Thursday, October 19, 2017

Laporan Pendahuluan Efusi Pleura

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1.       Latar belakang
Syaifuddin 2006, menerangkan bahwa pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung oksigen serta menghembuskan udara yang mengandung banyak karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. menghirup udara ini di sebut inspirasi dan menghembuskan disebut ekspirasi. Dalam proses bernafas udara akan masuk melalui rongga hidung dan disaring dalam setiap organ pernafasan hingga ke alveoli dan di keluarkan kembali sebagai karbondiaosida keluar dari tubuh.

Hasil laporan World Health Organization (WHO) pada tahun 2012, sepertiga penduduk dunia telah menderita penyakit sistem respirasi, setiap tahun terdapat sekitar 8 juta penderita baru di seluruh dunia dan hampir 3 juta orang meninggal setiap tahun akibat penyakit ini. Dikarenakan banyaknya faktor penyebab timbulnya penyakit saluran pernafasan seperti polusi udara, banyaknya penyakit menular yang menyerang sistem pernafasan seperti Tuberkolusis yang menyebabkan berbagai komplikasi (Efusi Pleura, pnemothorak, pnemoni dll), dan banyak faktor lainnya yang menyebabkan banyaknya penderita penyakit sistem pernafasan di dunia terus bertambah.

Syaifuddin 2006, pleura adalah membran tipis yang terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura viseralis dan pleura parietalis. Rongga pleura dalam kedaan normal berisi sekitar 10-20 ml cairan yang berfungsi sebagai pelicin agar paru dapat bergerak leluasa saat bernafas. Akumulasi cairan melebihi volume normal dan menimbulkan gangguan jika cairan yang diproduksi oleh pleura parietal dan vaseral tidak mampu diserap oleh pembuluh limfe dan pembuluh darah mikropleura vaseral ataun sebaliknya yaitu apabila produksi cairan melebihi kemampuan penyerapan. Akumulasi cairan pleura melebihi normal dapat disebabkan oleh beberapa kelainan, antara lain infeksi dan kasus keganan di paru atau organ luar paru. Hal pathogenesis seperti inilah yang disebut dengan efusi pleura, yang bisa berupa hidrothoraks, pleuritis eksudativa, kilothoraks, piothoraks atau empyema.

World Health Organization (WHO) pada tahun 2008, efusi pleura merupakan suatu gejala penyakit yang dapat mengancam jiwa penderitanya. Secara geografis penyakit ini terdapat di seluruh dunia, bahkan menjadi problema utama di negara-negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia. Di Negara-negara industri, diperkirakan terdapat 320 kasus efusi pleura per 100.000 orang . Amerika Serikat melaporkan 1,3 juta orang setiap tahunnya menderita efusi pleura terutama disebabkan oleh gagal jantung kognitif dan pneumonia bakteri.

Depkes RI 2006, kasus efusi pleura mencapai 2,7% dari penyakit infeksi saluran nafas lainnya. WHO memperkirakan  20% penduduk kota dunia pernah menghirup udara kotor akibat emisi kendaraan bermotor, sehingga banyak penduduk yang berisiko tinggi penyakit paru dan saluran pernafasan seperti efusi pleura.

Di Kalimantan Selatan khususnya data dari Rumah Sakit Ulin Banjarmasin, jumlah pasien yang dirawat di Ruang Dahlia (Paru) pada tahun 2013 adalah 1300 pasien dan terdapat 88 orang pasien yang menderita efusi pleura. Pada  tahun 2014 terdapat 1884 orang pasien yang dirawat di Ruang Dahlia(Paru) dan 122 pasien yang menderita efusi pleura. Sedangkan pada tahun 2015 jumlah pasien yang dirawat di ruang Dahlia (Paru) adalah 1791 pasien dan pasien yang menderita efusi pleura berjumlah 150 orang pasien.penyakit dengan diagnosis medis efusi pleura di Rumah Sakit Ulin Banjarmasin menjadi penyakit terbesar no 2 yang paling banyak dirawat di Ruang Dahlia (Paru) Rumah Sakit Ulin Banjarmasin.

Kutipan internet: http://nuzulul-fkp09.web.unair.ac.id/artikel_detail-35519-kep%20Respirasi-Askep%20Efusi%20Pleur.html, diakses tanggal 29 April 2016 menerangkan bahwa masalah keperawatan yang umum terjadi pada pasien Efusi Pleura seperti nyeri dada, pleuritis, sementara efusi pleura malignan dapat menyebabkan dipsnea dan batuk. Ukuran efusi akan menentukan parahnya gejala. Efusi Pleura yang luas akan menyebab kan sesak nafas. Area yang mengandung cairan akan menunjukan bunyi nafas minimal atau tidak sama sekali menghasilkan bunyi datar, pekak saat di perkusi. Egofoni akan terdengan diatas area efusi. Deviasi trakhea akan menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika penumpukan cairan pleural kecil sampai sedang.

Kutipan internet: http://askeperlnphin.blogspot.com/2011/03/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan_2620.html?m=1, diakses tanggal 29 April 2016 menerangkan bahwa penatalaksanan Efusi Pleura secara medis dapat dilakukan dengan tindakan pemasangan WSD untuk mengeluarkan cairan pleura yang memenuhi rongga pleura sehingga dapat mengurangi sesak. Secara nonmedis berikan pasien posis yang nyaman dalam posisi duduk, dengan kepala tempat tidur ditinggikan 60-90 derajat. Intervensi keperawatan untuk pasien Efusi Pleura dengan mengajarkan teknik telaksasi nafas dalam untuk mengurasi sesak pasien.
                                                                                                                                    

BAB 2
TINJAUAN TIORITIS

2.1.       Anatomi Sistem Pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar yang mengandung (oksigen) serta menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagai sisa dari oksidasi keluar dari tubuh. Pengisapan udara ini disebut ekspirasi (Syaifuddin, 2006)

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel  dan karbondioksida (CO²) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru <http://curupmedicalcomunnity.blogspot.co.id/p/anatomi-dan-fisiologi-sistem-pernapasan.html> (diakses tanggal 21 April 2016)

Saluran pernafasan atau traktus respiratorius (respiratory tract) adalah bagian tubuh manusia yang berfungsi sebagai tempat lintasan dan tempat pertukaran gas yang dierlukan untuk proses pernafasan. Saluran ini berpangkal pada hidung atau mulut dan berakhir pada paru-paru (Lidia Widia 2015)
2.1.1.    Rongga hidung
Muttaqin Arif 2008, menerangkan tentang hidung terdiri atas dua nostril yang merupakan pintu massuk menuju rongga hidung. Rongga hidung adalah dua kanal sempit yang satu sama lainnya dipisahkan oleh septum. Dinding rongga hidung di dilapisi oleh mukosa resirasi serta sel epitel batang, bersilia dan berlapis semu. Mukosa tersebut menyaring, menghangatkan dan melembapkan udara yang masuk melalui hidung. Vestibulum merupakaan bagian dari rongga hidung yang berambut yang berfungsi menyaring partikel-partikel assing yang berukuran besar agar tidak masuk kesaluran pernafasan bagian bawah. Dalam hidung juga terdapat saluran-saluran yang menghubungkan antara rongga
hidung dengan kelenjar air mata, bagian ini melalui hidung yang berasal dari kelenjar air mata jika seseorang menangis
2.1.2.    Trakea
Syaifuddin 2006, menerangkan tetang trakea atau batang tenggorokan merupakan lanjutan dari laring yang dibentuk oleh 16 sampai 20 cincin yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda (huruf C). Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang disebut sel bersilia, hanya bergerak ke arah luar. Panjang trakea 9-11 cm dan di belakang terdiri dari jaringan ikat yang dilapisi oleh otot polos. Sel-sel bersilia gunanya untuk mengeluarkan benda-benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Yang memisahkan trakea menjadi bronkus kiri dan kanan disebut karina.
2.1.3.    Bronkus
Syaifuddin 2006, menerangkan tentang bronkus atau cabang tenggorokan merupakan lanjutan dari trakea, ada 2 buah yang terdapat pada ketinggian vertebra torakalis IV dan V, mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel yang sama. Bronkus itu berjalan ke bawah dan ke samping ke arah tampuk paru-paru. Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar daripada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai 3 cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih ramping dari kanan, terdiri dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang. Bronkus bercabang-cabang, cabang yang lebih kecil disebut bronkiolus (bronkioli). Pada bronkioli tak terdapat cincin lagi, dan pada ujung bronkioli terdapat gelembung paru / gelembung hawa atau alveoli.
2.1.4.    Alveoli dan Membran Respirasi
Muttaqin Arif 2008, menerangkan tentang membran respiratorius pada alveoli umumnya dilapisi oleh sel epitel pipih sederhana. Sel-sel epitel pipih disebut dengan sel tipe I. Makrofag alveolar bertugas berkeliling disekitar epitelium untuk memfagositosis partikel atau bakteri yang masih dapat masuk kepermukaan alveoli.

Lidia Widia 2015, bronkus bermuara pada alveoli (tunggal : alveolus), struktur bentuk bola-bola mungil yang diliputi oleh pembuluh-pembuluh darah. Epitel pipih yang melapisi alveoli memudahkan darah didalam kapiler-kapiler darah mengikat oksigen dari udara dalam rongga alveolus.
2.1.5.    Paru-Paru
Lidia Widia 2015, menerangkan tentang paru-paru terletak di dalam rongga dada.  Rongga dada dan perut dibatasi oleh siuatu sekat disebut Anatomi,  Fisiologi dan siklus Kehidupan Manusia diafragma.  Paru-paru ada dua buah yaitu paru-paru kanan dan paru-paru kiri.  Paru-paru kanan terdiri atas tiga gelambir (lobus) yaitu gelambir atas, gelambir tengah dan gelambir bawah.  Sedangkan paru-paru kiri terdiri atas dua gelambir yaitu gelambir dan gelambir bawah.  Paru-paru diselimuti oleh suatu selaput paru paru(pleura).  Kapasitas maksimal paru-paru berkisar sekitar 3,5 liter.

Syaifuddin 2006,  menerangkan tentang paru-paru merupakan sebuah alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung (gelembung hawa, alveolin). Gelembung alveolin ini terrdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentangkan luas permukaannya lebih kurang 90 m2. Paru-paru dibagi dua : Paru-paru kanan terdiri dari 3 lobus (belah paru), lobus puimo deksta superior, lobus media dan lobus inferior. Tiap lobus tersusun oleh lobulus. Paru-paru kiri terdiri dari puimo sinistra lobus superior dan lobus inferior. Tiap-tiap lobus terdiri dari belahan yang lebih kecil bernama segmen.

Syaifuddin 2006, menerangkan tentang paru-paru dibungkus oleh selaput yang bernama pleura. Pleura dibagi mejadi dua : 1) Pleura viseral (selaput dada pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru-paru; 2) Pleura pariental yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum (hampa udara) sehingga paru-paru dapat berkembang kempis dan juga terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki permukaannya (pleura), meghindarkan gesekan antara paru-paru dan dinding pada sewaktu ada gerakan bernapas.
2.1.6.    Pembuluh darah paru
Syaifuddin 2006, menerangkan tentang sirkulasi pulmonar berasal dari ventrikel kanan yang tebal dindingnya ½ dari tebal ventrikel kiri. Perbedaan ini menyebabkan kekuatan kontraksi dan tekanan yang ditimbulkan jauh lebih kecil dibandingkan dengan tekanan yang ditimbulkan oleh kontraksi ventrikel kiri.

2.2         Fisiologi Pernapasan
Syaifuddin 2006, menerangkan tentang oksigen dalam tubuh dapat diatur menurut keperluan. Manusia sangat membutuhkan oksigen dalam hidupnya, kalau tidak mendapatkan oksigen selama 4 menit akan mengakibatkan kerusakan pada otak yang tak dapat diperbaiki dan bisa menimbulkan kematian. Kalau penyediaan oksigen berkurang akan menimbulkan kacau pikiran dan anoksia serebralis, misalnya orang bekerja pada ruangan yang sempit, tertutup, ruang kapal, ketel uap, dan lain-lain. Bila oksigen tidak mencukupi maka warna darah merahnya hilang berganti kebiru-biruan misalnya yang terjadi pada bibir, telinga, lengan, dan kaki (disebut sianosis).
2.2.1      Fisiologi Pleura
Somantri 2008, Pleura terdiri dari dua lapisan yang berbeda yaitu pleura visceralis dan pleura parietalis. Kedua lapisan pleura ini bersatu pada hilus paru-paru. Dalam beberapa hal terdapat perbedaaan antara kedua pleura ini, yaitu:
2.2.1.1.     Pleura Visceralis
Bagian permukaan luarnya terdiri atas selapis sel mesotelial yang tipis ( tebalnya tidak lebih dari 30mm ), diantara celah-celah sel ini terdapat beberapa limfosit. Di bawah sel mesotelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan histiosit. Di bawah endopleura terdapat jaringan kolagen dan serat-serat elastik yang dinamakan lapisan tengah. Lapisan adalah jaringan interstisial subpleura yang sangat banyak mengandng pembuluh darah kapiler ( arteri pulmonalis dan arteri brakhialis) dan kelenjar getah bening. Keseluruhan jaringan pleura visceralis ini menempel dengan kuat pada jaringan parenkim paru-paru.
2.2.1.2.     Pleura Parietalis
Lapisan jaringan pada pleura perietalis terdiri atas sel-sel mesotelial dan jaringan ikat ( jaringan kolagen dan serat-serat elastik ) namun lebih dari pleura visceralis. Cairan pleura diproduksi oleh pleura pariestalis dan diabsorbsi oleh pleura visceralis.

Telah diketahui bahwa cairan masuk ke dalam rongga melalui pleura parietalis dan selanjutnya keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura visceralis via sistem limfatik dan vaskular. Cairan terbanyak direabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang direabsorpsi oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovilli di sekitar sel-sel mesotelial. Dalam keadaan normal seharusnya tidak ada rongga kosong antara kedua pleura tersebut karena biasanya hanya terdapat sedikit ( 10-20 cc ) cairan yang merupakan lapisan tipis serosa dan selalu bergerak secara teratur.

2.3         Konsep Efusi Pleura
2.3.1      Pengertian
Muttaqin 2008, efusi Pleura adalah pengumpulan cairan dalam ruang pleura yang terletak diantara permukaan visceral dan parineal, proses penyakit primer jarang terjadi tetapi biasanya merupakan penyakit sekunder terhadap penyakit lain. Secara normal, ruang pleural mengandung sejumlah kecil cairan (5 sampai 15ml) berfuangsi sebagai pelumas yang memungkinkan permukaan pleural bergerak tanpa adanya friksi, Efusi pleura adalah istilah yang digunakan bagi penimbunan cairan dalam rongga pleura.

Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat  penumpukan cairan dalam pleura berupa transudate atau eksudat diakibatkan terjadinya ketidak seimbangan  antara produksi dan absorpsi di kapiler dan pleura viseralis (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)

Pleura Effusion An accumulation of serous inthe pleural space between the visceral and parietal pleurac is called pleura effusion. Clinical finfings : The manifestation depend on the amount of fluid accumulation and the position of the client. If the effusion occurs rapidly and if it is large, there may be dyspnea, intercostal bulging, or decreased chest wall (Wilson et al. 2009)

According to Kumagai 2013, told that Pleural effusion is a collection of fluid in the pleural space. transudate is a thin fluid containing no protein theat passes from cells into interstitial spaces or through a membrane. A transudate occurs in noninflammatory conditions and is often a result of kongestive heart failure, choronic liver failure, or renal disease. Exudate is thicker, contains cells, proteins, and other substances, and is slowly discharged from cells into a body space or to the outside of the body. Exidative pleural effusion is due to the increased capillary permeability characteristic of the inflammatory reaction. This type of effusion occurs with lung cancer, pulmonary infections. When pleurisy is accomplanied by effusion of serous fluid, the physician may perform a trhoracentesis (removal of fluid from the pleural cavity) for diagnostic tests of symptom relief. It is not uncommon for as much as 500 mL to be removed during a thoracentesis

Efusi pleura merupakan salah satu kelainan yang mengganggu sistem pernafasan. Efusin pleura bukanlah diagnosis dari suatu penyakit, melainkan hanya merupakan gajala atau komplikasi dari suatu penyakit. Efusi pleura adalah suatu keadaan dimana terdapat cairan berlebihan dirongga npleura, jika nkondisi ini jika dibiarkan akan membahayakan jiwa penderitanya (Lippincutt Williams & Wilkins, 2012)
Efusi pelura adalah suatu keadaan di mana terdapatnya penumpukan cairan dalam rongga pleura (Soemantri I. 2008)

Menurut Morton 2012, Efusi pleura dibagi menjadi 2 yaitu:
2.3.1.1      Efusi pleura
ultrafiltrat plasma, yang menandakan bahwa membran pleura tidak terkena penyakit. Akumulasi caira disebabkan oleh factor sistemik yang mempengaruhi produksi dan absorb cairan pleura seperti (gagal jantung kongestif, atelektasis, sirosis, sindrom nefrotik, dan dialysis peritoneum)
2.3.1.2      Efusi pleura eksudat
Ini terjadi akibat kebocoran cairan melewati pembuluh kapiler yang rusak dan masuk kedalam paru yang dilapisi pleura tersebut atau kedalam paru terdekat.kriteria efusi pleura eksudat:
a.      Resio cairan pleura dengan protein serum lebih dari 0,5
b.      Resio cairan pleura dengan dehydrogenase laktat (LDH) lebih dari 0,6
c.      LDH cairan pleura dua pertiga atas batas normal LDH serum penyebab efusi pleura eksudat seperti pneumonia, empyema, penyakit metastasis (mis., kanker paru, payudara, lambung atau ovarium), hemotorak, infark paru, keganasan, rupture aneurisma aorta.
2.3.2      Etiologi
Efusi pleura adalah akumulasi cairan pleura akibat peningkatan kecepatan produksi cairan,penurunan kecepatan pengeluaran cairan atau keduanya, ini disebabkan oleh satu dari lima mekanisme berikut: (Morton 2012)
2.3.2.1     Peningkatan tekanan pada kapiler subpleura atau limfatik
2.3.2.2     Peningkatan permeabilitas kapiler
2.3.2.3     Penurunan tekanan osmotic koloid darah
2.3.2.4     Peningkatan tekanan negative intrapleura
2.3.2.5     Kerusakan drainase limfatik ruang pleura
Menurut Saputra L. 2014, Penyebab Efusi Pleura adalah:
a.         Efusi pleura transudat
1)        Penyakit kardiovaskular
2)        Penyakit hati
3)        Penyakit ginjal
4)        Hipoproteinemia
b.        Efusi pleura eksudat
1)        Infeksi pleura
2)        Inflamasi pleura
3)        Keganasan pleura
c.         Empiema
1)        Infeksi paru
2)        Abses paru
3)        Luka yang terinfeksi
4)        Infeksi intraabdomen
5)        Pembedahan toraks
3.3.3      Patofisiologi
Soemantri I. 2008, menerangkan bahwa pada umumnya, efusi terjadi karena penyakit pleura hampir mirip plasma ( eksudat ) sedangkan yang timbul pada pleura normal merupakan ultrafiltrat plasma ( transudat ). Efusi dalam hubungannya dengan pleuritis disebabkan oleh peningkatan permeabilitas neoplasma. Contoh bagi efusi pleura dengan pleura normal adalah payah jantung kongestif. Pasien dengan pleura yang awalnya normal pun dapat mengalami efusi pleura ketika terjadi payah/gagal jantung kongestif. Ketika jantung tidak dapat memompakan darahnya secara maksimal ke seluruh tubuh terjadilah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler yang selanjutnya menyebabkan hipertensi sistemik. Cairan yang berada dalam pembuluh darah pada area tersebut selanjutnya menjadi bocor dan masuk ke dalam pleura. Peningkatan pembentukan cairan dari pleura parientalis karena hipertensi kapiler sistemik dan penurunan reabsorbsi menyebabkan pengumpulan abnormal cairan pleura.

Soemantri I. 2008, menerangkan bahwa adanya hipoalbuminemia juga akan mengakibatkan terjadinya peningkatan pembentukan cairan pleura dan berkurangnya reabsorbsi. Hal tersebut berdasarkan adanya penurunan pada tekanan onkotik intravaskuler. Luas efusi pleura yang mengancam volume paru-paru, sebagian akan tergantung atas kekuatan relatif paru-paru dan dinding dada. Dalam batas pernapasan normal, dinding dada cenderung rekoil ke luar sementara paru-paru cenderung untuk rekoil ke dalam ( paru-paru tidak dapat berkembang secara maksimal melainkan cenderung untuk mengempis.






2.3.4      Manifestasi Klinis
2.3.4.1      Adanya timbunan cairan mengakibatkan perasaan sakit karena pergesekan, setelah cairan cukup banyak rasa sakit hilang. Bila cairan banyak, penderita akan sesak napas
2.3.4.2      Adanya gejala penyakit penyebab seperti demam, menggigil, dan nyeri dada pleuritis (pneumonia), panas tinggi (kokus), subfebril (tuberkulosis), banyak keringat, batuk, banyak riak.
2.3.4.3      Deviasi trachea menjauhi tempat yang sakit dapat terjadi jika terjadi penumpukan cairan pleural yang signifukan.
2.3.4.4      Pemeriksaan fisik dalam keadaan berbaring dan duduk akan berlainan,karena cairan akan berpindah tempat. Bagian yang sakit akan kurang bergerak dalam pernapasan, fremitus melemah (raba dan vocal), pada perkusi didapati daerah pekak, dalam keadaan duduk permukaan cairan membentuk garis melengkung (garis Ellis Damoiseu).
2.3.4.5      Didapati segitiga Garland, yaitu daerah yang pada perkusi redup timpani dibagian atas  garis Ellis Domiseu. Sehingga Grocco-Rachfusz, yaitu daerah pekak karena cairan mendorong mediastinum kesisi lain, pada auskultasi daerah ini didapati vesikuler melemah dengan ronki.
2.3.4.6      Pada permulaan dan akhir penyakit terdengar krepitasi pleura.
2.3.5      Pemeriksaan Diagnostik
Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma 2013, pemeriksaan diagnostic yang dilakukan:
2.3.5.1      Pemeriksaan radiologik (Rontgen dada), padapermulaan didapati menghilangnya sudut kostofrenik. Bila cairan lebih 300 ml, akan tampak cairan dengan permukaan melengkung. Mungkin terdapat pergeseran di mediatum.
2.3.5.2      Ultrasonograf
2.3.5.3      Torakosentesis/pungsi pleura untuk mengetahui kejerinihan, warna, biakan tampilan, sitologi, berat jenis. Fungsi pleura diantara line aksilarasi anterior dan posterior, pada sela iga ke-8, Didapati cairan yang mungkin serosa (serotorak), berdarah (hemotoraks), pus (piotoraks) atau kilus (kilotoraks). Bila cairan serosa mungkin berupa transudat (hasil bendungan atau eksudat (hasil rendang)
2.3.5.4      Cairan pleura dianalisis dengan kuitur bakteri, pewarnaan gram, basil tahan asam ( untuk TBC), hitung sel darah merah dan putih, pemeriksaan kimiawi (glukosa, amylase dehidrogenase ( LDH ), protein ), analisis sitologi untuk sel-sel malignan, dan pH Biopsi pleura mungkin juga dilakukan
2.3.6      Penatalaksanaan Medis
Muttaqin Arif 2008, Pengelolaan efusi pleura ditujukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengosongan cairan (thorakosentesis). Indikasi untuk melakukan thorakosentesis adalah :
2.3.6.1      Menghasilkan sesak napas yang disebabkan oleh akumulasi cairan dalam rongga pleura.
2.3.6.2      Bila terapi spesifik pada penyakit premier tidak efektif atau gagal.
2.3.6.3      Bila terjadi reakumulasi cairan.
Pengambilan pertama cairan pleura, tidak boleh lebih dari 1000 cc, karena pengambilan cairan pleura dalam waktu singkat dan dalam jumlah yang banyak dapat menimbulkan edema paru yang ditandai dengan batuk dan sesak.

Menutut Muttaqin Arif 2008, Kerugian thorakosentesis:
a.    Dapat menyebabkan kehilangan protein yang berada dalam cairan pleura.
b.    Dapat menimbulkan infeksi di rongga pleura.
c.    Dapat terjadi pneumothoraks.

2.4         Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Efusi Pleura
2.4.1        Pengkajian menurut Muttaqin Arif 2008:
2.4.1.1       Anamnesis
Identitas klien harus diketahui perawat meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat rumah, agama atau kepercayaan, suku bangsa, bahasa yang dipakai, status pendidikan, pekerjaan klien, dan asuransi kesehatan. Keluhan utama merupakan faktor utama yang mendorong klien mencari pertolongan atau berobat ke rumah saki. Biasanya pada klien dengan efusi pleura didapatkan keluhan berupa sesak napas, rasa berat apada dada, nyeri pleuritis akibat iritasi pleura yang bersifat tajam dan terlokalisasi terutama pada saat batuk dan bernapas serta batuk nonproduktif.
2.4.1.2       Riwayat penyakit Saat ini
Klien dengan efusi pleura biasanya akan diawali dengan adanya keluhan seperti batuk, sesak napas, nyeri pleuritis, rasa berat pada dada, dan berat badan menurun. Perlu juga ditanyakan sejak kapan keluhan itu muncul. Apa tinadkan yang telah dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan keluhan-keluhan tersebut.
2.4.1.3       Riwayat Penyakit Dahulu
Perlu ditanyakan pula, apakah kilen pernah menderita penyakit seperti TB paru, pneumonia, gagal jantung, trauma, asites, dan sebagainya. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya kemungkinan faktor predisposisi.
2.4.1.4       Riwayat penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin dapat menyebabkam efusi pleura seperti kanker paru, asma, TB paru dan lain sebagainya.
2.4.2        Pengkajian Psikososial
Pengkajian psikososial meliputi apa yang dirasakan klien trhadap penyait, bagaimana cara mengatasinya, serta bagaimana perilaku klien terhadap tindakan yang dilakukan kepada dirinya (Muttaqin Arif 2008)
2.4.3        Pengkajian Fisik menurut Muttaqin Arif 2008:
2.4.3.1       Inspeksi
Peningkatan usaha dan frequensi pernapasan yang disertai penggunaan otot bantu pernapasan.  Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris ( pergerakan dada tertinggal pada sisi yang sakit ), iga melebar, rongga dada asimetris ( cembung pada sisi yang sakit ). Pengkajian batuk yang produktif dengan sputtum purulent. Pada saat dilakukannya inspeksi, perlu diperhatikan letak ictus cordis normal yang berada pada IC55 pada linea medio claviculaus kiri selebar 1 cm. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya pergeseran jantung. Pada saat inspeksi.

Hal yang perlu diperhatikan adalah apakah abdomen membuncit atau datar, tepi perut menonjol atau tidak umbilikus menonjol atau tidak, selain itu juga perlu di inspeksi ada tidaknya benjolan-benjolan atau massa. Pada klien biasanya didapatkan indikasi mual dan muntah, penurunan nafsu makan , dan penurunan berat badan.
2.4.3.2       Palpasi
Pendorongan mediastinum ke arah hemithoraks kontralateral yang diketahui dari posisi trakhea dan ictus cordis. Taktil fremitus menurun terutama untuk efusi pleura yang jumlah cairannya > 300 cc. Di samping itu, pada palpasi juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada yang sakit. Palpasi dilakukan untuk mengitung frekuensi jantung ( heart rute ) dan harus memperhatikan kedalaman dan teratur tidaknya perkusi dilakukan untuk menentukan batas jantung darah mana yang terdengar pekak.

Hal ini bertujuan untuk menentukan apakah terjadi pergeseran jantung karena pendorongan cairan efusi pleura. Auskultasi dilakukan untuk menentukan bunyi jantung I dan II tunggal atau gallop dan adakah bunyi jantung III yang merupakan gejala payah jantung, serta adakah murmur yang menunjukkan adanya peningkatan arus turbulensi darah.
2.4.3.3       Perkusi
Suara perkusi redup hingga pekak tergantung dari jumlah cairannya.
2.4.3.4       Auskultasi
Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi duduk, cairan semakin atas semakin tipis.
2.4.4        Diagnosis Keperawatan menurut Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma Nanda 2013:
2.4.4.1       Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan menurunnya ekpansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
2.4.4.2       Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurutnan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
2.4.4.3       Nyeri berhubungan dengan proses tindakan drainase
2.4.4.4       Gangguan rasanyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
2.4.4.5       Resiko infeksi
2.4.4.6       Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidak seimbangnya antara suplai oksigen dengan kebutuhan, dyspneu setelah beraktifitas
2.4.4.7       Defisit perawatan diri
2.4.5        Intervensi Keperawatan
2.4.5.1       Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi paru sekunder terhadap penumpukan cairan dalam rongga pleura
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1xshif  tindakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien menunjukan jalan nafas yang paten (pasien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang yang normal, tidak ada suara nafas yang abnormal)
2)        Tanda-tanda vital dalam rentan yang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan)
c.         Intervensi:
1)        Kaji pola nafas
2)        Monitor respirasi dan status oksigen
3)        Monitor tekanan darah, nadi, suhu, dan RR
4)        Auskultasi suara nafas
5)        Ajarakan teknik relaksasi nafas dalam
6)        Atus posisi semi powler atau powler tinggi
7)        Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas
8)        Kolaborasi dengan tenaga medis lain
d.        Rasional:
1)        Mengetahui pola pernafasan pasien
2)        Untuk mengetahui respirasi dan status oksigen pasien
3)        Mengetahui keadaan umum pasien
4)        Untuk mengetahui auskultasi paru pasien
5)        Untuk mengurangi sesak yang dirasa pasien
6)        Membantu memberikan rasa nyaman pada pasien
7)        Membantu untuk membuka jalan nafas pasien
8)        Untuk membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.2       Ketidak seimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan metabolisme tubuh, penurunan nafsu makan akibat sesak nafas sekunder terhadap penekanan struktur abdomen
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang setelah 1x shif tindakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
2)        Berat badan ideal sesuai dengan berat badan
3)        Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
4)        Tidak ada tanda-tanda malnutrisi
5)        Tidak terjadi penurunan berat badan yan g berarti
c.         Intervensi:
1)        Kaji adanya alergi terhadap makanan
2)        Anjurkan makan sedikit tapi sering
3)        Beri makan selagi hangat
4)        Kolaborasi dengan ahli gizi
d.        Rasional
1)        Mengetahui adanya alergi yang diderita pasien
2)        Untuk membantu memenuhi nutrisi pasien
3)        Untuk menambah nafsu makan pasien
4)        Membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.3       Nyeri berhubungan dengan tindakan drainase
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi/berkurang dalam 1x shif tindakakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien mampu mengontrol nyeri
2)        Pasien mengatakan rasan nyaman setelah nyeri hilang
c.         Intervensi:
1)        Kaji karakteristik nyeri
2)        Observasi tanda-tanda vital pasien
3)        Ajarkan teknik teraksasi nafas dalam
4)        Kolaborasi dengan tenaga medis lain
d.        Rasional
1)        Untuk mengetahui skala nyeri pasien
2)        Mengetahui keadaan umum pasien
3)        Membantu mengurangi rasa nyeri dan memberikan rasa nyaman pasien
4)        Membantu mempercepar proses penyembuhan
2.4.5.4       Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan batuk yang menetap dan sesak nafas serta perubahan suasana lingkungan
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien menyatakan rasa nyaman setelah tindakan keperawatan
2)        Status kenyamanan meningkat
c.         Intervensi:
1)        Kaji rasa nyaman pasien
2)        Ajarkan teknik relaksasi nafas dalam
3)        Anjurkan keluarga pasien untuk membantu memberikan lingkungan yang nyaman untuk pasien
4)        Kolaborasi dengan keluarga untuk memberi rasa nyaman pada pasien
d.        Rasional
1)        Mengetahui rasa nyaman pasien
2)        Untuk memberikan rasa nyaman pada pasien
3)        Membantu memberikan rasan nyaman pada pasien untuk beristirahat
4)        Membantu mempercepat proses penyembuhan
2.4.5.5       Resiko infeksi
a.         Tujuan: Infeksi tidak terjadi
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien bebas dari tanda dan gejala infeksi
2)        Menunjukan kemampuan untukl mencegah timbulnya infeksi
3)        Pasien menunjukan perilaku hidup sehat
c.         Intervensi:
1)        Kaji penyebab factor resiko infeksi
2)        Pertahankan teknik aseptik pada pasien yang beresiko
3)        Ajarkan pasien dan keluarga cara menghindari infeksi
4)        Kolaborasi dengan tenaga medis lain dalam pemberian antibiotic
d.        Rasional
1)        Mengetahui faktor penyebab faktor resiko infeksi
2)        Mengurangi resiko terjadinya infeksi
3)        Untuk mengajarkan kemandirian pada keluarga dan pasien untuk mencegah terjadinya infeksi
4)        Membantu mempercepat proses penyembuhan.
2.4.5.6       Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidak seimbangan antara suplai oksigen dengan kebutuhan, dyspnea setelah beraktifitas
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien mamapu beraktifitas sehari-hari (ADL) secara mandiri
2)        Mampu berpindah dengan atau tanpa bantuan
c.         Intervensi:
1)        Kaji tingkat skala aktivitas
2)        Bantu pasien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
3)        Bantu pasien dan keluarga mengidentifikasi kekurangan dalam beraktifitas
4)        Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual
d.        Rasional
1)        Mengetahui skala aktivitas pasien
2)        Untuk membantu memudahkan aktivitas yang mampu pasien lakukan
3)        Agar keluarga dapat membantu aktivitas yang tidak mampu pasien lakukan
4)        Mengetahui adanya tanda-tanda perubahan fisik, emosi, sosial, dan spiritual pasien.
2.4.5.7       Defisit perawatan diri
a.         Tujuan: Masalah dapat teratasi dalam 1x shif tindakan keperawatan
b.        Kriteria hasil:
1)        Pasien mampu mempertahankan kebersihan pribadi
2)        Pasien mampu menunjukan kemampuan mempertahahnkan kebersihan diri
c.         Intervensi:
1)        Kaji tingkat kekuatan skala otot
2)        Observasi kebersihan tubuh pasien
3)        Anjurkan kemandirian dalam berpakaian
4)        Anjurkan keluarga pasien untuk membantu pasien membersihkan tubuh pasien     
d.        Rasional
1)        Mengetahui tingkat kekuatan skala otot pasien
2)        Membantu mengetahui kemampuan pasien dalam hygine tubuh
3)        Melatih pasien dalam kemandirian berpakaian

4)        Membantu pasien untuk menjaga hygien tubuh  yang tidak mampu pasien lakukan sendiri.

DAFTAR RUJUKAN

Batticaca, Fransisca B. (2008). Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Salemba Medika.

Dewit Kumagai. (2013). Medical-Surgical Nursing Consepts &Practice. America: Elsevier

Huda Amin Nurarif & Hardhi Kusuma. (2013).  Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan Nanda NIC-NOC jilid1& 2, Yogyakarta: Media Action.

Judith, M. W. (2007). Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NOC. Edisi 7. Jakarta:EGC

Lippincutt Williams & Wilkins. (2012). Kapita Selekta Penyakit dengan Aplikasi Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Muttaqin Arif. (2008). Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika.

Priharjo, R. (2012). Pengkajian Fisik Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: EGC

Saputra Lyndon. (2014). Visual Nursing Respiratorik Organ System. Pamulang: Binarupa Aksara

Syaifuddin. (2006). Anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: EGC

Widia Lidia, 2015, Anatomi, Fisiologi dan Siklus Kehidupan Manusia, Yogyakarta: Nuha Medika

Wilson. Gidden. (2009) Health Assesment for Nursing Practice. Kanada: Evolve



No comments:

Post a Comment