LAPORAN
PENDAHULUAN NON-HODGKIN LIMFOMA
I. Konsep penyakit
1.1 Definisi
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan
primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel
limfosit T).
Limfoma adalah kanker yang berasal dari
jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh.Tumor ini bersifat
heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe
diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat
juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara
lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar,
limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma
non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang
dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis
fungoides sangat jarang ditemukan.
1.2 Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Empat
kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan,
infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV),
Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida,
pengawet dan pewarna kimia).
1.3 Tanda
gejala
Gejala umum Linfoma Non-Hodgkin yaitu :
-
Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
-
Demam
-
Keringat malam
-
Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
-
Gangguan pencernaan dan nyeri perut
-
Hilangnya nafsu makan
-
Nyeri tulang
-
Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
-
Limphadenopaty
Gejala
|
Penyebab
|
Kemungkinan timbulnya gejala
|
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah |
Pembesaran kelenjar getah bening di
dada
|
20-30%
|
Hilang nafsu makan
Sembelit berat Nyeri perut atau perut kembung |
Pembesaran kelenjar getah bening di
perut
|
30-40%
|
Pembengkakan tungkai
|
Penyumbatan pembuluh getah bening di
selangkangan atau perut
|
10%
|
Penurunan berat badan
Diare Malabsorbsi |
Penyebaran limfoma ke usus halus
|
10%>
|
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura) |
Penyumbatan pembuluh getah bening di
dalam dada
|
20-30%
|
Daerah kehitaman dan menebal di kulit
yang terasa gatal
|
Penyebaran limfoma ke kulit
|
10-20%
|
1.4 Pemeriksaan
penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan
biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya
sel Reed-Sternberg.Untuk mendeteksi Limfoma
memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X,
CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau
penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter
mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma
maligna yaitu :
1.5.1 Biopsi kelenjar
getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar.
1.5.2 Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil
dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan
untuk memantau respon terhadap pengobatan.
1.5.3 Biopsi sumsum
tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah
Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
1.5
Komplikasi
Akibat
langsung penyakitnya
- Penekanan terhadap organ khususnya jalan
nafas, usus dan saraf
- Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat
efek samping pengobatan
- Aplasia sumsum tulang
- Gagal jantung oleh obat golongan
antrasiklin
- Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
- Neuritis oleh obat vinkristin6
1.6 Penatalaksanaan
Therapy Medik
· Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS
type A dan B)
Limfoma
non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
· Tanpa keluhan : tidak
perlu therapy
· Bila ada keluhan
dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari
atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
· Bila resisten dapat
diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin
derajat keganasan sedang (IWF)
· Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da
B, terapi medik adalah sebagai terapy utama
· Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy
medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti
therapy LH
· Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide,
hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
· C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
· H : Hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
· O : Oncovin 1,4 mg/ m
2 iv hari I
· P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
· Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 –
4 minggu
Lymfoma non – hodgkin
derajat keganasan tinggi (IWF)
· Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai
therapy adjuvant
· Untuk
stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
· Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH
derajat keganasan sedang (CHOP)
· Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP
– B
Therapy radiasi dan
bedah
· Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan
ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B)
II.
Rencana
Asuhan Klien dengan Non-Hodgkin Limfoma
2.1
Pengkajian
2.1.1 Riwayat
keperawatan
·
Keluhan utama
·
Riwayat penyakit sekarang
·
Riwayat penyakit dahulu
· Riwayat
penyakit keluarga
2.1.2 Pemeruksaan fisik: data focus
1) Kesadaran: kesadaran menurun
2) TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu
tinggi
3) Head to toe
a) Keadaan
Rambut dan Higiene Kepala
Inspeksi
: Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.
Palpasi
: Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat
hygiene seseorang.
b) Hidrasi
Kulit Daerah Dahi
Palpasi
: Penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar tulang. Pada
dehidrasi bias ditemukan “finger print”pada kulit dahi
c) Palpebrae
Inspeksi
: Bisa terlihat penumpukan cairan atau edema pada palpebrae, selain itu bias
juga terlihat cekung pada pasien dehidrasi
Palpasi
: Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae untuk merasakan
apakah ada penumpukan cairan, atau pasien dehidrasi bila teraba cekung
d) Sclera
dan Conjungtiva
Icterus
tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit.Teknik memeriksa sclera
dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik palpebrae, pasien melihat kebawah
radang pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae.Keadaan anemic bias
diperiksa pada warna pucat pada conjungtiva palpebrae inferior.
e) Tekanan
Intra Okular (T.I.O)
Dengan
dua jari telunjuk memeriksa membandingkan TIO bola mata kiri dan kanan dengan
cara tekanan berganti pada bola mata atas dengan kelopak mata tertutup
kewaspadaan terhadap glaucoma umumnya terhadap pasien berumur lebih dari 40
tahun
f) Hidung
Inspeksi
: Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip atau
pembengkakan
g) Higiene Rongga Mulut, Gigi-Geligi, Lidah,
Tonsil dan Pharynk
Rongga
mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa (stomatitis), dan adanya aphtae
Gigi-geligi
: diperiksa adanya makanan, karang gigi, caries, sisa akar, gigi yang tanggal,
perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan gusi, meradang
Lidah
: kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang kurang, demam
thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan pula tipe lidah yang
hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid fever
Tonsil
: Tonsil diperiksa pakah ada pembengkakan atau tidak. Diukur berdasarkan
panduan sebagai berikut
T0 – bila sudah dioperasi
T1- ukuran normal yang ada
T2- pembesaran tonsil tidak sampai
garis tengah
T3- pembesaran mencapai garis
tengah
T4- pembesaran melewati garis
tengah
Pharinx
: dinding belakang oro pharink diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran
adenoid, dan lender/secret yang ada
h) Kelenjar Getah Bening Leher
Pembesaran
getah bening dapat terjadi karena infeksi, infeksi toxoplasmosis memberikan
gejala pembesaran getah bening leher
i)
Kelenjar Tyroid
Inspeksi
: bentuk dan besarnya bila pembesarannya telah nyata
Palpasi
: satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba
permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan rasakan apakah terasa ada
pembengkakan pada jaringan sekitar.
j)
Dada/ Punggung
Inspeksi
: kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman,
dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi,
edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal,
tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit
lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
Palpasi:
Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat
berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh”
atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada
punggung pasien). Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri
tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung
sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi:
paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi
lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal:
resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak
(“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan
(“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi:
suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop
di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea).
Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
k) Abdomen
Inspeksi
:pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar
saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, amati
apakah ada bayangan vena, amati juga apakah didaerah abdomen tampak
benjolan-benjolan massa. Laporkan bentuk dan letakknya
Auskultasi
: mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar 8-16 kali per menit : bunyi
peristaltic yang yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada
gastroenteritis atau obstruksi usu pada tahap awal. Peristaltic yang berkurang
ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar suara
peristaltic sama sekali maka kita katakana peristaltic negative (pada pasien
post operasi)
Palpasi
: sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah
daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir, palpasi umum
terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum
(peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya
massa/benjolan (tumor).Periksa juga turgor kullit perut untuk menilai hidrasi
pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis),
titik MC Burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region
iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi
hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadrant
kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan cembungan
perut.Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak. Hepar membesar pada
keadaan :
o
Malnutrisi
o
Gangguan fungsi hati/radang hati
(hepatitis, thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar)
o
Bendungan karena decomp cordis
l)
Anus
Posisikan
pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel diperut/dada. Diperiksa
adannya :
o
Hemhoroid externa
o
Fisurr
o
Fistula
o
Tanda keganasan
2.1.3 Pemeriksaan penunjang
Untuk
mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang
terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.Untuk mendeteksi
Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi
sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara
mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada
beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
o
Biopsi kelenjar getah bening, jaringan
diambil dari kelenjar getah bening yang membesar.
o
Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan
diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang
dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
o
Biopsi sumsum tulang di mana sumsum
tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah
melibatkan sumsum tulang.
2.2 Diagnosa
keperawatan
Diagnosa
1 :Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan : Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 1xpertemuan nyeri berkurang/ terkontol
Intervensi :
−
Tentukan
karakteristik dan lokasi nyeri
Untuk
mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri wajah atau skala
nyeri bergambar lainnya
−
Pantau tekanan darah, nadi dan
pernapasan tiap 6 jam
−
Terapkan tehnik relaksasi dan distraksi
( napas dalam )
−
Beri dan biarkan klien memilih posisi
yang nyaman
−
Kolaborasi
dalam pemberian analgetik
Diagnosa
II :Resiko Infeksi
Tujuan
:Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama 1xpertemuan infeksi tidak terjadi
−
pantau tanda dan gejala infeksi (suhu,
denut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit,
lesi kulit, keletihan dan malaise)
−
kaji factor yang dapat meningkatkan
kerentanan terhadap infeksi
−
pantau hasil laboratorium (hitung
darah lengkap, hitung granulosit, absolute, hitung jenis, protein serum,
albumin)
−
amati penampilan praktek hygiene
personal untuk perlindungan terhadap infeksi
−
pantau
seberapa sering penggunaan antibiotic pada bayi dan anak-anak, yakinkan orang
tua bahwa salesma tidak diobati dengan antibiotic
DAFTAR
PUSTAKA
Mubin,
A. Halim (2008).”Panduan Praktis Ilmu Penyakit dalam Diagnosis dan Terapi”.EGC,
Jakarta.
Carpenito,
Lynda Juall (2007).”Buku Saku Diagnosis Keperawatan”. EGC, Jakarta.
NANDA
(2014).”Diagnosis Keperawatan”. EGC, Jakarta.
No comments:
Post a Comment