Thursday, October 19, 2017

Laporan Pendahuluan Kista Ovarium

BAB 1
PENDAHULUAN



1.1.   Latar belakang
Kesehatan memiliki berbagai macam ruang lingkup yang harus dipenuhi, salah satu ruang lingkup kesehatan adalah kesehatan reproduksi. Kesehatan reproduksi adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh, tidak semata-mata bebas dari penyakit atau kecacatan yang berkaitan dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksi baik pada laki-laki dan perempuan. Pada saat ini terjadi banyak masalah kesehatan reproduksi, diantaranya penyakit yang berkaitan dengan sistem reproduksi salah satunya penyakit kista (Fadhilah, E.  2013).

Penyakit kista merupakan salah satu jenis penyakit yang hanya dialami oleh kaum perempuan saja, penyakit kista ini berbentuk benjolan yang berisi cairan dan digolongkan sebagai salah satu tumor yang jinak (Indra, D. 2014). Kista dapat terjadi pada vagina, vulva dan ovarium. Kista yang paling sering terjadi pada perempuan adalah kista yang berasal dari ovarium sehingga sering disebut kista ovarium. Menurut Nugroho, T. (2012: 92) Kista ovarium berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan.

Nugroho, T. (2012: 92) juga menegaskan bahwa, tanda dari kista ovarium biasanya sering tanpa gejala, kecuali kalau kista tersebut membesar penderita akan mengeluh nyeri di perut bagian bawah, nyeri saat menstruasi, nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki. Kowalak, (2011) juga menegaskan bahwa, komplikasi kista ovarium dapat berupa torsi atau ruptur yang menyebabkan tanda- tanda akut abdomen (nyeri tekan, distensi,


regiditas pada abdomen) akibat perdarahan intraperitoneal yang massif atau peritonitis. Komplikasi lain meliputi infertilitas dan aminore. Berdasarkan uraian di atas, terdapat banyak komplikasi akibat dari penyakit kista ovarium, sehingga harus dilakukan tindakan dengan cepat dan tepat, untuk mengatasi masalah-masalah dan komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit kista ovarium.

Berdasarkan data World Health Organization (WHO, 2010 dalam Linawati. L, 2013), angka kejadian kista ovarium tertinggi ditemukan di negara maju, dengan rata-rata kejadian 10 per 100.000 orang perempuan dan angka kejadian kista ovarium di Amerika relatif lebih tinggi yaitu 7,7 per 100.000 orang bila dibandingkan dengan angka kejadian kista ovarium di Asia dan Afrika. Berdasarkan data yang dikeluarkan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI, 2011 dalam Linawati. L, 2013), didapatkan sekitar 25-50% kematian wanita usia subur disebabkan oleh masalah yang terkait dengan kehamilan dan persalinan serta penyakit sistem reproduksi salah satunya adalah kista ovarium.

Berdasarkan data yang diperoleh dari Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. MOCH Ansari Saleh Banjarmasin, khususnya di ruang Mutiara pada tahun 2015 penyakit kista ovarium menduduki urutan ke delapan dari sepuluh penyakit terbanyak gangguan sistem reproduksi dengan angka kejadian sebanyak 11 orang dari 297 orang perempuan yang menderita gangguan sistem reproduksi (Rekam Medik Rumah Sakit Umum Daerah Dr. H. MOCH Ansari Saleh Banjarmasin, 2015).

Klien dengan kista ovarium membutuhkan tindakan keperawatan yang tepat dan cepat melalui asuhan keperawatan yang diberikan secara komprehensif meliputi biologis, psikologi, sosial dan spiritual dengan menggunakan metode pendekatan Asuhan Keperawatan, sehingga dapat membantu dalam pemenuhan kebutuhan klien dalam mengatasi masalah-masalah yang timbul dan menurunkan resiko komplikasi pada klien dengan kista ovarium
                                                                   
                                                                   BAB 2
TINJAUAN TEORITIS


2.1    Tinjauan Teoritis Kista Ovarium
2.1.1   Anatomi Fisiologi



Ovarium merupakan organ endokrin berbentuk oval, terletak di dalam rongga peritoneum, sepasang kiri kanan. dilapisi mesovarium, sebagai jaringan ikat dan jalan pembuluh darah dan saraf. Terdiri dari korteks dan medulla. Ovarium berfungsi dalam pembentukan dan pematangan folikel menjadi ovum (dari sel epitel germinal primordial dilapisan terluar epitel ovarium dikorteks), ovulasi (pengeluaran ovum), sintesis dan sekresi hormon-hormon steroid (ekstrogen dan progesteron) (Purwaningsih, W & Fatmawati, S (2010: 5).


Ovarium merupakan kelenjar yang berada dipermukaan posterior ligamentum latum, didekat infundibulum. Terdiri dari 2 buah, berbentuk seperti almond, berwarna putih keruh. Memiliki panjang 4 cm, lebar 0,4 cm dan berat sekitar 3 gr. Ovarium dibungkus oleh peritoneum dan ditopang oleh ligament mesovarium, ligamentum latum, ligament ovarika dan ligament infundibulum. Ovarium dibagi atas dua bagian yaitu, bagian korteks atau kulit dan bagian medulla. Korteks merupakan lapisan terluar, terdiri atas stroma dan folikel ovarian, yaitu unit fungsional pada ovarium yang sangat penting dalam proses oogenosit, sedangkan bagian medulla terdiri stroma, pembuluh darah, limfatik, serabut saraf dan otot polos (Tarwono & Aryani, R. 2009: 246).

Menurut Irianto, K (2013: 495) ovarium mengandung sel-sel telur muda, folikel primordial, folikel de graaf, badan kuning (korpus luteum), badan putih (korpus albikans). Indung telur membentuk hormon ekstrogen dan hormon progesteron, yang berperan dalam peristiwa menstruasi (haid). Ovarium mengeluarkan telur (ovum) setiap bulan silih berganti kanan dan kiri. Pada saat telur dikeluarkan wanita disebut dalam masa subur. Produksi telur pada wanita sesuai dengan usia adalah sebagai berikut:
Saat lahir bagi wanita mempunyai sel telur 750.000.
Usia 6-15 tahun wanita mempunyai sel telur 439.000.
Usia 16-25 tahun wanita mempunyai sel telur 159.000.
Usia 26-35 tahun wanita mempunyai sel telur 59.000.
Usia 36-45 tahun wanita mempunyai sel telur 34.000.
Masa menopause semua telur menghilang.

Secara anatomi ukuran dan bentuk ovarium tergantung umur dan stadium dari siklus menstruasi. Bentuk ovarium sebelum ovulasi adalah ovoid dengan permukaan licin dan berwarna merah muda keabu-abuan. Pada dewasa muda ovarium berbentuk ovoid pipih dengan panjang kurang lebih 4 cm, lebar krang lebih 2 cm, tebal kurang lebih 1 cm, dan beratnya kurang lebih 7 gram. Secara fisiologis, ovarium merupakan organ eksokrin (sitogenik) dan endokrin. Ovarium disebut organ eksokrin karena mampu menghasilkan ovum pada saat pubertas, sedangkan  disebut organ kelenjar endokrin karena menghasilkan hormon ekstrogen dan progesterone yang memengaruhi pertumbuhan genetalia eksternal dan siklus menstruasi (Mashudi, S. 2011: 19)

2.1.2   Teori Kista Ovarium
2.1.2.1       Pengertian
             Menurut Winjosastro (2015: 159) kista ovarium merupakan suatu tumor, baik yang kecil maupun yang besar, kistik atau padat, jinak atau ganas. Kehamilan kista ovarium yang dijumpai yang paling sering adalah kista dermonal, kista coklat atau kista lutein, kista ovarium yang cukup besar dapat disebabkan kelainan letak janin dalam rahim atau dapat menghalang-halangi masuknya kepala ke dalam panggul.

Menurut Nugroho, T (2012: 92) kista berarti kantung yang berisi cairan. Kista ovarium (kista indung telur) berarti kantung berisi cairan, normalnya berukuran kecil, yang terletak di indung telur (ovarium). Kista indung telur dapat terbentuk kapan saja, pada masa pubertas sampai menopause, juga selama masa kehamilan.

Menurut Saraswati, S (2010: 188) kista ovarium (kista indung telur) biasanya berupa kantong yang tidak bersifat kanker yang berisi material cairan setengah cair. Meskipun kista tersebut biasanya kecil dan tidak menghasilkan gejala.

Menurut Robinson, J. M & Saputra, L (2014: 251) kista ovarium merupakan kantung pada ovarium yang mengandung materi cairan atau semisolid, biasanya tidak ganas. Kista ovarium biasanya berbentuk kecil dan tidak menunjukkan gejala, namun memerlukan investigasi mendalam karena adanya kemungkinan perubahan menjadi ganas.

An ovarian cyst is a sac or pouch filled with fluid or other tissue that forms on the ovary. Ovarian cysts are quite common in women during their childbearing years. A woman can develop one cyst or many cysts. Ovarian cysts can vary in size. There are different types of ovarian cysts. Most cysts are benign (not cancerous). Rarely, a few cysts may turn out to be malignant (cancerous). (The American College of Obstetricians and Gynecologists, 2015).
    
Arti kutipan di atas adalah:
Kista ovarium adalah sebuah kantung atau kantung di isi dengan cairan atau jaringan lainnya pada ovarium. Kista ovarium yang cukup umum terjadi pada wanita usia reproduksi. Seorang wanita dapat memiliki satu kista atau banyak kista. Kista ovarium dapat bervariasi dalam ukuran, ada berbagai jenis kista ovarium, kebanyakan kista adalah jinak. Beberapa kista mungkin berubah menjadi ganas.

Jadi kista ovarium adalah suatu kantong abnormal pada satu ovarium yang mengandung cairan atau materi semi padat yang dipengaruhi oleh hormonal dengan siklus menstruasi.

2.1.2.2       Etiologi
Menurut Winjosastro (2015:159) kista ovarium dapat timbul akibat pertumbuhan abdomen dari epithelium ovarium, dibagi menjadi 2, yaitu:
a.         Kista non neoplasma
Disebabkan karena ketidakseimbangan hormon ekstrogen dan progesteron diantaranya adalah:
1)        Kista non fungsional
Kista serosa inklusi, berasal dari permukaan epithelium yang berkurang didalam korteks.
2)        Kista fungsional
a)        Kista folikel, disebabkan karena folikel yang matang menjadi rupture atau folikel yang tidak matang direabsorbsi cairan folikuler diantara siklus menstruasi. Banyak terjadi pada wanita yang menarche kurang dari 12 tahun.
b)        Kista korpus luteum, terjadi karena bertambahnya sekresi progesteron setelah ovulasi.
c)        Kista tuba lutein, disebabkan karena meningkatnya kadar HCG terdapat pada molahidatidosa.
d)       Kista stein laventhal, disebabkan karena peningkatan kadar LH yang menyebabkan hiperstimuli ovarium.
b.        Kista neoplasma
1)        Kistoma ovarii simpleks adalah suatu jenis kista deroma serosum yang kehilangan epitel kelenjarnya karena tekanan cairan dalam kista.
2)        Kistadenoma ovarii musinosum
Asal kista ini belum pasti, mungkin berasal dari suatu terutama yang pertumbuhannya elemen mengalahkan elemen yang lain.
3)        Kistadenoma ovarii serosum.
Berasal dari epitel permukaan ovarium (germinal ovarium).
4)        Kista endrometreid.
Belum diketahui penyebab dan tidak ada hubungannya dengan endometroid.
5)        Kista dermoid.
Tumor berasal dari sel telur melalui proses pathogenesis. Pada kehamilan yang dijumpai dengan kista ovarium ini memerlukan tindakan operasi untuk mengangkat kista tersebut (pada kehamilan 16 minggu) karena dapat mengakibatkan gangguan pertumbuhan janin yang akhirnya mengakibatkan abortus, kematian dalam rahim.

2.1.2.3   Patway



                                   

Menurut Kowalak (2011: 663) menegaskan bahwa kista ovarium yang berukuran sangat kecil dan timbul dari folikel yang mengalami distensi berlebihan. Distensi folikel yang berlebihan ini bisa disebabkan oleh folikel yang belum ruptur atau yang sudah ruptur, tetapi tersekat kembali sebelum cairan yang didalamnya meresap. Kista ovarium biasanya terdiri atas darah atau cairan yang berkumpul didalam rongga. Kalau terus menetap sampai masa manopause, kista tersebut akan menyekresi estrogen dengan jumlah berlebihan sebagai reaksi terhadap hiper sekresi FSH (follicle stimulating hormone)dan LH (luteinizing hormone), yang normalnya terjadi pada masa manopause.

2.1.2.5       Tanda dan gejala
Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 160) tanda gejala kista ovariumyaitu, kadang-kadang kista ovarium ditemukan pada pemeriksan fisik, tanpa ada gejala (asimtomatik). Mayoritas penderita kista ovarium tidak menunjukkan adanya gejala sampai periode waktu tertentu. Hal ini disebabkan perjalanan penyakit ini berlangsung secara tersembunyi sehingga diagnosa sering ditemukan pada saat pasien dalam keadaan stadium lanjut sampai pada waktu klien mengeluh adanya ketidakteraturan menstruasi, nyeri pada perut bawah, timbul benjolan pada perut.

Pada umumnya kista adenoma ovarii serosim tidak mempunyai ukuran yang amat besar dibandingkan dengan kista denoma musinosu. Permukaan tumor biasanya licin, akan tetapi dapat pula berbagai karena ovarium pun dapat berbentuk multivokuler. Meskipun lazimnya berongga satu,warna kista putih ke abu-abuan. Ciri khas kista ini adalah potensi pertumbuhan papiler kedalam rongga kista sebesar 0% dan keluar pada permukaan kista sebesar 5% isi kista cair kuning dan kadang-kadang coklat karena campuran darah. Tidak jarang kistanya sendiri pun kecil tetapi permukaannya penuh dengan pertumbuhan papiler (solid papiloma).

Menurut Nugroho, T (2012: 94) tanda dan gejala kista ovarium yaitu:
a.         Sering tanpa gejala
b.        Nyeri saat menstruasi
c.         Nyeri diperut bagian bawah
d.        Nyeri pada saat berhubungan badan
e.         Nyeri pada punggung terkadang menjalar sampai ke kaki
f.         Terkadang disertai nyeri saat buang air kecil dan atau buang air besar
g.        Siklus menstruasi tidak teratur, bisa juga jumlah darah yang keluar banyak.

Menurut Saraswati, S (2010: 189) gejala gejala kista ovarium (kista indung telur) biasanya tidak menghasilkan gejala, kecuali terjadi pecah atau terpuntir sehingga menyebabkan sakit perut, distensi, dan kaku. Kista yang besar atau kista dalam jumlah banyak dapat menyebabkan ketidaknyamanan pada panggul, sakit pinggang, rasa sakit saat berhubungan seksual, dan perdarahan uterus yang abnormal tidak seperti pola gangguan ovulasi. Kista indung telur yang mengalami pemuntiran menyebabkan sakit perut yang akut seperti serangan apendisitis. Kista granulo lutein timbul pada permulaan kehamilan dan diameternya dapat sebesar 5-6 cm dan menghasilkan rasa tidak enak didaerah panggul. Apabila pecah, terjadi perdarahan massif pada satu sisi rongga perut. Pada perempuan yang tidak hamil, kista ini akan membuat menstruasi terlambat diikuti dengan perpanjangan dan perdarahan iriguler. Kista indug telur polisistik juga menghasilkan tidak adanya menstruasi sekunder, penurunan siklus menstruasi dan terjadi infertilitas.

Most ovarian cysts are small and not cause symptoms. Some cysts may cause a dull or sharp ache in the abdomen and pain during certain activities. Larger cysts may cause torsion (twisting) of the ovary that causes pain. Cysts that bleed or rupture (burst) may lead to serious problems requiring prompt treatment (The American College of Obstetricians and Gynecologists, 2015).

Arti kutipan diatas:
Kebanyakan kista ovarium yang kecil tidak menimbulkan gejala, beberapa kista dapat menyebabkan rasa nyeri atau tajam di perut dan sakit saat kegiatan tertentu. Kista lebih besar dapat menyebabkan torsi dari ovarium yang menyebabkan rasa sakit, kista yang berdarah atau pecah dapat menyebabkan masalah serius yang membutuhkan pengobatan yang tepat.

2.1.2.6       Pemeriksaan Penunjang
Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 160) pemeriksaan penunjang kista ovarium yaitu:
a.         Pap smear
Untuk mengetahui displosia seluler menunjukkan kemungkinan adanya kanker/kista.
b.        Ultrasound/scan CT
Membantu mengidentifikasi ukuran/lokasi massa.
c.         Laparoskopi
Dilakukan untuk melihat tumor perdarahan perubahan endometrial.
d.        Hitung darah lengkap
e.         Foto rontgen
Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan adanya hidrotoraks.

Menurut Nugroho, T (2012: 95) penegakan diagnosis kista ovarium ditegakkan melalui pemeriksaan ultrasonografi atau USG (abdomen atau transvaginal), kolposkopi screening, dan pemeriksaaan darah (tumor marker atau penanda tumor).

Menurut Nugroho, T (2012: 95) pemeriksaan laboratorium kista ovarium melakukan pemeriksaan sekret yang meliputi trichomonas, candida/jamur, bakteri batang, bakteri kokus, epitel, lekosit, eritrosit, epitel, PH dan hematologi misalnya HB (hemoglobin).

2.1.2.7       Penatalaksanaan
Menurut Nugroho, T (2012: 95) penatalaksanaan kista ovarium yaitu.
a.         Observasi
Jika kista tidak menimbulkan gejala, maka cukup dimonitor (dipantau) selama 1-2 bulan, karena kista fungsional akan menghilang dengan sendirinya setelah satu atau dua siklus haid. Tindakan ini diambil jika tidak curiga ganas (kanker)
b.        Operasi
Jika kista membesar, maka dilakukan tindakan pembedahan, yang dilakukan pengambilan kista dengan tindakan laparoskopi atau laparatomi. Biasanya untuk laparoskopi dan diperbolehkan pulang pada hari ke 3 atau hari ke 4, sedangkan untuk laparatomi anda diperbolehkan pulang pada hari ke 8 atau ke 9.

2.1.2.8       Prognosis
Menurut Kowalak (2011: 662) bahwa prognosis bagi kista ovarium nonneoplastik sangat baik, risiko terjadinya malignansi ovarium tidak lebih besar pada kista ovarium yang fungsional (fisiologis).

2.1.2.9       Komplikasi
Menurut Kowalak (2011: 663) komplikasi kista ovarium dapat berupa torsi atau ruptur yang menyebabkan tanda-tanda akut abdomen (nyeri tekan, distensi dan rigiditas pada abdomen) akibat perdarahan intraperitoneal yang masif atau peritonitis. Komplikasi lain meliputi infertilitas dan amenore.

2.1.2.10   Cara mencegah kista Ovarium
Menurut Nurarif, A.H & Kusuma, H (2015: 161) ada beberapa cara pencegahan terhadap kista ovarium yaitu:
1.        Hindari faktor-faktor pencetus penyakit dan istirahat yang cukup.
2.        Biasakan olahraga teratur dan hidup bersih serta konsumsi makanan yang banyak mengandung gizi.
3.        Pakailah alat kontrasepsi jika ingin melakukan senggama.
4.        Pemakaian kontrasepsi oral dapat digunakan untuk menekan aktivitas ovarium.

Beberapa cara pencegahan terhadap kista, yaitu:
a.         Kurangi makanan yang berkadar lemak tinggi.
Konsumsi lemak dalam kuantitas yang besar mampu akan menyebabkan gangguan hormon dan meningkatkan hormon kotisol (hormon penyebab stress).
b.        Konsumsi  lebih banyak sayur dan buah.
Sayur dan buah yang mengandung banyak vitamin dan mineral yang mampu meningkatkan stamina tubuh dan menetralisir bahan kimia yang masuk ke dalam tubuh. Namun bagi penderita kista hindari mengkonsumsi sayuran seperti tauge yang dapat mendorong pertumbuhan sel dikhawatirkan akan mengembangkan penyakit kista, sayuran sawi putih dan kangkungakan mengurangi efektivitas penyerapan obat.
c.         Konsumsi makanan yang mengandung antioksidan.
Makanan dengan kandungan antioksidan akan melawan radikal bebas yang mungkin dihasilkan karena polusi, debu dan bahan kimia lainnya.
d.        Hindari minuman beralkohol dan bersoda.
Minuman beralkohol dan bersoda pada dasarnya akan memberikan pengaruh yang buruk pada kesehatan.
e.         Hindari makanan yang diawetkan
Penderita kista sebaiknya menghindari makanan yang diawetkan karena kandungan senyawa kimia yang berbahaya untuk kesehatan.
f.         Menjaga pola hidup sehat
Menghindari rokok dan mulai berolahraga.
g.        Lakukan pemeriksaan medis.
Pemeriksaan medis dapat berupa pemeriksaan klinis genekologik untuk dapat melihat apakah ada gejala yang memungkinkan pembesaran ovarium, pemeriksaan USG menggunakan alat Doppler untuk mendeteksi aliran darah
dan pemeriksaan CT-Scan.
h.        Gunakan pil KB.
Kontrasepsi oral atau pil KB mampu meminimalisir risiko terkena kista karena mencegah produksi sel telur.
i.          Menjaga kebersihan  area kewanitaan.
Pencegahan sel-sel tumor agar tidak berkembang dapat dilakukan dengan senantiasa membersihkan dan menjaga kelembapan area kewanitaan.
<http://bidanku.com/cegah-penyakit-kista> (Diakses pada 25 April 2015).

2.2    Tinjauan Teoritis Asuhan Keperawatan Kista ovarium
Menurut Nurarif, A. H (2015), Mitayani (2009),& Billota, K. A. J (2011) proses asuhan keperawatan pada klien dengan kista ovarium meliputi pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi keperawatan dan evaluasi keperawatan.
2.2.1  Pengkajian
2.2.1.1 Riwayat
a.         Ketidaknyamanan pelvis yang ringan.
b.         Urgensi berkemih.
c.         Nyeri pinggang bawah.
d.        Dispareunia.
e.         Perdarahan tidak teratur.
2.2.1.2  Temuan pemeriksaan fisik
a. Nyeri tekan abdomen.
b.          Distensi abdomen.
c. Abdomen kaku.
d.        Pembesaran ovarium.

 2.2.2  Diagnosis keperawatan
            Diagnosa yang mungkin muncul pada klien dengan kista ovarium, yaitu:
            2.2.2.1    Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit.
            2.2.2.2    Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post operasi).
            2.2.2.3    Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus.
            2.2.2.4  Resiko infeksi berhubungan dengan poste de entry kuman, trauma jaringan (luka operasi).
            2.2.2.5  Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis dan efek samping terkait perdarahan histerektomi).
          2.2.2.6    Resiko cedera berhubungan dengan efek samping terkait agen farmasutikal (obat anastesi).
 2.2.2.7   Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
2.2.3    Intervensi keperawatan
            2.2.3.1    Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang penyakit.
                  Tujuan:rasa cemas berkurang hingga rasa cemas hilang.
            Kriteria evaluasi: klien mampu mengidentifikasi, mengungkapkan, dan menunjukkan tehnik untuk mengontrol cemas, postur tubuh, ekspresi wajah, bahasa tubuh dan tingkat aktivitas menunjukkan berkurangnya kecemasan.
                           Intervensi:
a.       Kaji tingkat kecemasan klien.
Rasional:mengetahui sejauhmana tingkat kecemasan klien..
b.      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: mengetahui perubahan tanda-tanda vital terhadap kecemasan.
c.       Instruksikan klien menggunakan teknik relaksasi.
Rasional:membatu mengurangi rasa cemas.
d.      Dorong klien untuk mengungkapkan perasaan, kecemasan.
Rasional: mengidentifikasi tingkat kecemasan.
e.       Kolaborasi dengan keluarga atau orang terdekat klien sebagai sistem pendukung.
Rasional:mengurangi tingkat kecemasan.
             2.2.3.2   Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera fisik (luka post operasi).
                           Tujuan: nyeri dapat berkurang hingga teratasi.
            Kriteria evaluasi : klien mengatakan nyeri berkurang, skala nyeri 0.
                           Intervensi:
a.       Kaji karakteristik nyeri dengan PQRST.
Rasional:membantu dalam mengidentifikasi derajat nyeri.
b.      Observasi tanda-tanda vital.
Rasional: mengetahui respon klien terhadap nyeri.
c.       Ajarkan teknik manajemen nyeri (distraksi dan relaksasi)
Rasional:teknik manajemen nyeri dapat mengurangi nyeri secara non farmakologis.
d.      Anjurkan untuk membatasi aktivitas yang meningkatkan rasa nyeri.
Rasional: dapat menurunkan frekuensi dan tingkat nyeri.
e.       Kolaborasi dalam pemberian terapi analgetik.
Rasional: obat-obatan dapat mengurangi nyeri.
                   2.2.3.3  Konstipasi berhubungan dengan penurunan peristaltic usus.
          Tujuan: konstipasi klien teratasi, klien mampu  BAB.
            Kriteria evaluasi : pola BAB normal, peristaktik usus normal (5-35×/ menit).
                           Intervensi:
a.       Kaji kebiasan pola BAB, penyebab  konstipasi, kenali tanda-tanda sumbatan seperti tidak adanya feses yang terbentuk selama beberapa hari, persaan penuh pada abdomen dan auskultasi bising usus.
Rasional: intervensi dini perlu untuk mengatasi konstipasi secara efektif dan mengurangi risiko komplikasi.
b.      Observasi adanya distensi abdomen jika bising usus tidak ada atau berkurang.
Rasional: hilangnya peristaltik melumpuhkan usus, membuat distensi ileus dan usus.
c.       Lakukan masase lembut pada abdomen searah jarum jam dengan sebelumnya anjurkan minum air putih.
Rasional: menstimulasi pengeluaran feses.
d.      Anjurkan klien untuk makan makanan tinggi serat, pemasukan cairan yang adekuat (minimal 2000 ml/ hari), termasuk konsumsi jus atau sari buah.
Rasional: meningkatkan konsistensi feses untuk dapat melewati usus dengan mudah.
e.       Anjurkan klien untuk mengatur posisi sim/miring ke kiri diwaktu subuh atau pagi hari.
Rasional: agar sisa atau ampas dari penyerapan nutrisi dapat dengan mudah masuk ke kolon sigmoid untuk dikeluarkan saat BAB.
f.       Kolaborasi dengan ahli gizi.
Rasional: membantu merencanakan makanan yang sesuai dengan kebutuhan dan fungsi pencernaan.
g.      Kolaborasi terapi dengan pemberian obat antikonsipasi atau obat saluran cerna.
Rasional: antikonstipasi berguna untuk melancarkan BAB.
            2.2.3.4    Resiko infeksi berhubungan dengan poste de entry kuman, trauma jaringan (luka operasi)
                         Tujuan: infeksi tidak terjadi, luka membaik.
            Kriteria evaluasi: tidak terdapat tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor dan fungsiolaisa), hasil pemeriksaan leukusit normal (4-10 ribu/uL).
                           Intervensi:
a.       Kaji adanya tanda-tanda infeksi (rubor, dolor, kalor dan fungsiolaisa)
Rasional: dengan memperhatikan tanda infeksi sehingga dapat dicegah sejak dini.
b.      Observasi hasil pemeriksaan darah terutama leukosit.
Rasional: mendeteksi sejak dini peningkatan leukosit sebagai indikasi infeksi.
c.       Lakukan perawatan luka dengan teknik steril dan aseptik.
Rasional: perawatan luka dengan teknik steril dan aseptik meminimalkan masuknya mikroorganisme infeksi pada luka.
d.      Anjurkan klien untuk menjaga kebersihan dan balutan agara tidak basah pada area disekitar luka serta asupan nutrisi yang bergizi cukup.
Rasional:mengurangi trasmisi mikroorganisme infeksi dan mempercepat proses penyembuhan.
e.       Kolaborasi terapi antibiotic.
Rasional: antibiotik berfungsi mencegah infeksi.
2.2.3.5 Resiko perdarahan berhubungan dengan komplikasi terkait penyakit (komplikasi peritonitis dan efek samping terkait perdarahan histerektomi).
Tujuan: Resiko perdarahan tidak terjadi.
Kriteria hasil: tidak terjadi perdarahan, kehilangan darah yang terlihat, tekanan darah dalam batas normal, hemoglobin dan hematokrit dalam batas normal.
Intervensi:
a.          Kaji tanda-tanda adanya perdarahan.
Rasional: perdarahan yang banyak dapat membahayakan kondisi fisik klien.
b.         Observasi tanda-tanda vital klien.
Rasional: mengetahui keadaan umum klien.
c.         Catat nilai HB dan HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan.
Rasional: mengetahui perubahan HB dan HT sebelum dan sesudah terjadinya perdarahan.
d.        Anjurkan klien untuk meningkatkan intake makanan yang banyak mengandung vitamin K.
Rasional: mengkonsumsi vitamin K berfungsi membuat pembekuan darah dan membantu mengurangi pengeluaran darah.
e.         Kolaborasi dengan dokter.
Rasional: mempercepat penyembuhan klien.
 2.2.3.6   Resiko cedera berhubungan dengan efek samping terkait agen  farmasutikal (obat anastesi).
                           Tujuan:  Resiko cedera tidak terjadi.
            Kriteria evaluasi: klien terbebas dari cedera, klien mampu menjelaskan cara/metode untuk mencegah injury/cedera, mampu memodifikasi gaya hidup untuk mencegah injury.
                           Intervensi:
a.       Identifikasi kebutuhan keamanan klien sesuai dengan kondisi fisik.
Rasional: mengetahui kemungkinan terjadinya resiko cedera.
b.      Hindari lingkunagan yang bisa membahayakan klien.
Rasional:untuk menghindari resiko cedera.
c.       Memasang side rail di tempat tidur.
Rasional: menghindari resiko jatuh.
d.      Sediakan lingkungan yang aman untuk klien.
Rasional: mencegah terjadinya resiko cedera.
e.       Manganjurkan keluarga untuk menemani klien.
Rasional:menjaga klien agar terhindar dari resiko cedera.
2.2.3.7           Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan.
Tujuan : klien mampu melakukan perawatan diri secara mandiri.
Kriteria hasil: mampu untuk membersihkan tubuh sendiri dengan atau tanpa alat bantu, mampu untuk mempertahankan kebersihan dan penampilan yang rapi secara mandiri dengan atau tanpa alat bantu.
a.    Kaji kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri (hygiene).
Rasional: mengetahui kemampuan klien dalam melakukan perawatan diri.
b.    Bantu klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Rasional: membantu klien dalam memenuhi kebutuhan.
c.    Berikan pendidikan tentang pentingnya perawatan diri (hygiene).
Rasional:untuk menambah pengetahuan klien.
d.   Anjurkan/libatkan keluarga dalam membantu dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
Rasional:mempermudah klien dalam melakukan pemenuhan kebutuhan sehari-hari.
2.2.4    Implementasi keperawatan
            Implementasi merupakan tindakan keperawatan yang sesuai dengan yang telah direncanakan, mencakup tindakan mandiri dan kolaborasi. Tindakan mandiri adalah tindakan keperawatan berdasarkan analisa dan kesimpulan perawat dan bukan atas petunjuk tenaga kesehatan lain. Sedangkan tindakan kolaborasi adalah tindakan keperawatan yang didasarkan oleh hasil keputusan bersama dengan dokter atau petugas kesehatan lain.
2.2.5    Evaluasi keperawatan
                  Evaluasi merupakan hasil perkembangan klien dengan berpedoman kepada hasil dan tujuan yang hendak dicapai.
 DAFTAR RUJUKAN




Bilota, K.A.J. (2011). Kapita Selekta Penyakit dengan Implikasi Keperawatan. Jakarta: EGC.

Fadhilah, E. Hiswani & Jemadi.(2013). Karakteristik Wanita Penderita Kista Ovarium Di Rumah Sakit Vita Insani. (Internet) Termuat dalam: <http://download.portalgaruda.org> (Diakses tanggal 6 Juni 2016).

Irianto, K. (2013). Anatomi dan Fisiologi. Bandung: Alfabeta

Indra, D. (2014). Aplikasi Untuk Mendiagnosa Penyakit Kista Ovarium Menggunakan Metode Forward Chaining. (Internet) Termuat dalam: <http://webcache.googleusercontent.com> (Diakses tanggal 6 Juni 2016).

Kowalak, J. P. (2014). Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC.

Linawati, L. (2013). Asuhan Keperawatan Kista Ovarium. (Internet). Termuat dalam:<http://digilib.stikeskusumahusada.ac.id.pdf> (Diakses Tanggal 25 April 2016).

Mitayani, (2009). Asuhan Keperawatan Maternitas. Jakarta: Salemba Medika.

Mashudi, (2011).Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

Nugroho, T. (2012). Obsgyn: Obstetri dan Ginekologi. Yogyakarta: Nuha Medika

Nurarif, A. H., & Kusuma, H. (2015).Nanda Nic Noc Aplikasi Asuhan  Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis. Yogyakarta: Mediaction.

Purwaningsih,  W. & Fatmawati, S. (2010). Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta: Nuha Medika.

Saraswati, S. (2010). 52 Penyakit Perempuan: Mencegah & Mengobati 52 Penyakit Yang Sering Diderita perempuan. Yogyakarta: Katahati.

Tarwono, Aryani R, Wartonah. (2009). Anatomi dan fisiologi Untuk Mahasiswa Keperawatan. Jakarta: Trans Info Media.

The American College of Obstetricians and Gynecologists. (2015, July). From <http://www.acog.org/~/media/For%20Patients/faq075.pdf> (DiaksesTanggal 26 April 2016).

 <http://bidanku.com/cegah-penyakit-kista> (Diakses pada 25 April 2016).

2 comments: