Sunday, May 19, 2019

Laporan Pendahuluan Non Hodgkin Limfoma


LAPORAN PENDAHULUAN NON-HODGKIN LIMFOMA

I. Konsep penyakit
1.1  Definisi
Limfoma Non Hodgkin adalah keganasan primer berupa gangguan proliferatif tidak terkendali dari  jaringan limfoid (limfosit B dan sistem sel limfosit T).
Limfoma adalah kanker yang berasal dari jaringan limfoid mencakup sistem limfatik dan imunitas tubuh.Tumor ini bersifat heterogen, ditandai dengan kelainan umum yaitu pembesaran kelenjar limfe diikuti splenomegali, hepatomegali, dan kelainan sumsum tulang. Tumor ini dapat juga dijumpai ekstra nodal yaitu di luar sistem limfatik dan imunitas antara lain pada traktus digestivus, paru, kulit, dan organ lain. Dalam garis besar, limfoma dibagi dalam 4 bagian, diantaranya limfoma Hodgkin (LH), limfoma non-hodgkin (LNH), histiositosis X, Mycosis Fungoides. Dalam praktek, yang dimaksud limfoma adalah LH dan LNH, sedangkan histiositosis X dan mycosis fungoides sangat jarang ditemukan.

1.2  Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Empat kemungkinan penyebabnya adalah: faktor keturunan, kelainan sistem kekebalan, infeksi virus atau bakteria (HIV, virus human T-cell leukemia/lymphoma (HTLV), Epstein-Barr virus (EBV), Helicobacter Sp) dan toksin lingkungan (herbisida, pengawet dan pewarna kimia).

1.3  Tanda gejala
Gejala umum Linfoma Non-Hodgkin yaitu :
-   Pembesaran kelenjar getah bening tanpa adanya rasa sakit
-   Demam
-   Keringat malam
-   Rasa lelah yang dirasakan terus menerus
-   Gangguan pencernaan dan nyeri perut
-   Hilangnya nafsu makan
-   Nyeri tulang
-   Bengkak pada wajah dan leher dan daerah-daerah nodus limfe yang terkena.
-   Limphadenopaty


Gejala
Penyebab
Kemungkinan timbulnya gejala
Gangguan pernafasan
Pembengkakan wajah
Pembesaran kelenjar getah bening di dada
20-30%
Hilang nafsu makan
Sembelit berat
Nyeri perut atau perut kembung
Pembesaran kelenjar getah bening di perut
30-40%
Pembengkakan tungkai
Penyumbatan pembuluh getah bening di selangkangan atau perut
10%
Penurunan berat badan
Diare
Malabsorbsi
Penyebaran limfoma ke usus halus
10%>
Pengumpulan cairan di sekitar paru-paru
(efusi pleura)
Penyumbatan pembuluh getah bening di dalam dada
20-30%
Daerah kehitaman dan menebal di kulit yang terasa gatal
Penyebaran limfoma ke kulit
10-20%



 








































1.4  Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.Untuk mendeteksi Limfoma


memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
1.5.1 Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar.
1.5.2  Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
1.5.3 Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.
1.5 Komplikasi
Akibat langsung penyakitnya
-    Penekanan terhadap organ khususnya jalan nafas, usus dan saraf
-  Mudah terjadi infeksi, bisa fatal
Akibat efek samping pengobatan
-    Aplasia sumsum tulang
-    Gagal jantung oleh obat golongan antrasiklin
-    Gagal ginjal oleh obat sisplatinum
-     Neuritis oleh obat vinkristin6

1.6  Penatalaksanaan
Therapy Medik
·  Konsultasi dengan ahli onkology medik ( di RS type A dan B)
Limfoma non hodkin derajat keganasan rendah (IWF)
· Tanpa keluhan : tidak perlu therapy
· Bila ada keluhan dapat diberi obat tunggal siklofosfamide dengan dosis permulaan po tiap hari atau 1000 mg/m 2 iv selang 3 – 4 minggu.
· Bila resisten dapat diberi kombinasi obat COP, dengan cara pemberian seperti pada LH diatas
Limfona non hodgkin derajat keganasan sedang (IWF)
·   Untuk stadium I B, IIB, IIIA dan B, IIE A da B, terapi medik adalah sebagai terapy utama
·   Untuk stadium I A, IE, IIA diberi therapy medik sebagai therapy anjuran
Minimal : seperti therapy LH
·  Ideal : Obat kombinasi cyclophospamide, hydrokso – epirubicin, oncovin, prednison (CHOP) dengan dosis :
·  C : Cyclofosfamide 800 mg/m 2 iv hari I
·  H : Hydroxo – epirubicin 50 mg/ m 2 iv hari I
· O : Oncovin 1,4 mg/ m 2 iv hari I
·   P : Prednison 60 mg/m 2 po hari ke 1 – 5
·   Perkiraan selang waktu pemberian adalah 3 – 4 minggu
Lymfoma non – hodgkin derajat keganasan tinggi (IWF)
·   Stadium IA : kemotherapy diberikan sebagai therapy adjuvant
·    Untuk stadium lain : kemotherapy diberikan sebagai therapy utama
·    Minimal : kemotherapynya seperti pada LNH derajat keganasan sedang (CHOP)
·     Ideal : diberi Pro MACE – MOPP atau MACOP – B
Therapy radiasi dan bedah
·    Konsultasi dengan ahli radiotherapy dan ahli onkology bedah, selanjutnya melalui yim onkology ( di RS type A dan B)
           



II.    Rencana Asuhan Klien dengan Non-Hodgkin Limfoma
2.1        Pengkajian
2.1.1     Riwayat keperawatan
·      Keluhan utama
·      Riwayat penyakit sekarang
·      Riwayat penyakit dahulu
·      Riwayat penyakit keluarga
2.1.2  Pemeruksaan fisik: data focus
1)   Kesadaran: kesadaran menurun
2)   TTV: peningkatan frekuensi pernafasan, suhu tinggi
3)   Head to toe
                                               
a)      Keadaan Rambut dan Higiene Kepala
Inspeksi : Rambut hitam, coklat, pirang, berbau.
Palpasi : Mudah rontok, kulit kepala kotor, berbau secara umum menunjukkan tingkat hygiene seseorang.
b)      Hidrasi Kulit Daerah Dahi
Palpasi : Penekanan ibu jari pada kulit dahi, karena mempunyai dasar tulang. Pada dehidrasi bias ditemukan “finger print”pada kulit dahi
c)      Palpebrae
Inspeksi : Bisa terlihat penumpukan cairan atau edema pada palpebrae, selain itu bias juga terlihat cekung pada pasien dehidrasi
Palpasi : Dengan cara meraba menggunakan tiga jari pada palpebrae untuk merasakan apakah ada penumpukan cairan, atau pasien dehidrasi bila teraba cekung
d)     Sclera dan Conjungtiva
Icterus tampak lebih jelas di sclera disbanding pada kulit.Teknik memeriksa sclera dengan palpasi menggunakan kedua jari menarik palpebrae, pasien melihat kebawah radang pada conjungtiva bulbi maupun conjungtiva palpebrae.Keadaan anemic bias diperiksa pada warna pucat pada conjungtiva palpebrae inferior.
e)      Tekanan Intra Okular (T.I.O)
Dengan dua jari telunjuk memeriksa membandingkan TIO bola mata kiri dan kanan dengan cara tekanan berganti pada bola mata atas dengan kelopak mata tertutup kewaspadaan terhadap glaucoma umumnya terhadap pasien berumur lebih dari 40 tahun
f)        Hidung
Inspeksi : Hidung simetris, pada rongga dikaji apakah ada kotoran hidung, polip atau pembengkakan
g)       Higiene Rongga Mulut, Gigi-Geligi, Lidah, Tonsil dan Pharynk
Rongga mulut : diperiksa bau mulut, radang mocosa (stomatitis), dan adanya aphtae
Gigi-geligi : diperiksa adanya makanan, karang gigi, caries, sisa akar, gigi yang tanggal, perdarahan, abses, benda asing,(gigi palsu), keadaan gusi, meradang
Lidah : kotor/coated, akan ditemui pada keadaan: hygiene mulut yang kurang, demam thypoid, tidak suka makan, pasien coma, perhatikan pula tipe lidah yang hipertemik yang dapat ditemui pada pasien typoid fever
Tonsil : Tonsil diperiksa pakah ada pembengkakan atau tidak. Diukur berdasarkan panduan sebagai berikut
            T0 – bila sudah dioperasi
            T1- ukuran normal yang ada
            T2- pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
            T3- pembesaran mencapai garis tengah
            T4- pembesaran melewati garis tengah
Pharinx : dinding belakang oro pharink diperiksa apakah ada peradangan, pembesaran adenoid, dan lender/secret yang ada
h)       Kelenjar Getah Bening Leher
Pembesaran getah bening dapat terjadi karena infeksi, infeksi toxoplasmosis memberikan gejala pembesaran getah bening leher
i)         Kelenjar Tyroid
Inspeksi : bentuk dan besarnya bila pembesarannya telah nyata
Palpasi : satu tangan dari samping atau dua tangan dari arah belakang, jari-jari meraba permukaan kelenjar dan pasien diminta menelan rasakan apakah terasa ada pembengkakan pada jaringan sekitar.
j)        Dada/ Punggung
Inspeksi : kesimetrisan, bentuk/postur dada, gerakan nafas (frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya pernafasan/penggunaan otot-otot bantu pernafasan), warna kulit, lesi, edema, pembengkakan/ penonjolan. Normal: simetris, bentuk dan postur normal, tidak ada tanda-tanda distress pernapasan, warna kulit sama dengan warna kulit lain, tidak ikterik/sianosis, tidak ada pembengkakan/penonjolan/edema
Palpasi: Simetris, pergerakan dada, massa dan lesi, nyeri, tractile fremitus. (perawat berdiri dibelakang pasien, instruksikan pasien untuk mengucapkan angka “tujuh-tujuh” atau “enam-enam” sambil melakukan perabaan dengan kedua telapak tangan pada punggung pasien). Normal: integritas kulit baik, tidak ada nyeri tekan/massa/tanda-tanda peradangan, ekspansi simetris, taktil vremitus cendrung sebelah kanan lebih teraba jelas.
Perkusi: paru, eksrusi diafragma (konsistensi dan bandingkan satu sisi dengan satu sisi lain pada tinggi yang sama dengan pola berjenjang sisi ke sisi). Normal: resonan (“dug dug dug”), jika bagian padat lebih daripada bagian udara=pekak (“bleg bleg bleg”), jika bagian udara lebih besar dari bagian padat=hiperesonan (“deng deng deng”), batas jantung=bunyi rensonan----hilang>>redup.
Auskultasi: suara nafas, trachea, bronchus, paru. (dengarkan dengan menggunakan stetoskop di lapang paru kika, di RIC 1 dan 2, di atas manubrium dan di atas trachea). Normal: bunyi napas vesikuler, bronchovesikuler, brochial, tracheal.
k)      Abdomen
Inspeksi :pada inspeksi perlu disimak apakah abdomen membusung/membuncit atau datar saja, tepi perut menonjol atau tidak, umbilicus menonjol atau tidak, amati apakah ada bayangan vena, amati juga apakah didaerah abdomen tampak benjolan-benjolan massa. Laporkan bentuk dan letakknya
Auskultasi : mendengar suara peristaltic usus, normal berkisar 8-16 kali per menit : bunyi peristaltic yang yang keras dan panjang disebut borborygmi, ditemui pada gastroenteritis atau obstruksi usu pada tahap awal. Peristaltic yang berkurang ditemui pada ileus paralitik. Apabila setelah 5 menit tidak terdengar suara peristaltic sama sekali maka kita katakana peristaltic negative (pada pasien post operasi)
Palpasi : sebelum dilakukan palpasi tanyakan terlebih dahulu kepada pasien apakah daerah yang nyeri apabila ada maka harus dipalpasi terakhir, palpasi umum terhadap keseluruhan dinding abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri umum (peritonitis, pancreatitis). Kemudian mencari dengan perabaan ada atau tidaknya massa/benjolan (tumor).Periksa juga turgor kullit perut untuk menilai hidrasi pasien. Setelah itu periksalah dengan tekanan region suprapubika (cystitis), titik MC Burney (appendicitis), region epigastrica (gastritis), dan region iliaca (adnexitis) barulah secara khusus kita melakukan palpasi hepar. Palpasi hepar dilakukan dengan telapak tangan dan jari kanan dimulai dari kuadrant kanan bawah berangsur-angsur naik mengikuti irama nafas dan cembungan perut.Rasakan apakah ada pembesaran hepar atau tidak. Hepar membesar pada keadaan :
o   Malnutrisi
o   Gangguan fungsi hati/radang hati (hepatitis, thyroid fever, malaria, dengue, tumor hepar)
o   Bendungan karena decomp cordis
l)        Anus
Posisikan pasien berbaring miring dengan lutut terlipat menempel diperut/dada. Diperiksa adannya :
o   Hemhoroid externa
o   Fisurr
o   Fistula
o   Tanda keganasan
2.1.3  Pemeriksaan penunjang
Untuk mendeteksi limfoma harus dilakukan biopsi dari kelenjar getah bening yang terkena dan juga untuk menemukan adanya sel Reed-Sternberg.Untuk mendeteksi Limfoma memerlukan pemeriksaan seperti sinar-X, CT scan, PET scan, biopsi sumsum tulang dan pemeriksaan darah. Biopsi atau penentuan stadium adalah cara mendapatkan contoh jaringan untuk membantu dokter mendiagnosis Limfoma. Ada beberapa jenis biopsy untuk mendeteksi limfoma maligna yaitu :
o    Biopsi kelenjar getah bening, jaringan diambil dari kelenjar getah bening yang membesar.
o    Biopsi aspirasi jarum-halus, jaringan diambil dari kelenjar getah bening dengan jarum suntik. Ini kadang-kadang dilakukan untuk memantau respon terhadap pengobatan.
o    Biopsi sumsum tulang di mana sumsum tulang diambil dari tulang panggul untuk melihat apakah Limfoma telah melibatkan sumsum tulang.

2.2  Diagnosa keperawatan
Diagnosa 1 :Nyeri berhubungan dengan agen cedera biologis
Tujuan    : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1xpertemuan nyeri berkurang/ terkontol

Intervensi           :
        Tentukan karakteristik dan lokasi nyeri
Untuk mengkaji nyeri pada anak yang masih kecil, gunakan skala nyeri wajah atau skala nyeri bergambar lainnya
        Pantau tekanan darah, nadi dan pernapasan tiap 6 jam
        Terapkan tehnik relaksasi dan distraksi ( napas dalam )
        Beri dan biarkan klien memilih posisi yang nyaman
        Kolaborasi dalam pemberian analgetik
Diagnosa II :Resiko Infeksi

Tujuan :Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1xpertemuan infeksi tidak terjadi

Intervensi :
         pantau tanda dan gejala infeksi (suhu, denut jantung, drainase, penampilan luka, sekresi, penampilan urin, suhu kulit, lesi kulit, keletihan dan malaise)
         kaji factor yang dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
         pantau hasil laboratorium (hitung darah lengkap, hitung granulosit, absolute, hitung jenis, protein serum, albumin)
         amati penampilan praktek hygiene personal untuk perlindungan terhadap infeksi
         pantau seberapa sering penggunaan antibiotic pada bayi dan anak-anak, yakinkan orang tua bahwa salesma tidak diobati dengan antibiotic




DAFTAR PUSTAKA
Mubin, A. Halim (2008).”Panduan Praktis Ilmu Penyakit dalam Diagnosis dan Terapi”.EGC, Jakarta.
Carpenito, Lynda Juall (2007).”Buku Saku Diagnosis Keperawatan”. EGC, Jakarta.
NANDA (2014).”Diagnosis Keperawatan”. EGC, Jakarta.


No comments:

Post a Comment