SATUAN ACARA PENYULUHAN
TBC
Pokok
Pembahasan : Tuberculosis Paru (TBC)
Sub Pokok Pembahasan :
Pengertian TBC, Penyebab TBC, Tanda dan Gejala TBC, Proses Penularan TBC, dan
Pencegahan TBC.
Sasaran : Warga Anjir Seberang pasar II
Jam :
16.00 Wita
Waktu : 20 menit
Tanggal : 23 November 2018
Tempat : Anjir
Seberang Pasar II
A.
Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan 20
menit, diharapkan warga mampu memahami dan mengerti tentang TBC
B.
Tujuan Khusus
Setelah mengikuti penyuluhan selama 20 menit tentang TBC, diharapkan
warga dapat:
1.
Menjelaskan tentang TBC
2.
Menyebutkan penyebab TBC
3.
Menyebutkan tanda dan gejala TBC
4.
Menjelaskan tentang cara penularan
TBC.
5.
Menjelaskan tentang pencegahan TBC
C.
Materi Penyuluhan (Terlampir)
1.
Pengertian TBC
2.
Penyebab TBC
3.
Tanda dan gejala TBC
4.
Proses penularan TBC
5.
Pencegahan TBC
D.
Metode Penyuluhan
1.
Ceramah
2.
Tanya Jawab
E.
Media
1. Leaflet
No
|
Tahap Kegiatan
|
Waktu
|
Kegiatan Penyuluhan
|
Sasaran
|
Media
|
1.
|
Pembukaan
|
5 menit
|
1.
Mengucapkan salam
2.
Memperkenalkan diri
3.
Menyampaikan tentang tujuan pokok materi
4.
Meyampakaikan pokok pembahasan
5.
Kontrak waktu
|
Menjawab
salam
Mendengarkan
dan menyimak
Bertanya
mengenai perkenalan dan tujuan jika ada yang kurang jelas
|
Kata-kata/
kalimat
|
2.
|
Pelaksanaan
|
10 menit
|
a. Penyampaian
Materi TBC.
1.
Menjelaskan tentang pengertian,
2.
Menjelaskan penyebab,
3.
Menjelaskan tanda dan gejala,
4.
Menjelaskan tentang proses
penularan,
5.
Menjelaskan pencegahan TBC
6.
Tanya Jawab Memberikan
kesempatan pada peserta untuk bertanya
|
Mendengarkan
dan menyimak
Bertanya
mengenai hal-hal yang belum jelas dan dimengerti
|
Lembar
balik
Leaflet
|
3.
|
Penutup
|
5 menit
|
a. Melakukan
evaluasi
b. Menyampaikan
kesimpulan materi
c. serta
Mengakhiri pertemuan dan menjawab salam
|
Sasaran
dapat menjawab tentang pertanyaan yang diajukan
Mendengar
Memperhatikan
Menjawab
salam
|
Kata-kata/
kalimat
|
F.
Evaluasi
Diharapkan Warga Desa Anjir Seberang Pasar II dapat :
1.
Menjelaskan tentang pengertian TBC
2.
Menjelaskan tentang penyebab TBC
3.
Menjelaskan tanda dan gejala
TBC
4.
Menjelaskan tentang
cara/proses penularan TBC
5.
Menjelaskan tentang pencegahan TBC
G. Pengorganisasian
Moderator : Muhammad Lutfi Yunus,
S.Kep.
Penyuluh : Yayuk Lestari,
S.Kep.
Fasilitator : Wahyuni Mahrita,
S.Kep.
Yohanes Juantama, S.Kep.
Arifani, S.Kep.
Lisia Fransiska L. Djungan, S.Kep.
Observer :Yayoe Winiarty, S.Kep.
Wahyuni
Mahrita, S.Kep.
Miya Heriani, S.Kep.
Aprilina, S.Kep.
Job Description
1)
Moderator
Uraian
tugas :
1) Membuka
acara penyuluhan, memperkenalkan tim kepada peserta.
2) Mengatur
proses dan lama penyuluhan.
3) Memotivasi
peserta untuk bertanya.
4) Memimpin
jalannya diskusi dan evaluasi.
5) Menutup
acara penyuluhan.
2)
Penyaji
Uraian
tugas :
1)
Menjelaskan materi penyuluhan dengan
jelas dan dengan bahasa yang mudah dipahami oleh peserta.
2)
Memotivasi peserta untuk tetap aktif dan
memperhatikan proses penyuluhan.
3)
Menjawab pertanyaan peserta.
3)
Fasilitator
Uraian
tugas :
1)
Ikut bergabung dan duduk bersama di
antara peserta.
2)
Mengevaluasi peserta tentang kejelasan
materi penyuluhan.
3)
Memotivasi peserta untuk bertanya materi
yang belum jelas.
4)
Menginterupsi penyuluh tentang
istilah/hal-hal yang dirasa kurang jelas bagi peserta.
5)
Membagikan leaflet dan lembar evaluasi
kepada peserta.
4)
Observer
Uraian
tugas :
1) Mencatat
nama, alamat dan jumlah peserta, serta menempatkan diri sehingga memungkinkan dapat mengamankan jalannya
proses penyuluhan.
2) Mencatat
pertanyaan yang diajukan peserta.
3)
Mengamati perilaku verbal dan non verbal peserta selama proses penyuluhan.
4)
Mengevaluasi hasil penyuluhan dengan rencana penyuluhan
H.
Hasil Penkes
1.
Evaluasi
Struktur
1.
Waktu sudah
tepat
2.
Setting tempat
sudah sesuai dengan rencana
3.
Materi PenKes
sudah tepat
4.
Pengorganisasian
penanggung jawab kegiatan sudah baik.
5.
Peserta yang
mengikuti kegiatan sesuai target
2.
Evaluasi proses
1.
Peserta kegiatan
tidak meninggalkan tempat selama kegiatan berlangsung
2.
Peserta mampu
mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir dengan tertib
3.
Peserta
berpartisipasi aktif dalam kegiatan penkes dan dapat memberikan tanggapan
tentang penyakit TBC
4.
Pengorganisasian
dapat terlaksana sesuai rencana
3.
Evaluasi Hasil
1.
Kegiatan sesuai
dengan jadwal
2.
100% peserta
mampu mengikuti dengan tertib selama kegiatan berlangsung
3.
80% peserta
mampu memahami penyuluhan kesehatan tentang TBC
4.
Peserta yang
diberikan pertanyaan mampu menjelaskan pengertian TBC, penyebab TBC, tanda dan
gejala TBC, Pencegahan TBC.
TUBERCULOSIS PARU ( TBC )
I.
Konsep
Paru
1.1 Definisi
Oksigenasi merupakan gas tidak berwarna dan tidak berbau
yang sangat dibutuhkan dalam proses metabolisme sel. Sebagai hasilnya,
terbentuklah karbon dioksida, energi, dan air. Akan tetapi penambahan CO2 yang
melebihi batas normal pada tubuh akan memberikan dampak yang cukup bermakna
terhadap aktifitas sel (Mubarak, 2007).
1.2 Fisiologi
paru
Paru adalah struktur
elastik yang dibungkus dalam sangkar toraks, yang merupakan suatu bilik udara
kuat dengan dinding yang dapat menahan tekanan. Paru-paru ada dua, merupakan
alat pernafasan utama, paru-paru mengisi rongga dada, terletak di sebelah kanan
dan kiri dan di tengah dipisahkan oleh jantung beserta pembuluh darah besarnya
dan struktur lainnya yang terletak di dalam mediastinum.
Mediastinum adalah dinding
yang membagi rongga toraks menjadi dua bagian. Mediastinum terbentuk dari dua
lapisan pleura. Semua struktur toraks kecuali paru-paru terletak diantara kedua
lapisan pleura. Bagian terluar paru-paru dilindungi oleh membran halus dan
licin yang disebut pleura yang juga meluas untuk membungkus dinding interior
toraks dan permukaan superior diafragma, sedangkan pleura viseralis melapisi
paru-paru. Antara kedua pleura ini terdapat ruang yang disebut spasium pleura
yang mengandung sejumlah kecil cairan yang melicinkan permukaan dan
memungkinkan keduanya bergeser dengan bebas selama ventilasi.
Setiap paru dibagi
menjadi lobus-lobus. Paru kiri terdiri atas lobus atas dan bawah. Sementara
paru kanan mempunyai lobus atas, tengah dan bawah. Setiap lobus lebih jauh
dibagi lagi menjadi segmen yang dipisahkan oleh fisurel yang merupakan
perluasan pleura. Dalam setiap lobus paru terdapat beberapa divisi-divisi
bronkus. Pertama adalah bronkus lobaris ( tiga pada paru kanan dan pada paru
kiri). Bronkus lobaris dibagi menjadi bronkus segmental (sepuluh pada paru
kanan dan delapan pada paru kiri). Bronkus segmental kemudian dibagi lagi
menjadi bronkus sub segmental. Bronkus ini dikelilingi oleh jaringan ikat yang
memiliki arteri, limfotik dan syaraf. Bronkus subsegmental membantu percabangan
menjadi bronkiolus.
Bronkiolus membantu
kelenjar submukosa yang memproduksi lendir yang membentuk selimut tidak
terputus untuk laposan bagian dalam jalan nafas. Bronkus dan bronkiolus juga
dilapisi sel-sel yang permukaannya dilapisi oleh silia dan berfungsi untuk
mengeluarkan lendir dan benda asing menjauhi paru-paru menuju laring.
Bronkiolus kemudian membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia. Bronkiolus terminalis kemudian menjadi
saluran transisional antara kalan udara konduksi dan jalan udara pertukaran
gas. Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolus dan
jakus alveolar kemudian alveoli. Pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
di dalamalveoli.
Paru terbentuk oleh
sekitar 300 juta alveoli. Terdapat tiga jenis sel-sel alveolar, yaitu tipe I
adalah sel membentuk dinding alveolar. Sel-sel alveolar tipe II adalah sel-sel
yang aktif secara metabolik, mensekresi sufraktan, suatu fostolipid yang
melapisi permukaan dalam dan mencegah alveolar agar tidak kolaps. Sel alveoli
tipe III adalah makrofag yang merupakan sel-sel fagosit besar yang memakan
benda asing, seperti lendir dan bakteri, bekerja sebagai mekanisme pertahanan
yang penting (Smeltzer & Bare, 2002).
1.3 Faktor-faktor
yang mempengaruhi perubahan fungsi paru
1.3.1 Usia
Kekuatan otot maksimal
pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang sebanyak 20% setelah usia 40 tahun.
Selama proses penuan terjadi penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar
bronkial, penurunan kapasitas paru.
1.3.2 Jenis
kelamin
Fungsi ventilasi pada
laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita, karena ukuran anatomi paru
laki-laki lebih besar dibandingkan wanita. Selain itu, aktivitas laki-laki
lebih tinggi sehingga recoil dan compliance paru sudah terlatih.
1.3.3 Tinggi
badan dan berat badan
Seorang yang memiliki
tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi parunya lebih tinggi daripada orang
yang bertubuh kecil pendek (Guyton, 2007).
1.4 Gangguan
pada paru
1.4.1 Tuberkulosis
paru
Tuberculosis (TB)
adalah penyakit infeksius, yang
terutama menyerang parenkim paru, dengan agen infeksius utama Mycobacterium tuberculosis (Smeltzer
& Bare, 2001).
Tuberculosis paru
adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yaitu
suatu bakteri yang tahan asam (Suriadi, 2001).
Dari beberapa
pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Tuberculosis Paru adalah penyakit
infeksi yang disebabkan oleh Mycobakterium tuberculosis suatu
basil yang tahan asam yang menyerang parenkim paru atau bagian lain dari tubuh
manusia.
1.4.2 Etiologi
Penyebab dari penyakit
tuebrculosis paru adalah terinfeksinya paru oleh micobacterium tuberculosis
yang merupakan kuman berbentuk batang dengan ukuran sampai 4 mycron dan
bersifat anaerob. Sifat ini yang menunjukkan kuman lebih menyenangi jaringan
yang tinggi kandungan oksigennya, sehingga paru-paru merupakan tempat prediksi
penyakit tuberculosis. Kuman ini juga terdiri dari asal lemak (lipid) yang
membuat kuman lebih tahan terhadap asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia
dan fisik. Penyebaran mycobacterium tuberculosis yaitu melalui droplet nukles,
kemudian dihirup oleh manusia dan menginfeksi (Depkes RI, 2002).
1.4.3 Patofisiologi
Tempat masuk kuman
mycobacterium adalah saluran pernafasan, infeksi tuberculosis terjadi melalui
(airborn) yaitu melalui instalasi dropet yang mengandung kuman-kuman basil
tuberkel yang berasal dari orang yang terinfeksi. Basil tuberkel yang mempunyai
permukaan alveolis biasanya diinstalasi sebagai suatu basil yang cenderung
tertahan di saluran hidung atau cabang besar bronkus dan tidak menyebabkan
penyakit.
Setelah berada dalam
ruangan alveolus biasanya di bagian lobus atau paru-paru atau bagian atas lobus
bawah basil tuberkel ini membangkitkan reaksi peradangan, leukosit
polimortonuklear pada tempat tersebut dan memfagosit namun tidak membunuh
organisme tersebut. Setelah hari-hari pertama masa leukosit diganti oleh
makrofag. Alveoli yang terserang akan mengalami konsolidasi dan timbul gejala
pneumonia akut. Pneumonia seluler ini dapat sembuh dengan sendirinya, sehingga
tidak ada sisa yang tertinggal atau proses dapat juga berjalan terus dan
bakteri terus difagosit atau berkembang biak, dalam sel basil juga menyebar
melalui gestasi bening reginal. Makrofag yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih
panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel epiteloid yang
dikelilingi oleh limfosit, nekrosis bagian sentral lesi yang memberikan
gambaran yang relatif padat dan seperti keju-lesi nekrosis kaseora dan jaringan
granulasi di sekitarnya terdiri dari sel epiteloid dan fibrosis menimbulkan
respon berbeda, jaringan granulasi menjadi lebih fibrasi membentuk jaringan
parut akhirnya akan membentuk suatu kapsul yang mengelilingi tuberkel.
Lesi primer paru-paru
dinamakan fokus gholi dengan gabungan terserangnya kelenjar getah bening
regional dari lesi primer dinamakan komplet ghon dengan mengalami pengapuran.
Respon lain yang dapat terjadi pada daerah nekrosis adalah pencairan dimana
bahan cairan lepas ke dalam bronkus dengan menimbulkan kapiler materi tuberkel
yang dilepaskan dari dinding kavitis akan masuk ke dalam percabangan
keobronkial. Proses ini dapat terulang kembali di bagian lain dari paru-paru
atau basil dapat terbawa sampai ke laring, telinga tengah atau usus.
Kavitis untuk kecil
dapat menutup sekalipun tanpa pengobatan dengan meninggalkan jaringan parut
yang terdapat dekat dengan perbatasan bronkus rongga. Bahan perkijaan dapat
mengontrol sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran penghubung, sehingga
kavitasi penuh dengan bahan perkijuan dan lesi mirip dengan lesi berkapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat tidak menimbulkan gejala dalam waktu lama dan
membentuk lagi hubungan dengan bronkus dan menjadi limpal peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar
melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme atau lobus dari kelenjar
betah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, yang kadang-kadang
dapat menimbulkan lesi pada berbagai organ lain. Jenis penyebaran ini dikenal
sebagai penyebaran limfo hematogen yang biasanya sembuh sendiri, penyebaran ini
terjadi apabila fokus nekrotik merusak pembuluh darah sehingga banyak organisme
masuk ke dalam sistem vaskuler dan tersebar ke organ-organ tubuh (Price &
Wilson, 2005).
1.4.4 Manefestasi
klinik
Tanda dan gejala
tuberculosis menurut Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam (2006) dapat
bermacam-macam antara lain :
a. Demam
Umumnya subfebris,
kadang-kadang 40-410C, keadaan ini sangat dipengaruhi oleh daya
tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman tuberculosis yang masuk.
b. Batuk
Terjadi karena adanya
iritasi pada bronkus. Batuk ini diperlukan untuk membuang produk radang. Sifat
batuk dimulai dari batuk kering ( non produktif). Keadaan setelah timbul
peradangan menjadi produktif (menghasilkan sputum atau dahak). Keadaan yang
lanjut berupa batuk darah haematoemesis karena terdapat pembuluh darah yang
cepat. Kebanyakan batuk darah pada TBC terjadi pada dinding bronkus.
c. Sesak
nafas
Pada gejala awal atau
penyakit ringan belum dirasakan sesak nafas. Sesak nafas akan ditemukan pada
penyakit yang sudah lanjut dimana infiltrasinya sudah setengah bagian
paru-paru.
d. Nyeri
dada
Gejala ini dapat
ditemukan bila infiltrasi radang sudah sampai pada pleura, sehingga menimbulkan
pleuritis, akan tetapi, gejala ini akan jarang ditemukan.
e. Malaise
Penyakit TBC paru bersifat
radang yang menahun. Gejala malaise sering ditemukan anoreksia, berat badan
makin menurun, sakit kepala, meriang, nyeri otot dan keringat malam. Gejala
semakin lama semakin berat dan hilang timbul secara tidak teratur.
1.4.5 Pemeriksaan
penunjang
Pemeriksaan penunjang
pada pasien tuberculosis paru yaitu:
a.
Kultur sputum: positif
untuk mycobacterium tuberculosis pada tahap akhir penyakit.
b.
Ziehl-Neelsen
(pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk
basil asam cepat.
c.
Tes kulit (mantoux,
potongan vollmer): reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih besar,
terjadi 48-72 jam setelah injeksi intra dermal antigen) menunjukkan infeksi
masa lalu dan adanya antibodi tetapi tidak secara berarti menunjukkan penyakit
aktif.
d.
Foto thorak: dapat
menunjukkan infiltrasi lesi awal pada area paru atas simpangan kalsium lesi
sembuh primer atau effuse cairan.
e.
Histologi atau kultur jaringan paru:positif untuk mycobacterium
tuberculosis,
f.
Biopsi jarum pada
jaringan paru: positif untuk granulana Tb, adanya sel raksasa menunjukkan
nekrosis,
g.
Nektrolit: dapat tidak
normal tergantung pada lokasi dan beratnya infeksi.
h.
GDA: dapat normal
tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
i.
Pemeriksaan fungsi
paru: penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio
udara dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap
infiltrasi parenkim/fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB
paru kronis luas) (Doengoes, 2000).
1.4.6 Pengobatan
Tuberkulosis paru
diobati terutama dengan agen kemoterapi (agen antituberkulosis) selama periode
6 sampai 12 bulan. Lima medikasi garis depan digunakan adalah Isoniazid,
Rifampicin, Streptomisin, Etambutol, dan Pyrazinamide. Kapremiosin, kanamisin,
etionamid, natrium para-aminosilat, amikasin, dan siklisin merupakan obat-obat
baris kedua (Smeltzer & Bare, 2001).
-
Rifampicin 150 mg,
isoniazid 75 mg, pyrazinamide 400 mg, ethambutol hydrochloride 275 mg: 28
kaplet untuk pemakaian setiap hari selama 2 bulan (fase intensif/awal)
-
Rifampicin 150 mg dan
isoniazid 50 mg: 28 tablet untuk pemakaian 3 kali seminggu selama 4 bulan (fase
lajutan)
Dosis
kategori 1 KDT
Berat
Badan
|
Tahap
awal tiap hari
(56
dosis)
|
Tahap
lanjutan 3 kali seminggu selama 14 minggu (48 dosis)
|
30-37 kg
|
2 kaplet 4 KDT
|
2 kaplet 2 KDT
|
38-54 kd
|
3 kaplet 4 KDT
|
3 kaplet 2 KDT
|
55-70kg
|
4 kaplet 4 KDT
|
4 kaplet 2 KDT
|
≥71 kg
|
5 kaplet 4 KDT
|
5 kaplet 2 KDT
|
1.4.7 Komplikasi
Menurut Suriadi (2006)
kompliki dari TB Paru antara lain :
a. Meningitisas
b. Spondilitis
c. Pleuritis
d. Bronkopneumoni
II.
Daftar
Pustaka
Doenges, M.E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan (Edisi 3).
Jakarta : EGC
Guyton, A.
(2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran.
Smeltzer,
S.C. & Bare, B.G. (2002). Buku Ajar
Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth (Ed.8, Vol. 1,2). Jakarta:
EGC.
Suriadi.
(2006). Asuhan Keperawatan pada Anak(Edisi
V). Jakarta : CV.AgungSetu
Wilkinson, J.M. & Ahern, N.R.
(2009). Buku Saku Diagnosis Keperawatan.
Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment