Sunday, May 19, 2019

Laporan Pendahuluan Tonsilektomi


LAPORAN PENDAHULUAN
TONSILEKTOMI

1        Definisi
Tonsilektomi adalah suatu tindakan invasif yang dilakukan untuk mengambil tonsil dengan atau tanpa adenoid (Adam Boeis, 1994: 337).

2        Tujuan
2.1  Tujuan Umum
Menjelaskan tentang konsep dan asuhan keperawatan yang harus diberikan kepada klien dengan Tonsilitis
2.2  Tujuan Khusus
2.2.1        Mahasiswa mampu memahami definisi dari Tonsilektomi
2.2.2        Mahasiswa mampu memahami tujuan dari Tonsilektomi
2.2.3        Mahasiswa mampu memahami indikasi dan kontraindikasi dari Tonsilektomi
2.2.4        Mahasiswa mampu memahami penatalaksanaan dari Tonsilektomi
2.2.5        Mahasiswa mampu memahami patofisiologi dari Tonsilektomi
2.2.6        Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan dari Tonsilitis meliputi :
-    Pengkajian
-    Diagnosa keperawatan
-    Perencananaan Intervensi Keperawatan                                        

3        Indikasi dan Kontra Indikasi
3.1  Indikasi
3.1.1 Indikasi absolut
-          Timbulnya kor pulmonale akibat adanya obstruksi jalan nafas yang kronis.
-          Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea pada waktu tidur.
-          Hipertrofi yang berlebihan yang mengakibatkan disfagia dan penurunan berat badan sebagai penyertanya.
-          Biopsi eksisi yang di curigai sebagai keganasan (limfoma).
-          Abses peritonsilaris berulang atau abses yang meluas pada jaringan sekitarnya.
3.1.1        Indikasi relatif
Seluruh indikasi lain untuk tindakan tonsilektomi di anggap sebagai indikasi relatif.
3.1.2        Indikasi lain yang paling dapat di terima adalah
-          Serangan tonsilitis yang berulang.
-          Hiperplasia tonsil dengan gangguan fungsional (disfagia).
-          Hiperplasia dan obstruksi yang menetap selama 6 bulan.
-          Tidak memberikan respons terhadap penatalaksanaan dan terapi.

3.2      Kontraindikasi
-            Demam yang tidak di ketahui penyebabnya.
-            Asma.
-            Infeksi sistemik atau kronis.
-            Sinusitis

4          Penatalaksanaan/Jenis-Jenis Tindakan    
4.1      Cara Guillotine
Diperkenalkan pertama kali oleh Philip Physick (1828) dari Philadelphia, sedangkan cara yang masih digunakan sampai sekarang adalah modifikasi Sluder. Di negara-negara maju cara ini sudah jarang digunakan dan di Indonesia cara ini hanya digunakan pada anak-anak dalam anestesi umum. Tekniknya adalah sbb :
4.1.1        Posisi pasien telentang dalam anestesi umum. Operator di sisi kanan berhadapan dengan pasien.
4.1.2        Setelah relaksasi sempurna otot faring dan mulut, mulut difiksasi dengan pembuka mulut. Lidah ditekan dengan spatula.
4.1.3        Untuk tonsil kanan, alat guillotine dimasukkan ke dalam mulut melalui sudut kiri.
4.1.4        Ujung alat diletakkan diantara tonsil dan pilar posterior, kemudian kutub bawah tonsil dimasukkan ke dalam Iubang guillotine. Dengan jari telunjuk tangan kiri pilar anterior ditekan sehingga seluruh jaringan tonsil masuk ke dalam Iubang guillotine.
4.1.5        Picu alat ditekan, pisau akan menutup lubang hingga tonsil terjepit.
4.1.6        Setelah diyakini seluruh tonsil masuk dan terjepit dalam lubang guillotine, dengan bantuan jari, tonsil dilepaskan dari jaringan sekitarnya dan diangkat keluar. Perdarahan dirawat.

4.2      Cara diseksi
Cara ini diperkenalkan pertama kali oleh Waugh (1909). Cara ini digunakan pada pembedahan tonsil orang dewasa, baik dalam anestesi umum maupun lokal. Tehniknya adalah sbb :
4.2.1        Bila menggunakan anestesi umum, posisi pasien terlentang dengan kepala sedikit ekstensi. Posisi operator di proksimal pasien.
4.2.2        Dipasang alat pembuka mulut Boyle-Davis gag.
4.2.3        Tonsil dijepit dengan cunam tonsil dan ditarik ke medial
4.2.4        Dengan menggunakan respatorium/enukleator tonsil, tonsil dilepaskan dari fosanya secara tumpul sampai kutub bawah dan selanjutnya dengan menggunakan jerat tonsil, tonsil diangkat. Perdarahan dirawat.

4.3      Cryogenic tonsillectomy
Tindakan pembedahan tonsil dapat menggunakan cara cryosurgery yaitu proses pendinginan jaringan tubuh sehingga terjadi nekrosis. Bahan pendingin yang dipakai adalah freon dan cairan nitrogen.

4.4      Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan. Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
4.5      Radiofrekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektrode disisipkan langsung kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektrode cukup tinggi untuk membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas. Selama periode 4-6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total volume jaringan berkurang.
4.6      Skapel harmonic
Skapel harmonik menggunakan teknologi ultrasonik untuk memotong dan mengkoagulasi jaringan dengan kerusakan jaringan minimal.

4.7      Teknik Coblation
Coblation atau cold ablation merupakan suatu modalitas yang unuk karena dapat memanfaatkan plasma atau molekul sodium yang terionisasi untuk mengikis jaringan. Mekanisme kerja dari coblation ini adalah menggunakan energi dari radiofrekuensi bipolar untuk mengubah sodium sebagai media perantara yang akan membentuk kelompok plasma dan terkumpul disekitar elektroda. Kelompok plasma tersebutakan mengandung suatu partikel yang terionisasi dan kandungan plasma dengan partikel yang terionisasi yang akan memecah ikatan molekul jaringan tonsil. Selain memecah ikatan molekuler pada jaringan juga menyebabkan disintegrasi molekul pada suhu rendah yaitu 40-70%, sehingga dapat meminimalkan kerusakan jaringan sekitar.

4.8      Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tensilektomi parsial yang dilakukan dengan menggunakan microdebrider endoskopi. Microdebrider endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi, namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.

4.9      Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil. Tehnik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.                                                        
5               Pemeriksaan Penunjang
1.    Pemeriksaan darah tepi: Hb, Ht, leukosit, hitung jenis, trombosit
2.    Pemeriksaan hemostasis: BT/CT, PT/APTT


6      Pathway
Post Op
TONSILEKTOMI
Pre Op
Kurang pengetahuan
Koping individu tidak efektif
Penurunan otot-otot pernafasan
Risiko perdarahan
Penurunan refleksi batuk
Syok hipovolemik
Akumulasi sekret
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
suplai O2
Penurunan HB
Pembiusan
Pembedahan
Gelisah, khawatir, takut, dll
Kurang terpapar informasi
Kesadaran diturunkan
Terputusnya kontinuitas jaringan syaraf
Insisi
Ansietas
ansietas
Perdarahan tidak terkontrol
Intra Op
Akumulasi sekret
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas
Risiko infeksi
 




























sianosis
 
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
 




Sumber:
7      Gambar
Gambar 7.1 Kiri tonsil yang normal dan kanan adanya peradangan pada tonsil
Sumber :
http://www.newhealthadvisor.com/Medicine-for-Tonsillitis.html

Gambar 7.2 Teknik Guilottine dengan menggunakan pisau
Sumber: halosehat.com

Gambar 7.3 Teknik Diseksi dengan dipotong
Sumber: Operasiamandel.com





8            DIAGNOSA KEPERAWATAN,  INTERVENSI DAN RASIONAL
1.             Pre operasi
8.1                        Ansietas b.d koping individu tidak efektif
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
-       Penurunan ansietas
R: meminimalkan kekhawatiran, ketakutan, prasangka, atau perasaan tidak tenang yang b.d sumber bahaya yang diantisipasi dan tidak jelas.
-       Peningkatan koping
R: membantu pasien untuk beradaptasi dengan persepsi stressor, perubahan atau ancaman yang menghambat pemenuhan tuntutan dan peran hidup.
-       Dukungan emosi
R: memberikan penenangan, penerimaan dan bantuan/dukungan selama masa stress.

2.             Intra Operasi
8.2                        Gangguan perfusi jaringan b.d penurunan konsentrasi Hb dalam darah
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
-       Monitor tanda dan gejala penurunan perfusi jaringan
R: Klien dipantau terhadap tanda dan gejala yang menandakan menurunnya perfusi jaringan, yaitu: penurunan tekanan darah: saturasi O2 yang tidak adekuat: pernafasan cepat atau sulit: peningkatan frekuensi nadi >100x/m: gelisah: respon melambat: kulit dingin; kusam dan sianosis; denyut perifer tak teraba; salah satu tanda dan gejala ini harus dilaporkan
-       Beri intervensi sesuai dengan penyebab penurunan perfusi perifer
R: Tindakan dilakuan untuk mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat, tergantung pada penyebab tidak adekuatnya perfusi jaringan. Tindakan yang dilakukan dapat mencakup penggantian cairan, terapi komponen darah dan memperbaiki fungsi jantung
-       Lakukan percepatan mobilisasi aktvitas
R: Aktivitas seperti latihan tungkai diakukan untuk menstimulasi sirkulasi dan klien didorong untuk berbalik dan mengubah posisi dengan perlahan dan untuk menghindari posisi yang mengganggu arus balik vena.
8.3  Resiko infeksi b.d pembedahan, prosedur invasif dan trauma jaringan
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
Infection control management:
-      Kendalikan prosedur masuk kamar operasi untuk pasien maupun petugas
R: Prosedur dikamar operasi adalah steril
-       Batasi jumlah personil di kamar operasi
R: Mencegah infeksi silang
-       Kendalikan sterilitas ruangan dan peralatan yang dipakai
R: Menjaga kestrerilan dalam tindakan dan peralatan bedah
-       Lakukan c uci tangan bedah, pemakaian jas operasi, pemakaian sarung tangan dan duk operasi sesuai prosedur
R: Prinsip steril mencegah terjadinya infeksi post operasi
-       Terapkan prosedur septik aseptik
R: Membunuh/mengurangi kuman penyakit sehingga tidak terjadi infeksi
-       Lakukan penutupan luka sesuai prosedur
R: Menutup luka agar tetap bersih
-       Kolaborasi pemberian antibiotik
R: Membunuh kuman penyakit didalam tubuh.

3.             Post Operasi
a.    Ketidakefektifan bersihan jalan b.d obstruksi jalan nafas: sekret pada bronki
Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
-       Manajemen jalan napas
R: memfasilitasi kepatenan jalan udara
-       Pengisapan jalan nafas
R: mengeluarkan sekret dari jalan nafas dan memasukkan sebuah kateter pengisap kedalam jalan nafas oral atau trakea
-       Kewaspadaan aspirasi
R: mencegah atau meminimalkan faktor resiko pada pasien yang beresiko mengalami aspirasi
-       Manajemen asma
R: mengidentifikasi, menangani, dan mencegah reaksi inflamasi/ konstriksi di dalam jalan nafas
-       Peningkatan batuk
R: meningkatkan inhalasi dalam pada pasien yang memiliki riwayat keturunan mengalami tekanan intra toraksik dan kompresi parenkim paru yang mendasari untuk pengerahan tenaga dalam menghembuskan udara




DAFTAR PUSTAKA

Wanri, A. (2007). http://dokterharry.com/2007/09/05/tonsilektomi-tonsillectomy/ diakases pada tanggal 4 Maret 2017
Drake A. Tonsillectomy. avaible from: http://www. emedicine. com/ent/topic315. htm/emed tonsilektomi.

No comments:

Post a Comment