Wednesday, October 18, 2017

Laporan Pendahuluan Fraktur Humerus

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.  Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan  sesuai jenis dan luasnya. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana terdapat tekanan yang  berlebihan pada tulang. Fraktur lebih sering terjadi pada laki-laki dari pada perempuan dengan umur dibawah 45 tahun dan sering berhubungan dengan  olahraga,pekerjaan atau luka disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor. Jumlah korban kecelakaan lalu lintas di Indonesia cenderung menurun yaitu 47,401 orang pada tahun 1989 menjadi 32.815 orang pada tahun 1995. Rasio jumlah korban cedera sebesar 16,80 per 100.000 penduduk dan rasio korban meninggal sebesar 5,63 per 100.000 penduduk. Angka kematian tertinggi berada diwilayah Kalimantan Timur yaitu 11,07 per 100.000 penduduk dan terendah di Jawa Tengah yaitu sebesar 2,67 per 100.000 penduduk (Lukman & Ningsih, 2012).
                                                      
World Health Organization (WHO) pada tahun 2010 mencatat terdapat lebih dari 7 juta orang meninggal di karenakan insiden kecelakaan  dan sekitar 2 juta orang mengalami kecacatan fisik. Usman (2012) menyebutkan bahwa hasil data riset kesehatan dasar (RIKERDAS) tahun 2011, di Indonesia terjadinya fraktur yang disebabkan oleh cedera yaitu karena jatuh,kecelakaan lalu lintas dan trauma tajam atau tumpul. Dari 45.987 peristiwa terjatuh yang mengalami fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8 %) dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas,mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5 %),  dari 14.127 trauma benda tajam  atau tumpul,yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%)  (Departemen Kesehatan Republik Indonesia {Depkes RI}, 2009).
  
Berdasarkan dari laporan tahunan dinas provinsi Kalimantan Selatan diketahui 20 penyakit terbanyak tahun 2012 akibat kecelakaan lalu lintas adalah fraktur. Angka kejadian yang berakibat fraktur  berjumlah 8040 kasus (Dinas Kesehatan Provinsi, 2012). Berdasarkan data yang didapatkan dari rumah Sakit Umum Dr.H.Moch Ansari Saleh Banjarmasin di Ruang Kumala pada tahun 2015 dari 10 penyakit yang ada di ruangan fraktur menempati urutan kedua sebanyak 61 orang.

Secara fisik penderita cedera pada tubuhnya yang dapat menyebabkan rasa sakit,kerusakan fungsi, adanya perubahan bentuk pada daerah fraktur, terbatasnya gerakan dan adanya perdarahan pada tempat cedera. Perawat perlu memprioritaskan keperawatan yang dilakukan yaitu dengan mencegah cedera tulang atau jaringan lebih lanjut, menghilangkan nyeri, mencegah terjadinya  komplikasi dan memberikan informasi tentang kondisi atau prognosis atau kebutuhan pengobatannya, dalam melakukan asuhan keperawatan perawat harus mampu mengelola pasien fraktur Humerus dengan komprehensif dan tetap memandang pasien sebagai manusia yang utuh baik psikososial, sosial kultural maupun spiritual.


Berdasarkan hal tersebut maka penulis tertarik untuk mengambil kasus  fraktur humerus tertutup sebagai Karya Tulis Ilmiah dengan alasan agar penulis bisa memberikan asuhan keperawatan  secara mendalam dan kelak bila penulis telah menjadi tenaga kesehatan mempunyai pengetahuan  kemampuan penanganan pada pasien fraktur humerus secara umum. Sebagai tenaga kesehatan penulis dapat menentukan langkah-langkah dan penanganan yang tepat pada pasien dengan kasus fraktur humerus.

BAB 2
TINJAUAN TEORITIS

2.1  Tinjauan Teoritis Medis



Gambar 2.1 Rangka manusia
Sumber: Syaifuddin, (2010)


2.1.1   Anatomi dan fisiologi sistem pergerakan
Menurut Suratun dkk. (2008) anatomi dan fisiologi sistem pergerakan:
2.1.1.1  Tulang
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan menjadi tempat melekatnya otot-otot yang mengerakan kerangka tubuh.Tulang adalah jaringan yang terstruktur dengan baik yang menpunyai fungsi yakni:
a.       Formasi kerangka: Tulang-tulang membentuk rangka tubuh untuk menentukan bentuk dan ukuran tubuh
b.    Formasi sendi: Tulang-tulang membentuk persendian yang bergerak dan tidak bergerak tergantung pada kebutuhan fungsional, sendi yang bergerak menghasilkan bermacam-macam pergerakan.
c.   Perlekatan otot: tulang-tulang menyediakan permukaan untuk tempat melekatnya otot,tendon dan legamentum.
d.        Sebagai pengungkit untuk bermacam-macam aktivitas pergerakan.
e.         Menyokong berat badan: Memelihara sikap tegak tubuh manusia dan menahan gaya tarikan dan gaya tekanan yang terjadi pada tulang sehingga dapat menjadi kaku atau lentur.
f.     Proteksi: Tulang membentuk rongga yang mengandung dan melindungi struktur-sruktur yang halus seperti otak,medulla spinalis,jantung,paru,alat-alat dalam perut dan panggul.
g.         Hemopoiesis: Sumsum tulang tempat pembentukan sel-sel darah.
h.         Fungsi imunologi: Limfosit “B” dan magrofag-magrofag dibentuk dalam sistem retikuloendotel sumsum tulang. Limfosit B di ubah menjadi sel-sel plasma membentuk antibody guna keperluan kekebalan kimiawi,sedangkan magrofag merupakan pagositotik.
i.           Penyimpanan kalsium: Tulang mengandung 97% kalsium yang  terdapat dalam  tubuh baik dalam bentuk anorganik maupun garam-garam terutama kalsium folat
 Secara garis besar, Tulang dibagi menjadi enam,yakni:
1)   Tulang panjang
Tulang panjang (misalnya femur,humerus) bentuknya silindris dan berukuran panjang seperti batang (diafisis) tersusun atas tulang kompakta, dengan kedua ujungnya berbentuk bulat (epifisis) tersusun atas tulang kanseleus.
2)   Tulang pendek
Tulang pendek (misalnya falang,carfal) bentuk nya hamper sama dengan tulang panjang ,tetapi bagian distal lebih kecil daripada bagian proksimal,serta berukuran pendek dan kecil
3)   Tulang pipih
Tulang pipih (misalnya sternum,kepala,scapula,panggul) bentuknya gepeng,berisi sel-sel pembentuk darah,dan melindungi organ vital dan lunak dibawahnya.Tulang pipih terdiri atas dua lapisan tulang kompakta dan dibagian tengahnya terdapat lapisan spongiosa.Tulang ini juga dilapisi oleh periosteum yang dilewati oleh dua kelompok pembuluh darah menembus tulang untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa.
4)   Tulang tidak beraturan
Tulang tidak beraturan (misalnya vertebra,telinga tengah) mempunyai bentuk yang unik sesuai fungsinya. Tulang tidak beraturan terdiri tulang spongiosa yang dibungkus oleh selapis tipis tulang kompakta.Tulang ini diselubungi periosteum kecuali pada permukaan sendinya seperti tulang pipih.Periosteum ini memberi dua kelompok pembuluh darah untuk menyuplai tulang kompakta dan tulang spongiosa
Tulang berguna untuk:
a)        Melindungi struktur vital
b)        Menopang tubuh
c)        Mendasari gerak secara mekanis
d)       Membentuk sel darah (sumsum tulang  merah adalah tempat dibentuknya sel darah merah ,beberapa limfosit, sel darah putih granulosit dan trombosit)
2.1.1.2   Sendi
Sendi adalah suatu ruangan,tempat atau dua tulang berada saling berdekatan. Fungsi utama sendi adalah memberi pergerakan dan fleksibilitas dalam tubuh.
2.1.1.3  Otot
Otot ialah jaringan yang mempuyai kemampuan khusus yaitu berkontraksi dan dengan jalan demikian maka gerakan terlaksana. otot dibagi dalam tiga kelompok, dengan fungsi utama untuk kontraksi dan menghasilkan pergerakan sebagian atau seluruh tubuh.
2.1.1.4  Ligamen
Ligamen adalah sekumpulan jaringan fibrosa yang tebal merupakan akhir dari suatu otot dan berfungsi mengikat suatu tulang.
2.1.1.5  Tendon
Tendon adalah suatu perpanjangan dari pembungkus fibrosa yang membungkus setiap otot dan berkaitan dengan periosteum jaringan penyambung yang mengelilingi tendon,khususnya pada pergelangan tangan dan tumi
2.1.1.6  Fasia
Fasia adalah suatu permukaan jaringan penyambung  longgar yang didapatkan langsung dibawah kulit sebagai fasia superfisial (sebagai pembungkus tebal) jaringan penyambung fibrosa  yang membungkus otot , saraf dan pembuluh darah.
Humerus adalah kedua tulang terbesar pada lengan dan satu-satunya tulang di lengan atas.Banyak otot yang kuat yang memanipulasi lengan atas pada bahu dan lengan bawah pada siku yang bertumpu pada humerus. Gerakan humerus sangat penting untuk semua kegiatan bervariasi dari lengan, seperti melempar, mengangkat, dan menulis.




Gambar 2.2 Tulang aggota gerak atas
Sumber: Suryati, (2008)

2.1.2   Pengertian
Fraktur adalah patah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut,keadaan tulang,dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap (Price & Wilson, 2006).
“Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa “(Rosyidi, 2013). Fraktur Humerus adalah fraktur pada tulang humerus yang disebabkan oleh benturan atau trauma langsung maupun tidak langsung (De Jong, 2010). Fraktur batang humerus tertutup adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus tanpa disertai luka terbuka fragmen tulang yang disebabkan oleh cidera dari trauma lngsung atau tidak langsung yang mengenai lengan atas, dan kondisi fraktur patologis akibat metastasis pada tulang humerus (Muttaqin, 2011 ).

Fracture is a partial or complete break in the continuity of a bone” (Wilson & Susan, 2008) yang artinya fraktur adalah istirahatnya kontinuitas pada tulang baik secara parsial atau lengkap.“Afracture is a break or distruption in the continuity of a bone. Fracture occur when a bone is subjected to more stress” (Gulanick & Myers, 2014) yang artinya fraktur adalah istirahat atau distruption dalam kelangsungan tulang.Fraktur terjadi ketika tulang dikenai stress.

Atas dasar pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa,Fraktur batang humerus tertutup adalah terputusnya hubungan tulang batang humerus tanpa disertai luka terbuka fragmen tulang yang disebabkan oleh trauma langsung atau tidak langsung. Secara klinis fraktur batang humerus terdiri dari fraktur batang humerus terbuka dan fraktur batang humerus tertutup (Muttaqin, 2011).

2.1.3   Klasifikasi
Menurut Rosyidi (2013) pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu:
2.1.3.1  Tingkat 0: Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak sekitarnya.
2.1.3.2  Tingkat 1 :  Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan subkutan.
2.1.3.3     Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian dalam dan pembengkakan.
2.1.3.4     Tingkat 3 :Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan ancaman sindrom kompartement.
2.1.4   Etiologi
Etiologi berdasarkan kekerasan Menurut Rosyidi (2013) yaitu:
2.1.4.1  Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2.1.4.2  Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
2.1.4.3  Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa pemuntiran,penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan penarikan.

2.1.5   Patofisiologi
Patofisiologi fraktur batang humerus menurut Muttaqin (2011) Fraktur batang humerus terjadi akibat akibat jatuh pada tangan yang dapat memuntir humerus dan menyebabkan fraktur spiral. Jatuh pada siku saat lengan dalam posisi abduksi dapat merusak tulang dan menyebabkan fraktur oblik atau melintang. Pukulan langsung pada lengan  menyebabkan fraktur melintang dan kominutif. Fraktur batang pada klien lansia  dapat terjadi akibat suatu metastasis.
Kelumpuhan saraf radialis (wrist-drop) dan paralisis ekstensor metakarpofalangeal dapat terjadi pada fraktur batang humerus. Penyatuan yang lambat dapat terjadi pada fraktur melintang, terutama jika digunakan terlalu banyak  traksi (gips mengantung tidak boleh terlalu berat) atau jika klien belum melatih fleksor dan ekstensor siku secara aktif. Kombinasi yang berbahaya adalah penyatuan yang tidak lengkap dan sendi yang kaku. jika gerakan siku  atau bahu dipaksakan sebelum konsolidasi, humerus dapat mengalami fraktur kembali, dan non union dapat terjadi.
Kondisi klinis fraktur batang humerus tertutup menimbulkan berbagai masalah keperawatan pada klien, meliputi respon nyeri hebat akibat rusaknya jaringan lunak dan kompresi saraf, resiko tinggi cedera jaringan akibat kerusakan vaskuler dengan pembengkakan lokal yang menyebabkan sindrom kompartemen dan hambatan mobilitas fisik sekunder akibat kerusakan  fragmen tulang. Pada beberapa keadaan , perawat sering melakukan asuhan keperawatan klien fraktur humerus dengan komplikasi lanjut seperti malunion, non union, dan delayed union.
Intervensi medis dengan penatalaksanaan  pemasangan fiksasi interna menimbulkan masalah resiko tinggi infeksi paska-bedah, nyeri akibat trauma jaringan lunak, dampak psikologis ansietas sekunder akibat rencana bedah dan prognosis penyakit serta pemenuhan informasi.

  

Fatway fraktur batang humerus tertutup









Gambar: 2.3 Fatway fraktur batang humerus tertutup
Sumber: Muttaqin, (2011)




2.1.6   Tanda dan gejala
Menurut  Lukman & Ningsih (2012) tanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut:
2.1.6.1  Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang di imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk memanimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2.1.6.2  Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur , Bagian-bagian yang mengalami tak dapat digunakan dan cenderung bergerak secara tidak almiah     (Gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bisa diketahui dengan membandingkan ekstrimitas normal.  Ekstrimitas tak dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat melekatnya otot.
2.1.6.3  Pemendekan ekstrimitas
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekkan tulang yang sebenarnya  karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen sering saling melingkupi satu  sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci)
2.1.6.4  Krepitus
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainny. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
2.1.6.5  Pembengkakan lokal dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.

2.1.7   Pemeriksaan diagnostik
Menurut (Rosyidi, 2013) pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagai berikut:
2.1.7.1  Pemeriksaan Rontgen: Menentukan lokasi atau luasnya Fraktur atau trauma, dan jenis fraktur.
2.1.7.2  Sken tulang, tomogram, CT SCAN/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan fraktur, juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2.1.7.3  Arteriogram:dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
2.1.7.4  Hitung darah lengkap:Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple trauma).Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal setelah trauma.
2.1.7.5  Kreatinin: trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klien ginjal.
2.1.7.6  Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple atau cidera hati.
                                       
2.1.8   Penatalaksanaan medis
Menurut Muttaqin (2011) tindakan untuk fraktur batang humerus, meliputi  penaganganan di Rumah Sakit yaitu :
2.1.8.1  Gips mengantung (hanging cast). Fraktur tersebut tidak membutuhkan reduksi yang sempurna atau imobilisasi,  beratnya lengan beserta gips luarnya biasanya cukup untuk menarik fragmen sehingga berjajar. Gips mengantung dipasang dari bahu sampai pergelangan tangan dengan siku yang berfleksi 90 derajat dan bagian lengan bawah tergantung pada kain gendongan yang melingkar pada leher klien. Gips ini dapat diganti setelah 2-3 minggu dengan gips yang pendek (dari bahu  kesiku) atau suatu penahan polipropilen fungsional yang dipakai selama 6 minggu selanjutnya.  Pergelangan tangan dan jari diberi latihan sejak awal. Latihan bahu dengan pemberat dimulai dalam seminggu, tetapi abduksi aktif ditunda hingga fraktur telah menyatu.
2.1.8.2  Traksi, pilihan lainnya, fraktur dapat dipertahankan tereduksi dengan fiksator luar dan memulai pembebanan dini (pembebanan membantu penyembuhan).Traksi yang digunakan adalah double skin traction.
2.1.8.3  Tindakan operatif dengan pemasangan plate dan screw atau pin dengan adanya indikasi operasi, yaitu terjadi lesi nervus radialis setelah dilakukan reposisi (jepitan nervus radialis), non-union, dan klien yang segera ingin kembali bekerja secara aktif.         Terapi operatif terdiri dari:
a.    Reposisi terbuka, fiksasi interna (open reduction internal fixation) ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. Fungsi orif untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap menyatu dan tidak mengalami pergeseran. Internal fiksasi ini berupa intra medullari nail biasanya digunakan untuk fraktur tulang panjang dengan tipe fraktur tranversal.
b.   Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti dengan fiksasi eksterna (open reduction eksternal fixation) OREF adalah metode alternatif manajemen fraktur dengan fiksasi eksternal biasanya pada ekstrimitas dan untuk fraktur lama.
2.1.9   Prognosis
Rosyidi (2013) mengatakan bahwa, tulang bisa bergenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan tualng. Tulang baru di bentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:
2.1.9.1   Stadium Satu (Pembentukan Hematoma)
Pembuluhan darah robek dan terbentuk hematoma di sekitar daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagian tempat tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. stadium ini berlangsung 24 - 28 jam dan perdarahan berhenti sama sekali.
2.1.9.2   Stadium Dua (Proliferasi Seluler)
Pada stadium ini terjadi proliferasasi dan differensiasi sel menjadi fibro kartilago yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami trauma.Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan disanalah osteoblast bergenerasi dan terjadi proses osteogenesis.Dalam beberapa hari terbentuk tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang patah.Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai, tergantungnya frakturnya.
2.1.9.3  Stadium Tiga (Pembentukan Kalus)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga kartilago. populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati.Sementara tulang yang imatur anyaman tulang menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur menyatu.
2.1.9.4  Stadium Empat (Konsolidasi)
Bila aktifitas osteoklas dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang berubah lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya osteoklas mengisi celah-celah yang terisi diantara fragmen dengan tulang yang baru.Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.
2.1.9.5  Stadium Lima (Remodelling)
Fraktur telah di jembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa bualan atau tahun,  pengerasan kasar ini di bentuk ulang oleh proses  resorbsi dan pembentukan tualng yang terus menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi, dibandingkan yang tidak di kehendaki dibuang, rongga sumsum dibentuk,  dan akhirnya di bentuk struktur yang mirip dengan normalnya. 

Tabel 2.1 Faktor-faktor Penyembuhan Fraktur
Faktor
                                                         Deskriftif
Umur penderita
Waktu penyembuhan tulang pada anak-anak jauh lebih cepat dari pada orang dewasa. Hal ini terutama disebab kan karena aktifitas proses osteogenesis pada periosteum dan endosteum setra proses remodeling tulang.
Lokalisasi dan konfigurasi fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur metafisis penyembuhan lebih cepat dari pada diafisis.
Pergeseran awal fraktur
Lokalisasi fraktur memegang peran penting. Fraktur metafisis penyembuhannya lebih cepat dari pada diafisis.
Vaskularisasi pada kedua fragmen
Apabila kedua mempunyai vaskularisasi yang baik, maka penyembuhan biasanya tanpa komplikasi.
Reduksi serta imobilisasi
Reposisi fraktur akan memberikan kemungkinan untuk vaskularisasi yang lebih baik dalam bentuk asalnya.
Waktu  imobilisasi
Jika imobilisasi tidak dilakukan sesuai waktu penyembuhan sebelum terjadi tautan (union), maka kemungkinan terjadinya non_union sanagt besar.
Ruang diantara kedua fragmen serta interposisi oleh jaringan lunak
Jika ditemukan interposisi jaringan baik berupa perosterum maupuan otot atau jaringan fibrosa lainnya, maka akan menghambat vaskularisasi kedua ujung fraktur.
Faktor adanya infeksi dan keganasan local
Infeksi dan keganasan akan memperpanjang proses inflamasi lokal yang akan menghambat proses penyembuhan dari fraktur.
Cairan sinovia
Pada persendian terdapat cairan sinovia, merupakan hambatan dalam penyembuhan fraktur.
Gerakan aktif dan pasif pada anggota gerak
Gerakan aktif dan pasisf pada anggota gerak akan meningkatkan vaskularisasi daerah fraktur, tetapi gerakan yang dilakukan pada daerah fraktur tanpa imobilisasi yang baik juga akan mengganggu vaskularisasi.
Nutsisi
Asuhan nutrisi yang optimal dapat memberikan suplai kebutan protein untuk proses perbaikan. Pertumbuhan tulang menjadi lebih dinamis bila ditunjang dengan asuhan nutrisi yang optimal.
Vitamin D
Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorpsi dan tulang. Vitamin D dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorpsi tulang seperti yang terlihat pada kadar hormon paratiroid yang tinggi
                       Sumber: Muttaqin, (2008)

2.1.10    Komplikasi
Menurut Rosyidi  (2013) komplikasi dari fraktur yaitu:
2.1.10.1        Komplikasi Awal
a      Kerusakan arteri
Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal,  hematoma yang lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan emergensi splinting,perubahan posisi pada yang sakit,tindakan reduksi,dan pembedahan.
b      Kompartement sindrom
Kompartement sindrom merupakan komplikasi serius yang terjadi karena terjebaknya otot, tulang , saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan perut. ini disebabkan oleh odema atau perdarahan yang menekan otot, saraf, dan pembuluh darah.selain itu karena tekanan dari luar seperti gips dan pembebatan yang terlalu kuat.
c      Fat embolism syndrom
Fat embolism syndrome (FES) adalah komplikasi serius yang sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, takepnea,demam.

d     Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedik infeksi dimulai pada kulit (superfisial) dan masuk kedalam.Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain  dalam pembedahan seperti pin dan plat.
e      Avaskuler nekrosis
Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ketulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis  tulang dan diawali  dengan adanya volkman’s Ischemia.
f       Shock
Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi.Ini biasanya  terjadi pada fraktur.
2.1.10.2       Komplikasi Dalam Waktu Lama
a      Delayed Union
Delayed union merupakan kegagalan fraktur berkonsulidasi (bergabung) sesuai dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.
b      Nonunion
Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang berlebihan pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseudoarthrosis. ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c      Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang di tandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan  bentuk (deformitas).Malunion dilakukan dengan pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

2.2    Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Fraktur Humerus Tertutup
Menurut Rosyidi (2013) di dalam memberikan asuhan keperawatan digunakan sistem atau metode proses keperawatan yang dalam pelaksanaannya terdiri dari:
2.2.1      Pengkajian
2.2.1.1        Identitas klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, suku,s tatus perkawinan, pendidikan , pekerjaan, golongan darah, nomor register, tanggal MRS, diagnosa medis.
2.2.1.2        Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri.Nyeri tersebut bisa akut atau kronik tergantung lama nya serangan.untuk memperoleh pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
a.    Provoking incedent :Apakah ada peristiwa yang menjadi faktor fredisposisi nyeri
b.    Quality of pain:seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien. apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
c.    Region:Radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda ,apakah rasa sakit menjalar atau menyebar ,dan dimana rasa sakit terjadi.
d.   Severity (scale) of pain : seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit mempengaruhi kemampuan fungsinya.
e.    Time:berapa lama nyeri berlangsung, kapan , apakah bertambah buruk pada malam hari atau siang hari.
2.2.1.3        Riwayat Penyakit Sekarang
Pengumpulan data yang dilakukan untuk menentukan sebab dari fraktur, yang nantinya membantu dalam membuat rencana tindakan terhadap klien. ini bisa berupa  kronologi terjadinya penyakit tersebut sehingga nantinya bisa ditentukan kekuatan yang terjadi dan bagian tubuh mana yang terkena. selain itu, dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan bisa diketahui luka kecelakaan yang lain.
2.2.1.4        Riwayat Penyakit Dahulu
Pada pengkajian ini ditemukan kemungkinan penyebab fraktur dan memberi petunjuk berapa lama tulang tersebut akan menyambung. penyakit-penyakit tertentu seperti kanker tulang  dan penyakit paget’s yang menyebabkan fraktur patologis yang sering sulit untuk menyambung. Selain itu,  penyakit diabetes dengan luka dikaki sangat berisiko terjadinya osteomylilitis akut maupun kronik dan juga diabetes menghambat proses penyembuhan tulang.
2.2.1.5        Riwayat Penyakit Keluarga
Penyakit keluarga yang berhubungan dengan penyakit tulang merupakan salah satu faktor prediposisi terjadinya fraktur, seperti diabetes, osteoporosis yang sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung diturunkan secara genitik.

2.2.1.6        Riwayat Psikososial
Merupakan respon emosi klien terhadap penyakit yang diderita nya dan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respon atau pengaruh nya dalam kehidupan sehari-hari baik dalam keluarga ataupun dalam masyarakat.
2.2.1.7        Pola-Pola Fungsi Kesehatan
a.    Pola persepsi dan tata laksana hidup sehat
Pada kasus fraktur akan timbul ketakutan akan terjadinya kecacatan pada dirinya dan harus menjalani penatalaksanaan kesehatan untuk membantu penyembuhan tulang , selain itu, pengkajian juga meliputi kebiasaan hidup klien seperti penggunaaan obat steroid (anti inflamasi) yang dpat menganggu metabolisme kalsium, pengkonsumsian alkohol yang bisa mengangu keseimbangan nya dan apakah klien melakukan olahraga atau tidak.
b.    Pola nutrisi dan metabolisme
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit c dan lainya untuk membantu proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa membantu menentukan penyebab masalah muskolokeletal dan mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan  factor predisposisi masalah muskoloskeletal terutama pada lansia, selain itu obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c.    Pola eliminasi
Untuk kasus fraktur humerus tidak ada gangguan pada pola eliminasi , tapi walaupun begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsestensi, warna serta bau feces pada pola eliminasi alvi. sedangkan pada pola eliminasi uri dikaji frekuensi , kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada kesulitan atau tidak.
d.   Pola tidur dan istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri ,keterbatasan gerak, sehingga hal ini dapat menganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga , pengkajian dilaksanakan pada lama nya tidur , suasana lingkungan , kebiasaan tidur, dan kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur.
e.    Pola aktivitas
Karena timbulnya nyeri, keterbatasan gerak, maka semua bentuk kegiatan klien menjadi berkurang dan kebutuhan klien perlu banyak di bantu oleh orang lain.Hal lain yang perlu dikaji adalah bentuk aktivitas klien terutama pekerjaan klien. Karena ada beberapa bentuk pekerjaan berisiko untuk terjadinya fraktur dibanding pekerjaan yang lain.
f.    Pola hubungan dan peran
Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat. Karena klien harus menjalani rawat inap.
g.   Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul pada klien fraktur yaitu timbul ketakutan akan kecacatan akibat frakturnya, rasa cemas, rasa ketidakmampuan  untuk melakukan aktivitas secara optimal, dan pandangan terhadap dirinya yang salah.
h.   Pola sensori dan kognitif
Pada klien fraktur daya rabanya berkurang terutama pada bagian distal fraktur, sedangkan pada indera yang lain tidak timbul gangguan. Begitu juga pada kognitifnya tidak mengalami gangguan. Selain itu juga timbul rasa nyeri akibat fraktur.
i.     Pola reproduksi seksual
Dampak pada klien fraktur yaitu klien tidak bisa melakukan hubungan seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa nyeri yang dialami klien.selain itu juga perlu dikaji  status perkawinannya termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
j.     Pola penanggulangan stress
Pada klien fraktur timbul rasa cemas tentang keadaan dirinya yaitu ketakutan timbul kecacatan pada diri dan fungsi tubuh nya .mekanisme koping yang ditempuh klien bisa tidak efektif.
k.   Pola tata nilai dan keyakinan
Untuk klien fraktur tidak dapat melaksanakan kebutuhan beribadah dengan baik terutama frekuensi dan konsentrasi. Hal ini bisa disebabkan karena nyeri dan keterbatasan gerak klien.

2.2.2        Pemeriksaan Fisik
2.2.2.1      Gambaran Umum
a.    Keadaan Umum
1)   Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis tergantung pada keadaan klien
2)   Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang , berat, dan pada kasus fraktur biasanya akut
3)   Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi maupun bentuk.
b.    Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
1)   Sistem integument:terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma meningkat, bengkak, odema, nyeri tekan.
2)   Kepala:tidak ada gangguan yaitu semetris, tidak ada penonjolan, tidak ada nyeri kepala.
3)   Leher:tidak ada gangguan  yaitu semetris, tidak ada penonjolan, reflek menelan ada.
4)   Muka:Wajah terlihat menahan sakit , lain-lain tidak ada perubahan fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris, tidak odema.
5)   Mata:Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena tidak terjadi perdarahan).
6)   Telinga: tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada lesi atau nyeri tekan.
7)   Hidung:tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung
8)   Mulut dan faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi perdarahan , mukosa mulut tidak pucat.
9)   Thoraks:tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
10)  Paru
a)   Inspeksi:pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
b)   Palpasi: pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
c)   Perkusi : suara ketok sonor, tidak ada redup, suara tambahan lainnya.         
d)  Auskultasi:suara napas normal, tidak ada wheezing, atau suara tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
11)  Jantung
a)   Inspeksi: tidak tampak iktus jantung
b)   Palpasi: Nadi meningkat, iktus tidak teraba
c)   Perkusi:Sonor
d)  Auskultasi: suara s1 dan s2 tunggal, tidak ada mur-mur
12)  Abdomen
a)   Inspeksi: bentuk datar , simetris,tidak ada hernia
b)   Palpasi: turgor baik, tidak ada defands muskuler (nyeri tekan pada seluruh lapang abdomen),  hepar tidak teraba
c)   Perkusi: suara timpani, ada pantulan gelembang cairan
d)  Auskultasi: Peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali permenit.
13)  Inguinal-Genetalia-Anus
Tak ada hernia , tak ada pembesaran limfe, tak ada kesulitan BAB.
2.2.2.2      Keadaan Lokal
Pemeriksaan pada sistem muskoloskeletal adalah:
a      Look (inspeksi)
Perhatikan apa yang dapat dilihat antara lain
1)   Sikatrik (jaringan parut baik yang alami maupun buatan seperti bekas operasi
2)  Cape au lait spot (tanda lahir)
3)  Fistulae (luka bernanah)
4)   Warna kemerahan atau kebiruan (livide)  atau hiperpegmentasi
5)  Benjolan , pembengkakan, atau cekungan dengan hal-hal yang tidak biasa (abnormal)
6)  Posisi dan bentuk dari ekstrimitas (deformitas)
7)  Posisi jalan (pola berjalan,waktu masuk kekamar periksa)

b      Feel (palpasi)
Pada saat akan dipalpasi, terlebih dahulu posisi penderita diperbaiki mulai dari posisi netral (posisi anatomi), pada dasarnya ini merupakan pemeriksaan yang memberikan informasi dua arah,baik pemeriksaan maupun klien
Yang perlu dicatat adalah:
1)   Perubahan suhu disekitar trauma (hangat) dan kelembabankulit , CRT (capillary refill time) nomal <3 detik
2)   Apabila ada pembengkakan , apakah terdapat fluktuasi atau odema terutama disekitar persendian
3)   Nyeri tekan (tenderness), krepitasi, catat letak kelainan (1/3 proksimal, tengah, atau distal).
Otot:tonus pada waktu relaksasi atau kontraksi,benjolan yang terdapat dipermukaan atau melekat pada tulang.selain itu juga diperiksa status neurovaskuler.apabila ada benjolan ,maka sifat benjolan perlu dideskripsikan permukaan nya,nyeri atau tidak ,dan ukurannya
c      Move (pergerakan terutama lingkup gerak)
Setelah melakukan pemeriksaan fell,kemudian diteruskan dengan mengerakan ekstrimitas dan dicatat apakah terdapat keluhan nyeri pada pergerakan . pencatatan lingkup gerak ini perlu, agar dapat mengevaluasi keadaan sebelum dan sesudahnya.Gerakan sendi dicatat dengan ukuran derajat, dari tiap arah pergerakan mulai dari titik 0 (posisi netral) atau dalam ukuran metric. pemeriksaan ini menentukan apakah ada Gangguan gerak  (mobilisasi) atau tidak. Pergerakan yang dilihat adalah gerakan aktif dan pasif.

2.2.3        Diagnosa Keperawatan
Menurut Muttaqin (2011) Diagnosa keperawatan yang muncul pada fraktur yaitu:
2.2.3.1      Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
2.2.3.2      Resiko tinggi  sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah , saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
2.2.3.3      Hambatan mobilitas fisik yang berhubugan dengan respon nyeri, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
2.2.3.4      Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entrée luka fraktur terbuka, luka pasca-bedah
2.2.3.5        Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan tungkai atas, penurunan kekuatan otot, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
2.2.3.6        Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (rencana tindakan pembedahan)

2.2.4        Intervensi Keperawatan
Menurut Muttaqin (2011) intervensi keperawatan yang muncul pada fraktur yaitu:      
2.2.4.1        Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang
a.    Tujuan:Dalam waktu 1x24 jam,nyeri berkurang atau teradaptasi
b.   Kriteria Hasil:Secara subjektif, klien melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi, dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri, klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
c.    Intervensi:
1)   Kaji nyeri dengan skala 0-5
Rasional: Nyeri merupakan respon subjektif yang dapat dikaji dengan menggunakan skala nyeri.klien melaporkan nyeri biasanya diatas tingkat cedera
2)   Pantau keluhan nyeri local, apakah disertai pembengkakan
Rasional: Deteksi dini untuk mengetahui adanya tanda sindrom kompartemen
3)   Lakukan manajemen nyeri keperawatan:atur posisi imobilisasi pada paha
Rasional: Imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan  fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada paha
4)   Manajemen lingkungan:Lingkungan tenang,batasi pengunjung,dan istirahatkan klien
Rasional:Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan berkurang apabila banyak pengunjung yang berada diruangan. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan perifer.
5)   Lakukan manajemen nyeri: ajarkan teknik relaksasi napas dalam ketika nyeri muncul
Rasional:meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan nyeri sekunder akibat iskemia
6)   Lakukan manajemen nyeri: ajarkan teknik distraksi pada saat nyeri
Rasional:Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan stimulus internal dengan mekanisme peningkatan produksi endorfin dan enkefalin yang dapat memblok reseftor nyeri agar tidak dikirimkan ke korteks serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri
7)   Lakukan manajemen sentuhan
Rasional:manajemen sentuhan pada saat nyeri  berupa sentuhan dukungan psikologis dapat membantu menurunkan nyeri, masase ringan dapat meningkatkan aliran darah dan  membantu  suplai darah dan oksigen kearea nyeri
8)   Pemberian analgesik
Rasional:Aanalgesik memblok lintasan nyeri sehingga nyeri akan berkurang
9)   Pemasangan traksi skeletal
Rasional: penarikan dengan traksi skeletal dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang dapat menekan jaringan saraf sehingga dapat menurunkan respon nyeri
10)   Operasi untuk pemasangan fiksasi interna (ORIF) dan fiksasi eksterna (OREF)
Rasional:intervensi medis berupa stabilisasi dengan melakukan fiksasi pada tulang yang patah akan dapat menurunkan stimulus nyeri akibat cedera jarinagan lunak,kompresi saraf dan pergerakan fragmen tulang
2.2.4.2        Resiko tinggi  sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah ,saraf,dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
a. Tujuan:Dalam waktu 1x24 jam, risiko sindrom kompartemen tidak terjadi
b.Kriteria hasil: klien tidak mengeluh nyeri local hebat,skala nyeri 0-1,CRT <3 detik,akral pada sisi lesi hangat ,nadi pada sisi lesi sama dengan sisi yang sehat.
c. Intervensi:
1)   Pantau pulsasi nadi,perpusi perifer,dan CRT pada sisi lesi setiap jam
Rasional:Perubahan nadi,Perfusi,dan meningkatnya CRT pada sisi lesi menunjukan tanda awal tidak baiknya sistem vaskuler akibat pembengkakan.
2)   Pantau status nyeri setiap jam
Rasional:Keluhan nyeri local hebat pada klien fraktur disertai pembengkakan merupakan peringatan pada perawat tentang gejala sindrom kompartemen
3)   Kaji dan bebaskan apabila ada bagian pembebatan yang kuat pada bagian proksimal
Rasional:Pembebatan merupakan stimulus yang dapat meningkatkan respon penjepitan pada pembuluh darah dan jaringan lunak lainnya sehingga harus dibebaskan
4)   Debridemen dan fasiotomi
Rasional:intervensi untuk menurunkan dan menghilangkan respon penjepitan pada bagian proksimal
2.2.4.3        Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan respon nyeri,kerusakan neuromuskuloskeletal,pergerakan fragmen tulang
a. Tujuan:Dalam waktu 1x24 jam, klien mampu melaksanakan aktivutas fisik sesuai dengan kemampuannya.
b.Kriteria hasil: klien dapat ikut serta dalam program latihan , tidak terjadi kontraktur sendi, klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas.
c. Intervensi:
1)   Kaji mobilitas yang ada dan observasi peningkatan kerusakan .kaji secara teratur fungsi motorik
Rasional: mengetahui tingkat kemampuan  klien dalam melakukan aktivitas
2)   Atur posisi imobilisasi pada lengan dengan kain bergantung setelah dilakukan reduksi tertutup.
Rasional: imobilisasi yang adekuat dapat mengurangi pergerakan fragmen tulang yang menjadi unsur utama penyebab nyeri pada lengan atas
3)   Lakukan pemasangan gips spalk atau gips sirkulir
Rasional: fiksasi tertutup dengan gips mengurangi pergerakan fragmen tulang sehingga dapat mengurangi respon atau stimulus nyeri dan dapat meningkatkan mobilitas
4)   Ajarkan latihan rentang gerak sejak dini
Rasional: dengan mempraktikkan latihan aktif pada bahu ,siku, dan jari sejak dini setelah terjadi perbaikan fragmen tulang,sendi-sendi pada lengan tidak mengalami kontraktur
5)   Lakukan support system
Rasional: dukungan psikologis dapat memberikan motivasi pada klien untuk melakukan mobilisasi sesuai batas toleransi
2.2.4.4        Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entrée luka fraktur tertutup,luka pasca-bedah.
a. Tujuan  :Dalam waktu 10x24 jam,risiko infeksi tidak terjadi
b.Kriteria hasil:Tidak ada tanda dan gejala infeksi, pengangkatan jahitan paska  bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke 10
c. Intervensi:
1)   Kaji faktor-faktor yang memungkinkan terjadinya infeksi yang masuk ke port de entrée
Rasional:Faktor port  de entrée fraktur femur adalah luka terbuka  dari fraktur, luka pasca bedah sisi luka dari traksi tulang, setiap sisi besi pada fiksasi eksterna .faktor-faktor ini harus dipantau oleh perawat dan dilakukan perawatan luka steril
2)   Lakukan manajemen keperawatan:lakukan perawatan luka  steril pada hari ke-2 pasca bedah ORIF atau apabila kasa terlihat kotor
Rasional:perawatan luka steril dilakukan idealnya pada hari ke 2 dan perawatan selanjutnya tidak setiap hari.biasanya dilakukan setiap 2 hari sekali atau apabila kasa terlihat kotor,dapat dilakukan setiap hari
3)   Lakukan manajemen keperawatan: lakukan perawatan luka secara steril pada luka pasca  bedah ORIF  dengan iodin providum dan dibersihkan dengan alcohol 70% dengan teknik swabbing dari arah dalam keluar
Rasional:teknik swabbing secara steril dapat membersihkan sisa nekrotik,debris,dan dapat mengurangi kontaminasi kuman
4)   Lakukan manajemen keperawatan: Desinfeksi daerah pemasangan fiksasi eksterna dengan iodin providum dan dibilas dengan alcohol 70%
Rasional:desinfeksi dengan iodin providum dapat menghilangkan kuman pada sekitar logam yang masuk ke kulit pada fiksasi eksterna .pembersihan iodin providum dengan alcohol dapat mengurangi dampak iritasi pada kulit sehingga dapat meningkatkan pertumbuhan jaringan
5)   Tutup luka ORIF dengan kasa gulung
Rasional: menghindari kontak dengan udara luar
6)   Pantau kondisi luka.apabila kasa terlihat kotor atau ada sisa perdarahan pasca bedah segera lakukan ganti balutan
Rasional:kasa yang kotor akibat sisa perdarahan pasca bedah merupakan stimulus yang dapat meningkatkan risiko infeksi
7)   Pantau /batasi kunjungan
Rasional:mengurangi risiko kontak infeksi dari orang lain
8)   Tingkatkan asupan nutrisi tinggi kalori dan tinggi protein
Rasional:meningkatkan imunitas tubuh secara umum dan membantu menurunkan risiko infeksi
9)   Beri antibiotic sesuai indikasi
Rasional:satu atau beberapa agens diberikan yang bergantung pada sifat pathogen dan infeksi yang terjadi
2.2.4.5     Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan lengan, penurunan kekuatan otot, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
a.    Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam , klien mengenal faktor yang meningkatkan risiko trauma atau cedera , baik cedera dini maupun cedera lanjut , dan klien kooperatif untuk ikut serta dalam menghindari risiko trauma
b.   Kriteria hasil: Secara subjektif,klien mampu mengulang kembali faktor-faktor yang menyebabkan trauma dan terlihat melaksanakan kegiatan intervensi menghindari trauma
c.    Intervensi:
1)   Kaji tingkat pengetahuan klien tentang faktor yang berisiko menyebabkan trauma pada fraktur humerus tertutup
Rasional: sebagai data dasar untuk melaksanakan intervensi sesuai dengan tingkat pengetahuan yang klien miliki
2)   Lakukan manajemen fiksasi eksterna: Atur posisi fiksasi eksterna
Rasional: posisi yang ideal pada fiksasi eksterna dapat menghindari risiko trauma .biasanya dengan meletakan bantal pada lipat siku tangan dapat meningkatkan rasa nyaman klien
3)   Lakukan manajeman fiksasi eksterna: Anjurkan klien untuk tidak memaksimalkan gerak tangan yang masih terpasang OREF
Rasional; Penyembuhan penyambungan tulang pada fraktur humerus tertutup agar dapat menahan berat tubuh dapat mencapai 3 bulan sehingga sebelum waktu tersebut klien dianjurkan untuk menggunakan alat bantu ,apabila melakukan mobilisasi guna menghindari fraktur berulang atau terjadinya  delayed union,malunion,dan non-union akibat fragmen tulang yang sering bergeser
4)   Lakukan manajemen fiksasi eksterna: fiksasi eksterna jaringan ditutup dengan selimut
Rasional:ketidaktahuan akan adanya  fiksasi eksterna dapat meningkatkan risiko cedera
5)   Lakukan manajemen fiksasi eksterna: Beri penumpul pada bagian logam yang tajam
Rasional: untuk mengurangi respon cedera jaringan lunak pada sisi yang sehat akibat tergores bagian tajam dari fiksasi ekstern 
6)   Lakukan dukungan psikologis
Rasional:pengaturan posisi kadang memberikan stimulus nyeri sehingga klien sering malas untuk melakukan fleksi telapak tangan
7)   Kolaborasi pemberian antibiotik
Rasional: antibiotik dapat menurunkan invasi kuman yang dapat meningkatkan risiko cedera jaringan lunak
2.2.4.6     Ansietas berhubungan dengan krisis situasional(rencana tindakan pembedahan)
a.    Tujuan:Dalam 1x24 jam perawatan, ansietas dapat berkurang
b.   Kriteria Hasil:Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan  dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas
c.    Intervensi:
1)   Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional:kecemasan yang berlebihan dapat mengakibatkan stres yang berlebihan 
2)   Observasi tanda-tanda vital
Rasional:mengetahui keadaan umum klien
3) Informasikan klien atau keluarga terdekat tentang peran perawat advokat,perawat intra operasi
Rasional:mengembangkan rasa percaya diri klien sehingga menurunkan rasa takut
4)   Identifikasi penyebab rasa takut pra operasi
Rasional:rasa takut yang berlebihan akan mengakibatkan stress yang berlebihan
5)   Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi
Rasional:mengurangi ansietas dan membuat lebih rileks
6)   Kaji respon verbal klien setelah dilakukan intervensi distraksi dan relaksasi
Rasional:mengetahui rasa takut yang berlebihan
7)   Validasi sumber rasa takut,berikan informasi yang akurat dan aktual
Rasional:mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu klien menghadapi nya secara realistis
8)   Beri tahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi umum atau spinal
Rasional:mengurangi ansietas atau rasa takut bahwa mungkin klien sadar saat dilakukan prosedur

2.2.5         Evaluasi Keperawatan
2.2.3.1Nyeri yang berhubungan dengan kompresi saraf, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
Kriteria evaluasi:
a. Klien melaporkan nyeri berkurang
b.Skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
2.2.3.2     Resiko tinggi  sindrom kompartemen yang berhubungan dengan terjebaknya pembuluh darah , saraf, dan jaringan lunak lainnya akibat pembengkakan.
Kriteria evaluasi:
a. Klien tidak mengeluh nyeri lokal hebat
b. CRT <3 detik
c. Akral pada sisi lesi hangat
2.2.3.3     Hambatan mobilitas fisik yang berhubungan dengan respon nyeri, kerusakan neuromuskuloskeletal, pergerakan fragmen tulang.
Kriteria evaluasi:
a.    Klien menunjukan tindakan untuk meningkatkan mobilitas
b.   Tidak terjadi kontraksi sendi
2.2.3.4     Resiko tinggi infeksi yang berhubungan dengan port de entrée luka fraktur terbuka, luka pasca-bedah
Kriteria evaluasi:
a.    Tidak ada tanda dan gejala infeksi seperti (Tomur, Kalor ,Dolor, Robor, Fungsio Laesa).
b.   Pengangkatan jahitan paska bedah ORIF dapat dilakukan pada hari ke 10

2.2.3.5     Resiko tinggi trauma yang berhubungan dengan ketidakmampuan menggerakkan tungkai atas, penurunan kekuatan otot, dan ketidaktahuan cara mobilisasi yang adekuat.
Kriteria evaluasi:
a.    Klien terlihat melaksanakan kegiatan intervensi menghindari resiko trauma.
2.2.3.6     Ansietas berhubungan dengan krisis situasional (rencana tindakan pembedahan)
Kriteria evaluasi:
a.    Klien mampu mengidentifikasi dan mengungkapkan dan menunjukan teknik untuk mengontrol cemas.


DAFTAR RUJUKAN
Corwin, J Elisabet. (2009). Buku Saku Patofisiologi, Edisi  9. Jakarta : EGC
De Jong. (2010). Buku Ajar Ilmu Bedah. Editor : Syamsuhidayat. Jakarta: EGC
Gulanick, M. & Myers, J, L. (2014).Nursing Care Plans. Diagnosis, Intervention, And Outcomes. Philandelphia: Elsevier
Hairuddin. (2006). Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi. Makasar : Lintang Imumpasue.
Herdman, T. Heather. 2013. Nanda Internasional. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014. Buku Kedokteran : EGC              
Judit M. Wilkinson, Nency R. Ahern. (2012). Buku Saku Diagnosa Nanda. Intervensi Nic. Kriteria Hasil Noc, Edisi 9. Jakarta :EGC
Lukman & Ningsih,N. (2012). Asuhan keperawatan pada klien dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: Salemba Medika
Manjoer, Arif. (2010). Kapita Selekta Kedokteran Edisi. 3, Jakarta: Media Aesculapius.

Muttaqin, A. (2011). Buku Saku Gangguan Muskuloskeletal. Jakarta:EGC
Muttaqin, A. (2008). Buku Ajar Asuhan keperawatan Klien gangguan Sistem Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.

Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Yogyakarta:EGC

Price & Wilson. (2006). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
                          
Priharjo, R (2012), Buku Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2.Jakarta: Buku Kedokteran EGC
              
http:// prestasiherfen, blogpot. co.id /2008/10/ sistem rangka manusia, html (Diakses 5 Mei 2016).

http;//www.Depkes RI.go.id/2009//blogspot.com (Diakses 7 Mei 2016).
                                                                                             
Rosyidi K. (2013). Muskuloskeletal, Jakarta: TIM
Saferi,A, w &Mariza, Y, P. (2013). KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah (Keperawatan Dewasa). Yogyakarta: Nuha Medika
Smeltzer, Suzanne C, dan Branda G. (2009). Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suratun, Heryati, dan Manurung S (2008). Asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: EGC
Syaifuddin (2010). Anatomi dan Fisiologi Tubuh Manusia. Edisi 3, Jakatra: EGC
Usman,P (2012). Asuhan keperawatan pada klien gangguan sistem musculoskeletal. Jakarta: EGC
                

Wilson,Susan F, (2008). Health Assessment For Nursing Practice. Mosby. Inc
  

No comments:

Post a Comment