LAPORAN PENDAHULUAN
HARGA DIRI RENDAH
I.
Pengertian
Harga diri adalah penilaian tentang pencapaian diri
dengan menganalisa seberapa jauh perilaku sesuai dengan ideal diri. ( Keliat
B.A , 2002 ). Harga diri rendah adalah evaluasi diri dan perasaan
tentang diri atau kemampuan diri yang negatif, dapat secara langsung atau tidak
langsung di ekspresikan.
Harga diri rendah adalah menolak dirinya sebagai
sesuatu yang berharga dan tidak dapat bertanggungjawab pada kehidupannya
sendiri.(Stuart dan Sundeen, 2005). Harga diri rendah adalah penilaian
negative seseorang terhadap diri dan kemampuan yang diekspresikan secara
langsung dan tidak langsung (Bawlis,2002)
II. Rentang
Respon
|
|
|
|
|
|
|
III. Faktor
Predisposisi
1)
Factor yang
mempengaruhi harga diri
Harga diri adalah sifat yang
diwariskan secara genetik. Pengaruh lingkungan sangat penting dalam
pengembangan harga diri. Faktor-faktor predisposisi dari pengalaman masa
anak-anak merupakan faktor kontribusi pada gangguan atau masalah konsep diri.
Anak sangat peka terhadap perlakuan dan respon orang tua. Penolakan orang tua
menyebabkan anak memilki ketidakpastian tentang dirinya dan hubungan dengan
manusia lain. Anak merasa tidak dicintai dan menjadi gagal mencintai dirinya
dan orang lain.
Saat ia tumbuh lebih dewasa, anak
tidak didorong untuk menjadi mandiri, berpikir untuk dirinya sendiri, dan
bertanggung jawab atas kebutuhan sendiri. Kontrol berlebihan dan rasa memiliki
yang berlebihan yang dilakukan oleh orang tua dapat menciptakan rasa tidak
penting dan kurangnya harga diri pada anak. Orangtua membuat anak-anak menjadi
tidak masuk akal, mengkritik keras, dan hukuman.
Tindakan orang tua yang berlebihan
tersebut dapat menyebabkan frustasi awal, kalah, dan rasa yang merusak dari
ketidak mampuan dan rendah diri. Faktor lain dalam menciptakan perasaan seperti
itu mungkin putus asa, rendah diri, atau peniruan yang sangat jelas terlihat
dari saudara atau orangtua. Kegagalan dapat menghancurkan harga diri, dalam hal
ini dia gagal dalam dirinya sendiri, tidak menghasilkan rasa tidak berdaya,
kegagalan yang mendalam sebagai bukti pribadi yang tidak kompeten.
Ideal diri tidak realistik merupakan
salah satu penyebab rendahnya harga diri.Individu yang tidak mengerti maksud
dan tujuan dalam hidup gagal untuk menerima tanggung jawab diri sendiri dan
gagal untuk mengembangkan potensi yang dimilki. Dia menolak dirinya bebas
berekspresi, termasuk kebenaran untuk kesalahan dan kegagalan, menjadi tidak
sabaran, keras, dan menuntut diri. Dia mengatur standar yang tidak dapat ditemukan.
Kesadaran dan pengamatan diri berpaling kepada penghinaan diri dan kekalahan
diri. Hasil ini lebih lanjut dalam hilangnya kepercayaan diri.
2)
Faktor yang
mempengaruhi penampilan peran
Peran yang
sesuai dengan jenis kelamin sejak dulu sudah diterima oleh masyarakat, misalnya
wanita dianggap kurang mampu, kurang mandiri , kurang objektif, dan kurang
rasional dibandingkan pria. Pria dianggap kurang sensitive, kurang hangat,
kurang ekpresif dibanding wanita. Sesuai dengan standar tersebut, jika wanita
atau pria berperan tidak seperti lazimnya maka akan menimbulkan konflik didalam
diri mapun hubungan sosial. Misalnya wanita yang secara tradisional harus
tinggal dirumah saja, jika ia mulai keluar rumah untuk mulai sekolah atau
bekerja akan menimbulkan masalah. Konflik peran dan peran yang tidak sesuai
muncul dari faktor biologis dan harapan masyarakat terhadap wanita atau pria.
3)
Faktor yang
mempengaruhi identitas diri
Intervensi orangtua
terus-menerus dapat mengganggu pilihan remaja. Orang tua yang selalu curiga
pada anak menyebakan kurang percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang
dia pilih tepat, jika tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka timbul rasa
bersalah. Ini juga dapat merendahkan pendapat anak dan mengarah pada keraguan,
impulsif, dan bertindak keluar dalam upaya untuk mencapai beberapa identitas.
Teman sebayanya merupkan faktor lain yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin
diterima, dibutuhkan, diingikan, dan dimilki oleh kelompoknya.
IV. Faktor
Presipitasi
1)
Trauma
Masalah khusus
tentang konsep diri disebabakan oleh setiap situasi dimana individu tidak mampu
menyesuaikan. Situasi dapat mempengaruhi konsep diri dan komponennya. Situasi
dan stressor yang dapat mempengaruhi gambaran diri dan hilangnya bagian badan,
tindakan operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi
tubuh, proses tumbuh kembang, dan prosedur tindakan dan pengobatan.
2)
Ketegangan peran
Ketegangan peran
adalah stres yang berhubungan dengan frustasi yang dialami individu dalam peran.
Transisi perkembangan
Transisi perkembangan adalah
perubahan normatif berhubungan dengan pertumbuhan. Setiap perkembangan dapat
menimbulkan ancaman pada identitas. Setiap tahap perkembangan harus dilakukan
inidividu dengan menyelesaikan tugas perkembangan yang berbeda-beda. Hal ini dapat
merupakan stressor bagi konsep diri.
Transisi situasi
Transisi situasi terjadi
sepanjang daur kehidupan. Transisi situasi merupakan bertambah atau
berkurangnya orang yang penting dalam kehidupan individu melalui kelahiran atau
kematian orang yang berarti, misalnya status sendiri menjadi berdua atau menjadi
orang tua.
Transisi sehat sakit
Transisi sehat sakit berkembang
berubah dari tahap sehat ke tahap sakit. Beberapa stressor pada tubuh dapat
menyebabakan gangguan gambaran diri dan berakibat perubahan konsep diri.
Perubahan tubuh dapat mempengaruhi semua komponen konsep diri yaitu gambaran
diri, peran ,dan harga diri. Masalah konsep diri dapat dicetuskan oleh faktor
psikologis, sossiologis, atau fisiologis, namun yang lebih penting adalah
persepsi klien terhadap ancaman.
perilaku.
perilaku.
V. Tanda
dan Gejala
Menurut L. J Carpenito dan Keliat , perilaku yang
berhubungan dengan harga diri rendah antara lain :
Data Subjektif:
·
Mengkritik diri sendiri atau orang lain
·
Perasaan tidak mampu
·
Pandangan hidup yang pesimis
·
Perasaan lemah dan takut
·
Penolakan terhadap kemampuan diri sendiri
·
Pengurangan diri/mengejek diri sendiri
·
Hidup yang berpolarisasi
·
Ketidakmampuan menentukan tujuan
·
Mengungkapkan kegagalan pribadi
·
Merasionalisasi penolakan
Data Objektif:
·
Produktivitas menurun
·
Perilaku destruktiv pada diri sendiri dan orang lain
·
Penyalahgunaan zat
·
Menarik diri dari hubungan social
·
Ekspresi wajah malu dan rasa bersalah
·
Menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar
makan)
·
Tampak mudah tersinggung /mudah marah
VI. Proses
Keperawatan
Menurut
hawari (2001), terapi pada gangguan jiwa skizofrenia dewasa ini sudah
dikembangkan sehingga penderita tidak mengalami diskriminasi bahkan metodenya
lebih manusiawi daripada masa sebelumnya. Terapi yang dimaksud meliputi :
a.
Psikofarmaka
Adapun obat
psikofarmaka yang ideal yaitu yang memenuhi syarat sebagai berikut :
·
Dosis rendah dengan efektifitas terapi dalam waktu
yang cukup singkat.
·
Tidak ada efek samping kalaupun ada relative kecil.
·
Dapat menghilangkan dalam waktu yang relative singkat,
baik untuk gejala positif maupun gejala negative skizofrenia.
·
Tidak menyebabkan kantuk
·
Memperbaiki pola tidur
·
Tidak menyebabkan lemas otot.
Berbagai jenis obat psikofarmaka
yang beredar dipasaran yang hanya diperoleh dengan resep dokter, dapat dibagi
dalan 2 golongan yaitu golongan generasi pertama (typical) dan golongan kedua
(atypical). Obat yang termasuk golongan generasi pertama misalnya
chlorpromazine HCL, Thoridazine HCL, dan Haloperidol. Obat yang termasuk
generasi kedua misalnya : Risperidone, Olozapine, Quentiapine, Glanzapine,
Zotatine, dan aripiprazole.
b.
Psikoterapi
Therapy kerja
baik sekali untuk mendorong penderita bergaul lagi dengan orang lain, penderita
lain, perawat dan dokter. Maksudnya supaya ia tidak mengasingkan diri lagi
karena bila ia menarik diri ia dapat membentuk kebiasaan yang kurang baik.
Dianjurkan untuk mengadakan permainan atau latihan bersama. (Maramis,2005)
c.
Therapy Kejang Listrik
( Electro Convulsive Therapy)
ECT adalah pengobatan untuk
menimbulkan kejang granmall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik
melalui elektrode yang dipasang satu atau dua temples. Therapi kejang listrik
diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan denga terapi neuroleptika oral
atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5 joule/detik. (Maramis, 2005)
d.
Therapy Modalitas
Therapi modalitas/perilaku merupakan
rencana pengobatan untuk skizofrrenia yang ditujukan pada kemampuan dan
kekurangan klien. Teknik perilaku menggunakan latihan keterampilan sosial untuk
meningkatkan kemampuan sosial. Kemampuan memenuhi diri sendiri dan latihan
praktis dalam komunikasi interpersonal. Therapi kelompok bagi skizofrenia
biasanya memusatkan pada rencana dan masalah dalam hubungan kehidupan yang
nyata.
Therapy aktivitas kelompok dibagi
empat, yaitu therapy aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, theerapy
aktivitas kelompok stimulasi sensori, therapi aktivitas kelompok stimulasi
realita dan therapy aktivitas kelompok sosialisasi (Keliat dan Akemat,2005).
Dari empat jenis therapy aktivitas kelompok diatas yang paling relevan
dilakukan pada individu dengan gangguan konsep diri harga diri rendah adalah
therapyaktivitas kelompok stimulasi persepsi. Therapy aktivitas kelompok (TAK)
stimulasi persepsi adalah therapy yang mengunakan aktivitas sebagai stimulasi dan
terkait dengan pengalaman atau kehidupan untuk didiskusikan dalam kelompok,
hasil diskusi kelompok dapat berupa kesepakatan persepsi atau alternatif
penyelesaian masalah.(Keliat dan Akemat,2005).
1. Pohon
Masalah
Isolasi sosial: menarik diri
↑
Gangguan konsep diri: Harga diri
↑
Koping individu tidak efektif
2. Masalah
Keperawatan yang Mungkin Muncul
a.
Isolasi
sosial: Menarik diri
b.
Harga
diri rendah
c.
Koping
individu tidak efektif
3. Data
yang Perlu Dikaji
1.
Koping
tidak efektif
a.
Data
Subjektif:
×
Mengungkapkan
tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi.
×
Klien
malu bertemu dan berhadan dengan orang lain.
b.
Data
Objektif :
×
Ekspresi
wajah sedih.
×
Tidak
ada kontak mata ketika diajak berbicara.
×
Suara
pelan dan tidak jelas.
×
menangis.
2.
Harga
diri rendah
a.
Data
Subjektif :
×
Mengungkapkan
ingin diakui jati dirinya
×
Mengungkapkan
tidak ada lagi yang peduli
×
Mengungkapkan
tidak bisa apa-apa
×
Mengungkapkan
dirinya tidak berguna
×
Mengkritik
diri sendiri
b.
Data
Objektif :
×
Merusak
diri sendiri dan orang lain
×
Menarik
diri dari hubungan social
×
Tampak
mudah tersinggung
×
Tidak
mau makan dan tidak mau tidur
3.
Isolasi
Sosial: Menarik diri
a.
Data
Subjektif:
×
Mengungkapkan
tidak berdaya dan tidak ingin hidup lagi
×
Mengungkapkan
enggan berbicara dengan orang lain
×
Klien
malu bertemu dan berhadapan dengan orang lain
b.
Data
Objektif
×
Ekspresi
wajah kosong
×
Tidak
ada kontak mata ketika diajak bicara
×
Suara
pelan dan tidak jelas
4.
Diagnosis Keperawatan Jiwa
×
Harga Diri Rendah
×
Koping Tidak efektif
5.
Rencana Tindakan Keperawatan
Harga diri rendah
1.
Untuk Klien
a.
Tujuan umum: Klien tidak terjadi gangguan konsep
diri :
harga diri rendah/ klien akan meningkat harga dirinya.
b.
Tujuan khusus:
1.
Klien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat
Tindakan:
a)
Bina hubungan
saling percaya
-
Salam terapeutik
-
Perkenalan diri
-
Jelaskan tujuan
inteniksi
-
Ciptakan
lingkungan yang tenang
-
Buat kontrak
yang jelas (waktu, tempat dan topik pembicaraan).
b)
Beri kesempatan
pada klien mengungkapkan perasaannya.
c)
Sediakan waktu
untuk mendengarkan klien.
d)
Katakan kepada
klien bahwa ia adalah seseorang yang
berharga dan bertanggung jawab serta mampu menolong dirinya sendiri.
2.
Klien dapat
mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
3.
Klien dapat
menilai kemampuan kedua yang dimiliki dan membuat jadwal
2.
Untuk Keluarga
a. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga tentang cara merawat klien.
b. Bantu keluarga memberi dukungan selama klien dirawat.
c. Bantu keluarga menyiapkan lingkungan di rumah.
d. Beri reinforcement positif atas keterlibatan keluarga.
Koping individu tidak efektif
1.
Untuk Klien
a.
Tujuan Umum:
Koping klien efektif
b.
Tujuan Khusus
1)
Klien dapat
membina hubungan saling percaya dengan perawat
2)
Klien mampu
mengungkapkan masalah secara baik
Tindakan:
a)
Identifikasi
koping yang selama ini di gunakan
b)
Membantu menilai
koping yang biasa di gunakan
c)
Mengidentifikasi
cita-cita atau tujuan yang realistis
d)
Melatih koping :
berbincang (meminta, menolak, dan
mengungkapkan/ membicarakan masalah secara baik)
e)
Membimbing
memasukkan dalam jadwal kegiatan.
3)
Klien mampu
beraktivitas sesuai dengan jadwal kegiatan
a)
Validasi masalah
dan latihan sebelumnya.
b)
Melatih koping:
beraktivitas.
c)
Membimbing
memasukkan dalam jadwal kegiatan.
4)
Klien mampu
berlatih olahraga
5)
Klien mampu
melakukan relaksasi
2.
Untuk Keluarga
a.
Beri pendidikan kesehatan pada
keluarga tentang cara merawat klien dengan harga diri rendah.
b.
Bantu keluarga memberikan dukungan
selama pasien di rawat.
Bantu keluarga
menyiapkan lingkungan di rumah.
VII.
Strategi Pelaksanaan Tindakan
Diagnosa
|
Strategi
Pelaksanaan
|
|
Pasien
|
Keluarga
|
|
Gangguan
konsep
diri:
HDR
|
SP
1 p
1. Mendiskusikan
kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
pasien
2. Membantu
pasien menilai kemampuan yang masih
dapat digunakan
3. Membantu
pasien memilih/menetapkan kemampuan
yang akan dilatih
4. Melatih
kemampuan yang sudah dipilih
5. Memberikan
pujian yang wajar terhadap keberhasilan pasien
6. Menyusun
jadwal
7. pelaksanaan kemampuan yang telah dilatih dalam rencana
harian
|
SP
1 k
1. Mendiskusikan
masalah yang di rasakan keluarga dalam merawat pasien
2. Menjelaskan
pengertian, tanda gejala, proses terjadinya HDR yang di alami pasien
3. Menjelaskan
cara
merawat pasien
dengan HDR
4.
Latih keluarga memberi tanggung jawab kegiatan pertama yang dipilih
klien: bimbing dan beri pujian.
5.
Anjurkan membantu klien sesuai jadwal harian yang dibuat
|
|
SP
2 p
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan SP 1 pasien
2. Melatih
kemampuan kedua yang dipilih klien
3. Menganjurkan
pasien memasukan dalam kegiatan harian
|
SP
2 k
1. Melatih
keluarga mempraktekkan cara merawat pasien dengan masalah HDR
2. Melatih
keluarga melakukan cara merawat pasien
dengan masalah HDR langsung pada
pasien
3.
Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi pujian.
|
|
Sp 3 p
1. Mengevaluasi
jadwal kegiatan kegiatan 1 dan kegiatan 2 pasien
2.
Melatih kemampuan ketiga yang dipilih klien
3.
Menganjurkan
pasien memasukan dalam kegiatan harian: dua kegiatan masing-masing dua kali per hari
|
SP
3 k
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing klien dalam
kegiatan pertama dan kedua yang dipilih dan dilatih klien, berikan pujian.
2. Bersama keluarga melatih klien dalam melakukan kegiatan
ketiga yang dipilih klien.
3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi
pujian.
|
|
SP 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing klien dalam
kegiatan pertama, kedua, dan ketiga yang dipilih dan dilatih klien, berikan
pujian.
2. Bersama keluarga melatih klien dalam melakukan kegiatan
keempat yang dipilih klien.
3. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi
pujian: dua kegiatan masing-masing dua kali per hari.
|
SP 4
1. Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing klien dalam
kegiatan pertama, kedua dan ketiga yang dipilih dan dilatih klien, berikan
pujian.
2. Bersama keluarga melatih klien dalam melakukan kegiatan
keempat yang dipilih klien.
3. Jelaskan follow up ke RSJ/ PKM tanda kambuh dan
rujukan.
4. Anjurkan membantu klien sesuai jadwal dan memberi
pujian.
|
|
SP 5
1.
Evaluasi kegiatan latihan dan berikan pujian
2.
Latih kegiatan dilanjutkan sampai tak terhingga
3.
Nilai kemampuan yang telah mandiri
4.
Masukan nilai apakah harga diri klien meningkat
|
SP 5
1.
Evaluasi kegiatan keluarga dalam membimbing klien melakukan kegiatan yang
dipilih oleh klien dan berikan pujian
2.
Nilai kemampuan keluarga dalam membimbing klien
3.
Nilai kemampuan keluarga melakukan kontrol ke RSJ/ PKM
|
No comments:
Post a Comment