Sunday, May 19, 2019

Laporan Pendahuan K3


LAPORAN PENDAHULUAN
KONSEP  KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (K3)

A.    PENGERTIAN
Kesehatan kerja adalah spesialisasi dalam ilmu kesehatan/kedokteran beserta prakteknya yang bertujuan, agar pekerja/masyarakat pekerja beserta memperoleh derajat kesehatan yang setinggi-tingginya, baik fisik, atau mental, maupun sosial, dengan usaha-usaha preventif dan kuratif, terhadap penyakit-penyakit/gangguan–gangguan kesehatan yang diakibatkan faktor-faktor pekerjaan dan lingkungan kerja, serta terhadap penyakit-penyakit umum. Kesehatan kerja memiliki sifat sebagai berikut : Sasarannya adalah manusia dan bersifat medis.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja yang selanjutnya disingkat K3 adalah segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi keselamatan dan kesehatan karyawan melalui upaya pencegahan kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja. Kesehatan Kerja adalah upaya peningkatan dan pemeliharaan derajat kesehatan yang setinggitingginya bagi karyawan di semua jabatan, pencegahan penyimpangan kesehatan yang disebabkan oleh kondisi karyawan, perlindungan karyawan dari risiko akibat faktor yang merugikan kesehatan, penempatan dan pemeliharaan karyawan dalam suatu lingkungan kerja yang mengadaptasi antara karyawan dengan manusia dan manusia dengan jabatannya (PMK No. 48, 2016).

B.     TUJUAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja, yaitu (Mangkunegara, 2002):
1.      Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.
2.      Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.
3.      Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.
4.      Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.
5.      Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.
6.      Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.
7.      Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerja.

Tujuan dari K3:
1.      Melindungi kesehatan, keamanan dan keselamatan dari tenaga kerja.
2.      Meningkatkan efisiensi kerja.
3.      Mencegah terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja.

C.    DASAR HUKUM KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Sumber hukum sumber hukum penerapan K3 adalah sebagai berikut:
1.      UU No. 1 tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja
2.      UU No. 3 tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja
3.      PP No. 14 tahun 1993 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja
4.      Keppres No. 22 tahun 1993 tentang Penyakit yang Timbul karena Hubungan Kerja
5.      Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran

D.    RUANG LINGKUP KESEHATAN KERJA
Kesehatan kerja meliputi berbagai upaya penyerasian antara pekerja dengan pekerjaan dan lingkungan kerjanya, baik fisik maupun psikis dalam hal cara/metode kerja. Proses kerja dan kondisi yang bertujuan untuk (Sumarlin, 2012) :
1.      Memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan kerja masyarakat pekerja di semua lapangan kerja setinggi-tingginya baik fisik, mental, maupun kesejahteraan sosialnya
2.      Mencegah timbulnya gangguan kesehatan pada masyarakat pekerja yang diakibatkan oleh keadaan kondisi lingkungan kerjanya.
3.      Memberikan pekerjaan dan perlindungan bagi pekerja di dalam pekerjaannya dari kemungkinan bahaya yang disebabkan oleh factor-faktor yang membahayakan kesehatan
4.      Menempatkan dan memelihara pekerja di suatu lingkungan pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan fisik dan psikis pekerjanya

E.     MASALAH KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA
Kinerja (performence) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja.
1.      Kapasitas Kerja : Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30– 40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja.
2.      Beban Kerja : Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stress.
3.      Lingkungan Kerja : Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).
4.      Bahaya Kerja, bahaya (Hazard) adalah sifat-sifat intrinsik dari suatu zat atau proses yang berpotensi dapat menyebabkan kerusakan atau membahayakan. Hal ini termasuk bahan kimia (toksisitas, korosifitas), fisik (daya ledak, listrik, dapat terbakar), biologis (dapat menginfeksi), dan lain-lain. Bahaya (hazard) dapat digolongkan ke dalam beberapa jenis:
a.         Bahaya fisik (Physicalhazards): meliputi kebisingan, radiasi (pengion, elektro-magnetik atau bukan pengion), temperature ekstrim, getaran dan tekanan.
b.         Bahaya kimia (Chemical hazards): melalui banyak cara, bahaya kimia dapat merusak pada kesehatan maupun property. Beberapa dari cara ini adalah daya ledakan, dapat terbakar, korosif, oksidasi, daya racun, toksisitas, karsinogen.
c.         Bahaya biologi (Biological hazards): terutama melalui reaksi infeksi atau alergi. Bahaya biologi termasuk virus, bakteri, jamur dan organisme lainnya. Beberapa bahaya biologi seperti AIDS atau Hepatitis B, C secara potensial dapat mengancam kehidupan.
d.        Bahaya ergonomi (Biomechanical hazards): bahaya ini berasal dari desain kerja, layout maupun aktivitas yang buruk. Contoh dari permasalahan ergonomi meliputi postur tidak netral, manual handling, layout tempat kerja dan desain pekerjaan.
e.         Bahaya psikososial (Psychological hazards): seperti stres, kekerasan di tempat kerja, jam kerja yang panjang, transparansi, akuntabilitas manajemen, promosi, remunerasi, kurangnya kontrol dalam mengambil keputusan tentang pekerjaan semuanya dapat berkontribusi terhadap  performa kerja yang buruk.

F.     TEORI PENYEBAB KECELAKAAN KERJA
Kecelakaan kerja merupakan suatu hal yang sering terjadi dalam dunia kerja, terjadinya kecelakaan kerja ini dapat kita pelajari dan diupayakan pencegahannya. Adapun beberapa teori mengenai penyebab kecelakaan kerja, yaitu:
1.      Teori Heinrich (Teori Domino) : Teori ini mengatakan bahwa suatu kecelakaan terjadi dari suatu rangkaian kejadian . Ada lima faktor yang terkait dalam rangkaian kejadian tersebut yaitu : lingkungan, kesalahan manusia, perbuatan atau kondisi yang tidak aman, kecelakaan, dan cedera atau kerugian (Ridley, 1986).
2.      Teori Multiple Causation : Teori ini berdasarkan pada kenyataan bahwa kemungkinan ada lebih dari satu penyebab terjadinya kecelakaan. Penyebab ini mewakili perbuatan, kondisi atau situasi yang tidak aman. Kemungkinan-kemungkinan penyebab terjadinya kecelakaan kerja tersebut perlu diteliti.
3.      Teori Gordon : Menurut Gordon (1949), kecelakaan merupakan akibat dari interaksi antara korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang kompleks, yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan mempertimbangkan salah satu dari 3 faktor yang terlibat. Oleh karena itu, untuk lebih memahami mengenai penyebab-penyebab terjadinya kecelakaan maka karakteristik dari korban kecelakaan, perantara terjadinya kecelakaan, dan lingkungan yang mendukung harus dapat diketahui secara detail.
4.      Teori Domino terbaru : Setelah tahun 1969 sampai sekarang, telah berkembang suatu teori yang mengatakan bahwa penyebab dasar terjadinya kecelakaan kerja adalah ketimpangan manajemen. Widnerdan Bird dan Loftus mengembangkan teori Domino Heinrich untuk memperlihatkan pengaruh manajemen dalam mengakibatkan terjadinya kecelakaan.
5.      Teori Reason : Reason (1995,1997) menggambarkan kecelakaan kerja terjadi akibat terdapat “lubang” dalam sistem pertahanan. Sistem pertahanan ini dapat berupa pelatihan-pelatihan, prosedur atau peraturan mengenai keselamatan kerja,
6.      Teori Frank E. Bird Petersen : Penelusuran sumber yang mengakibatkan kecelakaan . Bird mengadakan modifikasi dengan teori domino Heinrich dengan menggunakan teori manajemen, yang intinya sebagai berikut (M.Sulaksmono,1997) :
a.       Manajemen kurang kontrol
b.      Sumber penyebab utama
c.       Gejala penyebab langsung (praktek di bawah standar)
d.      Kontak peristiwa ( kondisi di bawah standar )
e.       Kerugian gangguan ( tubuh maupun harta benda )
Usaha pencegahan kecelakaan kerja hanya berhasil apabila dimulai dari memperbaiki manajemen tentang keselamayan dan kesehatan kerja. Kemudian, praktek dan kondisi di bawah standar merupakan penyebab terjadinya suatu kecelakaan dan merupakan gejala penyebab utama akibat kesalahan manajemen.

G.    PENYAKIT AKIBAT KERJA & PENYAKIT AKIBAT HUBUNGAN KERJA DI TEMPAT KERJA DAN PENCEGAHANNYA
Penyakit Akibat Kerja adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO) (Isnanini, 2013).
Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah “penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit (Isnanini, 2013).
Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.) (Isnanini, 2013).
1.      Faktor Biologis : Lingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.
Pencegahan :
a.       Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.
b.      Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.
c.       Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.
d.      Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar
e.       Pengelolaan limbah infeksius dengan benar
f.       Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.
g.      Kebersihan diri dari petugas.
2.      Faktor Kimia : Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik ( trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.
Pencegahan :
a.       ”Material safety data sheet” (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium.
b.      Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium.
c.       Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar.
d.      Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa.
e.       Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.
3.      Faktor Ergonomi : Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).
4.      Faktor Fisik : Faktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi:
a.       Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian
b.      Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.
c.       Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja
d.      Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi
e.       Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.
Pencegahan :
a.       Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium.
b.      Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai.
c.       Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi
d.      Pengaturan jadwal kerja yang sesuai.
e.       Pelindung mata untuk sinar laser
f.       Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah 
5.      Faktor Psikososial : Beberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress :
a.       Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan
b.      Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.
c.       Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.

H.    PENGENDALIAN DAN KECELAKAAN MELALUI PENERAPAN K3
1.      Pengendalian Melalui Perundang-undangan (Legislative Control) antara lain :
a.       UU No. 14 Tahun 1969 Tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Petugas kesehatan dan non kesehatan
b.      UU No. 01 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja.
c.       UU No. 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan
d.      Peraturan Menteri Kesehatan tentang higene dan sanitasi lingkungan.
e.       Peraturan penggunaan bahan-bahan berbahayaPeraturan/persyaratan pembuangan limbah dll.
2.      Pengendalian melalui Administrasi / Organisasi (Administrative control) antara lain :
a.       Persyaratan penerimaan tenaga medis, para medis, dan tenaga non medis yang meliputi      batas umur, jenis kelamin, syarat kesehatan.
b.      Pengaturan jam kerja, lembur dan shift
c.       Menyusun Prosedur Kerja Tetap (Standard Operating Procedure) untuk masing-masing instalasi dan melakukan pengawasan terhadap pelaksanaannya
d.      Melaksanakan prosedur keselamatan kerja (safety procedures) terutama untuk pengoperasian alat-alat yang dapat menimbulkan kecelakaan (boiler, alat-alat radiology, dll) dan melakukan pengawasan agar prosedur tersebut dilaksanakan
e.       Melaksanakan pemeriksaan secara seksama penyebab kecelakaan kerja dan mengupayakan pencegahannya.
3.      Pengendalian Secara Teknis (Engineering Control) antara lain :
a.       Substitusi dari bahan kimia, alat kerja atau proses kerja
b.      Isolasi dari bahan-bahan kimia, alat kerja, proses kerja dan petugas kesehatan dan non kesehatan (penggunaan alat pelindung)
c.       Perbaikan sistim ventilasi, dan lain-lain
d.      Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical Control)
Yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan cara mengenal (Recognition) kecelakaan dan penyakit akibat kerja yang dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya. Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi:
1)      Pemeriksaan Awal : Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan sebelum seseorang calon / pekerja (petugas kesehatan dan non kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan kepadanya. Pemerikasaan kesehatan awal ini meliputi:
a)      Anamnese umum
b)      Anamnese pekerjaan
c)      Penyakit yang pernah diderita
d)     Alergi
e)      Imunisasi yang pernah didapat
f)       Pemeriksaan badan
g)      Pemeriksaan laboratorium rutin
h)      Pemeriksaan tertentu: Tuberkulin test & Psikotes
2)      Pemeriksaan Berkala : Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan berkala Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.
3)      Pemeriksaan Khusus : Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja. Sebagai unit di sektor kesehatan pengembangan K3 tidak hanya untuk intern di Tempat Kerja Kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif. Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi kecelakaan dan sebagainya.

Kesehatan dan keselamatan kerja di Tempat Kerja Kesehatan bertujuan agar petugas, masyarakat dan lingkungan tenaga kesehatan saat bekerja selalu dalam keadaan sehat, nyaman, selamat, produktif dan sejahtera. Untuk dapat mencapai tujuan tersebut, perlu kemauan, kemampuan dan kerjasama yang baik dari semua pihak. Pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Kesehatan sebagai lembaga yang bertanggung-jawab terhadap kesehatan masyarakat, memfasilitasi pembentukan berbagai peraturan, petunjuk teknis dan pedoman K3 di tempat kerja kesehatan serta menjalin kerjasama lintas program maupun lintas sektor terkait dalam pembinaan K3 tersebut.

I.       STRATEGI KESEHATAN KERJA
1.      Mengembangkan kebijakan dan pemantapan manajemen program kesehatan kerja
2.      Meningkatkan SDM Kesehatan Kerja
3.      Surveilans epidemiolog PAK dan PAHK
4.      Intensifikasi Penatalaksanaan Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK)
5.      Mengembangkan Sistem Informasi Kesehatan Kerja (SIM-KK)
6.      Pengembangan model lingkungan kerja sehat berbasis wilayah
7.      Meningkatkan kemitraan dan promosi kesehatan kerja







J.      PROMOSI KESEHATAN DI TEMPAT KERJA
  1. Pengertian
Merupakan komponen kegiatan pelayanan pemeliharaan/perlindungan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan pekerja dari suatu pelayanan kesehatan kerja.
  1. Tujuan
Tujuan promosi kesehatan di tempat kerja adalah untuk mempengaruhi sikap masing-masing pekerja mengenai kesehatannya secara individu, sehingga dapat menentukan keputusan atas pilihan secara personal menuju gaya hidup yang sehat dan lebih positif.
Tujuan khusus promosi kesehatan di tempat kerja adalah sebagai berikut:
a.       Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara gaya hidup yang sehat dan positif
b.      Mempengaruhi pekerja untuk menerima dan memelihara kebiasaan makan makanan dengan kandungan gizi yang optimal
c.       Memepengaruhi pekerja untuk berhenti merokok
d.      Mempengaruhi pekerja untuk mengurangi/ menurunkan/ menghilangkan penyalahgunaan obat-obatan dan alkohol
e.       Mempengaruhi pekerja untuk terbiasa mengatasi stress yang dialami dalam kehidupannya
f.       Mempengaruhi pekerja manajemen kemampuan P3K dan CPR
g.      Mempengaruhi pekerja mengenai penyakit umum dan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaannya serta bagaimana mencegah serta meminimalisasi akibatnya
h.      Mengadakan penilaian menyeluruh secara medis
  1. Manfaat
a.       Bagi pihak manajemen tempat kerja
1)      Meningkatkan dukungan terhadap program K3
2)      Citra positif (tempat kerja yang maju dan peduli kesehatan)
3)      Meningkatnya moral staff
4)      Menurunnya angka kemungkinan karena sakit
5)      Meningkatnya produktivitas
6)      Menurunnya biaya kesehatan
b.      Bagi pekerja
1)      Meningkatnya percaya diri
2)      Menurunnya stress
3)      Meningkatnya semangat kerja
4)      Meningkatnya kemampuan mengenai dan mencegah penyakit
5)      Meningkatnya kesehatan individu, keluarga, dan masyarakat sekitar

K.           PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT (PHBS) DI TEMPAT KERJA
PHBS di tempat kerja adalah upaya untuk member-dayakan para pekerja agar tahu, mau dan mampu mempraktikkan perilaku hidup bersih dan sehat serta berperan aktif dalam mewujudkan tempat kerja sehat.
Tujuan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Tempat Kerja:
1.      Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja
2.      Meningkatkan produktivitas kerja.
3.      Menciptakan lingkungan kerja yang sehat.
4.      Menurunkan angka absensi tenaga kerja.
5.      Menurunkan   angka   penyakit   akibat   kerja   dan lingkungan kerja.
6.      Memberikan dampak yang positif terhadap lingkungan kerja dan masyarakat.

Indikator PHBS di tempat kerja adalah
Semua PHBS diharapkan dilakukan di tempat kerja. Namun demikian, tempat kerja telah masuk kategori Tempat Kerja Sehat, bila masyarakat pekerja di tempat kerja :
1.      Tidak merokok di tempat kerja
2.      Membeli dan mengkonsumsi makanan dari tempat kerja.
3.      Melakukan olahraga secara teratur/aktivitas fisik
4.      Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun sebelum makan dan sesudah buang air besar dan buang air kecil
5.      Memberantas jentik nyamuk di tempat kerja.
6.      Menggunakan air bersih.
7.      Menggunakan jamban saat buang air kecil dan besar.
8.      Membuang sampah pada tempatnya. Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis pekerjaan.

Manfaat PHBS di Tempat Kerja Bagi Pekerja:
1.      Setiap pekerja meningkat kesehatannya dan tidak mudah sakit.
2.      Produktivitas pekerja meningkat yang berdampak pada peningkatan penghasilan pekerja dan ekonomi keluarga.
3.      Pengeluaran biaya rumah tangga hanya ditujukan untuk peningkatan taraf hidup bukan untuk biaya pengobatan.

Bagi Masyarakat:
1.      Tetap mempunyai lingkungan yang sehat walaupun berada di sekitar tempat kerja.
2.      Dapat mencontoh perilaku hidup bersih dan sehat yang diterapkan oleh tempat kerja setempat.

Bagi  Tempat Kerja :
1.      Meningkatnya produktivitas kerja pekerja yang ber¬dampak positif terhadap pencapaian target dan tujuan.
2.      Menurunnya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan.
3.      Meningkatnya citra tempat kerja yang positif.
Bagi Pemerintah Provinsi dan Kahupaten/Kota :
1.      Peningkatan Tempat Kerja Sehat menunjukkan kinerja dan citra pemerintah provinsi dan kabupaten/kota yang baik.
2.      Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah dapat dialihkan untuk peningkatan kesehatan bukan untuk menanggulangi masalah kesehatan.
3.      Dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Rumah Tangga.
4.      Instansi Terkait:
5.      Adanya bimbingan teknis pelaksanaan pembinaan PHBS di Tempat Kerja.
6.      Dukungan buku panduan dan media promosi

Langkah-Langkah Pembinaan PHBS di Tempat Kerja
1.      Analisis Situasi
Pimpinan di Tempat Kerja melakukan pengkajian ulang tentang ada tidaknya komitmen dan kebijakan tentang pembinaan PHBS di Tempat Kerja serta bagaimana sikap dan perilaku pekerja terhadap kebijakan tersebut. Kajian ini untuk memperoleh data sebagai dasar membuat kebijakan.
2.      Pembentukan Kelompok Kerja
Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat KerjaPihak  Pimpinan  Tempat  Kerja  mengajak bicara/ berdialog pekerja dan serikat pekerja tentang :
a.       Maksud, tujuan dan manfaat penerapan PHBS di Tempat Kerja
b.      Rencana kebijakan tentang penerapan PHBS di Tempat Kerja.
c.       Penerapan PHBS di Tempat Kerja berserta antisi-pasi kendala dan solusinya.
d.      Menetapkan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja dan mekanisme pengawasannya.
e.       Cara sosialisasi yang efektif bagi masyarakat pekerja.
f.       Kemudian pimpinan membentuk Kelompok Kerja Penyusunan Kebijakan PHBS di Tempat Kerja.

3.      Pembuatan Kebijakan PHBS di tempat kerja
Kelompok Kerja membuat kebijakan yang jelas, tujuan dan cara melaksanakannya.
a.       Penyiapan Infrastruktur
1)      Membuat surat keputusan tentang penanggung jawab dan pengawas PHBS di Tempat Kerja.
2)      Instrumen Pengawasan.
3)      Materi sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja.
4)      Pembuatan dan penempatan pesan-pesan PHBS di tempat-tempat yang strategis di tempat kerja.
5)      Mekanisme dan saluran pesan PHBS di Tempat Kerja.
6)      Pelatihan bagi pengelola PHBS di Tempat Kerja.
b.      Sosialisasi Penerapan PHBS di tempat kerja
1)      Sosialisasi penerapan PHBS di Tempat Kerja dan lingkungan internal.
2)      Sosialisasi tugas dan penanggung jawab PHBS di Tempat Kerja.
c.       Penerapan PHBS di tempat kerja
1)      Penyampaian pesan PHBS di Tempat Kerja kepada pekerja seperti melalui penyuluhan kelompok, media poster, stiker, papan pengumuman, dan selebaran.
2)      Penyediaan sarana dan prasarana PHBS di Tempat Kerja seperti air bersih, jamban sehat, tempat sampah, tempat cuci tangan, sarana olahraga, kantin sehat.
3)      Pelaksanaan pengawasan PHBS di Tempat Kerja.


d.      Pengawasan dan Penerapan Sanksi
Pengawas PHBS di Tempat Kerja mencatat pelanggaran dan menerapkan sanksi sesuai peraturan yang telah ditetapkan oleh tempat kerja atau daerah setempat.
e.       Pemantauan dan Evaluasi
1)      Lakukan pemantauan dan evaluasi secara periodik tentang kebijakan yang telah dilaksanakan.
2)      Lakukan kajian terhadap masalah yang ditemukan dan putuskan apakah perlu penyesuaian terhadap kebijakan.


































ASUHAN KEPERAWATAN PADA KELOMPOK PEKERJA

1.      Pengkajian
a.       Inti (core)
1)      Histori
a)      Kapan mulai bekerja
b)      Usia mulai bekerja
c)      Alasan bekerja
d)     Pengalaman pekerja
2)      Demografi:  Distribusi pekerja berdasarkan jenis kelamin, usia, pendidikan, jenis pendidikan, kecelakaan kerja, keamitian akibat kerja jumlah tanggungan, pekerjaan sampingan pekerja, kebiasaan pekerja, jenis olahraga
b.      Subsistem
1)      Lingkungan Fisik
a)      Iklim/cuaca
b)      Suhu ruangan
c)      Tingkata kebisingan, paparan zat kimia
d)     Penataan ruangan kerja
e)      Penataan eksterior perusahaan
f)       Pengaruh penataan terhadap pekerja
g)      Dampak lingkungan fisik terhadap pekerja
2)      Pendidikan
a)      Program pendidikan bagi pekerja dan keluarga
b)      Jenjang karir dan pendidikan
c)      Penghargaan terhadap pendidikan pekerja dan keluarga
d)     Fasilitas pendidikan di perusahaan
e)      Jenis pendidikan yang diberikan
3)      Keamanan dan Transportasi
a)      Jenis fasilitas keamanan dan transportasi pekerja dan keluarga
b)      Pemanfaatan fasilitas keamanan dan transportasi bagi pekerja
c)      Dampak fasilitas keamanan dan transportasi bagi pekerja dan keluarga
4)      Politik dan Pemerintahan
a)      Jenis aturan perusahaan bagi pekerja dan keluarga
b)      Efektifitas aturan perusahaan bagi pekerja dan keluarga
c)      Perlindungan pemerintah terhadap pekerja dan keluarga
d)     Situasi politik dan pengaruh terhadap pekerja dan keluarga
5)      Pelayanan Umum dan Kesehatan
a)      Jenis pelayanan umum dan kesehatan bagi pekerja dan keluarga (sarana olahraga, klinik, RS, sarana penyaluran hobi/bakat)
b)      Kondisi sarana umum dan kesehatan
c)      Pemanfaatan fasilitas umum dan kesehatan bagi pekerja dan keluarga
d)     Dampak pelayanan umum dan kesehatan terhadap pekerja dan keluarga
6)      Komunikasi
a)      Jenis sarana komunikasi yang diberikan perusahaan
b)      Cara pemanfaatan sarana komunikasi
c)      Acara yang berhubungan dengan pertemuan direksi, pekerja dan keluarga (formal/informal)
d)     Dampak sarana komunikasi bagi pekerja dan keluarga
7)      Ekonomi
a)      Penghasilan pekerja (berdasarkan UMR/kelayakan hidup)
b)      Efektifitas penghasilan dalam mengatasi keuangan keluarga pekerja
c)      Bentuk bonus, atau tambahan penghasilan yang  diberikan perusahaan
d)     Tingkat kesejahteraan pekerja dan keluarga
8)      Rekreasi
a)      Jenis rekreasi yang diberikan perusahaan
b)      Pemanfaatan rekreasi perusahaan bagi pekerja dan keluarga
c)      Jenis rekreasi yang dilakukan oleh pekerja dan keluarga selain dari perusahaan
d)     Jadwal rekreasi/frekuensi rekreasi
e)      Dampak rekreasi terhadap motivasi bekerja

2.      Analisis Data
Prioritas :
a.       Masalah (aktual, resiko, potensial)
b.      Ketersediaan sarana
c.       Kemauan pekerja dan keluarga
Analisa masalah berdasarkan data fokus, anatara lain :
a.       Kecelakaan kerja yg sering terjadi
b.      Perilaku yang tidak sehat
c.       Lingkungan yang tidak sehat
d.      Penyakit akibat kerja
e.       Pengetahuan yang kurang
f.       Kurangnya fasilitas pendukung

3.      Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul
a.       Resiko peningkatan penyakit akibat kerja berhubungan dengan kurang pengetahuan pekerja dan pemilik usaha tentang standar keselamatan dan kesehatan kerja, dan tidak menggunakan APD.
b.      Risiko gangguan pernapasan pada pekerja berhubungan dengan tingkat pengamanan pekerja yang rendah dan paparan debu dalam jangka waktu yang lama.

4.      Intervensi
Tahap ketiga dari proses keperawatan merupakan tindakan menetapkan apa yang harus dilakukan untuk membantu sasaran dalam upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Langkah pertama dalam tahap perencanaan adalah menetapkan tujuan dan sasaran kegiatan untuk mengatasi masalah yang telah ditetapkan sesuai dengan diagnosis keperawatan. Dalam menentukan tahap berikutnya yaitu rencana pelaksanaan kegiatan maka ada dua faktor yang mempengaruhi dan dipertimbangkan dalam menyusun rencana tersebut yaitu sifat masalah dan sumber/potensi masyarakat seperti dana, sarana, tenaga yang tersedia.

5.    Implementasi
Perawat bertanggung jawab untuk melaksanakan tindakan yang telah direncanakan yang sifatnya:
a.       Bantuan dalam upaya mengatasi masalah-masalah.
b.      Mendidik komunitasi tentang perilaku sehat.
c.       Sebagai advokat komunitas, untuk sekaligus menfasilitasi
      terpenuhinya kebutuhan komunitas.
Pada kegiatan praktik keperawatan komunitas berfokus pada tingkat pencegahan, yaitu:
a.         Pencegahan primer yaitu pencegahan sebelum sakit dan difokuskan pada populasi sehat, mencakup pada kegiatan kesehatan secara umum serta perlindungan khusus terhadap penyakit, contoh: imunisasi, penyuluhan gizi, simulasi dan bimbingan dini dalam kesehatan dan keselamatan kerja.
b.         Pencegahan sekunder yaitu kegiatan yang dilakukan pada saat terjadinya perubahan derajat kesehatan masyarakat dan ditemukan masalah kesehatan. Pencegahan sekunder ini menekankan pada diagnosa dini dan tindakan untuk mnghambat proses penyakit, Contoh: memotivasi perkantoran untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja seperti mata, gigi, telinga, dll.
c.         Pencegahan tersier yaitu kegiatan yang menekankan pengembalian individu pada tingkat berfungsinya secara optimal dari ketidakmampuan, Contoh: Membantu pekerja yang mengalami kecelakaan untuk latihan fisik dan rehabilitasi.

6.      Evaluasi
Evaluasi dilakukan dengan konsep evaluasi struktur, proses, hasil.
Fokus:
a.     Relevansi antara kenyataan dengan target
b.    Perkembangan/ kemajuan proses, kesesuaian dengan perencanaan,
     peran pelaksana, fasilitas dan jumlah peserta
c.     Efisiensi biaya, bagaimana mencari sumber dana
d.    Efisiensi kerja, apakah tujuan tercapai, apakah masyarakat puas.
                
Proses Evaluasi:
a.    Menilai respon verbal dan nonverbal
b.    Mencatat adanya kasus baru yang dirujuk ke RS














DAFTAR PUSTAKA

Efendi F. 2009. Keperawatan Kesehatan Komunitas: Teori dan Praktik dalam Keperawatan. Salemba Medika: Jakarta.
Mangkunegara. 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung : PT Remaja Rosda Karya.
Manuaba, Adnyana. 2005. Ergonomi dalam Industri. Denpasar : Universitas Udayana.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (PERMENKES RI) Nomor 48 Tahun 2016 tentang Standar Keselamatan dan Kesehatan Kerja Perkantoran.
Rahman R. 2013. Pengaruh keselamatan dan kesehatan kerja terhadap kinerja karyawan PT. Ceria Utama Abadi Cabang Palembang. Skripsi: Universitas Sriwijaya.
Ramdayana. 2009. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Tingkat Kepatuhan Perawat terhadap Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Marinir Cilandak, Jakarta Selatan. Skripsi diterbitkan (Online).


No comments:

Post a Comment