.1.8.1 Pengobatan/penatalaksaan
pada penderita typus adalah sebagai berikut :
a. Bedrest, untuk
mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Minimalnya 7 hari bebas demam/
14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien.
Tingkatkan hygiene perseorangan, kebersihan
tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah
posisi minimal tiap 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi dekubitus dan
pnemunia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena
kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dan
desinfeksi pakaian dan eksreta pasien.
b. Diet
dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan tinggi
protein, serta rendah serat. Diet
bertahap mulai dari bubur saring, bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat
akan mrningkatkan kerja usus sehingga resiko perforasi usus lebih tinggi.
c. Pemberian antibiotika, anti radang anti
inflasi dan anti piretik.
1) pemberian
anti biotic
2) Anti
radang (antiflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan
kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran
membaik.
3) Antiperetik
untuk menurunkan demam seperti paracetamol.
4) Antiemetic
untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien (Lusiana, suratun, 2010)
2.1.8
Komplikasi
2.1.8.1
Komplikasi typoid yaitu
:
a. Usus: pendarahan usus, melena; ferporasi usus;
peritonitis.
b. Organ
lain: meningitis , kolestisis, ensefalopati. Bronkopnumonia (Ritayuliani &
Suriadi, 2010)
2.1.8.2
Komplikasi menurut ini
Lusianah & Suratun (2010) yang dapat terjadi yaitu :
a. Komplikasi
intestinal meliputi pendarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik intestinal
:
1) Perdarahan
usus. bila pendarahan yang terjadi banyak dan berat dapat rejadi melena
disertai nyeri perut dengan tanda-tanda
renjatan.
2) Perforasi
usus. biasanya dapat timbul pada ilieus diminggu ketiga atau lebih. Merupakan
konplikasi yang sangat serius trjadi 1-3% pada pasien terhospitalisai.
3) Peritonitis.
Biasanya menyertai perforasi atau tanpa perforasi usus dengan ditemukannya
gejala akut abdomen yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defans musculair) dan nyeri tekan.
b.
Komplikasi ekstraintestinal
meliputi:
1) Komplikasi
kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis) mikoarditis,
trombosit, dan tromboflebitis.
2) Komplikasi
darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan atau koagolasi intravascular
diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3) Komplikasi
paru: pnemunia, empiema dan pleuritis.
4) Komplikasi
hepar: hepatitis.
5) Komplikasi
ginjal: glomemerulonrfritis, pielonepritis, dan perinefritis.
6) Komplikasi
tulang: osteomelitis, periostitis, spondilitis, dan aritritis.
7) Komplikasi
neuropskiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer,
sindrom guillan-barre, psikosis, dan sindrom katatonia.
2.1.9 Prognosis
Prognosis demam Typhoid
pada anak baik bila pasien segera berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat
adalah ± 6%. Prognosis ini menjadi buruk bila terdapat gambaran klinis yang
berat seperti demam tinggi (hiperperiksia) atau febris kontinua. Kesadaran
sangat menurun (spoor, koma atau delirium), terdapat komplikasi yang berat
misalnya dehidrasi atau asidosi, serta perforasi (Sodikin, 2011)
2.2 Tinjauan
teoritis asuhan keperawatan
2.2.1 Menurut
Sodikin, (2011) Pengkajian asuhan
keperawatan
typhoid yaitu :
2.2.1.1
Identifikasi. peyakit
ini sering ditemukan pada anak umur diatas satu tahun.
2.2.1.2
Keluhan utama berupa
perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang bersemangat,
serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
2.2.1.3
Suhu tubuh. Pada kasus
yang khas, demam berlngsung selama 3 minggu. Bersifat berangsur-angsur baik
secara harinya. Biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari..
pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ketiga,
suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.2.1.4
Kesadaran. Umumnya
kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai
samnolen, jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali bila penyakitnya
berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain gejala-gejala tersebut,
mungkin dapat ditemukan gejala lainnya, seperti pada punggung dan anggota gerak
dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam
kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama de,mam. Kadang ditemukan
juga brakikardi dan epistaksis pada anak yang lebih besar.
2.2.2
Menurut Lusiana dan Suratun (2010) pengkajian
klien
dengan typhoid adalah sebagai berikut :
2.2.2.1.
Aktivitas/istirahat
Kelemahan, kelelahan,
malaise, cepat lelah. Insomania akibat diare. Merasa gelisah dan ansietas.
Pembatasan aktivitas/kerja terkait oleh proses penyakit.
2.2.2.2
Sirkulasi
Takikardi (respon
terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri), kemerahan, area
ekimosis (kekurangan vit K). Hipotensi, membrane mokusa kering, turgor kulit
menurun, lidah pecah-pecah (akibat kekurangan cairan)
2.2.2.3
Integritas ego
a. Ansietas,
ketakutan, emosi, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan, stress terkait
dengan pekerjaan atau biaya pengobatan yang mahal.
b. Menolak,
perhatian menyempati, depresi.
2.2.2.4
Eliminasi
a. Tekstur
feses bervariasi mulai dari bentuk padat, lunak atau berair. Episode diare
berdarah dapat ditemukan, tidak dapat dikontrol atau kram (tenesmus). Defekasi
berdarah/pus/mokusa dengan atau tanpa keluar feses.
b. Menurunnya
bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat didengar,
oliguria.
2.2.2.5
Makanan/cairan
a. Anoreksia,
mual/muntah, penurunan berat badan, intoleransi terhadap makanan/minuman
seperti buah segar/sayur, produk susu dan makanan berlemak.
b. penurunan
lemak subkutan/massa otot, kelemahan tonos otot dan turgor kulit buruk, membran
mokusa pucat dan inflamasi rongga mulut.
2.2.2.6
Nyeri/kenyamanan
a.
Nyeri tekan pada
kuadran kanan bawah, nyeri mata, foto fobia.
c.
Nyeri tekan abdomen,
distensi abdomen.
2.2.2.7
Keamanan
a. Anemia,
vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu 9eksaserbasi akut), penglihatan kabur,
alergi terhadao makanan/produk susu.
b. Lesi
kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis,iritis.
2.2.2.8
Seksualitas
Frekuensi
menurun/menghindari aktivitas seksual.
2.2.2.9
Interaksi
sosial
Gangguan hubungan atau
peran terkait hospitalisasi, ketidakmampuan aktif dalam kegiatan social.
2.2.2.10 Hygiene
Ketidakmampuan
mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin.
2.3 Menurut
NANDA Nic-Noc (2013) Diagnosa
keperawatan pada klien typhus yaitu :
2.3.1
Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
2.3.2
Hipertermi berhubungan
dengan proses infeksi.
2.3.3
Resiko tinggi terjadi
kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adeuat dan
peningkatan suhu tubuh.
2.3.4
Diare berhubungan
dengan proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus.
2.3.5
Nyeri berhubungan
dengan proses peradangan.
2.4 Rencana
asuhan keperawatan pada klien typhus
Menurut NANDA Nic-Noc
(2013) intervensi keperawatan pada klien yang menderita typhoid adalah:
2.4.1 Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang
tidak adekuat.
2.4.1.1 Tujuan dan kriteria hasil:
a. Tujuan:
pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
b. Kriteria
hasil:
1) Tidak
ada mual muntah
2) Nafsu
makan meningkat
3) Makan
habis 1 porsi
4) Berat
banan meningkat/normal
Intervensi keperawatan:
a.
Kaji pola makan dan
status nutrisi klien
Rasional: sebagai dasar untuk menentuksn
intrvensi
b.
Berikan makan tidak
merangsang (pedas, asam)
Rasional:
mencegah intake usus dan distensi abdomen
c.
Berikan makanan lunak
selama fase skut (masih ada panas/susuh lebuh dari normal)
Rasional:
mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi perforasi usus
d.
Berikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering
Rasioal:
mencegah rangsangan mual/muntah
e.
Timbang BB klien setiap
hari dengan alat ukur yang sama
Rasional:
untuk mengetahui masukan makanan/penambahan BB
f.
Lakukan perawatan mulut
secara teratur dan sering
Rasioanal:
meningkatkan nafsu makan
g.
Jelaskan pentingnys
intake nutrisi yang adekuat
Rasional:
agar klien kooperatif dalam pemenuhan
nutrisi
2.4.2
Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2.4.2.1
Tujuan dan kriteria hasil:
a.
Tujuan: hipertermi
teratasi
b.
Kriteria hasil:
1)
Suhu dalam batas normal
(36-37C)
2)
Tidak ada tanda tanda
dehidrasi
3)
Turgor kulit elastic
4)
Membran mukosa lembab
Intervensi keperawatan:
a.
Kaji
dan catat suhu tubuh setiap 2jam atau 4jam
Rasional:
sebagai dasar untuk menentuksn invensi
b.
Observasi membrane
mokusa, pengisian kapiler turgor kulit Rasional: untuk mengetahui tanda tanda
dehidrasi akibat panas
c.
Berikan minum 2-2,5
liter sehari/24jam
Rasional:
kebutuhan cairan dalam tubuh cukup
mencegah terjadinya panas
d.
Berikan kompres hangat pada
dahi, ketiak dan lipatan paha
Rasional: kompras hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah,
sehingga mempercepat penguapan panas tubuh.
e.
Anjurkan klien untuk
tirah baring/pembatasan aktifitas selama fase akut
Rasional: menurunkan kebutuhan metabolisme
tubuh, sehingga menurunkan panas
f.
Anjurkan klien
menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional:
pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat penurunan panas klien akan
banyak mengeluarkan keringat.
g.
Berikan terapi
antipiretik sesuai program medic dan evaluasi keefektifannya
Rasional: untuk
menurunkan/mengontrol panas
h.
Pemberian antibiotic
sesuai program medic
Rasional: untuk
mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran virus
2.4.3
Resiko tinggi terjadi
kekurangan volume cairan berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat dan penigkatan suhu tubuh
2.4.3.1
Tujuan dan kriteria hasil
a.
Tujuan: keseimbangan
cairan adekuat
b.
Kriteria hasil:
1)
Intake dan output
seimbang
2)
TTV normal
3)
Membrane mokusa lembab
4)
Produksi urin normal
5)
BB normal
Intervensi
keperawatan
a.
Observasi TTV setiap
4jam
Rasional: hipotensi, takikardi, demam
menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan
b.
Monitor tanda tanda
kekurangan cairan (turgor kulit tak elastic, produksi urine menurun, bibir
pecah pecah)
Rasional:
tanda tersebut menujukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
c.
Observasi dan catat
intake output cairan setiap 8jam
Rasional: untuk mendeteksi keseimbangan cairan
dan elektrolit
d.
Timbang BB setiap hari
dengan alat ukur yang sama
Rasional: BB merupakan indicator kekurangan
cairan dan status cairan nutrisi
e.
Berikan cairan parental
perhari
Rasional:
untuk memperbaiki kekurangan volume cairan
f.
Awasi data laboratorium
Rasional:
indikator status cairan klien
2.4.4 Diare berhubungan dengan proses infeksi,
inflamasi, iritasi di usus
2.4.4.1 Tujuan
dan kriteria hasil
a. Tujuan:
tidak mengalami diare
b. Krieria
hasil:
1) Feses
berbentuk, BAB sehari sekali-tiga hari
2) Tidak
mengalami diare
3) Menjelaskan
penyebab diare dan rasioanl tindakan. Mempertahankan torgur kulit.
Intervensi keperawatan
a.
Mengkaji frekuensi, warna, jumlah dan
konsistensi dari feses.
Rasional:
mengetahui berapa kali klien bab dan konsistensi dari feses.
b.
monitor tanda-tanda diare
Rasional:
mengetahui evaluasi BAB
c.
Ajarkan klien untuk
menggunakan obat antidiare
Rasional:
agar pengetahuan keluarga bertambah dalam penanganan diare.
d.
Evaluasi intake makanan
yang masuk
Rasional:
mengetahui seberapa intake makanan dan minuman yang masuk
e.
Kolaborasi dalam
pemberian cairan dengan dokter.
Rasional:
sangat bermanfaat dalam proses
2.4.5
Nyeri berhubungan
dengan proses peradangan
2.4.5.1 Tujuan dan kriteria hasil
a. Tujuan:
rasa nyeri tidak ada
b.
Kriteria hasil:
1)
Klien ridak mengeluh nyeri
lagi
2)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyei berkurang
3)
Skala nyeri 0 (tidak
ada)
4)
Nyeri dapat
teradapatasi
Intervensi
keperawatan
a.
Kaji karakteristik
nyeri secara PQRST
Rasional:
membantu dalam menentukan status nyeri klien menjadi data dasar untuk
intervensi selanjutnya.
b.
Ajarkan teknik
relaksasi nafas dalam, pada saat rasa nyeri itu muncul.
Rasional:
hipoksemia lokal menyebabkan rasa nyeri dan meningkatkan suplai oksigen pada
area nyeri dapat membantu menurunkan rasa nyeri.
c.
Atur posisi yang nyaman
Rasional:
meingkatkan rasa nyaman, dengan mengurangi sensasi tekan pada daerah yang
sakit.
d.
Anjurkan kompres hangat
pada rasa nyeri
Rasional:
menigkatkan adanya respon aliran darah area nyeri
e.
Kolaborasi dalam
pemberian analgetik
Rasional:
mengurangi rasa nyeri dengan terapi
medis
DAFTAR
RUJUKAN
Brusch,
Jl. (2013) Typhoid Fever: Deferencial
diagnoses and work Up.
Chaffe
E.E & Lytle I.M (2007) Basic
physiologi and Anatomy Http;//www.google.co.id/search?q.publication.
diakses pada tanggal 14 mei 2016.
Lusiana,
Suratun (2010) Asuhan Keperawatan klien
dengan gangguan system Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media
NANDA
NIC-NOC, (2013) Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda.Edisi Revisi. Jilid I. Yogyakarta.
Nasronudin,
(2007) Penyakit Infeksi di Indonesia.
Surabaya: Airlangga University
Nursalam,
Sriutami, Susilaningrum, R (2013) Asuhan
Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika
Rita,
Y & Suriadi (2010) Asuhan Keperawatan
Pada Anak. Edisi II. Jakarta: Sagung Seto
Sodikin,
(2013) Asuhan Keperawatan anak Gangguan
Sistem Gastronintestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika
Syaifuddin
(2009) Anatomi Tubuh Manusia untuk
Mahasiswa Keperawatan. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika
No comments:
Post a Comment