Sunday, May 19, 2019

Laporan Pendahuluan Pnemothorax

LAPORAN PENDAHULUAN
 PNEUMOTHORAX

I.                   Konsep Penyakit Pneumothorax
1.1              Definisi/deskripsi penyakit pneumothorax
Pneumothoraks adalah pengumpulan udara dalam ruang potensial antara pleural visceral dan parietal ( Arief Mansjoer, 2008 : 295 ).
Menurut pendapat lain, Pneumothoraks adalah kolapsnya sebagian atau seluruh paru yang terjadi sewaktu udara atau gas lain masuk ke ruang pleura yang mengelilingi paru (Corwin, 2009 : 550). Pneumothoraks merupakan keadaan emergensi yang disebabkan oleh akumulasi udara   dalam rongga   pleura,   sebagai   akibat   dari   proses  penyakit vital   paru-paru   sehingga   akan   menyebabkan   kegagalan   pernapasan.

Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pneumothoraks adalah pengumpulan udara didalam rongga pleura yang mengakibatkan gagal napas yang dapat terjadi secara spontan atau karena trauma.

Berdasarkan klasifikasinya, pneumothorax terbagi menjadi beberapa macam, yaitu :
1.1.1        Pneumotoraks terbuka
Pneumotoraks yang terjadi akibat adanya hubungan terbuka antara rongga pleura dan bronchus dengan lingkungan luar. Dalam keadaan ini, tekanan intra pleura sana dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intrapleura disekitar nao (0) sesuai dengan gerakan pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi tekanannya positif.
1.1.2        Pneumotoraks tertutup
Rongga pleura tertutup dan tidak berhubungan dengan lingkungan luar.Udara yang dulunya ada di rongga pleura (tekanan positif) karena direasorpsi dan tidak ada hubungannya lagi dengan dunia luar maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negative. Tetapi paru belum bias berkembang penuh, sehingga masih ada rongga pleura yang tampak meskipun tekanannya sudah normal.
1.1.3        Pneumotoraks ventil
Ini merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.Udara melalui bronchus terus kepercabangannya dan menuju kea rah pleura yang terbuka.Pada waktu inspirasi, udara masuk ke rongga pleura yang pada permulaannya masih negatif.
1.1.4        Tension pneumotoraks
Adalah bertambahnya udara dalam ruang pleurasecara progresif, biasanya karena laserasi paru-paru yang memungkinkan udarauntuk masuk ke dalam rongga pleura tetapi tidak dapat keluar atau tertahan didalam rongga pleura. Hal ini dapat terjadi secara spontan pada orang tanpakondisi paru-paru kronis ("primer") dan juga pada mereka dengan penyakit paru- paru ("sekunder"), dan banyak pneumothoraces terjadi setelah trauma fisik kedada, cedera ledakan , atau sebagai komplikasi dari perawatan medis

1.2              Etiologi Pneumothorax
Masuknya udara ke dalam rongga dapat melalui luka pada dinding dada, atau meluasnya radang paru-paru. Terdapat   beberapa   jenis   pneumothorax  yang   dikelompokan berdasarkan penyebabnya :
1.2.1   Pneumothoraks Spontan
Terjadi tanpa penyebab yang jelas.Pneumothorax spontan primer terjadi jika pada penderita tidak ditemukan penyakit paru-paru.Pneumothoraks  ini diduga disebabkan pecahnyakantong kecil berisi udara di dalam paru-paru yang disebut bleb atau bulla. Pneumothorak   spontan   sekunder   merupakan pneumothorax yang terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering pada pasien bronkhitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia, abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),  kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.
1.2.2    Pneumothoraks Traumatik
Terjadi akibat cedera traumatik  pada dada. Traumanya bisa bersifat menembus yang disebabkan   oleh   intervensi   medis, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun paru.Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:
1.2.2.1 Pneumothorax traumatik non-iatrogenik
Pneumothorax yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
1.2.2.2 Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Suatu  pneumothorax yang terjadi akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. Pneumothorax jenis ini pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu:
a.                   Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
b.                  Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate)
Suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke dalam cavum pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru-paru.
1.3              Tanda gejala pneumothorax
Gejala  dan tandanya  sangat bervariasi,  tergantung kepada  jumlah udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang mengalami kolaps. Gejalanya bisa berupa :
1.3.1    Nyeri dada kejam yang timbul secara tiba-tiba dan semakin nyeri jika penderita menarik nafas dalam atau terbatuk.
1.3.2    Sesak Nafas
1.3.3    Dada terasa sempit
1.3.4    Mudah lelah
1.3.5    Denyut jantung cepat
1.3.6    Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat akan tidur. Gejala lain yang mungkin ditemukan :
1.3.7    Hidung tampak kemerahan
1.3.8    Cemas, stress, tegang
1.3.9    Tekanan darah rendah (hipotensi)
1.4              Patofisiologi Pneumothorax
Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura.

Mekanismenya pada saat inpirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap.Pengembangan paru menyebabkan tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk.

Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.Pada saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang sehat.Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna

Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut, hipereksansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava.Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax.

Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang sehat.Terjadilah mediastinal flutter.

Bilamana open pneumothorax komplit maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi jalan nafas.Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension pneumothorax.

1.5              Pemeriksaan Penunjang
1.5.1        Pemeriksaan fisik dengan bantuan sketoskop menunjukkan adanya penurunan suara
1.5.2        Gas darah arteri untuk mengkaji PaO dan PaCO
1.5.3        Pemeriksaan EKG
1.5.4        Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
1.5.5        Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
1.5.6        Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
1.5.7        Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
1.5.8        Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %
1.6              Komplikasi
1.6.1        Pneumomediastinum, terdapat  ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari basis sampai ke apeks
1.6.2        Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum. Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak jaringan ikat yang  mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke daerah dada dan belakang.
1.6.3        Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara bersamaan pada satu sisi paru.
1.6.4        Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula bronkopleura tetap membuka.
1.6.5        Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah

1.7              Penatalaksanaan
      1.7.1    Penatalaksanaan Medis
1.7.1.1 Chest wound/sucking chest wound
Luka tembus perlu segera ditutup dengan pembalut darurat atau balutantekan dibuat kedap udara dengan petroleum jelly atau plastik  bersih. Pembalut plasticyang steril merupan alat yang baik, namun plastik pembalut kotak rokok (selofan) dapatjuga digunakan.Pita selofan dibentuk segitiga salah satu ujungnya dibiarkan tebukauntuk memungkinkan udara yang terhisap dapat dikeluarkan. Hal ini untuk mencegahterjadinya  tension pneumothoraks. Celah kecil dibiarkan terbuka  sebagai katup  agarudara dapat keluar dan paru-paru akan mengembang.
1.7.1.2 Blast injury or tention
            Jika udara masuk kerongga pleura disebabkan oleh robekan jaringan paru, perlu penanganan segera.Sebuah tusukan jarum halus dapat dilakukan untuk mengurangi tekanan agar paru dapat mengembang kembali.
1.7.1.3 Penatalaksanaan WSD ( Water Sealed Drainag)
1.7.1.4 Perawatan Per-hospital
Beberapa   paramedis  mampu   melakukan   needle   thoracosentesis   untuk mengurangi tekanan intrapleura. Jika dikehendaki intubasi dapat segera dilakukan jika keadaan  pasien   makin  memburuk.  Perawatan   medis   lebih  lanjut  dan  evaluasi  sangat dianjurkan segera dilakukan. Termasuk dukungan ventilasi mekanik.
1.7.1.5 Pendekatan   melalui   torakotomi   anterior,   torakomi   poskerolateral   dan skernotomi   mediana,   selanjutnya   dilakukan   diseksi   bleb,   bulektonomi,   subtotal pleurektomi. Parietalis dan Aberasi pleura melalui Video Assisted Thoracoscopic Surgery (VATS).
1.7.1.6Pengobatan tambahan
a.        Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT, terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan bronkodilator.
b.        Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
c.        Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat diperimbangkan, untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfiesema.
1.7.2    Penatalaksanaan Keperawatan
1.7.2.1 Primary survey dengan memperhatikan : Airway, Breathing,  Circulation
1.7.2.2 Rehabilitasi
a.         Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b.         Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin terlalu keras.
c.         Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan ringan
d.         Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak nafas.











1.8       Pathwayhttps://imgv2-2-f.scribdassets.com/img/document/286023449/original/002c9b69e2/1464819205




















II.                Rencana asuhan klien dengan Pneumothoraks
2.1        Pengkajian
2.1.1        Riwayat keperawatan
2.1.1.1  Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan sesak napas sering kali datang mendadak dan semakin lama semakin berat.Nyeri dada dirassakan pada sisis yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri pada pergerakan pernapasan. Melakukan pengkajian apakah ada riwayat trauma yang mengenai rongga dada seperti peluru yang menembus dada dan paru, ledakan yang menyebabkan tekanan dalam paru meningkat, kecelakaan lalu lintas biasanya menyebabkan trauma tumpul didada atau tusukan benda tajam langsung menembus pleura.
2.1.1.2  Riwayat kesehatan dahulu
Perlu ditanyakan apakah klien pernah menderita penyakit seperti TB paru dimana sering terjadi pada pneumothoraks
2.1.1.3  Riwayat Kesehatan keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit-penyakit yang mungkin menyebabkan pneumothoraks seperti kanker paru, asma, TB paru, dan lain-lain.
2.1.2        Pemeriksaan fisik: data fokus
2.1.2.1  Aktivitas / Istirahat
Gejala : Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
2.1.2.2  Sirkulasi
Tanda : Takikardia, frekuensi tak teratur/disritmia, irama jantung gallop. Nadi apical berpindah, hipertensi, hipotensi.
2.1.2.3  Integritas Ego
Tanda : Ketakutan, gelisah, bingung, ansietas


2.2.2.4 Makanan / Cairan
Tanda : Adanya pemasangan IV vena sentral / infuse tekanan
2.2.2.5 Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Nyeri dada unilateral, meningkat karena pernapasan, batuk, tiba-tiba gejala sementara batuk atau regangan Tajam dan nyeri, menusuk yang diperberat oleh napas dalam.
2.1.2.4  Pernapasan
Gejala : Kesulitan bernapas, lapar napas, Batuk, Riwayat bedah dada/trauma, inflamasi/infeksi paru, Pneumothorak spontan sebelumnya, PPOM
                                                Tanda : Takipnea, bunyi napas menurun atau tidak ada
Peningkatan kerja napas
Fremitus menurun
Hiperresonan (udara), bunyi pekak (cairan)
Gerakan dada tidak sama
Kulit  : pucat, sianosis, berkeringat, krepitasi subkutan
2.2.2.6Keamanan
            Gejala : Adanya trauma dada
2.2.2.7Penyuluhan / pembelajaran
            Gejala : Riwayat faktor risiko keluarga : TBC, Kanker
Bukti kegagalan membaik
2.1.3        Pemeriksaan penunjang
2.1.3.1  Darah arteri untuk mengkaji PaO dan PaCO
2.1.3.2  Pemeriksaan EKG
2.1.3.3  Sinar X dada, menyatakan akumulasi udara / cairan pada area pleural, dapat menunjukan penyimpangan struktur mediastinal (jantung)
2.1.3.4  Torasentensis ; menyatakan darah / cairan serosanguinosa
2.1.3.5  Pemeriksaan darah vena untuk pemeriksaan darah lengkap dan elektrolit. Hb :mungkin menurun, menunjukkan kehilangan darah
2.1.3.6  Pengkajian tingkat kesadaran dengan menggunakan pendekatan AVPU
2.1.3.7  Pulse Oximeter : pertahankan saturasi > 92 %

2.2              Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
         Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas (00032)
2.2.1        Definisi
Insipirasi dan/atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat.
2.2.2        Batasan karakteristik
2.2.2.1 Bradipnea
2.2.2.2 Dispnea
2.2.2.3 Fase ekspirasi memanjang
2.2.2.4 Ortopnea
2.2.2.5 Penggunaan otot bantu pernapasan
2.2.2.6 Penurunan kapasitas vital
2.2.2.7 Takipnea
2.2.2.8 Pola napas abnormal
2.2.2.9 Pernapasan cuping hidung
2.2.3        Faktor yang berhubungan
2.2.3.1 Ansietas
2.2.3.2 Gangguan muskuluskeletal
2.2.3.3 Hiperventilasi
2.2.3.4 Keletihan otot pernapasan
2.2.3.5 Nyeri
2.2.3.6 Obesitas
2.2.3.7 Posisi tubuh yang menghambat ekpansi paru
2.2.3.8 Sindrom hipoventilasi

Diagnosa 2 Intoleransi aktivitas
2.2.4        Definisi
Ketidakcukupan energy psikologis atau fisiologis untuk mempertahankan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari yang harus atau yang ingin dilakukan.
2.2.5    Batasan karakteristik
            2.2.5.1 Dispnea setelah beraktivitas
            2.2.5.2 Keletihan
            2.2.5.3 Ketidaknyamanan setelah beraktivitas
            2.2.5.4 Perubahan elektrokardiogram (EKG)
2.2.5.6  Respons frekuensi jantunjg abnormal terhadap aktivitas
            2.2.5.6 Respons tekanan darah abnormal terhadap aktivitas
2.2.6    Faktor yang berhubungan
            2.2.6.1 Gaya hidup kurang gerak
            2.2.6.2 Imobilitas
                        2.2.6.3 Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan       oksigen
                        2.2.6.4 Tirah baring

Diagnosa 3: Ketidakefektifan manajemen kesehatan
2.2.7        Definisi
Pola pengetahuan dna pengintegrasian ke dalam kebiasaan terapeutik hidup sehari-hari untuk pengobatan penyakit dan sekuelanya yang tidak memuaskan untuk memenuhi tujuan kesehatan spesifik.
2.2.8        Batasan karakteristik
2.2.8.1  Kegagalan melakukan tindakan untuk mengurangi faktor risiko
2.2.8.2  Kegagalan memasukkan regimen pengobatan dalam kehidupan sehari-hari
2.2.8.3  Kesulitan dengan regimen yang diprogramkan
2.2.8.4  Pilihan yang tidak efektif dalam hidup sehari-hari untuk memenuhi tujuan kesehatan
2.2.9        Faktor yang berhubungan
2.2.9.1  Kesulitan ekonomi
2.2.9.2  Kurang dukungan sosial
2.2.9.3  Kurang pengetahuan tentang program terapeutik
2.2.9.4  Persepsi hambatan
2.3              Perencanaan
         Diagnosa 1: Ketidakefektifan pola napas
2.3.1        Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan (NOC, 2013)
2.3.2        Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan (NIC, 2013)
No
Diagnosa

Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
1
Ketidakefektifan pola napas
NOC:
·         Respiratory status : Ventilation
·         Respiratory status : Airway patency
·         Vital sign Status

Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama ………..pasien menunjukkan keefektifan pola nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil:
·         Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernafas dg mudah, tidakada pursed lips)
·         Menunjukkan jalan nafas yang paten (klien tidak merasa tercekik, irama nafas, frekuensi pernafasan dalam rentang normal, tidak ada suara nafas abnormal)
1.       Tanda Tanda vital dalam rentang normal (tekanan darah, nadi, pernafasan
NIC:
a.       Posisikan klien untuk memaksimalkan ventilasi
b.       Lakukan fisioterapi dada jika perlu
c.        Keluarkan sekret dengan batuk atau suction
d.       Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
e.        Berikan bronkodilator :
f.        Berikan pelembab udara Kassa basah NaCl Lembab
g.        Atur intake untuk cairan mengoptimalkan keseimbangan.
h.       Monitor respirasi dan status O2
i.         Bersihkan mulut, hidung dan secret trakea
j.         Pertahankan jalan nafas yang paten
k.       Observasi adanya tanda tanda hipoventilasi
l.         Monitor adanya kecemasan pasien terhadap oksigenasi
m.     Monitor  vital sign
n.       Informasikan pada pasien dan keluarga tentang tehnik relaksasi untuk memperbaiki pola nafas.
o.       Ajarkan bagaimana batuk efektif
p.       Monitor pola nafas
a.       Memberikan posisi yang nyaman kepada klien
b.       Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
c.        Menghindari penyumbatan jalan nafas
d.       Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
e.        Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
f.        Membantu dalam pemberian terapi pengobatan
g.        Menghindari kurangnya asupan nutrisi
h.       Memantau status pernapasan klien
i.         Menghindari penyumbatan jalan nafas
j.         Memberikan jalan nafas
k.       Menghindari terjadinya hipoventilasi
l.         Mengurangi tingkat kecemasan klien
m.     Mengetahui keadaan umum klien
n.       Melibatkan keluarga dalam terapi pengobatan
o.       Memberikan penyuluhan kesehatan tentang tindakan yang dapat dilakukan mandiri
p.       Menghindari klien sesak

Diagnosa 2: Intoleransi Aktivitas
2.3.3        Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.4        Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
No
Diagnosa

Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
2.
Intoleransi Aktivitas
NOC :
·         Self Care : ADLs
·         Toleransi aktivitas
·         Konservasi eneergi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. Pasien bertoleransi terhadap aktivitas dengan Kriteria Hasil :
·         Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan darah, nadi dan RR
·         Mampu melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri
·         Keseimbangan aktivitas dan istirahat
NIC :
a.       Observasi adanya pembatasan klien dalam melakukan aktivitas
b.       Kaji adanya faktor yang menyebabkan kelelahan
c.        Monitor nutrisi  dan sumber energi yang adekuat
d.       Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
e.        Monitor respon kardivaskuler  terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas, diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
f.        Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
g.        Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi yang tepat.
h.       Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
i.         Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
j.         Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
k.       Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
a.       Agar mengetahui batasan aktivitas klien
b.       Mencegah terjadinya pasien kelelahan
c.        Memantau asupan nutrisi klien
d.       Mencegah kelemahan fisik klien
e.        Agar mengetahui keadaan klien
f.        Mencegah terjadinya kelelahan pasien
g.        Agar mengetahui pengobatan lanjut
h.       Agar mengetahui pemberian aktivitas yang tepat untuk klien
i.         Memberikan fasilitas yang tepat untuk klien
j.         Mengatur jadwal pengobatan harian klien
k.       Agar klien merasa termotivasi


Diagnosa 3: Ketidakefektifan manajemen kesehatan
2.3.5        Tujuan dan Kriteria hasil (outcomes criteria): berdasarkan NOC
2.3.6        Intervensi keperawatan dan rasional: berdasarkan NIC
No
Diagnosa

Tujuan & Kriteria Hasil (NOC)
Intervensi (NIC)
Rasional
3.
Ketidakefektifan manajemen kesehatan
NOC:
·         Complience Behavior
·         Knowledge : treatment regimen
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama …. manejemen regimen terapeutik tidak efektif pasien teratasi dengan kriteria hasil:
·         Mengembangkan dan mengikuti regimen terapeutik
·         Mampu mencegah perilaku yang berisiko
·         Menyadari dan mencatat tanda-tanda perubahan status kesehatan

NIC :
Self Modification assistance
a.       Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan
b.       Hargai pengetahuhan pasien
c.        Sediakan informasi tentang penyakit, komplikasi dan pengobatan yang direkomendasikan
d.       Dukung motivasi pasien untuk melanjutkan pengobatan yang berkesinambungan

a.       Agar mengetahui tingkat pengetahuan pasien mengenai penyakit dan pengobatan
b.       Agar dapat menjalin BHSP kepada klien
c.        Agar klien emndapatkan informasi mengenai penyakit dan pengobatan yang harus dilakukan klien
d.       Agar klien merasa termotivasi dalam menjalai terapi pengobatan.


III.             Daftar Pustaka
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofiologi Edisi Revisi 3. Jakarta :  EGC




https://www.scribd.com/doc/47415059/Tension-Pneumotoraks

Mansjoer, Arif. dkk .2008. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2 Edisi 3. Jakarta         : MediaAesculapius FKUI

Syaifuddin, H .2006 .anatomi Fisiologi untuk Mahasiswa Keperawatan Edisi         3.Jakarta : EGC


No comments:

Post a Comment