Sunday, May 19, 2019

Laporan Pendahuluan Glukoma


LAPORAN PENDAHULUAN

     I.          Konsep Penyakit
1.1         Definisi
Glaukoma merupakan kumpulan beberapa penyakit dengan tanda utama tekanan intraokuler yang meningkat dengan segala akibatnya yaitu penggaunagn dan atrofi saraf optik serta defek lapang pandang yang khas( Ilmu Penyakit Mata; 2013). Istilah glaukoma merujuk pada kelompok penyakit yang berbeda dalam hal patofisiologi, presentasi klinis, dan penanganannya. Biasanya ditandai dengan berkurangnya lapang pandang akibat kerusakan saraf optikus (Brunner dan Suddart; 2005). Glaukoma adalah sekelompk kelainan mata yang ditandai dengan adanya peningkatan Tekanan Intraokuler (Barbara C. Long ; 262). Dari ketiga pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa glaukoma adalah sekelompok kelainan mata yang disebabkan oleh peningkatan tekanan intraokuler dan ditandai oleh berkurangnya lapang pandang.

1.2         Etiologi
Glaukoma disebabkan peningkatan tahanan aliran keluar humor aqueous melalui jaring-jaring trabekuler, kanalis schlemm, dan sistem vena episkleral. Pori-pori trabekula dapat tersumbat oleh setiap jenis debris, darah, pus, atau bahan lainnya. Peningkatan tahanan tersebut dapat disebabkan oleh penggunaan kortikostroid jangka lama, tumor intraokuler, uveitis akibat penyakit seperti herpes simplex atau herpes zoster, atau penyumbatan jaring-jaring trabekula oleh material lensa, bahan viskoelastik (digunakan pada pembedahan katarak), darah atau pigmen. Peningkatan tekanan episkleral akibat keadaan seperti luka bakar kimia, tumor retrobulbar, penyakit tiroid, fistula ateiovenosa, jugularis superior vena kava atau sumbatan vena pulmonal juga dapat mengakibatkan peningkatan TIO. Selain itu, glaukoma sudut terbuka dapat terjadi setelah ekstraksi katarak, implantasi TIO ( khususnya lensa kamera anterior), penguncian sklera, vitrektomi, kapsulotomi posterior, atau trauma.

Selain itu, TIO dapat meningkat karena adanya hambatan oleh akar iris pada sudut bilik mata depan, yang membendung semua aliran keluar. Faktor resiko terjadinya glaukoma diantaranya riwayat penyakit diabetes, hipertensi, arteriosklerosis.

1.3  Tanda dan Gejala
Glukoma sudut terbuka tidak menunjukan gejala sampai pada perjalanan penyakit yang sudah lanjut. Awitannya insidius, progresif lambat, dan kehilangan lapang pandang perifer kecil tidak dirasakan. Ketika kehilangan lapang pandang menjadi lebih jelas bagi pasien, kerusakan ireversibel, ekstensi saraf optikus biasanya sudah terjadi. Gejala glukoma sudut tertutup meliputi nyeri, pandangan halo (melihat halo disekitar benda), pandangan kabur, mata merah, dan perubahah bentuk mata. Nyeri okuler mungin disebabkan oleh peningkatan TIO cepat, implamasi atau akibat efek samping yang ditimbulkan oleh obat (misalnya spasme otot silier). Nyeri okuler berat dapat disertai mual, muntah, berkeringat, atau bradikardia. Mata merah mungkin berhubungan dengan iritis akut, reaksi obat, glukoma neovaskuler, hivema, perdarahan subkonjungtia atau tekanan vena episkleral yang meningkat. Edema kornea akibat peningkata TIO dan dekompesasi epitel kornea dapat mengakibatakn pandangan halo. Pandangan kabur episodik juga sering dijumpai. Beberapa pasien merasa ada perubahan penampilan mata, termasuk kornea memburam, pergeseran okuler, dan perubahan posisi, ukuran atau bentuk pupil
1.4  Patofisiologi
Tekanan intraokuler dipertahankan oleh produksi dan pengaliran humor aqueous yang menyebabkan peningkatan IOP. Bila tekanan terus meningkat dapat terjadi kerusakan mata. Perubahan pertama sebelum sampai hilangnya penglihatan adalah perubahan perifer, bila hal ini tidak segera ditangani bisa timbul kebutaan. Glukoma sudut tertutup terjadi bila tekanan intraokuler mendadak naik karena adanya hambatan oleh akar iris pada sudut bilik mata depan yang membendung semua aliran keluar. Glukoma sudut tertutup trabekelnya baik, hambatan pengaliran humor aquoeus terjadi karena sudut balik depan yang sempit, kemudian karena keadaan tertentu yang menyebabkan sudut balik depan tertutup sehingga hambatan menjadi total, dengan akibat terjadi peninggian TIO. Bila hambatan total terjadi secara mendadak maka akan terjadi serangan glukoma akut. 
1.5  Pemeriksaan Penunjang
a.       Tonometri
Tonometri adalah alat untuk mengukur tekanan intra okular (TIO). TIO digolongkan sebagai normal apabila nilainya antara 10-21 mmHg. TIO yang tinggi (>21 mmHg) adalah salah satu faktor risiko glaukoma. Mekanisme TIO tinggi adalah gangguan aliran keluar cairan akuous akibat disfungsi system drainase di bilik mata depan (sudut terbuka) maupun karena penutupan sudut bilik mata itu sendiri (sudut tertutup). Salah satu pemeriksaan tonometri sederhana menggunakan Schiøtz tonometer. Angka yang didapatkan dari skala dirujuk ke tabel konversi untuk mendapatkan nilai TIO dalam mmHg.
b.      Oftalmoskopi
Bila ada kecurigaan glaukoma berdasarkan keluhan atau faktor risiko pada pasien, pemeriksaan oftalmoskopi dilakukan untuk memastikan diagnosis. Kelainan dikatakan bermakna bila ada pembesaran cup-to-disc ratio (CDR) lebih besar dari 0.5, dan asimetri CDR antara dua mata 0.2 atau lebih.yang lebih berisiko :
1.      Tekanan bola mata tinggi >21mmHg (risiko meningkat 5x)
2.      Usia di atas 40 tahun
3.      Rabun dekat yang ekstrim
4.      Tekanan darah tinggi (peningkatan risiko 80%)
5.      Kencing manis/ diabetes melitus (risiko meningkat 2x)
6.      Cedera mata sebelumnya
7.      Glaukoma pada keluarga (risiko meningkat 3x)
8.      Penggunaan steroid jangka panjang(risiko meningkat 3x)
9.      Asimetri TIO & CDR antara 2 mata
c. Perimetri
Kerusakan nervus optikus memberikan gangguan lapang pandangan yang khas pada glaukoma. Secara sederhana, lapang pandangan dapat diperiksa dengan tes konfrontasi.
Alat diagnostik mutakhir untuk deteksi dini glaukoma:
Tekanan bola mata dengan non contact tonometry, tonometer aplanasi dan tonopen. Perimeter komputer Humphrey, Pengukuran ketebalan lapisan saraf mata dengan Optical Coherence Tomography (OCT) dan Heidelberg Retinal Tomography (HRT). Pengukuran kedalaman bilik depan bola mata dengan anterior OCT.
1.6  Komplikasi
Komplikasi yang munculpada glaukoma yang tidak ditangani adalah kebutaan, namun komplikasi juga dapatmuncul pada pasien yang dilakukan tindakan operasi. Komplikasi ini dapat dibagimenjadi dua:
a.        EarlyComplications
Early complicationsmerupakan komplikasi yang terjadi pada waktu dua minggu setelah operasi.b.     
b.       DelayedComplications
Delayed complications merupakan komplikasi yang terjadi pada beberapa bulan hingga tahun setelahoperasi.
1.7  Penatalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan glaukoma adalah menurunkan TIO ke tingkat yang konsisten dengan mempertahankan penglihatan.
a.       Farmakoterapi
1)      Antagonis Beta-adrenergik
Antagonis Beta-adrenergik menurunkan TIO dengan mengurangi pembentukan umur aqueous. Obat yang bisa digunakan adalah timolol, levobimolol (betagen), optipranolol (metipranolol). Dengan menggunakan obat ini dapat mengurangi efek samping kardiopulmonal yang sering dijumpai pada obat non selektef beta, seperti distress pernapasan, blok jantung dan hipotensi.
2)      Bahan kolinergik
Obat kolinergik topikal digunakan dala penanganan glukoma jangka pendek dengan penyumbatan pupil akibat efek langsungnya pada reseptor parasimpatis iris dan badan silier. Sebagai akibatnnya, spingter pupil akan berkontriksi, iris mengencang, volume jaringan iris pada sudut akan berkurang. Dan iris perifer tertarik menjauhi jaring-jaring trabekula. Perubahan ini memungkinkan humor aqueous mencapai saluran keluar dan akibatnya terjadi penurunan TIO.
3)      Agonis adrenergic
Agonis adrenergik digunakan bersama dengan bahan penghambat beta adrenergik berfungsi saling sinergi dan bukan berlawanan. Menurunkan TIO dengan meningkatkan aliran ke luar humor aqueous, memperkuat dilatasi pupil, menurunkan produksi humor aqueous dan menyebabkan kontriksi pembuluh darah konjungtiva. Contohnya adalah epinefrin dan fenilefrin hidroklorida. Tetes mata epinefrin digunakan dalam menangani glukoma sudut terbuka. Sedangkan fenilefrin sering digunakan untuk mendilatai mata sebelum pemeriksaan fundus okuli dan menangani uveitis.
4)      Inhibitor anhidrase karbonat
Inhibitor anhidrase, misal asetazolamid (diamox), diberikan secara sistemik untuk menurunkan TIO dengan menurunkan pembuatan humor aqueous. Digunakan untuk menangani glukoma sudut terbuka (jangka panjang) dan menangani glukoma penutupan sudut (jangka pendek).
5)      Diuretika osmotic
Bahan hiperosmotik oral (gliserol atau intra vena (manitol)) dapat menurunkan TIO dengan meningkatkan osmolalitas plasma dan menarik air dari mata kedalam peredaran darah
b.      Pembedahan
1)       Iridektomi perifer atau sektoral
Dilakukan untuk mengangkat sebagian iris untuk memungkinkan aliran humor aqueous dari kamera posterior ke kamera anterior. Diindikasikan pada penanganan glukoma dengan penyumbatan pupil bila pembedahan laser tidak berhasil atau tidak tersedia.
2)       Trabekulektomi (prosedur filtrasi)
Dilakukan untuk menciptakan saluran pengaliran baru melalui sklera. Trabekulektomi meningkatkan aliran humor aqueous dengan memintas struktur pengaliran yang alamiah. Ketika cairan mengalir melalui saluran baru ini, akan terbentuk blab atau gelembung yang dapat diobservasi pada pemeriksaan konjungtiva. Komplikasi setelah prosedur filtrasi meliputi hipotoni (TIO rendah yang tidak normal), hivema atau darah di kamera anterior mata.
3)       Prosedur seton
Alat ini paling sering digunakan pada pasien dnegan TIO tinggi, pada mereka yang beresiko tinggi terhadap pembedahan, atau mereka yang prosedur filtrasi awalnya gagal.

1.8  Pathway
Usia >  40 th
DM
Kortikosteroid jangka panjang
Miopia
Trauma mata
 



               Obstruksi jaringan                                  peningkatan tekanan
                      Trabekuler                                                               Vitreus
 



                  Hambatan pengaliran              pergerakan iris kedepan
                  Cairan humor aqueous
Nyeri
 




    II.                                                      TIO meningkat          Glaukoma              TIO Meningkat
   III.                         




                              Gangguan saraf optik                                 tindakanoperasi
Anxietas
Kurang pengetahuan
Gangguan persepsi sensori penglihatan
 




                      Perubahan penglihatan
                              Perifer
 




                      Kebutaan

II.           Rencana Asuhan klien dengan Glaukoma
Untuk melaksanakan asuhan keperawatan pada klien yang mengalami gangguan sistem penglihatan dengan glaukoma perlu menggunakan proses keperawatan untuk mencapai hasil yang diharapkan. Adapaun proses keperawatan terdiri dari : pengkalian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.

2.1  Pengkajian
Pengkajian adalah pendekatan sistematis untuk mengumpulkan data dan menganalisanya sehingga dapat diketahui masalah dan kebutuhan perawatan pada klien.
2.1.1         Riwayat keperawatan
1)      Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan utama masuk RS : Pada umumnya klien dengan glaukoma mengeluh penglihatan kabur yang mendadak, diikuti rasa nyeri hebat, dan penampakan lingkaran berwarna pelangi di sekitar lampu. Sering mual dan muntah-muntah. Biasanya terasa nyeri pada dan di sekitar mata. Keluhan lainnya yang sering ada adalah mata merah sekali dan palpebra membengkak, serta tajam penglihatan menurun (kadang-kadang lainnya hanya sampai persepsi cahaya).
Keluhan saat pengkajian : Menjelaskan keluhan yang dirasakan klien saat dikaji oleh perawat yang kemudian dikembangkan lebih lanjut dengan memakai metoda PQRST. Untuk pengembangan PQRST ini, tentu saja tergantung dari keluhan yang klien keluhkan dan perlu diingat bahwa poin-point PQRST ini kadang tidak secara keseluruhan keluhan klien dapat dikembangkan, tapi setidaknya memberikan kejelasan untuk ketepatan intervensi pada saat itu.
2)      Riwayat kesehatan dahulu
Perlu dikaji bagaimana kebiasaan klien dalam hal aktivitas, seperti membaca. Tanyakan apakah klien pernah mengalami trauma atau pembedahan mata. Apakah klien pernah mendapat terapi kortikosteroid jangka panjang, atau pernah mendapat terapi miosis. Kaji adanya penyakit sistemik seperti diabetes mellitus. Tanayakan pula penggunaan berbagai obat topikal atau sistemik ( Vasokonstriktor, bronkodilator, penenang, dan anti parkinson)
3)      Riwayat kesehatan keluarga
Kaji apakah dalam keluarga klien ada yang mempunyai penyakit glaukoma, karena menurut pendapat beberapa pakar galukoma diturunkan. Dan kaji pula apakah dalam keluarga klien ada yang menderita penyakit diabetes mellitus atau hipertensi.
2.1.2     Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada sistem penglihatan mengkaji struktur eksterna dan interna. Selain itu pemeriksaan itu dilakukan secara head to toe.
1)        Pola aktivitas sehari-hari
       Dengan membandingkan kebiasaan sehari-hari klien sebelum dan sesudah dapat diketahui perrubahan yang terjadi pada klien dan membantu memudahkan untuk mengetahui kebutuhan klien
2)        Data psikologis
       Kaji gambaran emosi dan status sosial klien serta identifikasi kebutuhan-kebutuhan khusus persepsi klien sebelum didiagnosa.
       Kaji bagaimana perasaan klien setelah mempunyai penyakit galukoma, apakah harga diri klien terganggu. Jangan biarkan klien merasa stress dengan keadaannya karena stress dapat menyebabkan peningkatan TIO.
3)        Data sosial
       Sering ditemukan masalah sosial yang dapat menimbulkan stress pada klien.
4)        Data spiritual
       Kaji pandangan klien tentang penyakit dan harapan klien tentang penyakitnya.
2.1.3        Pemeriksaandiagnostic
1) Ketajaman penglihatan
Pemeriksaan ketajaman penglihatan bukan merupakan cara yang khusus untuk glaukoma, tetapi tetap penting karena pada klien yang menderita glaukoma ketajaman penglihatannya menurun
2) Tonometri
Tonometri diperlukan untuk mengukur besarnya tekanan intra okuler. Tonomeri ini ada 3 macam yaitu :
1.      Cara digital  : paling mudah tapi tidak cermat, sebab pengukurannya berdasarkan perasaan kedua jari telunjuk kita. Dengan menyuruh penderita melihat ke bawah tanpa menutup matanya, kemudian kita letakan kedua jari telunjuk diatasnya, dengan satu jari menekan sedangkan jari yang lain menahan secara bergantian. Tinggi rendahnya dicatat sebagai berikut:TIO : Tensi intra okuler = N (normal), TIO : N + 1 (agak tinggi); TIO = N – 1 (agak tinggi), TIO : N + 2 (tinggi), dsb. Bila penderita menutup matanya pada waktu melihat ke bawah, maka tarsus palpebra yang keras pindah ke depan mata, sehingga pada palpasi yang teraba tarsusnya dan memberi kesan keras.
2.      Cara mekanis, dengan tonometri  schiotz
Tidak begitu mahal, dapat dibawa kemana-mana, mudah mengerjakannya. Hanya bila skleranya terlalu lembek seperti pada penderita miopia, maka hasil pembacaanya menjadi terlalu rendah. Penderita berbaring tanpa bantal, matanya ditetesi pantocain 1-2 % satu kali. Suruh penderita melihat lurus ke atas dan letakan tonometer dipuncak kornea. Jarum tonometer akan bergerak di atas skala dan menunjuk pada satu angka diatas skala tersebut.
Tonometer ini mencatat tekanan terhadap timbangan tertentu, yang menimbulkan tekanan pada kornea. Anak timbangan yang dipakai bermacam-macam diantaranya 5,5g, 7,5g, 10g, dan 15g.Umpamanya angka gesekan di skala 5, timbangan yang dipakai 5,5g maka TIO = 5/5,5 yang menurut tabel menunjukan 17,3 mmHg.
3.      Tonometer dengan tonometer aplanasi dari goldman
Alat ini cukup mahal kira-kira 10 kali harga tonometer dari schiotz juga memerlukan slitlamp yang juga cukup mahal, pula tidak praktis. Tetapi meskipun demikian, did alam komunikasi internasional secara tidakresmi, hanya tonometri dengan aplanasi tonometer yang diakui. Di Indonesia hanya pusat-pusat oftalmologi dan beberapa dokter ahli mata yang mempunyainya. Dengan alat ini kekakuan sklera dapat diabaikan, sehingga hasil pengukuran menjadi lebih cermat. Tekanan intraokuler yang normal berkisar antara 15-20 mmHg. Ini sangat individual, sebab mungkin ada mata dengan tensi dalam batas-batas normal, tetapi menunjukan tanda glukoma. Karena itu lebih baik disebut tekanan normatif, yaitu tekanan intraokuler, dimana  tidak menimbulkan akibat buruk. Umumnya tekanan 24,4 mmHg, masih dianggap sebagai batas tertinggi. Tekanan 22 mmHg dianggap “high normal” dan kita harus waspada.
Tekanan bola mata ini, untuk satu mata tak selalu tetap, tetapi pada bernapas ada fluktuasi 1-2 mmHg dan pada jam 5-7 pagi paling tinggi, siang hari menurun malam hari menaik lagi. Hal ini dinamakan variasi di urnal; dengan flutuasi 3 mmHg. Bila pada pemakaian tonometer schiotz, terdapat tekanan intraokuler yang selalu tinggi, tanpa tanda-tanda klinik dari glukoma, maka ada 2 kemungkinan yaitu kekakuan okuler yang tinggi (ocular rigidity) dan tensi normatif yang tinggi.(Ratna dewi 2013)
Untuk membedakannya, pakailah 2 anak timbangan 5,5g dan 10g. bila dengan anak timbangan 10g tensinya lebih tinggi, daripada dengan anak timbangan 5,5g, hal ini menunjukan kekakuan okulernya yang tinggi sedang jika tekanannya pada kedua anak timbangan ini sama, maka menunjukan bahwa tensi normatifnya yang tinggi.


3)Genioskopi
Merupakan suatu cara untuk menilai lebar sempitnya sudut bilik mata depan. Dengan alat ini dapat pula diramalkan apakah suatu sudut akan mudah atertutup dikemudian hari. Cara yang sederhana untuk menentukan lebar sempitnya sudut bilik mata depan, dengan menyinari bilik mata depan, dari samping memakai sebuah senter. Iris yang datar akan disinari secara merata, ini berarti bilik mata depannya terbuka. Tetapi bila yang disinari pada sisi lampu senter, sedang pada sisi yang lain terbentuk bayangan, maka kemungkinan sudut bilik mata depannya sempit atau tertutup,
5)      Lapang pandang
Akibat yang ditimbulkan oleh glaukoma dapat dinilai dari kerusakan lapang pandang, oleh karena itu pemeriksaan lapang pandang sangat penting. Dua cara pemeriksaan lapang pandang yang umumnya dikenal adalah :
1.      Pemeriksaan lapang pandang perifer : lebih berarti jika glaukoma lebih lanjut, karena dalam tahap lanjut kerusakan lapang pandang akan ditemukan didaerah tepi, yang kemudian meluas ke tengah.
2.      Pemeriksaan lapang pandang sentral
Pemeriksaan ini menggunakan tabir bjerrum, yang meliputi daerah luas 30O. justru skotoma – skotoma parasentral dalam tahap dini ditemukan dengan cara ini. Kerusakan – kerusakan dini lapang pandang ditemukan parasentral yang dinamakan skotoma bjerrum. Skotoma ini setengah melingkari titik filsasi. Biasanya penderita tidak sadar akan kerusakan ini karena tidak mempengaruhi tajam penglihatan sentral. Apabila gloukoma kronik sudah lebih lanjut, kerusakan – kerusakan lapang pandang terjadi di perifer terutama dibagian nasal atas dulu. Kerusakan ini kemudian meluas ke tengah dan akan bergabung dengan skotoma parasentral. Dalam tahap seperti ini tajam penglihatan sentral masih tetap  normal. Kemudian kerusakan lapang pandang akan meluas ke seluruh jurusan dan disekitar titik fiksasi yang tadinya masih terhindar, kerusakan akan meluas ke tengah. Pada suatu ketika keadaan menjadi demikian rupa, sehingga seluruh lapang pandangan habis, kecualoi suatu pulau kecil (kurang lebih 50) yang tersisa disekitar titik fiksasi. Dalam tahap lanjut seperti inipun, tajam penglihatan masih normal. Keadaan ini dinamakan “tunnel vision” atau penglihatan terowong. Akhirnya titik fikasa itupun akan hilang dan tersisa pulau kecil dibagian temporal. Ini dapat bertahan lama sekali, sebelum mata itu menjadi buta total.

2.2     Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
Diagnosa I : Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kekurangan pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif,  pemberian obat.
Diagnosa II : Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau kurang pengetahuan.
Diagnosa III : Infeksi luka operasi atau struktur okuler lain; ablasio retina, peninggian TIO, perporasi luka operasi.
Diagnosa IV : Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.
Diagnosa V : Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.

2.3         Perencanaan
                         Perencanaan adalah proses penentuan tujuan, merumuskan intervensi dan rasional secara sistematis dan spesifik disesuaikan dengan kondisi, situasi dan lingkungan klien itu sendiri. Dalam rencana ini perlu pula diperhatikan adanya kerjasama yang baik antara keuarga klien dengan tim kesehatan lainnya agar tujuan dapat dicapai dengan baik. Berdasarkan diagnosa keperawatan diatas dapat ditetapkan tujuan, kriteria evaluasi, intervensi dan rasional menurut Barbara Engram (2013), Marilyne E Doenges (2014) dan Burner dan Suddarth (2013) sebagai berikut:
Diagnosa I :    Ketakutan atau ansietas yang berhubungan dengan kerusakan sensori dan kekurangan pemahaman mengenai perawatan pascaoperatif, pemberian obat.

Tujuan :                  Menurunkan stress emosional, kerakutan dan depresi; penerimaan pembedahan dan pemahaman instruksi.
No
Intervensi
Rasional
1







2



3



















4





5








6



7

Kaji derajat dan durasi gangguan visual. Dorong percakapan untuk mengetahui keprihatinan pasien, perasaan, dan itngkat pemahaman. Jawab pertanyaan, memberi dukungan, membantu pasien melengkapi dengan metode koping
Orientasikan pasien pada lingkungan yang baru


Jelaskan rutinitas perioperatif
Preoperatif : Tingkat aktivitas, pembatsan diet, obat-obatan.
Intra operatif : pentingnya berbaring diam selama pembedahan atau memberi peringatan kepada ahli bedah ketika terasa akan batuk atau akan berganti posisi. Muka ditutup dengan kain, dan diberiakn O2. Suara bising dari peralatan yang tak biasa. Pemantauan, termasuk pengukuran tekanan darah yang sering.
Pascaoperatif : Pemberian posisi, pembalutan, tingkat aktivitas, pentingnya bantuan untuk ambulasi sampai stabil dan adekuat secara visual.
Jelaskan intervensi sedetil-detilnya; perkenalkan diri anda pada setiap interaksi; terjemahkan setiap suara asing; pergunakan sentuhan untuk membantu komunikasi verbal.
Dorong untuk menjalankan kebiasaan hidup sehari-hari bila mampu. Pesan makanan yang bisa dimakan dengna tangan bagi mereka yang tak dapat melihat dengan baik atau tak mempunyai keterampilan koping untuk mempergunakan peralatan makan.
Dorong partisipasi keluarga atau orang yang berarti dalam perawatan pasien

Dorong partisipasi dalam aktivitas sosial dan pengalihan bila memungkinkan (pengunjung, radio, rekaman radio
Informasi dapat menghilangkan ketakutan yang tak diketahui. Mekanisme koping dapat membantu pasien berkompromi dengan kegusaran, ketakutan, depresi, tegang, keputusasaan, kemarahan, dan penolakan

Pengenalan terhadap lingkungan membantu mengurangi ansietas dan meningkatkan keamanan.

Pasien yang telah mendapat banyak informasi lebih mudah menerima penanganan dan mematuhi instruksi
















Pasien yang mengalami gangguan visual bergantung pad amasukan indera yang lain untuk mendapatkan informasi


Perawatan diri dan kemandirian akan meningkatkan rasa sehat







Pasien mungkin tak mampu melakukan semua tugas sehubungan dengan penanganan dan perawatan diri.
Isolasi sosial dan waktu luang yang terlalu lama dapat menimbulkan perasaan negatif

Diagnosa II : Resiko terhadap cedera yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan atau kurang pengetahuan.
Tujuan : Pencegahan cedera

No
Intervensi
Rasional
1








2



3

4


5


6

Bantu pasien ketika mampu melakukan ambulasi pascaoperasi sampai stabil dan mencapai penglihatan dan keterampilan koping yang memadai. Ingat bahwa balutan bilateral menjadikan pasien tak dapat (melihat), menggunakan teknik bimbingan penglihatan.
Bantu pasien menata lingkungan.jangan mengubah penataan meja, kursi tanpa pasien diorientasi dahulu
Orientasikan pasien pada ruangan

Bahas perlunya pengguanaan perisai metal atau kacamata bila diperintahkan
Jangan memberikan tekanan pada mata yang terkena trauma

Gunakan prosedur yang memadai keika memberiakn obat mata 
Menurunkan risiko jatuh atau cedera ketika langkah sempoyongan atau tidak mempunyai keterampilan koping untuk kerusakan penglihatan




Memfasilitasi kemandirian dan menurunkan risiko cedera


Meningkatkan keamanan mobilitas dalam lingkungan
Tameng logam atau kaca mata melindungi mata terhadap cedera

Tekanan pada mata dapat mengakibatkan kerusakan seritis lebih lanjut
Cedera dapat terjadi bila wadah obat menyentuh mata

Diagnosa III : Infeksi luka operasi atau struktur okuler lain; ablasio retina, peninggian TIO, perporasi luka operasi.
Tujuan : Komplikasi dapat dihindari
No
Intervensi
Rasional
1

2




















3










4




5













Jaga teknik aseptik ketat, lakukan cuci tangan sesering mungkin
Awasi dan laporkan segera adanya tanda dan gejala komplikasi; misal perdarahan, peningkatan TIO (nyeri dahi mendadak), infeksi (merah,edema,cairan purulen), nyeri tak berkurang dengan obat yang diresepkan; kilatan cahaya, perubahan atau penurunan fungsi visual, perubahan struktur mata (prolaps iris, pupil berbentuk pir, dehisensi luka), reaksi samping obat
Jelaskan posisi yang dianjurkan










Instrusikan pasien mengenai pembatasan aktivitas tirah baring, dengan keleluasaan ke kamar mandi; peningkatan aktivitas bertahap sesuai toleransi
Jelaskan tindakan yang harus dihindari, seperti yang diresepkan; batuk, bersin, muntah (minta obat untuk itu), membungkuk, mengejan berlebihan saat berak, mengangkat benda berat (lebih dari 9 kg), menutup mata dengan keras, menggosok mata, menggerakan kepala dengan cepat dan kasar
Berikan obat sesuai resep, sesuai teknik yang diresepkan
 Akan meminimalkan infeksi

Penemuan awal komplikasi dapat mengurangi risiko kehilangan penglihatan permanen










Peninggian kepala dan menghindari berbaring pada sisi yang dioperasi dapat mengurangi edema. Mempertahankan posisi yang diresepkan bilagelembung udara telah diletakan dalam badan vitreus dapat memperbaiki pelengketan kembali retina dan mengurangi risiko pembentukan katarak atau kerusakan endotel kornea
Pembatasan aktivitas diresepkan untuk mempercepat penyembuhan dan menghindari kerusakan lebih lanjut pda mata yang cedera

Dapat mengakibatkan komplikasi seperti prolaps vitreus atau dehisensi luka akibat peningkatan tegangna luka pada jahitan yang sangat halus






Obat yang diberikan dengan cara yang tidak sesuai dengan resep dapat mengganggu penyembuhan atau menyebabkan komplikasi. Bila wadah sampai mengenai mata, akan terjadi peningkatan risiko infeksi dari obat yang terkontaminasi

Diagnosa IV : Nyeri yang berhubungan dengan trauma, peningkatan TIO, inflamasi intervensi bedah, atau pemberian tetes mata dilator.
Tujuan : Pengurangan nyeri dan TIO

No
Intervensi
Rasional
1


2

3


4

Berikan obat untuk mengontrol nyeri dan TIO sesuai resep

Diberikan kompres dingin sesuai permintaan untuk trauma tumpul
Kurangi tingkat pencahayaan; cahaya diredupkan, diberi tirai/kain
Dorong penggunaan kaca mata hitam pada cahaya kuat
Pemakaina obat sesuai resep akan mengurangi nyeri dan TIO dan meningkatkan rasa nyaman
Mengurangi edema akan mengurangi nyeri
Tingkat pencahayaan yang lebih rendah lebih nyaman setelah pembedahan
Cahaya yang kuat menyebabkan rasa tak nyaman setelah pengguanaan tetes mata dilator

Diagnosa V : Potensial terhadap kurang perawatan diri yang berhubungan dengan kerusakan penglihatan.
Tujuan : Mampu memenuhi kebutuhan perawatan diri

No
Intervensi
Rasional
1



2



3






4




5
Beri instruksi pada pasien atau orang terdekat mengenai tanda dan gejala komplikasi yang harus dilaporkan segera kepada dokter
Berikan instruksi lisan dan tertulis untuk pasien dan orang yang berarti mengenai teknik yang benar memberikan obat.
Diskusikan indikasi penggunaan obat begitu pula respons normal dan abnormalnya. Sarankan metode identifikasi wadah  (tutup merah, label hijau)


Evaluasi bantuan setelah pemulangan. Yakinkan tersedianya bantuan dari orang terdekat atau merancang untuk rujukan  yang perlu
Ajari pasien dan keluarga teknik panduan penglihatan
Penemuan dan penanganan awal komplikasi dapat mengurangi risiko kerusakan lebih lanjut

Pemakaian teknik yang benar akan mengurangi risiko infeksi dan cedera mata.

Pengetahuan mengenai respons normal obat dapat meningkatkan kepatuhan. Pengetahuan mengenai respons abnormal dapat membantu dalam memutuskan mengenai perubahan yang perlu dilaporkan.
Instruksi tertulis dipakai untuk memperkuat setelah pemulangan
Sumber daya harus tersedia untuk layanan kesehatan, pendampingan dan teman di rumah
Memungkinkan tindakan  yang aman dalam lingkungan




III.             Daftar Pustaka
Efiaty, Nurbaiti, Jenny, Ratna. 20013 Buku Ajar Ilm Kesehatan Telinga Hidung Tenggorokan, Kepala dan Leher Ed. 6. Jakarta: FKUI
NANDA International. 2012. Diagnosis Keperawatan: Definisi, Dan Klasifikasi 2012- 2014/Editor, T. Heather Herdman; Alih Bahasa, Made Sumarwati, Dan Nike Budhi Subekti ; Editor
Carpenito, Lynda Juall. 20013. Buku saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :EGC.


No comments:

Post a Comment