BAB
1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Status kesehatan
merupakan suatu keadaan kesehatan seseorang dalam batas rentang sehat sakit
yang bersifat dinamis dan dipengaruhi oleh perkembangan sosial kaltural,
pengalaman masa lalu, harapan seseorang tentang dirinya, keturunan, lingkungan,
dan pelayanan (Hidayat, 2008).
Hernia inguinalis merupakan permasalahan yang bisa
ditemukan dalam kasus bedah. Kasus kegawatdaruratan dapat terjadi apabila
hernia inguinalis bersifat strangulasi (irreponibel
disertai gangguan pasase) dan inkarserasi (irreponibel disertai gangguan vascularisasi). Inkarserasi merupakan
penyebab obstruksi usus nomor satu dan tindakan operasi darurat nomor dua
setelah appendicitis akut di Indonesia (Sjamsuhidajat, 2010).
Angka kejadian hernia inguinalis (medialis/direk dan lateralis /indirek)
10 kali lebih banyak dari pada hernia femoralis dan keduanya mempunyai
persentase sekitar 75-80 % dari seluruh jenis hernia, hernia insisional 10 %,
hernia ventralis 10 %, hernia umbilikalis 3 %, dan hernia lainnya sekitar 3 %
(Sjamsuhidajat, 2010).
Secara umum, kejadian hernia inguinalis lebih banyak diderita oleh
laki-laki dari pada perempuan.Angka perbandingan kejadian hernia inguinalis13,9
% pada laki-laki dan 2,1 % pada
perempuan (Ruhl, 2007).
Hernia adalah protrusi abnormal
organ, jaringan, atau bagian organ melalui struktur yang secara normal berisi
bagian ini. Insiden hernia menduduki peringkat ke lima besar yang terjadi di
Amerika Serikat padat ahun 2007 sekitar 700.000 operasi hernia yang dilakukan
tiap tahunnya. Angka kejadian Hernia
inguinalis lateralis di Amerika dapat di mungkinkan dapat terjadi karena anomali
congenital atau karena sebab di dapat. Berbagai faktor penyebab berperan
pada pembentukan pintu masuk hernia pada annulus internus yang cukup lebar
sehingga dapat dilalui oleh kantong isi hernia
(Bickley, 2008).
Menurut World Health Organizion (WHO) sekitar 1.774.012 klien tiap tahun
yang menderita penyakit hernia. Angka kejadian hernia inguinalis 10 kali lebih
banyak dari pada hernia femoralis dan keduanya mempunyai persentase sekitar
75-80 % dari seluruh jenis hernia, hernia insisional 10 %, hernia ventralis 10
%, hernia umbilikalis 3 %, dan lainnya sekitar 3 % (Sjamsuhidayat, 2010). Kasus
hernia inguinalis di USA (United States America) sekitar 800.000 kasus setiap
tahunya dan Negara Belanda sekitar 33.000 kasus setiap tahunya (Ruhl, 2007).
Salah satu Rumah Sakit di Indonesia yaitu RSUD dr. Soehadi Prijonegoro
kabupaten Sragen terdapat 324 pasien hernia inguinalis dari keseluruhan pasien
bedah riwayat jalan 5291 kasus pada tahun 2012
<http://epints.ums.ac.id/31241/2/BAB_I.pdf> (Diakses 20 April 2016)
Faktor risiko yang dapa
tmenjadi etiologi hernia inguinalis yaitu peningkatan intra-abdomen
(batuk kronis, konstipasi,
ascites, angkat beban berat dan
keganasan abdomen) dan kelemahan otot
dinding perut (usia tua, kehamilan, prematuritas, pembedahan insisi yang mengakibatkan hernia
insisional, overweight dan obesitas) (Sjamsuhidajat, 2010).
Berdasarkan data yang
diperoleh dari RSUD Dr. H. Moch Ansari Saleh Banjarmasin pada tahun 2015 dari
10 besar diagnose terbanyak diruang Kumala di temukan dengan kasus Hernia
Inguinalis Lateral sebanyak 152 pasien
dengan peringkat pertama. Laki-laki dengan total 146 sedangkan perempuan 6
orang dengan perbandingan laki-laki dan perempuan 34 %.
BAB
2
TINJAUAN
TEORITIS HERNIA INGUINAL
2.1 Tinjauan Teoritis Hernia
2.1.1
Anatomi dan fisiologi
Secara anatomi, anterior dinding perut terdiri atas otot-otot
multilaminar, yang berhubungan dengan aponeurosis, fasia, lemak, dan kulit.
Pada bagian lateral, terdapat tiga lapisan otot dengan fasia oblik yang
berhubungan satu sama lain. Pada setiap otot terdapat tendon yang disebut
dengan aponeurosis.
Otot tranversus abdominis adalah otot internal lateral dari otot-otot
dinding perutdan merupakan lapisan dinding perut yang mencegah hernia
inguinalis.Bagian kauda otot membentuk lengkungan aponeurotik tranvesus
abdominis sebagai tepi atas cincin inguinal internal dan di atas dasar medial
kanalis inguinalis.Ligamentum inguinal menghubungkan antara tuberkulum dan SIAS
(spina iliaka anterior superior).Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral
oleh anulus inguinalis internus yang merupakan bagian terbuka dari fasia
tranversalis dan aponeurosis muskulus tranversus abdominis.Pada bagian medial bawah,
di atas tuberkulum pubikum, kanal ini dibatasi oleh anulus inguinalis
eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis muskulus oblikus eksternus.Bagian
atas terdapat aponeurosis muskulus oblikus ekternus, dan pada bagian bawah
terdapat ligamen inguinalis.
Secara fisiologis, terdapat beberapa mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis, yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring,
adanya struktur dari muskulus oblikus
internus abdominis yang menutup anulus inguinalis internus ketika berkontraksi,
dan adanya fasia tranversa yang kuat menutupi trigonum Hasselbabach yang
umumnya hampir tidak berotot. Pada kondisi patologis, gangguan pada mekanisme
ini dapat menyebabkan terjadinya hernia inguinalis (Muttaqin, 2011: 586).
Gambar
2.1 Anatomi hernia
inguinalis.
Sumber : Muttaqin dan Sari (2011: 586)
2.1.2
Definisi
Menurut Suratan dan Lusianah (2010: 316) Hernia adalah prostusi atau
penonjolan isi suatu rongga melalui defek atau bagian lemah dari dinding rongga
bersangkutan yang terdiri atas cincin, kantong, dan isi hernia.
Menurut Huda
dan Kusuma (2015: 74) Hernia inguinalis adalah hernia
yang paling umum terjadi dan muncul sebagai tonjolan di selangkangan atau
skrotum. Hernia
inguinalis terjadi ketika dinding abdomen berkembang sehingga usus menerobos
kebawah melalui celah.Hernia tipe ini sering terjadi pada laki-laki dari pada
perempuan.
Menurut
Muttaqqin dan Sari (2011:585) Hernia Inguinalis adalah kondisi
prostrusi (penonjolan) organ intestinal
yang masuk ke rongga melalui defek atau bagian
dinding yang tipis atau lemah dari cincin inguinalis.
Menurut Bilotta (2012:348) Hernia inguinalis merupakan penonjolan bagian
organ dalam melalui pembukaan yang abnormal pada dinding rongga tubuh yang
mengelilinginya.
Menurut Black & Hawks (2009:710) A
hernia is abnormal protusion of an organ, tissue, or part an organ through the
structure that normally contains it. Hernias most frequently occur in the
abdominal cavity as a result of a congenital or acquired weakness of abdominal
musculature.Artinya :
Hernia
adalah prostusi abnormal suatu organ , jaringan ,
atau bagian organ melalui struktur yang biasanya berisi itu. Hernia yang paling sering terjadi
pada rongga perut sebagai akibat dari kelemahan bawaan atau diperoleh dari otot
perut.
Menurut Lewis et.al.
(2011:1048) The inguinal hernia is the
most common type of hernia and occurs at the point of weakness in the abdominal
wall where the spermatic cord in men and the round ligament in women emerge.Artinya
:
Hernia
inguinalis adalah jenis yang paling umum dari hernia dan terjadi pada titik
kelemahan dinding perut dimana kabel spermatika pada pria dan ligamen bulat
pada wanita muncul.
2.1.3
Klasifikasi hernia
Menurut Suratan dan Lusianah (2010:316) klasifikasi
hernia terbagi menjadi :
2.1.3.1
Klasifikasi menurut letaknya
a.
Hernia inguinal dibagi menjadi :
1)
Hernia indirek atau lateral
Hernia ini terjadi melalui cincin inguinal dan melewati korda spermatikus
melalui kanalis inguinalis, dapat menjadi sangat besar dan sering turun ke
skrotum.Umumnya terjadi pada pria.Benjolan tersebut bias mengecil,
menghilangkan pada waktu tidur dan bila menangis, mengejan, mengangkat benda
berat atau berdiri dapat tumbuh kembali.
2)
Hernia Direk atau medialis
Hernia ini melewati dinding abdomen di area kelemahan
otot, tidak melalui kanal seperti pada hernia inginalis dan femoralis
indirek.Lebih umum terjadi pada lansia.Hernia ini disebut direkta karena
langsung menuju annulus inguinalis eksterna sehingga meskipun arteri inguinalis
eksterna yang mudah mengecil bila klien tidur.Karena besarnya defek pada
dinding posterior maka hernia ini jarang menjadi irreponible
b.
Hernia femoralis
Hernia femoralis terjadi melalui cincin femoral dan
lebih umum pada wanita. Ini mulai sebagai penyumbat lemak di kanalis femoral
yang membesar dan secara bertahap menarik peritoneum dan hampir tidak dapat
dihindari kandung kemih masuk kedalam kantong.
c.
Hernia umbilical
Hernia
umbilical umumnya terjadi pada wanita karena peningkatan tekanan abdominal,
biasanya pada klien obesitas dan multipara.
d.
Hernia insisional
Hernia insisional terjadi pada insisi bedah sebelumnya yang telah sembuh
secara tidak adekuat, gangguan penyembuhan luka kemungkinan disebabkan oleh
infeksi, nutrisi tidak adekuat, distensi ekstrem atau obesitas. Usu atau organ
lain menonjol melalui jaringan parut yang lemah.
Gambar 2.2 Hernia menurut letak.
Sumber :Suratan dan lusianah (2010:317)
2.1.3.2
Hernia berdasarkan terjadinya
a.
Hernia kongenital (Bawaan)
Hernia kongenital terjadi pada pertumbuhan janin usia lebih dari 3 minggu
testis yang mula-mula terletak diatas mengalami penurunan (desensus) menuju ke
skrotum. Pada waktu testis turun melewati inguinal sampai skrotum prosesus
vaginalis peritoneal yang terbuka dan berhubungan dengan rongga peritoneum mengalami
obliterasi dan setelah testis sampai pada skrotum, prosesus vaginalis
peritoneal seluruhnya tertutup (obliterasi).Bila ada gangguan obliterasi maka
seluruh prosesus vaginalisperitoneal terbuka, terjadilah hernia inguinalis
lateralis.
b.
Hernia akuisitas (Didapat)
Hernia yang terjadi setelah dewasa atau pada usia lanjut. Disebabkan
karena adanya tekanan intraabdominal yang meningkat dan dalam waktu yang lama,
misalnya batuk kronis, konstipasi kronis, gangguan proses kencing (hipertropi
prostat, striktur uretra), asites, dan sebagainya.
2.1.3.3
Hernia menurut sifatnya
a.
Hernia reponible/
reducible
Bila isi hernia dapat keluar masuk, usus keluar jika berdiri atau
mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk, tidak ada keluhan
nyeri atau gejala obstruksi usus.
b.
Hernia irreponible
Bila isi kantong hernia tidak dapat dikembalikan kedalam rongga karena
perlengketan isi kantong pada peritoneum kantong hernia, tidak ada keluhan
nyeri atau tanda sumbatan usus, hernia ini disebut juga hernia akreta.
c.
Hernia strangulate/inkaserata
Bila isi hernia terjepit oleh cincin hernia, isi kantong terperangkap,
tidak dapat kembali kedalam rongga perut disertai akibat yang berupa gangguan
pasase atau vaskularisasi.
2.1.4
Etiologi
Menurut suratan dan lusianah (2010:318) etiologi terjadinya hernia yaitu
:
2.1.4.1
Defek dinding otot abdomen
Hal ini dapat terjadi sejak lahir (kongenital) atau
didapat seperti usia, keturunan, akibat dari pembedahan sebelumnya.
2.1.4.2
Peningkatan tekanan intra abdominal
Penyakit paru obstruksi menahan (batuk kronik),
kehamilan, obesitas. Adanya Benighna Prostat Hipertropi (BPH), sembelit,
mengejan saat defekasi dan berkemih, mengangkat beban terlalu berat dapat
meningkatkan tekanan intraabdominal.
2.1.5
Patofisiologi hernia
Menurut Mutaqqin dan Sari (2011:587) patofisiologi hernia yaitu Hernia
inguinalis tidak langsung (hernia inguinalis lateral) dimana prostusi keluar
dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus yang teletak lateral
pembuluh epigastrika inferior, kemudian hernia masuk kedalam kanalis inguinalis
dan jika cukup panjang, akan menonjol keluar dari anulus inguinalis eksternus.
Apabila hernia ini berlanjut, tonjolon akan sampai ke skrotum melalui jalur
yang sama seperti pada saat testis bermigrasi dari rongga perut ke skrotum pada
saat perkembangan janin. Jalur ini biasanya menutup sebelum kelahiran, tetapi
mungkin tetap menjadi sisi hernia dikemudian hari.
Gambar
2.3. Patofisiologi Hernia Ingunalis
Sumber:Muttaqin dan Sari (2011:588)
2.1.6
Manifestasi klinis hernia
Menurut Suratun dan Lusianah (2010:320) manifestasi
klinis hernia inguinalis lateral yaitu :
2.1.6.1
Tampak adanya benjolan di lipat paha atau perut bagian bawah
dan benjolan bersifat temporer yang dapat mengecil dan menghilang yang
disebabkan oleh keluarnya suatu organ.
2.1.6.2
Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan nyeri di
tempat tersebut disertai perasaan mual.
2.1.6.3
Nyeri yang diekspresikan sebagai rasa sakit dan sensasi
terbakar. Nyeri tidak hanya didapatkan di daerah inguinal tapi menyebar ke
daerah pnggul, belakang kaki, dan daerah genital yang disebut Reffered Pain.
Nyeri biasanya meningkat dengan durasi dan insensitas dari aktivitas atau kerja
yang berat. Nyeri akan mereda atau menghilang jika istirahat. Nyeri akan
bertambah hebat jika terjadi strangurasi karena suplai darah ke daerah hernia
terhenti sehingga kulit menjadi merah dan panas.
2.1.6.4
Hernia femoralis kecil mungkin berisi dinding kandung kencing
sehingga menimbulkan gejala sakit kencing (dysuria) disertai hematuria (kencing
darah) disamping benjolan dibawah sela paha.
2.1.6.5
Hernia diafragmatika menimbulkan perasaan sakit didaerah
perut disertai sesak nafas.
2.1.6.6
Bila klien mengejan atau batuk maka benjolan hernia akan
bertambah besar.
2.1.7
Komflikasi
Menurut Suratun dan Lusianah (2010:321) komplikasi yang mungkin terjadi pada hernia
yaitu :
1.
Hernia berulang
2.
Obstruksi usus parsial atau total
3.
Luka pada usus
4.
Ganguan suplai darah ke testis jika klien laki-laki
5.
Perdarahan yang berlebih
6.
Infeksi luka bedah
7.
Fistel urin dan feses
2.1.8
Pemeriksaan penunjang
Menurut Suratan dan Lusianah (2010:321) pemeriksaan
diagnostik pada klien hernia yaitu :
2.1.8.1
Pemeriksaan darah lengkap
Menunjukan peningkatan sel darah putih, serum
elektrolit dapat menunjukkan hemokonsentrasi (peningkatan hemotokrit), dan
ketidakseimbangan elektrolit. Pemeriksaan koagulasi darah: mungkin memanjang,
mempengaruhi homeostastis intraoperasi atau post operasi
2.1.8.2
Pemeriksaan urine
Munculnya sel darah merah atau bakteri yang
mengidentifikasikan infeksi.
2.1.8.3
Elektrokardiografi (EKG)
Penemuan akan sesuatu yang tidak normal memberikan
prioritas perhatian untuk memberikan anestesi
2.1.8.4
Sinar X abdomen
Menunjukkan abnormalnya kadar gas dalam usus/obstruksi
usus.
2.1.9
Penatalaksanaan medik
Menurut Suratan dan Lusianah (2010:322) penatalaksanaan medic hernia
inguinalis antara lain :
2.1.9.1
Terapi konservatif
a.
Reposisi
Tindakan memasukan kembali isi hernia ketempatnya semula secara hati-hati
dengan tindakan yang lembut tetapi pasti.Tindakan ini hanya dapat dilakukan
pada hernia reponibilis dengan menggunakan kedua tangan. Tangan yang satu
melebarkan leher hernia sedangkan tangan yang lain memasukan isi hernia melalui
leher hernia tadi.
b.
Pemakaian penyangga/ sabuk hernia
Pemakaian bantalan penyangga hanya bertujuan menahan hernia yang telah
diresposisi dan tidak pernah menyembuhkan sehingga harus dipakai seumur hidup.
2.1.9.2
Terapi operatif
a.
Herniatomi
Pada herniatomi dilakukan pembebasan kantong hernia sampai
kelehernya.Kantong dibuka dan isi hernia dibebaskan jika ada perlengketan,
kemudian direposisi, kantong hernia dijahit, ikat setinggi mungkin lalu
dipotong.
b.
Hernioplasti
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis internus
dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
2.1.9.3
Medikasi
a.
Pemberian analgesik untuk mengurangi nyeri.
b.
Pemberian antibiotik untuk menyembuhan infeksi.
2.1.9.4
Aktivitas dan diet
a.
Aktivitas
Hindari mengangkat barang yang berat sebelum atau sesudah pembedahan.
b.
Diet
Tidak ada diet khusus, tetapi setelah operasi diet cairan sampai saluran
gastrointestinal berfungsi lagi, kemudian makan dengan gizi seimbang.
Tingkatkan masukan serat dan tinggi cairan untuk mencegah sembelit dan mengejan
selama buang air besar. Hindari kopi, teh, coklat, minuman berkarbonasi,
minuman beralkohol, dan setiap makanan atau bumbu yang memperburuk gejala.
2.1.10
Prognosis
Klien bedah hernia biasanya bisa pulang ke rumah beberapa jam
setelah operasi atau hari berikutnya, kecuali untuk kasus yang lebih kompleks.
Biasanya klien merasakan baik-baik saja dalam beberapa hari setelah oprasi dan
melanjutkan kebiasaan makan dan kegiatan normal.Sebaiknya aktivitas berat dan
olahraga dibatasi selama 4 sampai 6 minggu setelah operasi.
Meski luka sembuh dalam waktu 1 atau 2 minggu, tetapi
jaringan didalamnya memerlukan waktu yang lebih lama untuk penyembuhan dan
dapat berlangsung selama 4 sampai 6 minggu. Untuk menghindari terulangnya
hernia, beberapa tindakan pencegahan dalam beberpa bulan selalu dianjurkan,
antara lain mempertahankan berat badan yang sehat, menjaga ketegangan otot,
menghindari meningkatnya berat badan, menghindari merokok, menghindari mengejan
berlebihan serta minum cairan yang cukup dan banyak makan serat dan sayuran
Medinda (Diakses 30 April 2016).
2.2
Tinjauan Teoritas
Dan Asuhan Keperawatan Hernia
2.2.1
Pengkajian
Menurut Mutaqqin dan Sari (2011:589) Pengkajian hernia inguinalis terdiri
atas pengkajian anamnesis, pemeriksaan fisik, dan evaluasi diagnostik. Pada
anemnesis keluhan utama yang lazim didapatkan adalah keluhan adanya benjolan
akibat masuk nya material melalui kanalis inguinal bisa bersifat hilang timbul
atau juga tidak.Keluhan nyeri hebat bersifat akut berupa nyri terbakar pada
sisi hernia terutama pada hernia strangulata dan hernia inkaserata. Pada
pengkajian riwayat penyakit sekarang, keluhan lain yang didapat sesuai dengan
kondisi hernia. Pada reponibel biasanya keluhan yanga ada berupa adanya
benjolan setelah mengalami aktivitas peningkatan tekanan intraabdominal,
seperti batuk, bersin, atau mengejan.Pada hernia inkaserata dan hernia
strangulata akut didapatkan keluhan nyeri hebat pada abdominal bawah, keluhan gastrointestinal
seperti mual, muntah, anoreksia, serta perasaan kelelahan pasca nyeri sering
didapatkan.
Menurut Suratan dan Lusianah (2010:323) pengkajian data keperawatan pada
klien pra operasi dan post operasi dengan hernia dalam buku Asuhan Keperawatan Klien Gangguan
Gastrointestinalantara lain:
2.2.1.1
Data pra operasi
a.
Aktivitas/istirahat
Klien dilakukan anamnese mengenai riwayat pekerjaan, mengangkat beban
berat, duduk dan mengemudi dalam waktu lama, membutuhkan papan matras untuk
tidur.Pada pemeriksaan fisik klien mengalami penurunan rentang gerak, tidak
mampu melakukan aktivitas yang biasa, atrofi otot, gangguan dalam berjalan.
b.
Sirkulasi
Apakah klien mempunyai riwayat penyakit jantung, edema pulmonal, penyakit
vaskular perifer.
c.
Eliminasi
Apakah klien mengalami konstipasi, adanya inkontinesia atau retensi
urine.
d.
Makanan/cairan
Apakah klien mengalami gangguan bising usus, mual, muntah, nyeri abdomen,
malnutrisi atau obesitas.
e.
Nyeri/kenyamanan
Apakah klien mengalami nyeri di daerah benjolan hernia walaupun jarang
dijumpai, kalau ada biasanya dirasakan didaerah epigastrium atau daerah perumbilikal
berupa nyeri viseral karena rengangan pada mesenterium sewaktu segmen usus
halus masuk kedalam kantong hernia.
g.
Keamanan
Apakah klien mempunyai riwayat alergi terhadap makanan dan obat-obatan.
h.
Pernafasan
Apakah klien mempunyai riwayat batuk kronik (penyakit paru obstruksi
menahun).
2.2.1.2
Data post operasi
a.
Aktivitas/istirahat
Apakah klien mengalami kelemahan, merasa lemas, lelah, tirah baring,
penurunan kekuatan otot, kehilangan tunos otot, dan letargi
b.
Sirkulasi
Apakah klien menunjukan takikardi, perubahan tekanan darah (hipotensi,
hipertensi).
c.
Eliminasi
Apakah klien mengalami perubahan karakteristik urine dan feses,
ketidakmampuan defekasi, konstipasi, penurunan pengeluaran urine, menurunya
peristaltik/bising usus.
d.
Makanan/cairan
Apakah klien mengalami anoreksia, mual, muntah, membran mukosa kering,
dan turgor kulit buruk.
e.
Nyeri/kenyaman
Apakah klien mengalami nyeri pada
insisi pembedahan, distensi kandung kemih.
f.
Keamanan
Apakah klien mengalami gatal, nyeri, bengkak, kemerahan, dan kemungkinan
perdarahan.
g.
Pernafasan
Apakah klien mengalami takipnea, pernafasan dangkal, batuk, dan perubahan
pola nafas.
2.2.2
Diagnosa keperawatan
2.2.2.1
Pra operasi
a.
Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi, krisis
situasional, ancamankematian.
b.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan
/mengingat, salah interpretasi informasi tentang penyakitnya.
2.2.2.2
Post operasi
a.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
ekresi paru; obtruksi trakeobronkial.
b.
Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan; gangguan
pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
c.
Gangguan mobilitas fisik b/d efek sekunder pembedahan
d.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi
mekanis pada kulit/jaringan; luka pembedahan; gangguan pada kulit, jaringan dan
integritas otot.
e.
Devisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif; pembatasan pemasukan cairan peroral.
2.2.3
Intervensi keperawatan
2.2.3.1
Pre operasi
a.
Ansietas berhubungan dengan rencana tindakan operasi, krisis
situasional, ancaman kematian.
Tujuan: Ansietas teratasi
Kriteria hasil:
Klien mampu mengutarakan pemahaman proses penyakit, oeprasi, dan harapan
postoperasi
Klien mampu
mengikuti prosedur yang diberikan
Intervensi keperawatan:
1)
Informasikan klien/ orang terdekat tentang peran perawat
advokat perawat intraoprasi.
2)
Indikasikan penyebab rasa takut pra operasi.
3)
Validasi sumber rasa takut, berikan informasi yang akurat dan
aktual.
4)
Catat ekpresi yang menunjukkan penolakan prosedur pembedahan.
5)
Perkenalkan staf pada waktu pergantian ke ruang operasi.
6)
Beritahu klien kemungkinan dilakukannya anestesi umum atau
spinal.
Rasional:
1)
Mengembangkan rasa percaya diri klien, sehingga menurunkan
rasa takut.
2)
Rasa takut yang berlebihan akan mengakibatkan rasa stres yang
berlebihan.
3)
Mengidentifikasi rasa takut yang spesifik akan membantu klien
menghadapinya secara realistis.
4)
Klien mungkin telah berduka terhadap kehilangan yang
ditunjukkan dengan antisifasi prosedur pembedahan.
5)
Menciptakan hubungan dan kenyamanan psikologis.
6)
Mengurasi ansietas/ rasa takut bahwa klien mungkin sadar saat
dilakukan prosedur
b.
Kekurangan pengetahuan berhubungan dengan pemajanan/
mengingat, salah interpretasi informasi tentang proses penyakit/ proses
operasi.
Tujuan:
Klien mendapatkan pemahaman tentang penyakit.
Kriteria hasil:
Klien mampu mengutarakn pemahaman proses penyakit/ proses
operasi.
Klien mampu bekerjasama dalam prosedur yang diperlukan
Intervensi keperawatan:
1)
Kaji tingkat pemahaman klien.
2)
Melaksakan program pengajaranpost operasi individual, pembatasan
prosedur pra operasi/ post operasi.
3)
Berikan kesempatan untuk melatih batuk efektif, nafas dalam,
dan latihan otot.
4)
Jelaskan pada klien/ orang terdekat mengenai rencana operasi,
jadwal, dan lokasi kamar operasi, serta komunikasi dengan dokter/ orang
terdekat.
Rasional :
1)
Memberikan fasilitas perencanan program pengajaran post
operasi.
2)
Meningkatkan pemahaman/ kontrol klien dan meningkatkan
pertisifasi dalam perawatan post operasi.
3)
Meningkatkan pengajaran dan aktivitas post operasi.
4)
Informasi mengenai jadwal, kamar operasi dimana dan kapan
ahli bedah akan berkomunikasi dengan klien/ orang terdekat untuk mengurangi
stress.
2.2.3.2
Post operasi
a.
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan
ekresi paru; obstruksi trakeobronkial.
Tujuan: Pola nafas efektif
Kriteria hasil:
Menetapkan pola nafas yang normal/ efektif
Bebas dari sianosis atau tanda-tanda hipoksia.
Intervensi keperawatan :
1)
Pertahankan jalan nafas klien efektif dengan memiringkan
kepala, hiperekstensi rahang, aliran udara faringeal oral.
2)
Auskultasi suara nafas.
3)
Observasi frekuensi dan kedalaman nafas, pemakaian otot bantu
nafas.
4)
Pantau tanda-tanda vital.
5)
Lakukan latihan gerak sesegera mungkin dan lanjukan pada
periode post operasi.
6)
Lakukan penghisapan lendir sesuai indikasi.
7)
Berikan tambahan oksigen sesuai kebutuhan.
8)
Berikan obat sesuai indikasi, halakson atau doksapran.
Rasional :
1)
Mencegah obstruksi jalan nafas.
2)
Menurunnya suara nafas indikasi adanya obstruksi oleh mukus
atau lidah.
3)
Untuk memastikan efektivitas pernafasan sehingga upaya memperbaikinya
dapat segera dilakukan.
4)
Meningkatnya pernafasn, takikardi, atau bradikardi
menunjukkan adanya hipoksia.
5)
Ventilasi dalam yang aktif membuka alveolus, mengeluarkan
secret, meningkatkan pengangkuran oksigen dan penegeluaran sekresi dari saluran
pernafasan.
6)
Obstruksi jalan nafas dapat terjadi karena adanya darah atau
mukus dalam tenggorokan/ trakea.
7)
Untuk meningkatkan atau memaksimalkan pengambilan oksigen.
8)
Halakson akan mengubah induksi narkotik yang menekan susunan
saraf pusat dan doksarpan menstimulasi gerakan otot-otot pernafasan.
b.
Nyeri berhubungan dengan adanya luka pembedahan; gangguan
pada kulit, jaringan, dan integritas otot.
Tujuan: Nyeri teratasi
Kriteria hasil:
Klien tampak rileks
Klien mengatakan nyeri berkurang
Klien dapat beristirahat dan tidur
Klien dapat melakukan aktivitas sesuai kemampuan.
Skala nyeri 0-2
Tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi keperawatan :
1)
Kaji skala, lokasi, durasi, intensitas, dan karakteristik
nyeri.
2)
Kaji tanda-tanda vital.
3)
Kaji penyebab ketidaknyamanan yang mungkin terjadi selain
dari prosedur operasi.
4)
Lakukan perubahan posisi setiap 2 jam, seperti semifowler,
miring.
5)
Ajarkan penggunaan tekhnik relaksasi, misalnya latihan nafas
dalam, bimbingan imajinasi, visualisasi.
6)
Berikan perawatan oral reguler.
7)
Observasi efek analgesik.
8)
Berikan obat sesuai indikasi, analgesik.
Rasional :
1)
Berguna dalam pengawasan keefektipab obat, kemajuan
penyembuhan luka.
2)
Adanya rasa nyeri kemungkinan klien akan mengalami penurunan
tekanan darah.
3)
Ketidaknyaman mungkin disebabkan penekanan pada kateter
indweling yang tidak tetap, selang NGT, pemasanagn jalur parenteral.
4)
Perubahan posisi mengurangi rasa nyeri dan meningkatkan
sirkulasi.
5)
Melepaskan tegangan emosional dan otot, meningkatkan perasaan
kontrol yang mungkin dapat meningkatkan kemampuan koping.
6)
Mengurangi ketidaknyaman yang berhubungan dengan membran
mukosa dan mulut.
7)
Respirasi mungkin menurun pada pemberian narkotik.
8)
Menimbulkan penghilangan rasa sakit yang lebih efektif.
c.
Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan interupsi
mekanis pada kulit jaringan.
Tujuan: Kerusakan integritas kulit teratasi
Kriteria hasil:
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Klien dapat menunjukkan tingkah laku untuk mencegah komplikasi.
Intervensi keperawatan :
1)
Beri penguatan pada balutan awal/ penggantian sesuai
indikasi, gunakan tehnik aseptik.
2)
Hati-hati dalam melepaskan perekat (sesuai arah pertumbuhan
rambut) dan pembalut pada waktu mengganti.
3)
Gunakan barrier kulit sebelum perekat diperlukan.
4)
Periksa tegangan balutan, beri perekat pada pusat insisi
menuju ketepi luardan balut luka.
5)
Periksa luka secara teratur, catat karakteristik dan
integritas kulit.
6)
Tekan area insisi pada area abdominal atau dada dengan
menggunakan bantal selama batuk dan bergerak.
7)
Ingatkan klien untuk tidak menyentuh daerah luka.
8)
Beri kompres es pada daerah luka sesuai indikasi.
9)
Anjurkan pada klien agar menggunakan korset pada abdomen
sesuai indikasi.
Rasional :
1)
Melindungi kontaminasi mikroorganisme, mencegah akumulasi
cairan yang dapat, menyebabkan ekskoriasi.
2)
Mengurangi resiko trauma kulit dan gangguan pada kulit.
3)
Menurunkan resiko terjadinya trauma kulit atau abrasi.
4)
Dapat mengganggu atau membendung sirkulasi pada luka.
5)
Sebagai indikasi adanya kegagalan proses penyembuhan luka.
6)
Menetralisasi tekanan pada luka, meminimalkan resiko
terjadinya ruptur.
7)
Mencegah kontaminasi luka.
8)
Menurunkan pembentukan edema pada periode post operasi.
9)
Memberi pencegahan terjadinya komplikasi pada insisi yang
beresiko tinggi.
d.
Defisit volume cairan berhubungan dengan kehilangan cairan
secara aktif; pembatasan pemasukan peroral.
Tujuan: Defisit volume cairan teratasi.
Kriteria hasil:
Klien menunjukan keseimbangan cairan yang adekuat.
Tanda-tanda vital dalam keadaan stabil.
Turgor kulit normal.
Membran mukosa lembab.
Pengeluaran urine normal.
Intervensi keperawatan :
1)
Ukur dan catat pemasukan dan pengeluaran cairan.
2)
Kaji pengeluaran urine.
3)
Pantau tanda-tanda vital.
4)
Kaji adanya tanda-tanda dehidrasi turgor kulit, membran
mukosa.
5)
Catat timbulnya keluhan mual muntah.
6)
Periksa balutan luka, drain, dan luka apakah terjadi
pembengkakan.
7)
Berikan cairan parenteral.
8)
Berikan cairan peroral secara bertahap sesuai indikasi.
9)
Periksa ulang hasil laboratorium (Hb, Ht), bandingkan pra
operasi dan post operasi.
Rasional :
1)
Dokumentasi yang akurat dapat membantu identifikasi
pengeluaran cairan/ kebutuhan penggantian cairan.
2)
Mengeidentifikasi adanya malfungsi atau obstruksi sistem
urinarius.
3)
Hipotensi, takikardi, peningkatan pernafasan indikator
terjadinya kekuranagn cairan.
4)
Turgor kulit buruk dan membran mukosa kering merupana
indikator dehidrasi.
5)
Jika mual lebih dari 3 hari post operasi kemungkinan efek
dari terapi narkotika (obat pengontrol nyeri).
6)
Pendarahan yang berlebihan dapat mengakibatkan hipovolemia
dan pembengkakan lokal mengidentifikasi perforasi/ pendarahan.
7)
Menggantikan kehilangan cairan.
8)
Pemasukan oral bergantung kepada pengambilan fungsi
gastrointestinal.
9)
Indikator hidrasi/ volume sirkulasi.
e.
Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan insisi
pembadahan.
Tujuan: Tidak terjadi infeksi pada insisi.
Kriteria hasil:
Mencapai pemulihan luka tepat pada waktunya.
Luka insisi bebeas dari tanda-tanda infeksi.
Tidak terdapat drainase purulen dan eritema pada luka insisi.
Intervensi keperawatan :
1)
Pantau tanda-tanda vital.
2)
Lakukan pencucian tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
klien.
3)
Kaji insisi dan balutan luka, penyatuan luka, karakteristik
drainase, adanya tanda-tanda infeksi pada luka.
4)
Lakukan perawatan luka dengan teknik steril.
5)
Berikan antibiotik sesuai indikasi.
6)
Siapkan spesimen drainase untuk dilakukan pemeriksaan sesuai
indikasi.
Rasional :
1)
Demem dapat mengidentifikasi adanya infeksi.
2)
Mengurangi resiko terjadinya kontaminasi mikroorganisme.
3)
Memberi deteksi dini adanya infeksi dan memberi pengawasan
penyembuhan luka.
4)
Mencegah terjadinya infeksi, dan mengurangi kontaminasi
mikroorganisme.
5)
Menurunkan penyebran dan pertumbuhan mikroorganisme.
6)
Mengidentifikasi adanya mikroorganisme penyebab infeksi dan
pemilihan terapi yang tepat.
f.
Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang pemajanan
informasi tentang perawatan post.
Tujuan: klien mendapatkan pemahaman tentang penyakit.
Kriteria hasil:
Klien mampu memahami tentang proses efek prosedur dan pengobatan.
Klien dapat menunjukkan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan suatu
tindakan.
Klien memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta dalam
program keperawatan.
Intervensi keperawatan :
1)
Kaji tingkat pengtahuan klien tentang penyakit dan harapan
untuk sembuh.
2)
Tinjau ulang penghindaran faktor-faktor resiko, seperti
pemajanan pada lingkungan/ orang terinfeksi.
3)
Identifikasi keterbatasan aktivitas khusus.
4)
Rekomendasikan rencana/ latihan progresif.
5)
Jadwalkan periode istirahat yang adekuat.
6)
Tekankan pentingnya kunjungan lanjut.
7)
Libatkan orang terdekat dalam program pengajaran.
Rasional :
1)
Memberikan dasar pengetahuan pada klien yang memungkinkan
membuat pilihan untuk informasi.
2)
Mengurangi potensial untuk infeksi yang diperoleh.
3)
Mencegah regangan yang tidak diinginkan pada luka operasi.
4)
Meningkatkan pengendalian ke fungsi normal dan meningkatnya
perasaan sehat.
5)
Mencegah kepenataan danmengumpulkan energi untuk penyembuhan.
6)
Membantu perkembangan penyembuhan dan evaluasi keefektipan
regimen.
7)
Memberi sumber-sumber tambahan untuk referensi setelah
penghentian.
2.2.4
Implementasi
2.2.5
Evaluasi
Hasil yang diharapkan terjadi setelah mendapat intervensi keperawatan
pada pasien hernia inguinalis, meliputi hal-hal berikut.
1.
Keseimbangan cairan optimal.
2.
Tidak terjadi syok hopovolemik.
3.
Nyeri berkurang atau teradaptasi.
4.
Informasi kesehatan terpenuhi.
5.
Intake nutrisi harian terpenuhi.
6.
Tidak terjadi infeksi luka pasca bedah.
7.
Tingkat kecemasan berkurang.
DAFTAR RUJUKAN
Bickley, Lynn S. 2008. Buku Saku Pemeriksaan Fisik dan Riwayat Kesehatan Bates Edisi 3.
Jakarta: EGC
Bilotta, Kimberly A.J. 2012. Kapita
Selekta Penyakit: Dengan Implikasi Keperawatan, edisi 2.Penerbit Buku
Kedokteran EGC
Black, J.M & Hawks J.H. 2009. Medical Surgical Nursing. Eighth
Edition. Reproduction of thr lates American Edition.
Herdman, T. Heather. 2013. Nanda
International. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Buku Kedokteran. EGC.
Hidayat. 2008. Pengantar
Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta. Salemba Medika
Jitowiyono, Sugeng dan Weni Kristiyanasari . 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi pendekatan Nanda, Nic-Noc.
Yogyakarta: Yuha Medika
Lewis Sharon L. et al. 2011. Medical Surgical Nursing. Problems.
Reproduction of the latest American Edition.
Kusuma Hardhi dan Nurarif Amin Huda. 2012. Handbook For Health Student. Yogyakarta. Mediaction.
Muttaqin, Arif dan Sari Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan Keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2013. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & nanda Nic-noc.
Jilid 2. Yogyakarta. EGC.
Nurarif, Amin Huda dan Kusuma Hardhi. 2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic-noc.
Jilid 2. Yogyakarta. Mediaction.
Priharjo, Robert. 2006. Buku
Pengkajian Fisik Keperawatan . Edisi 2.
Jakarta:
EGC.
Ruhl,
CE, Everhart, JE. 2007. Risk Factors for Inguinal Hernia among Aduls in the US Population.
Am J Epidemiol.
Sjamsuhidayat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
Smeltzet, Suzanne C, dan Branda G. 2009. Keperawatan Medikal Bedah. Edisi 8.
Jakarta:EGC
Suratan dan Lusianah. 2010. Asuhan
Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Gatrointestinal. Jakarta: Trans
Info Media
William & Wilkins, L. 2011. Buku
Ajar Fatofisiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC
http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/124/jtptunimus-gdl-muhammadim-6157-1-babi.pdf (Diakses 20 April 2016).
http://eprints.ums.ac.id/31241/2/BAB_I.pdf (Diakses 20 April 2016).
No comments:
Post a Comment