Friday, October 20, 2017

Laporan Pendahuluan Demam Typoid

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.   Latar Belakang 
Demam tipoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan kesadaran . penyakit infeksi pada salmonella (salmonellosis) ialah golongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus salmonella, yang biasanya mengenai saluran cerna (Sodikin, 2011)

Demam typoid sendiri akan sangat berbahaya jika tidak segera baik dan benar, bahkan menyebabkan kematian. Menurut data WHO (World Health Organitation) memperkirakan angka insidensi diseluruh dunia sekitar 17 juta jiwa pertahun, angka kematian akibat demam typoid mencapai 600.000 dan 70% nya terjadi di Asia. Di Indonesia sendiri, penyakit ini bersifat indemik, menurut WHO angka penderita demam typoid diindonesia mencapai 815 per 100.000 (WHO, 2006)

Demam typoid merupakan salah satu penyakit infeksi endemic di Asia, Afrika, Amerika Latin Karibia dan Oceania. Penyakit ini tergolong penyakit menular yang dapat menyerang banyak  orang melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Insiden demam typhoid diseluruh dunia menurut data pada tahun 2011 sekitar 16 juta pertahun, 600.000 diantaranya menyebabkan kematian (Brusch, 2013)

Hinggga saat ini penyakit demam typoid masih merupakan masalah kesehatan di negara- negara tropis Indonesia kejadian demam typoid didunia sekitar 16 juta kasus setiap tahunnya, 7 juta kasus terjadi di Asia Tenggara, dengan angka kematian 600.000 kejadian demam typoid di Indonesia sekitar 760-810 kasus per 100.000 pertahun, dengan angka kematian 3,1-10,4%  (Nasrunodin, 2007)

Menurut Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, pravelansi penyakit menular pada tahun 2014 terdapat sebanyak 1.803 kasus penyakit demam Typhoid. Dari data tersebut ditemukan bahwa demam Typhoid menempati urutan keempat dari 10 penyakit terbanyak di kota Banjarmasin pada tahun 2014.

Penulis mendapat data di rumah Sakit Umum Daerah Dr. H.  Moch Ansari Saleh Banjarmasin di ruang Alexandri tentang jumlah penderita demam Typoid pada bulan Januari sampai bulan Desember 2015 sebanyak 276, dan penyakit ini menduduki peringkat ketiga dari jumlah keseluruhan penyakit yang ada.

Demam Typoid merupakan salah satu penyakit terbanyak yang terjadi di indonesia, suatu penyakit endemik yang mudah menular kepada siapapaun terutama pada anak karena pada anak sendiri memiliki insidensi penyebaran penyakit lebih tinggi sehingga lebih mudah terpapar penyakit, bila tidak ditangani dengan tepat sesuai dengan pengobatan yang teratur akan menimbulkan komplikasi yaitu perdarahan usus, perforasi usus, peritonitis, meningitis, kolestisis, ensefalopati, bronkopneumonia dan dapat menimbulkan kematian. Pengobatan dan pencegahan demam typoid yaitu dengan cara bedrest total, diet dan terapi penunjang dan pemberian antibiotika, anti radang dan antipiretik, dan bisa juga dilakukan pendidikan kesehatan untuk menerapkan perilaku hidup bersih dan sehat dengan budaya cuci  tangan yang benar  dan memakai sabun, meingkatkan hygiene makanan dan minuman dan perbaikan sanitasi lingkungan.



BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1    Anatomi fisiologi system pencernaan


Gambar 1.1  Sistem pencernaan  (Sumber; Chaffee  Lytle,.(2007 )

2.1.1 Fisiologi menurut Sodikin, 2012, adalah:
2.1.1.1      Mulut
Mulut merupakan bagian pertama saluran cerna. Bagian atas mulut dibatasi oleh palatum, sedangkan bagian bawah dibatasi oleh mandibula, lidah dan struktur lain pada dasar mulut. Bagian leteral mulut dibatasi oleh pipi. Sementara itu, bagian depan mulut dibatasi oleh bibir dan bagian belakang oleh lubang yang menuju faring. Palatum memisahkan mulut dzri hidung dan bagian atas faring. Pada mulut terdapat tiga pasang kalenjer liur, yaitu kalenjer parotis, submandibular, dan sublingual. kalenjer liur dipersyarafi oleh serabut parasimpatis dan simpatis. Kalenjer liur bertanggung jawab, terutama pada proses mekanis, membantu proses bicara, mastikasi, dan  menelan serta mempunyai aksi antiseptic.

2.1.1.2      Lidah
Lidah tersusun atas otot yang berlapis, pada bagian atas dan samping, oleh membrane mukosa. Lidah menempati rongga mulut dan melekat secara langsung pada epiglottis dalam faring, terdapat beberapa variasi normal pada lidah. Lidah pada neunatus relative pendek dan lebar. Panjang lidah dapat berbeda-beda. lidah berfenulum pendek(lidah dasi) kemungkinan membuat orang tua anak khawatir, meskipun anak yang memiliki lidah seperti ini jarang mengalami gangguan pada saat makan atau bicara. Permukaan atas lidah dipenuhi banyak tonjolan kecil, yang disebut papilla lidah. Ada empat papilla utama yang dimiliki manusia, yaitu (1) papilla filiformis, (2) papilla fungiformis (3) papilla sirkumvalata, dan (4) papilla foliata.  Semua papilla mengandung banyak ujung saraf sensorik untuk rasa sentuhan.

2.1.1.3      Gigi
Pertumbuhan gigi merupakan suatu proses fisiologi dan dapat menyebabkan salivasi yang berlebihan serta rasa tidak nyaman (nyeri). Manusia memiliki 2 set gigi yang tumbuh sepanjang masa kehidupan mereka. Set pertama adalah gigi primer (gigi susu atau desidua) yang bersifat sementara dan tumbuh melalui gusi selama tahun pertama serta kedua kehidupan. Gigi susu berjumlah lima puluh pada setiap setengah rahang (jumlah seluruhnya 20) muncul (erupsi) pada usia sekitar 6 bulan sampai 2 tahun. Gigi susu berangsur tanggal pada usia 6 sampai 12-13 tahun, kemudain diganti secara bertahap oleh gigi tetap (gigi permanen) pada orang dewasa.

2.1.1.4      Lambung
Lambung terletak dikuadran kiri atas abdomen, lebar dan merupakan bagian saluran cerna yang dapat diatasi. Bentuk lambung bervariasi, bergantung pada jumlah makanan di dalamnya, gelombang peristaltik, tekanan dari orang lain, pernapasan, dan postur tubuh. Lambung biasanya berbentuk J. gambaran lambung orang dewasa sudah terlihat saat bayi masih dalam kandungan. Sekresi asam lambung mulai terjadi sebelum lahir. Kalenjer lambung berkembang pada neunatus. Jumlah kalenjer lambung pada neunatus adalah 2.000.000 (pada orang deasa lebih dari 25.000.000) termasuk kalenjer utama yang menyekresi mucus, pepsinogen, dan asam hidroklorida serta faktor inrinstik.

2.1.1.5      Usus halus
Usus halus terbagi menjadi dounemum, jejunum, dan ileum. Panjang usus halus saat lahir 300-350 cm, meningkat sekitar 5% selama tahun pertama kehidupan. Saat dewasa, panjang usus halus mencapai 6 meter. Dinding usus halus terbagi menjadi 4 lapisan, yaitu mukosa, submukosa, muscular dan serosa. Lapisan mukosa tersusun atas vili usus dan lipatan sirukar, vili usus merupakan tonjolan yang mirip jari danmenonjol kepermukaan dalam usus.
2.1.1.6      Usus besar
Usus besar berfungsi mengeluarkan fraksi zat yang tidak terserap, seperti zat besi, kalsium dan fosfat yang ditelan, serta menyekresi muskus, yang mempermudah perjalanan feses, usus besar berjalan dari katup iloesekal ke anus. Panjang usus bervariasi, sekitar 180 cm. usus besar dibagi menjadi bagian sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, dan kolon sigmoid. Sekum adalah kantung besar yang terletak pada fosa iliaka kanan  sekum berlanjut ke atas sebagai kolon asenden. Di bawah lubang ileosekal, apendiks membuka kedalam sekum. Apendiks adalah tonjolan seperti cacing dengan panjang mencapai 18 cm dan membuka pada sekum, yaitu 2,5 cm di bawah katup ileosekal.

2.1.1.7      Rectum
Ini merupakan lanjutan dari kolon sigmoid yang menghubungkan intestinum mayor dengan anus, panjangnya 12 cm, dimulai dari pertengahan sacrum sampai kanalis anus. Rectum terletak pada rongga pelvis di depan os sacrum dan os koksigis.

2.1.1.8      Anus
Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang berhubungan dengan dunia luar terletak didasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh sfingter ani

2.1.2   Definisi Typhoid
Demam typoid (enteric fever) ialah penyakit infeksi  akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala deman yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran (Susilaningrum, 2013)

Typus adalah penyakit infeksi akut yang biasanya terdapat pada saluran cerna dengan gejala demam lebih dari satu minggu dan terdapat gangguan kesadaran (Suriadi, 2010 )        

Demam tipoid (entric fever) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran cerna, dengan gejala demam kurang lebih dari 1 minggu, gangguan pada pencernaan dan kesadaran . penyakit infeksi pada salmonella (salmonellosis) ialah golongan penyakit infeksi yang disebabkan oleh sejumlah besar spesies yang tergolong dalam genus salmonella, yang biasanya mengenai saluran cerna (Sodikin, 2011)

According to Lusiana, Suratun (2010) Typoid fever (typus abdominalis, enteric fever) is a sistemic, caused by salmonella enteric, especially in the salmonella typhi, paratyphi A, paratyphi B, paratyphi C of the digestive tract, especially attacking part of the digestive tract.

Demam typoid merupakan penyakit Infeksi  sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh salmonella typhi. Penyakit ini ditandai oleh panas berkepanjangan, ditopang dengan bakteremia tanpa keterlibatan struktur endothelia atau endokardial dan invasi bakteri sekaligus multiplikasi ke dalam sel fasogit monocular pada hati, limfa, kalenjer limfe, usus dan peyer’s patch dan dapat menular pada orang lain melalui makanan atau air yang terkontaminasi (Nic-Noc Nanda,2013) 

2.1.3   Etiologi
Salmonella typhi sama dengan salmonella yang lain adalah bakteri gram negative, mempunyai flagella, tidak berkapsul, tidak membentuk spora. Fakultatip anaerob. Mempunyai antigen somatic (O) yang terdiri dari oligosakarida, flangar antigen  (H) yang terdiri dri protein dan envelope antigen (K)  yang terdiri  dari polisakarida. Mempunyai makromolekular lipopolisakarida  kompleks yang membentuk lapis luar dari dinding sel dan dinamakan endoktoksin, salmonella typhi  juga dapat memperoleh plasmid factor-R  yang berkaitan dengan resistensi terhadap multiple antibiotic (Nanda Nic-Noc,2013)

Menurut Sodikin, (2011): penyebab penyakit typhoid adalah salmonella typhosa, kuman ini memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
Basil gram negatife yang bergerak dengan bulu besar yang tidak berspora, Memiliki paling sedikit 3 macam antigen, yaitu antigen O (somatic yang terdiri atas zat kompleks lipoposakarida), antigen H (flagella) dan antigen Vi. Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium pasien, biasanya terdapat zat anti (aglunitin) terhadap ketiga macam antigen tersebut

Salmonella terdapat beratus ratus spesis, namun memiliki susunan antigen yang serupa, yaitu sekurang kurangnya antigen O somatik dan atigen H (flagella). Perbedaan antara sepsis tersebut disebabkan oleh factor antigen dan sifat biokimia.

Mekanisme  masuknya kuman diawali dengan infeksi yang terjadi  pada  saluran pencernaan, basil diserap oleh usus melalui pembuluh limfe lalu masuk kedalam peredaran darah sampai di organ-organ lain, terurama hati limpa. Basil tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan membesar disertai dengan rasa nyeri pada perabaan, kemudain basil masuk kedalam darah (bacteria) dan menyebar keseluruh tubuh terutama kedalam kalenjer limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mokusa di atas plak peyeri, tukak tersebut dapat menimbulkan pendarahan dan perforasi usus, gejala demam disebabkan  oleh endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usus.






(Sumber: NANDA NIC-NOC, 2013)

2.1.5   Fatofisiologi
Kuman masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus, kejaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk keperedaran darah (bacteria primer), dan mencapai sel-sel retikkulo endoteleal, hati, limpa dan organ-organ lainnya. Proses ini terjadi dalam masa tunas dan akan berakhir saat sel retikulo endoteleal melepaskan kuman ke dalam peredaran darah dan menimbulkan bakterimia untuk kedua kalinya. Selanjutnya kuman masuk kebeberapa jaringan organ tubuh, terutama limpa, usus dan kandung empedu. Pada minggu pertama sakit terjadi hyperplasia plaks player. Ini terjadi kalenjer pada kalenjer limfoid usus halus. Minggu kedua terjadi nekrosis dan pada minggu ketiga terjadi ulserasi plaks peyer. Pada minggunkeempat terjadi peyembuhan ulkus yang dapat menimbulkan sikatrik. Ulkus dapat menyebabkan pendarahan, bahkan sampai prforasi usus. Selain hepar, kalenjer-kalenjer mensentrial dan limpa membesar. Gejala demam disebabkan oleh endotoksil, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan pada usu halus (Suriadi, 2011)

2.1.6   Manifestasi klinis
2.1.6.1       Manifestasi klinis menurut Sodoyo Aru, et al (2009)  menyatakan:
a.    Gejala pada anak: inkubasi antara 5-40 hari dengan rata-rata 10-14 hari.
b.    Demam meninggi sampai akhir minggu pertama
c.    Demam turun pada minggu keempat, kecuali demam tidak tertangani akan menyebabkan syock, stupor dan koma.
d.   Ruam muncul pada hari ke 7-10 dan bertahan selama 2-3 hari.
e.    Nyeri kepala
f.     Nyeri perut
g.    Kembung
h.    Mual,muntah
i.      Diare
j.      Konstipasi
k.    Pusing
l.      Nyeri otot
m.  Batuk
n.    Epistaksis
o.    Bradikardi
p.    Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepid an ujung merah serta tremor)
q.    Hepatomegali
r.     Splenomegali
s.     Meteroismus
t.     Gangguan mental berupa samnolen
u.    Delirium atau psikosis
v.    Dapat timbul dengan gejala yang tidak tipikal terutama pada bayi muda sebagai penyakit demam akut dengan disrtai syok dan hipotermia.        

2.1.7   Pemeriksaan penunjang
2.1.7.1            Menurut Suriadi (2011): pemeriksaan penunjang
       typhoid yaitu:
a.        Pemeriksaan darah tepi: leukopenemia,  limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia.
b.        Pemeriksaan sum-sum tulang: menunjukkan gambaran hiperaktif sum-sum tulang.
c.         Biakan empedu: terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan basil salmonellatyphosa pada urin dan tinja, maka pasien dinyatakan betul betul sembuh.
d.        Pemeriksaan widal: didapatkan titer rehadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih, sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karena titer H dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila penderita telah lama sembuh

2.1.7.2       Pemeriksaan laboratorium
a.         Pada pemeriksaan darah tepi terdapat leucopenia, limfositosis relatife, dan aneosinofilia pada permukaan sakit
b.          Kultur darah (biakan, empedu) dan widal
c.         Biakan empedu basil salmonella typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit. Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urine dan feses.
d.        Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap antigen O. titer yang bernilai 1/200 atau lebib merupakan kenaikkan yang progesif. (Sodikin,2011)

2.1.8    Penalaksanaan
2.1.8.1      Pengobatan/penatalaksaan pada penderita typus adalah sebagai berikut :
a.       Bedrest, untuk mencegah komplikasi dan mempercepat penyembuhan. Minimalnya 7 hari bebas demam/ 14 hari. Mobilisasi bertahap, sesuai dengan pulihnya kekuatan pasien. Tingkatkan hygiene perseorangan, kebersihan  tempat tidur, pakaian, dan peralatan yang dipakai oleh pasien. Ubah posisi minimal tiap 2 jam untuk menurunkan resiko terjadi dekubitus dan pnemunia hipostatik. Defekasi dan buang air kecil perlu diperhatikan karena kadang-kadang terjadi obstipasi dan retensi urin, isolasi penderita dan desinfeksi pakaian dan eksreta pasien.
b.      Diet dan terapi penunjang. Diet makanan harus mengandung cukup cairan dan tinggi protein, serta rendah serat.  Diet bertahap mulai dari bubur saring, bubur kasar hingga nasi. Diet tinggi serat akan mrningkatkan kerja usus sehingga resiko perforasi usus lebih tinggi.
c.        Pemberian antibiotika, anti radang anti inflasi dan anti piretik.
1)      pemberian anti biotic
2)      Anti radang (antiflamasi). Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan gangguan kesadaran. Deksametason 1-3 mg/kgbb/hari IV, dibagi 3 dosis hingga kesadaran membaik.
3)      Antiperetik untuk menurunkan demam seperti paracetamol.
4)      Antiemetic untuk menurunkan keluhan mual dan muntah pasien (Lusiana, suratun, 2010)

2.1.8   Komplikasi
2.1.8.1                Komplikasi typoid yaitu :
a.       Usus:  pendarahan usus, melena; ferporasi usus; peritonitis.
b.      Organ lain: meningitis , kolestisis, ensefalopati. Bronkopnumonia (Ritayuliani & Suriadi, 2010)

2.1.8.2                Komplikasi menurut ini Lusianah & Suratun (2010) yang dapat terjadi yaitu :
a.    Komplikasi intestinal meliputi pendarahan usus, perforasi usus, ileus paralitik intestinal :
1)      Perdarahan usus. bila pendarahan yang terjadi banyak dan berat dapat rejadi melena disertai  nyeri perut dengan tanda-tanda renjatan.
2)      Perforasi usus. biasanya dapat timbul pada ilieus diminggu ketiga atau lebih. Merupakan konplikasi yang sangat serius trjadi 1-3% pada pasien terhospitalisai.
3)      Peritonitis. Biasanya menyertai perforasi atau tanpa perforasi usus dengan ditemukannya gejala akut abdomen yaitu nyeri perut yang hebat, dinding abdomen tegang (defans musculair)  dan nyeri tekan.

b.          Komplikasi ekstraintestinal meliputi:
1)      Komplikasi kardiovaskuler: kegagalan sirkulasi perifer (renjatan, sepsis) mikoarditis, trombosit, dan tromboflebitis.
2)      Komplikasi darah: anemia hemolitik, trombositopenia, dan atau koagolasi intravascular diseminata dan sindrom uremia hemolitik.
3)      Komplikasi paru: pnemunia, empiema dan pleuritis.
4)      Komplikasi hepar: hepatitis.
5)      Komplikasi ginjal: glomemerulonrfritis, pielonepritis, dan perinefritis.
6)      Komplikasi tulang: osteomelitis, periostitis, spondilitis, dan aritritis.
7)      Komplikasi neuropskiatrik: delirium, meningismus, meningitis, polyneuritis perifer, sindrom guillan-barre, psikosis, dan sindrom katatonia.

2.1.9    Prognosis
Prognosis demam Typhoid pada anak baik bila pasien segera berobat. Mortalitas pada klien yang dirawat adalah ± 6%. Prognosis ini menjadi buruk bila terdapat gambaran klinis yang berat seperti demam tinggi (hiperperiksia) atau febris kontinua. Kesadaran sangat menurun (spoor, koma atau delirium), terdapat komplikasi yang berat misalnya dehidrasi atau asidosi, serta perforasi (Sodikin, 2011)

2.2     Tinjauan teoritis asuhan keperawatan
2.2.1    Menurut Sodikin, (2011) Pengkajian  asuhan keperawatan
   typhoid yaitu :
2.2.1.1           Identifikasi. peyakit ini sering ditemukan pada anak umur diatas satu tahun.
2.2.1.2           Keluhan utama berupa perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala, pusing dan kurang bersemangat, serta nafsu makan berkurang (terutama selama masa inkubasi)
2.2.1.3           Suhu tubuh. Pada kasus yang khas, demam berlngsung selama 3 minggu. Bersifat berangsur-angsur baik secara harinya. Biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat pada sore hari.. pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga.
2.2.1.4           Kesadaran. Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi stupor, koma atau gelisah (kecuali bila penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain gejala-gejala tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya, seperti pada punggung dan anggota gerak dapat ditemukan reseola (bintik-bintik kemerahan karena emboli basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu pertama de,mam. Kadang ditemukan juga brakikardi dan epistaksis pada anak yang lebih besar.

2.2.2      Menurut Lusiana dan Suratun (2010) pengkajian klien
     dengan typhoid adalah sebagai berikut :
2.2.2.1.         Aktivitas/istirahat
Kelemahan, kelelahan, malaise, cepat lelah. Insomania akibat diare. Merasa gelisah dan ansietas. Pembatasan aktivitas/kerja terkait oleh proses penyakit.

2.2.2.2            Sirkulasi
Takikardi (respon terhadap demam, dehidrasi, proses inflamasi dan nyeri), kemerahan, area ekimosis (kekurangan vit K). Hipotensi, membrane mokusa kering, turgor kulit menurun, lidah pecah-pecah (akibat kekurangan cairan)
                             
2.2.2.3           Integritas ego
a.    Ansietas, ketakutan, emosi, perasaan tidak berdaya/tidak ada harapan, stress terkait dengan pekerjaan atau biaya pengobatan yang mahal.
b.    Menolak, perhatian menyempati, depresi.
2.2.2.4            Eliminasi
a.    Tekstur feses bervariasi mulai dari bentuk padat, lunak atau berair. Episode diare berdarah dapat ditemukan, tidak dapat dikontrol atau kram (tenesmus). Defekasi berdarah/pus/mokusa dengan atau tanpa keluar feses.
b.    Menurunnya bising usus, tidak ada peristaltik atau adanya peristaltik yang dapat didengar, oliguria.

2.2.2.5           Makanan/cairan
a.    Anoreksia, mual/muntah, penurunan berat badan, intoleransi terhadap makanan/minuman seperti buah segar/sayur, produk susu dan makanan berlemak.
b.    penurunan lemak subkutan/massa otot, kelemahan tonos otot dan turgor kulit buruk, membran mokusa pucat dan inflamasi rongga mulut.

2.2.2.6           Nyeri/kenyamanan
a.    Nyeri tekan pada kuadran kanan bawah, nyeri mata, foto fobia.
c.    Nyeri tekan abdomen, distensi abdomen.

2.2.2.7           Keamanan
a.    Anemia, vaskulitis, arthritis, peningkatan suhu 9eksaserbasi akut), penglihatan kabur, alergi terhadao makanan/produk susu.
b.    Lesi kulit mungkin ada, ankilosa spondilitis, uveitis, konjungtivitis,iritis.

2.2.2.8           Seksualitas
Frekuensi menurun/menghindari aktivitas seksual.
2.2.2.9            Interaksi  sosial
Gangguan hubungan atau peran terkait hospitalisasi, ketidakmampuan aktif dalam kegiatan social.

2.2.2.10       Hygiene
Ketidakmampuan mempertahankan perawatan diri. Stomatitis menunjukan kekurangan vitamin.

2.3     Menurut NANDA Nic-Noc  (2013) Diagnosa keperawatan pada klien typhus yaitu :
2.3.1        Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
2.3.2        Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi.
2.3.3        Resiko tinggi terjadi kurang volume cairan berhubungan dengan intake yang tidak adeuat dan peningkatan suhu tubuh.
2.3.4        Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus.
2.3.5        Nyeri berhubungan dengan proses peradangan.

2.4     Rencana asuhan keperawatan pada klien typhus
Menurut NANDA Nic-Noc (2013) intervensi keperawatan pada klien yang menderita typhoid adalah:
2.4.1   Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.

2.4.1.1     Tujuan dan kriteria hasil:
a.    Tujuan: pemenuhan kebutuhan nutrisi adekuat
b.    Kriteria hasil:
1)     Tidak ada mual muntah
2)     Nafsu makan meningkat
3)     Makan habis 1 porsi
4)     Berat banan meningkat/normal
                     Intervensi keperawatan:
a.          Kaji pola makan dan status nutrisi klien
 Rasional: sebagai dasar untuk menentuksn intrvensi
b.        Berikan makan tidak merangsang (pedas, asam)
Rasional: mencegah intake usus dan distensi abdomen
c.         Berikan makanan lunak selama fase skut (masih ada panas/susuh lebuh dari normal)
Rasional: mencegah terjadinya iritasi usus dan komplikasi perforasi usus
d.        Berikan makanan dalam porsi kecil tapi sering
Rasioal: mencegah rangsangan mual/muntah
e.         Timbang BB klien setiap hari dengan alat ukur yang sama
Rasional: untuk mengetahui masukan makanan/penambahan BB
f.           Lakukan perawatan mulut secara teratur dan sering
Rasioanal: meningkatkan nafsu makan
g.          Jelaskan pentingnys intake nutrisi yang adekuat
Rasional: agar klien kooperatif dalam pemenuhan
nutrisi

2.4.2  Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi
2.4.2.1        Tujuan dan kriteria hasil:
a.       Tujuan: hipertermi teratasi
b.      Kriteria hasil:
1)     Suhu dalam batas normal (36-37C)
2)     Tidak ada tanda tanda dehidrasi
3)     Turgor kulit elastic
4)     Membran mukosa lembab

   Intervensi keperawatan:
a.           Kaji dan catat suhu tubuh setiap 2jam atau 4jam
  Rasional: sebagai dasar untuk menentuksn invensi
b.             Observasi membrane mokusa, pengisian kapiler turgor kulit Rasional: untuk mengetahui tanda tanda dehidrasi akibat panas
c.             Berikan minum 2-2,5 liter sehari/24jam
Rasional: kebutuhan cairan dalam  tubuh cukup mencegah terjadinya panas
d.            Berikan kompres hangat pada dahi, ketiak dan lipatan paha
    Rasional: kompras hangat memberikan efek vasodilatasi pembuluh darah, sehingga mempercepat penguapan panas tubuh.
e.             Anjurkan klien untuk tirah baring/pembatasan aktifitas selama fase akut
     Rasional: menurunkan kebutuhan metabolisme tubuh, sehingga menurunkan panas
f.              Anjurkan klien menggunakan pakaian yang tipis dan menyerap keringat
Rasional: pakaian tipis memudahkan penguapan panas. Saat penurunan panas klien akan banyak mengeluarkan keringat.
g.             Berikan terapi antipiretik sesuai program medic dan evaluasi keefektifannya
Rasional: untuk menurunkan/mengontrol panas
h.             Pemberian antibiotic sesuai program medic
Rasional: untuk mengatasi infeksi dan mencegah penyebaran virus

2.4.3        Resiko tinggi terjadi kekurangan volume  cairan berhubungan dengan intake yang tidak adekuat dan penigkatan suhu tubuh
2.4.3.1   Tujuan dan kriteria hasil
a.    Tujuan: keseimbangan cairan adekuat
b.    Kriteria hasil:
1)        Intake dan output seimbang
2)        TTV normal
3)        Membrane mokusa lembab
4)        Produksi urin normal
5)        BB normal

Intervensi keperawatan
a.              Observasi TTV setiap 4jam
           Rasional: hipotensi, takikardi, demam menunjukkan respon terhadap kehilangan cairan
b.             Monitor tanda tanda kekurangan cairan (turgor kulit tak elastic, produksi urine menurun, bibir pecah pecah)
         Rasional: tanda tersebut menujukkan kehilangan cairan berlebihan/dehidrasi
c.              Observasi dan catat intake output cairan setiap 8jam
          Rasional: untuk mendeteksi keseimbangan cairan dan elektrolit
d.             Timbang BB setiap hari dengan alat ukur yang sama
          Rasional: BB merupakan indicator kekurangan cairan dan status cairan nutrisi
e.              Berikan cairan parental perhari
         Rasional: untuk memperbaiki kekurangan volume cairan
f.              Awasi data laboratorium
         Rasional: indikator status cairan klien

2.4.4    Diare berhubungan dengan proses infeksi, inflamasi, iritasi di usus
2.4.4.1       Tujuan dan kriteria hasil
a.       Tujuan: tidak mengalami diare
b.      Krieria hasil:
1)   Feses berbentuk, BAB sehari sekali-tiga hari
2)   Tidak mengalami diare
3)   Menjelaskan penyebab diare dan rasioanl tindakan. Mempertahankan torgur kulit.

             Intervensi keperawatan
a.              Mengkaji frekuensi, warna, jumlah dan konsistensi dari feses.
Rasional: mengetahui berapa kali klien bab dan konsistensi dari feses.
b.              monitor tanda-tanda diare
Rasional: mengetahui evaluasi BAB
c.             Ajarkan klien untuk menggunakan obat antidiare
Rasional: agar pengetahuan keluarga bertambah dalam penanganan diare.
d.            Evaluasi intake makanan yang masuk
Rasional: mengetahui seberapa intake makanan dan minuman yang masuk
e.             Kolaborasi dalam pemberian cairan dengan dokter.
Rasional: sangat bermanfaat dalam proses

2.4.5        Nyeri berhubungan dengan proses peradangan
2.4.5.1   Tujuan dan kriteria hasil
a.    Tujuan: rasa nyeri tidak ada
b.    Kriteria hasil:
1)   Klien ridak mengeluh nyeri lagi
2)   Menyatakan rasa nyaman setelah nyei berkurang
3)   Skala nyeri 0 (tidak ada)
4)   Nyeri dapat teradapatasi
                     Intervensi keperawatan
a.             Kaji karakteristik nyeri secara PQRST
Rasional: membantu dalam menentukan status nyeri klien menjadi data dasar untuk intervensi selanjutnya.
b.             Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam, pada saat rasa nyeri itu muncul.
Rasional: hipoksemia lokal menyebabkan rasa nyeri dan meningkatkan suplai oksigen pada area nyeri dapat membantu menurunkan rasa nyeri.
c.             Atur posisi yang nyaman
Rasional: meingkatkan rasa nyaman, dengan mengurangi sensasi tekan pada daerah yang sakit.
d.            Anjurkan kompres hangat pada rasa nyeri
Rasional: menigkatkan adanya respon aliran darah area nyeri
e.             Kolaborasi dalam pemberian analgetik

Rasional: mengurangi rasa  nyeri dengan terapi medis

DAFTAR RUJUKAN

Brusch, Jl. (2013) Typhoid Fever: Deferencial diagnoses and work Up.

Chaffe E.E & Lytle I.M (2007) Basic physiologi and Anatomy  Http;//www.google.co.id/search?q.publication. diakses pada tanggal 14 mei 2016.

Lusiana, Suratun (2010) Asuhan Keperawatan klien dengan gangguan system Gastrointestinal. Jakarta: Trans Info Media

NANDA NIC-NOC, (2013) Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda.Edisi Revisi. Jilid I. Yogyakarta.

Nasronudin, (2007) Penyakit Infeksi di Indonesia. Surabaya: Airlangga University

Nursalam, Sriutami, Susilaningrum, R (2013) Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika

Rita, Y & Suriadi (2010) Asuhan Keperawatan Pada Anak. Edisi II. Jakarta: Sagung Seto

Sodikin, (2013) Asuhan Keperawatan anak Gangguan Sistem Gastronintestinal dan Hepatobilier. Jakarta: Salemba Medika

Syaifuddin (2009) Anatomi Tubuh Manusia untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika

No comments:

Post a Comment