BAB 1
PENDAHULUAN
1.1.
Latar
belakang
Syaifuddin 2006,
menerangkan bahwa pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari
luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang mengandung banyak
karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. menghirup udara
ini di sebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Dalam proses
bernafas udara akan masuk melalui rongga hidung dan disaring dalam setiap organ
pernafasan hingga ke alveoli dan di keluarkan kembali sebagai karbondiaosida
keluar dari tubuh.
Hasil laporan World Health Organization (WHO) pada
tahun 2012, sepertiga penduduk dunia telah menderita
penyakit sistem respirasi, setiap tahun terdapat
sekitar 8 juta penderita baru di seluruh dunia dan hampir 3 juta orang
meninggal setiap tahun akibat penyakit ini.
Dikarenakan banyaknya faktor penyebab timbulnya penyakit saluran pernafasan
seperti polusi udara, banyaknya penyakit menular yang menyerang sistem
pernafasan seperti Tuberkolusis yang menyebabkan berbagai komplikasi (Efusi
Pleura, pnemothorak, pnemoni dll), dan banyak faktor lainnya yang menyebabkan
banyaknya penderita penyakit sistem pernafasan di dunia terus bertambah.
Syaifuddin 2006, pleura adalah membran
tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis.
Rongga pleura dalam kedaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan yang berfungsi
sebagai pelicin agar paru dapat bergerak leluasa saat bernafas. Akumulasi
cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika cairan yang
diproduksi oleh pleura parietal dan vaseral tidak mampu diserap oleh pembuluh
limfe dan pembuluh darah mikropleura vaseral ataun sebaliknya yaitu apabila produksi
cairan melebihi kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal
dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganan
di paru atau organ luar paru. Hal pathogenesis seperti inilah yang disebut
dengan efusi pleura, yang bisa berupa hidrothoraks, pleuritis eksudativa,
kilothoraks, piothoraks atau empyema.
World
Health Organization (WHO) pada tahun 2008,
efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa
penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan
menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk
Indonesia. Di Negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi
pleura per 100.000 orang . Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap
tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kognitif
dan pneumonia bakteri.
Depkes RI 2006, kasus
efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran nafas lainnya. WHO
memperkirakan 20% penduduk kota dunia
pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak
penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti
efusi pleura.
Di Kalimantan
Selatan khususnya data dari Rumah Sakit Ulin
Banjarmasin, jumlah pasien yang dirawat di Ruang Dahlia (Paru) pada tahun 2013
adalah 1300 pasien dan terdapat 88 orang pasien yang menderita efusi pleura. Pada tahun 2014 terdapat 1884 orang pasien yang
dirawat di Ruang Dahlia(Paru) dan 122 pasien yang menderita efusi pleura.
Sedangkan pada tahun 2015 jumlah pasien yang dirawat di ruang Dahlia (Paru)
adalah 1791 pasien dan pasien yang menderita efusi pleura berjumlah 150 orang
pasien.penyakit dengan diagnosis medis efusi pleura di Rumah Sakit Ulin
Banjarmasin menjadi penyakit terbesar no 2 yang paling banyak dirawat di Ruang
Dahlia (Paru) Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.
Kutipan internet: http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35519-kep%20Respirasi-Askep%20Efusi%20Pleur.html, diakses tanggal 29 April 2016 menerangkan bahwa masalah keperawatan yang
umum terjadi pada pasien Efusi Pleura seperti nyeri dada, pleuritis, sementara
efusi pleura malignan dapat menyebabkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan
menentukan parahnya gejala. Efusi Pleura yang luas akan menyebab kan sesak
nafas. Area yang mengandung cairan akan menunjukan bunyi nafas minimal atau
tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat di perkusi. Egofoni akan
terdengan diatas area efusi. Deviasi trakhea akan menjauhi tempat yang sakit
dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural kecil sampai sedang.
Kutipan internet: http://askeperlnphin.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_2620.html?m=1, diakses tanggal 29
April 2016 menerangkan bahwa penatalaksanan Efusi Pleura secara medis dapat dilakukan dengan
tindakan pemasangan WSD untuk mengeluarkan cairan pleura yang memenuhi rongga
pleura sehingga dapat mengurangi sesak. Secara nonmedis berikan pasien posis
yang nyaman dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90
derajat. Intervensi keperawatan untuk pasien Efusi Pleura dengan mengajarkan
teknik telaksasi nafas dalam untuk mengurasi sesak pasien.
BAB
2
TINJAUAN
TIORITIS
2.1. Anatomi Sistem
Pernafasan
Pernafasan
(respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung
(oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida
sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut
ekspirasi (Syaifuddin, 2006)
Respirasi
adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk
metabolisme sel dan karbondioksida (CO²)
yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru <http://curupmedicalcomunnity.blogspot.co.id/p/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan.html> (diakses
tanggal 21 April 2016)
Saluran
pernafasan atau traktus respiratorius (respiratory tract) adalah bagian tubuh
manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas yang
dierlukan untuk proses pernafasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau
mulut dan berakhir pada paru-paru (Lidia Widia 2015)
2.1.1.
Rongga hidung
Muttaqin Arif 2008,
menerangkan tentang hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu massuk
menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama
lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung di dilapisi oleh mukosa
resirasi serta sel epitel batang, bersilia dan berlapis semu. Mukosa tersebut
menyaring, menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung.
Vestibulum merupakaan bagian dari rongga hidung yang berambut yang berfungsi
menyaring partikel-partikel assing yang berukuran besar agar tidak masuk
kesaluran pernafasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat saluran-saluran
yang menghubungkan antara rongga
hidung dengan
kelenjar air mata, bagian ini melalui hidung yang berasal dari kelenjar air
mata jika seseorang menangis
2.1.2.
Trakea
Syaifuddin
2006, menerangkan tetang trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari
laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang
rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh
selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke
arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat
yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan
benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang
memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
2.1.3.
Bronkus
Syaifuddin
2006, menerangkan tentang bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan
dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan
V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang
sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari
6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping
dari kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus
bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada
bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung
paru / gelembung hawa atau alveoli.
2.1.4.
Alveoli dan Membran
Respirasi
Muttaqin
Arif 2008, menerangkan tentang membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi
oleh sel epitel pipih sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel tipe
I. Makrofag alveolar bertugas berkeliling disekitar epitelium untuk
memfagositosis partikel atau bakteri yang masih dapat masuk kepermukaan
alveoli.
Lidia
Widia 2015, bronkus bermuara pada alveoli (tunggal : alveolus), struktur bentuk
bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang
melapisi alveoli memudahkan darah didalam kapiler-kapiler darah mengikat
oksigen dari udara dalam rongga alveolus.
2.1.5.
Paru-Paru
Lidia
Widia 2015, menerangkan tentang paru-paru terletak di dalam rongga dada. Rongga dada dan perut dibatasi oleh siuatu
sekat disebut Anatomi, Fisiologi dan
siklus Kehidupan Manusia diafragma.
Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir
(lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah dan gelambir bawah. Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir
yaitu gelambir dan gelambir bawah.
Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru paru(pleura). Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar
3,5 liter.
Syaifuddin
2006, menerangkan tentang paru-paru
merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung
(gelembung hawa, alveolin). Gelembung alveolin ini terrdiri dari sel-sel epitel
dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Paru-paru
dibagi dua : Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus puimo
deksta superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus.
Paru-paru kiri terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior.
Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.
Syaifuddin
2006, menerangkan tentang paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura.
Pleura dibagi mejadi dua : 1) Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu
selaput paru yang langsung membungkus paru-paru; 2) Pleura pariental yaitu
selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini
terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum
pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan
juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), meghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding pada
sewaktu ada gerakan bernapas.
2.1.6.
Pembuluh darah paru
Syaifuddin
2006, menerangkan tentang sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang
tebal dindingnya ½ dari tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan
kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan
dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri.
2.2
Fisiologi
Pernapasan
Syaifuddin
2006, menerangkan tentang oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan.
Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan
oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat
diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang
akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang bekerja
pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila
oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan
misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
2.2.1
Fisiologi Pleura
Somantri
2008, Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu pleura visceralis dan
pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru-paru. Dalam
beberapa hal terdapat perbedaaan antara kedua pleura ini, yaitu:
2.2.1.1. Pleura
Visceralis
Bagian
permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis ( tebalnya
tidak lebih dari 30mm ), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa
limfosit. Di bawah sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit
dan histiosit. Di bawah endopleura terdapat jaringan kolagen dan serat-serat
elastik yang dinamakan lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan interstisial
subpleura yang sangat banyak mengandng pembuluh darah kapiler ( arteri pulmonalis
dan arteri brakhialis) dan kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura
visceralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru-paru.
2.2.1.2. Pleura
Parietalis
Lapisan
jaringan pada pleura perietalis terdiri atas sel-sel mesotelial dan jaringan
ikat ( jaringan kolagen dan serat-serat elastik ) namun lebih dari pleura
visceralis. Cairan pleura diproduksi oleh pleura pariestalis dan diabsorbsi
oleh pleura visceralis.
Telah
diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan
selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura
visceralis via sistem limfatik dan vaskular. Cairan terbanyak direabsorpsi oleh
sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang direabsorpsi oleh sistem kapiler
pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah
terdapatnya banyak mikrovilli di sekitar sel-sel mesotelial. Dalam keadaan
normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut karena
biasanya hanya terdapat sedikit ( 10-20 cc ) cairan yang merupakan lapisan
tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.
2.3
Konsep
Efusi Pleura
2.3.1
Pengertian
Muttaqin
2008, efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak
diantara permukaan visceral dan parineal, proses penyakit primer jarang terjadi
tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara
normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml)
berfuangsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa
adanya friksi, Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan
cairan dalam rongga pleura.
Efusi
pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat
penumpukan cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat
diakibatkan terjadinya ketidak seimbangan
antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis (Lippincutt
Williams & Wilkins, 2012)
Pleura
Effusion An accumulation of serous inthe pleural space between the visceral and
parietal pleurac is called pleura effusion. Clinical finfings : The
manifestation depend on the amount of fluid accumulation and the position of
the client. If the effusion occurs rapidly and if it is large, there may be
dyspnea, intercostal bulging, or decreased chest wall (Wilson et al. 2009)
According
to Kumagai 2013, told that Pleural effusion is a collection of fluid in the
pleural space. transudate is a thin fluid containing no protein theat passes
from cells into interstitial spaces or through a membrane. A transudate occurs
in noninflammatory conditions and is often a result of kongestive heart
failure, choronic liver failure, or renal disease. Exudate is thicker, contains
cells, proteins, and other substances, and is slowly discharged from cells into
a body space or to the outside of the body. Exidative pleural effusion is due
to the increased capillary permeability characteristic of the inflammatory
reaction. This type of effusion occurs with lung cancer, pulmonary infections.
When pleurisy is accomplanied by effusion of serous fluid, the physician may
perform a trhoracentesis (removal of fluid from the pleural cavity) for
diagnostic tests of symptom relief. It is not uncommon for as much as 500 mL to
be removed during a thoracentesis
Efusi
pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan. Efusin
pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gajala
atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana
terdapat cairan berlebihan dirongga npleura, jika nkondisi ini jika dibiarkan
akan membahayakan jiwa penderitanya (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)
Efusi
pelura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga
pleura (Soemantri I. 2008)
Menurut
Morton 2012, Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:
2.3.1.1
Efusi pleura
ultrafiltrat
plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi
caira disebabkan oleh factor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorb
cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom
nefrotik, dan dialysis peritoneum)
2.3.1.2
Efusi pleura eksudat
Ini
terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk
kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.kriteria
efusi pleura eksudat:
a.
Resio cairan pleura
dengan protein serum lebih dari 0,5
b.
Resio cairan pleura
dengan dehydrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c.
LDH cairan pleura dua
pertiga atas batas normal LDH serum penyebab efusi pleura eksudat seperti
pneumonia, empyema, penyakit metastasis (mis., kanker paru, payudara, lambung
atau ovarium), hemotorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.
2.3.2
Etiologi
Efusi
pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi
cairan,penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan
oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton 2012)
2.3.2.1
Peningkatan tekanan
pada kapiler subpleura atau limfatik
2.3.2.2
Peningkatan
permeabilitas kapiler
2.3.2.3
Penurunan tekanan
osmotic koloid darah
2.3.2.4
Peningkatan tekanan
negative intrapleura
2.3.2.5
Kerusakan drainase
limfatik ruang pleura
Menurut
Saputra L. 2014, Penyebab Efusi Pleura adalah:
a.
Efusi pleura transudat
1)
Penyakit kardiovaskular
2)
Penyakit hati
3)
Penyakit ginjal
4)
Hipoproteinemia
b.
Efusi pleura eksudat
1)
Infeksi pleura
2)
Inflamasi pleura
3)
Keganasan pleura
c.
Empiema
1)
Infeksi paru
2)
Abses paru
3)
Luka yang terinfeksi
4)
Infeksi intraabdomen
5)
Pembedahan toraks
3.3.3
Patofisiologi
Soemantri
I. 2008, menerangkan bahwa pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura
hampir mirip plasma ( eksudat ) sedangkan yang timbul pada pleura normal
merupakan ultrafiltrat plasma ( transudat ). Efusi dalam hubungannya dengan
pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas neoplasma. Contoh bagi
efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan
pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi
payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya
secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik
pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi sistemik. Cairan yang berada
dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke
dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis karena
hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan
abnormal cairan pleura.
Soemantri I.
2008, menerangkan bahwa adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan
terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi.
Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler. Luas
efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas
kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal,
dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk
rekoil ke dalam ( paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan
cenderung untuk mengempis.
2.3.4
Manifestasi Klinis
2.3.4.1
Adanya timbunan cairan
mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak
rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas
2.3.4.2
Adanya gejala penyakit
penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas
tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
2.3.4.3
Deviasi trachea
menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural
yang signifukan.
2.3.4.4
Pemeriksaan fisik dalam
keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,karena cairan akan berpindah tempat.
Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba
dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan
cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
2.3.4.5
Didapati segitiga
Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas garis Ellis Domiseu. Sehingga
Grocco-Rachfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi
lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
2.3.4.6
Pada permulaan dan
akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
2.3.5 Pemeriksaan
Diagnostik
Huda
Amin Nurarif & Hardhi Kusuma 2013, pemeriksaan diagnostic yang dilakukan:
2.3.5.1
Pemeriksaan radiologik
(Rontgen dada), padapermulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila
cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin
terdapat pergeseran di mediatum.
2.3.5.2
Ultrasonograf
2.3.5.3
Torakosentesis/pungsi
pleura untuk mengetahui kejerinihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat
jenis. Fungsi pleura diantara line aksilarasi anterior dan posterior, pada sela
iga ke-8, Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah
(hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa
mungkin berupa transudat (hasil bendungan atau eksudat (hasil rendang)
2.3.5.4
Cairan pleura
dianalisis dengan kuitur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam ( untuk
TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase
dehidrogenase ( LDH ), protein ), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan
pH Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
2.3.6
Penatalaksanaan Medis
Muttaqin Arif 2008, Pengelolaan efusi pleura
ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan
(thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah :
2.3.6.1
Menghasilkan
sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.
2.3.6.2
Bila
terapi spesifik pada penyakit premier tidak efektif atau gagal.
2.3.6.3
Bila
terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih
dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam
jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan
sesak.
Menutut Muttaqin Arif
2008, Kerugian
thorakosentesis:
a.
Dapat
menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
b.
Dapat
menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.
Dapat
terjadi pneumothoraks.
2.4
Tinjauan
Teoritis Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
2.4.1
Pengkajian
menurut Muttaqin Arif 2008:
2.4.1.1
Anamnesis
Identitas
klien harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah,
agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan,
pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan. Keluhan utama merupakan faktor utama
yang mendorong klien mencari pertolongan atau berobat ke rumah saki. Biasanya
pada klien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa
berat apada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan
terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk nonproduktif.
2.4.1.2
Riwayat
penyakit Saat ini
Klien
dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk,
sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun.
Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tinadkan yang telah
dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
2.4.1.3
Riwayat
Penyakit Dahulu
Perlu
ditanyakan pula, apakah kilen pernah menderita penyakit seperti TB paru,
pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu
diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.
2.4.1.4
Riwayat
penyakit Keluarga
Perlu
ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang
mungkin dapat menyebabkam efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru dan
lain sebagainya.
2.4.2
Pengkajian
Psikososial
Pengkajian
psikososial meliputi apa yang dirasakan klien trhadap penyait, bagaimana cara
mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan
kepada dirinya (Muttaqin Arif 2008)
2.4.3
Pengkajian
Fisik menurut Muttaqin Arif 2008:
2.4.3.1
Inspeksi
Peningkatan
usaha dan frequensi pernapasan yang disertai penggunaan otot bantu
pernapasan. Gerakan pernapasan ekspansi
dada yang asimetris ( pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit ), iga
melebar, rongga dada asimetris ( cembung pada sisi yang sakit ). Pengkajian
batuk yang produktif dengan sputtum purulent. Pada saat dilakukannya inspeksi,
perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada IC55 pada linea
medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui
ada tidaknya pergeseran jantung. Pada saat inspeksi.
Hal yang perlu
diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol
atau tidak umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada
tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi
mual dan muntah, penurunan nafsu makan , dan penurunan berat badan.
2.4.3.2
Palpasi
Pendorongan
mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi
trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura
yang jumlah cairannya > 300 cc. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan
pergerakan dinding dada yang tertinggal pada yang sakit. Palpasi dilakukan
untuk mengitung frekuensi jantung ( heart
rute ) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya perkusi
dilakukan untuk menentukan batas jantung darah mana yang terdengar pekak.
Hal
ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena
pendorongan cairan efusi pleura. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi
jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang
merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang menunjukkan adanya
peningkatan arus turbulensi darah.
2.4.3.3
Perkusi
Suara
perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya.
2.4.3.4
Auskultasi
Suara
napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan
semakin atas semakin tipis.
2.4.4
Diagnosis
Keperawatan menurut Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma Nanda 2013:
2.4.4.1
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekpansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
2.4.4.2
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, penurutnan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
2.4.4.3
Nyeri
berhubungan dengan proses tindakan drainase
2.4.4.4
Gangguan
rasanyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
2.4.4.5
Resiko
infeksi
2.4.4.6
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangnya antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dyspneu setelah beraktifitas
2.4.4.7
Defisit
perawatan diri
2.4.5
Intervensi
Keperawatan
2.4.5.1
Ketidakefektifan
pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap
penumpukan cairan dalam rongga pleura
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1xshif
tindakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien
menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas,
frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal, tidak ada suara nafas yang
abnormal)
2)
Tanda-tanda
vital dalam rentan yang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
c.
Intervensi:
1)
Kaji
pola nafas
2)
Monitor
respirasi dan status oksigen
3)
Monitor
tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
4)
Auskultasi
suara nafas
5)
Ajarakan
teknik relaksasi nafas dalam
6)
Atus
posisi semi powler atau powler tinggi
7)
Identifikasi
pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
8)
Kolaborasi
dengan tenaga medis lain
d.
Rasional:
1)
Mengetahui pola pernafasan pasien
2)
Untuk mengetahui respirasi dan status oksigen pasien
3)
Mengetahui keadaan umum pasien
4)
Untuk mengetahui auskultasi paru pasien
5)
Untuk mengurangi sesak yang dirasa pasien
6)
Membantu memberikan rasa nyaman pada pasien
7)
Membantu untuk membuka jalan nafas pasien
8)
Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.2
Ketidak
seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap
penekanan struktur abdomen
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1x shif tindakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Adanya
peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2)
Berat
badan ideal sesuai dengan berat badan
3)
Mampu
mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4)
Tidak
ada tanda-tanda malnutrisi
5)
Tidak
terjadi penurunan berat badan yan g berarti
c.
Intervensi:
1)
Kaji
adanya alergi terhadap makanan
2)
Anjurkan
makan sedikit tapi sering
3)
Beri
makan selagi hangat
4)
Kolaborasi
dengan ahli gizi
d.
Rasional
1)
Mengetahui adanya alergi yang diderita pasien
2)
Untuk membantu memenuhi nutrisi pasien
3)
Untuk menambah nafsu makan pasien
4)
Membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.3
Nyeri
berhubungan dengan tindakan drainase
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi/berkurang dalam 1x shif tindakakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien
mampu mengontrol nyeri
2)
Pasien
mengatakan rasan nyaman setelah nyeri hilang
c.
Intervensi:
1)
Kaji
karakteristik nyeri
2)
Observasi
tanda-tanda vital pasien
3)
Ajarkan
teknik teraksasi nafas dalam
4)
Kolaborasi
dengan tenaga medis lain
d.
Rasional
1)
Untuk mengetahui skala nyeri pasien
2)
Mengetahui keadaan umum pasien
3)
Membantu mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pasien
4)
Membantu mempercepar proses penyembuhan
2.4.5.4
Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta
perubahan suasana lingkungan
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien menyatakan rasa nyaman setelah tindakan keperawatan
2)
Status
kenyamanan meningkat
c.
Intervensi:
1)
Kaji
rasa nyaman pasien
2)
Ajarkan
teknik
relaksasi nafas dalam
3)
Anjurkan keluarga pasien untuk membantu memberikan lingkungan yang nyaman
untuk pasien
4)
Kolaborasi
dengan keluarga untuk memberi rasa nyaman pada pasien
d.
Rasional
1)
Mengetahui rasa nyaman pasien
2)
Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien
3)
Membantu memberikan rasan nyaman pada pasien untuk beristirahat
4)
Membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.5
Resiko
infeksi
a.
Tujuan:
Infeksi tidak terjadi
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien
bebas dari tanda dan gejala infeksi
2)
Menunjukan
kemampuan untukl mencegah timbulnya infeksi
3)
Pasien
menunjukan perilaku hidup sehat
c.
Intervensi:
1)
Kaji
penyebab factor resiko infeksi
2)
Pertahankan
teknik aseptik pada
pasien yang beresiko
3)
Ajarkan
pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
4)
Kolaborasi
dengan tenaga medis lain dalam pemberian antibiotic
d.
Rasional
1)
Mengetahui faktor penyebab faktor resiko infeksi
2)
Mengurangi resiko terjadinya infeksi
3)
Untuk mengajarkan kemandirian pada keluarga dan pasien untuk mencegah
terjadinya infeksi
4)
Membantu mempercepat proses penyembuhan.
2.4.5.6
Intoleransi
aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan
kebutuhan, dyspnea setelah beraktifitas
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien
mamapu beraktifitas sehari-hari (ADL) secara mandiri
2)
Mampu
berpindah dengan atau tanpa bantuan
c.
Intervensi:
1)
Kaji
tingkat skala aktivitas
2)
Bantu
pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3)
Bantu
pasien dan keluarga mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
4)
Monitor
respon fisik, emosi, social dan spiritual
d.
Rasional
1)
Mengetahui skala aktivitas pasien
2)
Untuk membantu memudahkan aktivitas yang mampu pasien lakukan
3)
Agar keluarga dapat membantu aktivitas yang tidak mampu pasien lakukan
4)
Mengetahui adanya tanda-tanda perubahan fisik, emosi, sosial, dan spiritual
pasien.
2.4.5.7
Defisit
perawatan diri
a.
Tujuan:
Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.
Kriteria
hasil:
1)
Pasien
mampu mempertahankan kebersihan pribadi
2)
Pasien
mampu menunjukan kemampuan mempertahahnkan kebersihan diri
c.
Intervensi:
1)
Kaji
tingkat kekuatan skala otot
2)
Observasi
kebersihan tubuh pasien
3)
Anjurkan
kemandirian dalam berpakaian
4)
Anjurkan
keluarga pasien untuk membantu pasien membersihkan tubuh pasien
d.
Rasional
1)
Mengetahui tingkat kekuatan skala otot pasien
2)
Membantu mengetahui kemampuan pasien dalam hygine tubuh
3)
Melatih pasien dalam kemandirian berpakaian
4)
Membantu pasien untuk menjaga hygien tubuh yang tidak mampu pasien lakukan sendiri.
DAFTAR
RUJUKAN
Batticaca,
Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan
pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.
Dewit
Kumagai. (2013). Medical-Surgical Nursing
Consepts &Practice. America: Elsevier
Huda
Amin Nurarif & Hardhi Kusuma. (2013).
Aplikasi Asuhan Keperawatan
Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC jilid1&
2, Yogyakarta: Media Action.
Judith,
M. W. (2007). Buku Saku Diagnosis
Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7.
Jakarta:EGC
Lippincutt
Williams & Wilkins. (2012). Kapita
Selekta Penyakit dengan Aplikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC
Muttaqin Arif.
(2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan
Gangguan Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.
Priharjo,
R. (2012). Pengkajian Fisik Keperawatan.
Edisi 2. Jakarta: EGC
Saputra
Lyndon. (2014). Visual Nursing
Respiratorik Organ System. Pamulang: Binarupa Aksara
Syaifuddin.
(2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa
Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC
Widia Lidia, 2015, Anatomi,
Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia, Yogyakarta: Nuha Medika
Wilson.
Gidden. (2009) Health Assesment for
Nursing Practice. Kanada: Evolve
http://curupmedicalcomunnity.blogspot.co.id/p/anatomi dan
fisiologi sistem pernapasan.html (Diakses tanggal 21 April 2016)
No comments:
Post a Comment